Anda di halaman 1dari 3

Masa

Peralihan Kerajaan Tarumanegara ke Kerajaan Sunda


Table of Contents
1. Tarusbawa: Masa Peralihan Kerajaan Tarumanegara ke Kerajaan Sunda 1.1. Raja
Terakhir Tarumanegara
1.1.1. Tarusbawa Merubah Nama Kerajaan
!!!
Tarumanegara Menjadi Kerajaan Sunda
1.1.2. Terpecahnya Wilayah Kerajaan
Tarumanegara
1.1.2.1. Surat Wretikandayun Kepada
Tarusbawa
1.1.2.2. Respon Terhadap Surat Wretikandayun 1.1.3. Berpindahnya Pusat Kerajaan
Sunda
dari Sundapura ke Pakuan
1.1.4. Penerus Takhta Kerajaan Sunda 1.2. Daftar Bacaan
Raja Tarusbawa adalah raja terakhir dari Kerajaan Tarumanegara yang berkuasa sejak
tahun 669 M untuk menggantikan mertuanya, Raja Linggawarman. Sebagaimana diketahui,

tahun 669 M untuk menggantikan mertuanya,


Raja Linggawarman. Sebagaimana diketahui, bahwa Tarusbawa sebenarnya adalah raja
dari Kerajaan Sunda Sembawa yang berpusat di
ibukota Kerajaan Tarumanegara dahulu pada masa Raja Purnawarman, yakni
Sundapura. Raja Tarusbawa menikahi putri da Raja Linggawarman dari Kerajaan
Tarumanegara yang bernama Dewi Minawati.
SERI BIOGRAFI TOKOR
RAJA TARUSBAWA (669-723 M)
Masa Peralihan: Kerajaan Tarumanegara Menjadi Kerajaan Sunda

Raja Terakhir Tarumanegara


Setelah Raja Linggawarman wafat, maka Tarusbawa-lah yang melanjutkan pemerintahan
di Kerajaan
Tarumanegara atas nama istrinya Dewi Minawati. Selain itu, Tarusbawa juga masih
tetap berstatus sebagai raja dari Kerajaan Sunda Sembawa. Raja Tarusbawa dilantik
sebagai raja di Kerajaan Tarumanegara pada tahun 669 M dengan gelar Sri Maharaja
Tarusbawa Darmawaskita Manumanggalajaya Sundasembawa.
Setelah upacara pelantikan sebagai raja di Kerajaan Tarumanegara pada tahun 669 M,
Tarusbawa kemudian mengirimkan utusannya ke berbagai negeri di Kepulauan Nusantara,
India dan Cina, Champa, Sanghyang Ujung, dan Ghaudi. Hal ini adalah hal yang rutin
selalui dilakukan oleh raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Tarumanegara untuk
memberitakan pergantian kekuasaan. Pada tahun 672 M, ia berhasil menjalin hubungan
persahabatan dengan Dapunta Sri Jayanasa dari Kerajaan Sriwijaya. Hubungan ini
disebabkan oleh status keduanya yang merupakan
menantu dari Raja Linggawarman.
Tarusbawa Merubah Nama Kerajaan Tarumanegara Menjadi Kerajaan Sunda
Tarusbawa yang telah dilantik sebagai penguasa di Kerajaan Tarumanegara dan
sekaligus juga masih

menjadi raja di Kerajaan Sunda Sembawa merasa bahwa mengendalikan dua birokrasi
secara sekaligus adalah yang merepotkan, sehingga pada akhirnya ia memilih untuk
menggabungkan kedua birokrasi ini menjadi satu struktur yang berada langsung di
bawah
kendalinya. Tarusbawa kemudian menanggalkan statusnya sebagai raja Kerajaan Sunda
Sembawa dan mengambil alih kepemimpinan di Kerajaan Tarumanegara (mungkin ini
direstui pula oleh sang istri, Dewi Minawati).
Selain disebabkan oleh ruwetnya persoalan birokrasi, Tarusbawa pun juga
terinspirasi oleh kejayaan yang pernah dicapai oleh raja terbesar dari Kerajaan
Tarumanegara, yakni Purnawarman yang berhasil
menjadikan Kerajaan Tarumanegara sebagai kerajaan yang kuat dan tangguh. Raja
Purnawarman sendiri pada saat itu menjadikan Sundapura sebagai ibukota Kerajaan
Tarumanegara. Berdasarkan pada hal
inilah Tarusbawa kemudian mengganti nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan
Sunda pada tahun 669 M.

Terpecahnya Wilayah Kerajaan Tarumanegara

Terpecahnya Wilayah Kerajaan Tarumanegara


Setelah digantinya nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda oleh Tarusbawa
pada tahun 669 M bukan berarti tidak mendapatkan respon dari berbagai pihak yang
menjadi bagian dari Kerajaan Tarumanegara. Respon itu terutama muncul pada tahun
670 M dari Raja Kerajaan Galuh, Wretikandayun. Wretikandayun nampaknya memanfaatkan
momentum penggantian nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda ini sebagai
alasan untuk menjadikan Kerajaan Galuh sebagai kerajaan yang merdeka.
Surat Wretikandayun Kepada Tarusbawa
Wretikandayun segera mengirimkan utusannya ke ibukota Tarumanegara untuk bertemu
dengan Raja Tarusbawa. Di dalam suratnya itu, Wretikandayun menyatakan bahwa
dirinya ingin Kerajaan Galuh melepaskan diri dari Kerajaan Sunda. Namun, di dalam
surat itu, Wretikandayun menjelaskan bahwa sesungguhnya mereka (Tarumanegara dan
Galuh) adalah tetap sebagai saudara karena berasal dari satu leluhur. Wretikandayun
menginginkan kerajaannya berdiri sendiri namun, di sisi lain ia tidak menganggap
Kerajaan Sunda sebagai musuh, melainkan harus memperkuat persahabatan diantara
keduanya.

Di dalam surat Wretikandayun kepada Tarusbawa itu, Wretikandayun juga memberikan


penjelasan mengenai pembagian wilayah diantara dua kerajaan yang diharapkan
usulannya diterima. Wretikandayun menjelaskan melalui suratnya bahwa daerah-daerah
yang termasuk ke sebelah barat Sungai Taruma (Sungai Citarum) adalah daerah
kekuasaan Kerajaan Sunda sedangkan daerah yang terletak di sebelah timur adalah
wilayah Kerajaan Galuh.
Wretikandayun juga memperingatkan kepada Raja Tarusbawa agar tidak memusuhi dan
menyerang Kerajaan Galuh, sebab Kerajaan Galuh memiliki angkatan perang yang
berjumlah tiga kali lebih besar dibandingkan angkatan perang Kerajaan Sunda. Selain
itu, Kerajaan Galuh juga didukung oleh beberapa kerajaan yang terletak di Pulau
Jawa bagian tengah dan Timur. Pernyataan ini dapat
diartikan juga sebagai suatu "ancaman" dari Wretikandayun kepada Kerajaan Sunda
apabila tidak menyetujui usulannya untuk kemandirian Kerajaan Galuh.
Wretikandayun mengharapkan persaudaraan dengan Tarusbawa dan bersama-sama
mengharapkan kedua kerajaan dapat mencapai kemakmuran dan dijauhkan dari bahaya.
Wretikandayun sangat memahami sifat dari Tarusbawa yang sangat menghindari konflik
dalam segala permasalahan. Berdasarkan pada sifat itulah sehingga Wretikandayun
merasa yakin bahwa Tarusbawa akan memahami maksud dan tujuan Kerajaan Galuh untuk
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda sebagai kerajaan yang merdeka.
Respon Terhadap Surat Wretikandayun
Dalam tempo beberapa hari saja, Tarusbawa segera menanggapi surat Wretikandayun
dengan menyetujui permintaan dan usulan yang diberikan oleh Wretikandayun. Seketika
itu pula, Raja Tarumanegara segera membagi Kerajaannya menjadi dua bagian. Jawa
bagian barat terbagi menjadi dua kerajaan besar, di sisi barat laut ke timur hingga
Sungai Taruma (Sungai Citarum) merupakan wilayah Kerajaan Sunda yang dipimpin oleh
Tarusbawa. Sedangkan wilayah timur Sungai Citarum hingga Sungai Cipamali menjadi
wilayah kerajaan Galuh di bawah pimpinan Wretikandayun.
Berpindahnya Pusat Kerajaan Sunda dari Sundapura ke Pakuan
Setelah menyetujui pemisahan kerajaan sesuai dengan usulan yang diberikan oleh
Wretikandayun dari Kerajaan Galuh, Tarusbawa kemudian memutuskan untuk
memindahkan ibukota Kerajaan Sunda dari Sundapura ke Pakuan pada tahun 670 M.
Setelah memindahkan ibukota Kerajaan Sunda di Pakuan, Tarusbawa kemudian mendirikan
lima buah keraton yang mana bentuk dan ukuran dari kelima keraton itu sama. Kelima
keraton itu kemudian diberi nama Sri Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati.
Setelah pembangunan kelima keraton selesai di Pakuan, Raja Tarusbawa kemudian
diberkati oleh seorang pujangga yang bernama Sedamanah.
Setelah perpindahan ibukota Kerajaan Sunda dari Sundapura ke Pakuan dan berhasil
mendirikan keraton di ibukota baru itu, Raja Tarusbawa kemudian berupaya untuk
menjalin kerjasama diberbagai bidang dengan Kerajaan Sriwijaya yang dipimpin oleh
Dapunta Hyang Sailendra (Sri Jayanasa). Upaya itu dapat mencapai hasil pada tahun
672 M, Kerajaan Sunda berhasil menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya
diberbagai bidang. Keberhasilan dari upaya Kerajaan Sunda ini tentu saja berjalan
dengan mudah sebab kedua raja merupakan sesama menantu dari Raja Linggawarman dari
Kerajaan Tarumanegara.
Penerus Takhta Kerajaan Sunda
Tarusbawa dan Dewi Minawati memiliki seorang putra tertua yang bernama Rakryan
Sunda Sambawa. Rakryan Sunda Sambawa telah dijadikan putera mahkota Kerajaan Sunda
dan kelak ialah yang mewarisi takhta Kerajaan Sunda apabila Tarusbawa mangkat.
Namun, hal itu tidak pernah terjadi sebab Rakryan Sunda Sambawa meninggal terlebih
dahulu sebelum sang raja mangkat. Rakryan Sunda Sembawa memiliki seorang anak
perempuan yang bernama Nay Sekarkancana (Sekar Kancana/ Teja Kancana
Ayupurnawangi). Dengan meninggalnya Rakryan Sunda Sambawa terlebih dahulu
dibandingkan dengan Tarusbawa, maka takhta Kerajaan Sunda selanjutnya akan
diberikan kepada cucu Tarusbawa, yaitu Nay Sekarkancana.
Merasa bahwa dirinya sudah lanjut usia, maka Tarusbawa segera menjodohkan cucunya,
Nay Sekarkancana dengan Rahyang Sanjaya dari Kerajaan Galuh. Rahyang Sanjaya adalah
anak dari Sena dan Sanaha. Sena sendiri adalah Raja Kerajaan Galuh yang ketiga
menggantikan ayahnya, Raja Mandiminyak pada tahun 709 M. Namun, pada tahun 716 M
Sena dikudeta oleh saudaranya, Purbasora. Sena dan Purbasora sebenarnya adalah
saudara satu ibu, namun berbeda ayah. Setelah kudeta itu, Sena dan keluarganya
melarikan diri dan meminta perlindungan kepada Tarusbawa.
Tarusbawa menerima kedatangan keluarga Sena dan memberikan dukungan kepada Sena
untuk merebut kembali takhta Kerajaan Galuh dari tangan Purbasora. Setelah
pernikahan antara Sekar Kancana dan Rahyang Sanjaya, Tarusbawa meninggal pada tahun
723 M di usia 91 tahun. Takhta Kerajaan Sunda kemudian dilanjutkan oleh Rahyang
Sanjaya yang memerintah atas nama istrinya, Sekar Kancana. Sanjaya yang masih
menaruh dendam kepada Purbasora karena mengkudeta ayahnya sebagai Raja Kerajaan
Galuh, berhasil merebut takhta Kerajaan Galuh pada tahun 747 M dengan bantuan dari
tentara Kerajaan Sunda.

Daftar Bacaan
• Iskandar, Yoseph.1997. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa). Bandung: Geger
Sunten • Danasasmita, S. 1983. Sejarah Bogor. Bogor: Paguyuban Pasundan Cabang
Kodya Bogor. Atja & Ekajati, E.S. 1989. Carita Parahiyangan "karya tim pimpinan
pangeran wangsakerta". Bandung: Yayasan Pembangunan Jawa Barat.
Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional
Indonesia
II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.
• Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
• Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
• Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
72|

Anda mungkin juga menyukai