Psikologi Analitik Menurut C. G. Jung
Psikologi Analitik Menurut C. G. Jung
Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas peserta didik
Disusun Oleh:
NIS: 131161010002190265
KEMENTERIAN AGAMA
Kabupaten Sambas
2021
1
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun Oleh:
NIS: 131161010002190265
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui dan dipertahankan di depan tim penguji
pada tanggal
Pembimbing,
Penguji I Penguji II
2
LEMBAR PERNYATAAN
NIS/NISN : 131161010002190265/42973724
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah Karya
Tulis Ilmiah hasil penelitian saya dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat
karya/pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang
secara tertulis diacu dalam Karya Tulis Ilmiah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka
Mengetahui, Sambas,
3
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi lebih
4
sempurnanya karya-karya selanjutnya. Semoga karya ini bermanfaat bagi
masyarakat dan khazanah ilmu secara umum maupun bagi pihak yang
memerlukan.
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN...................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................................
INTISARI...................................................................................................................
ABSTRACT.................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar belakang.........................................................................................
1.2 Batasan Masalah............................................................................................
1.3 Perumusan Masalah................................................................................
1.4 Tujuan Penulisan.....................................................................................
1.5 Manfaat Penulisan...................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Pengertian Psikologi.................................................................................
2.2 Pengertian Psikologi Analitik..................................................................
BAB 3 METODE PENELITIAN...............................................................................
3.1 Metode Penulisan.....................................................................................
3.2 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN ...........................................................................................
BAB 5 KESIMPULAN..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
6
BAB 1
PENDAHULUAN
7
kebiasaan atau tingkah laku manusia saat ini. Menurut Jung, manusia
dilahirkan dengan membawa banyak kecenderungan yang diwariskan oleh
leluhurnya, kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya dan sebagian
menentukan apa yang akan disadarinya dan diresponnya dalam dunia
pengalaman.
Teori ini akan menjelaskan sisi alam bawah sadar dalam diri individu
dan seksualitas seorang individu. Menggunakan pendekatan teologis yang
berdasarkan analisis dan argumen rasional untuk mendiskusikan dan
menafsirkan topik bahasan.
8
1.4.2 Bagi penulis, dapat mendalami teori psikologi analitik kepribadian
sebagai salah satu bagian disiplin ilmu psikologi dan dapat
dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi ahli psikolog, dapat mengembangkan teori psikologi analitik
untuk kepentingan perkembangan teori di masa mendatang.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
kemudian dikembangkan menjadi satu ilmu bernama “Nafsiologi”. Dalam
Bahasa Indonesia dikenal dengan “Ilmu Jiwa”.
Psikologi analitik berawal dari ilmu psikoanalisis. Psikoanalisis adalah
cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya,
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Pada mulanya istilah
psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja,
sehingga "psikoanalisis" dan "psikologi analisis" Freud sama artinya.
Beberapa pengikut Freud dikemudian hari menempuh jalan sendiri, mereka
juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih nama baru untuk
menunjukan teori mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav
Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama psikologi analitis (analitycal
psychology) dan psikologi individual (individual psychology) bagi teori
masing-masing.
11
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah
metode deskriptif kualitatif. Menurut I Made Winartha (2006:155), metode
analisis deskriptif kualitatif adalah menganalisis, menggambarkan, dan
meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulkan
berupa hasil wawancara atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti di
lapangan. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:14), metode deskriptif
kualitatif merupakan metode analisis yang berlandaskan pada filsafat post
positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Metode penelitian ini sering digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah yakni objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi
oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif rumusan masalah merupakan fokus
penelitian yang masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah situasi
sosial tertentu dengan maksud untuk memahami gejala sosial yang kompleks.
12
BAB 4
PEMBAHASAN
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian
karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian.
Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur.
Freud menekankan asal-usul kepribadian pada kanak-kanak sedangkan Jung
menekankan asal-usul kepribadian pada ras.
13
manusia. Oleh karena itu konsep unconsious (ketidaksadaran) menjadi konsep
utama dari pandangan Jung ini.
Psikis manusia menjadi bagian dari ketidaksadaran kolektif.
Ketidaksadaran kolektif adalah kumpulan dari semua ketidaksadaran
psikologi manusia serta bagian dari jiwa yang berbeda dari ketidaksadaran
pribadi. Jung (1968: 42), "The collective unconscious is part of the psyche
which can be negatively distinguished from a personal unconscious by the
fact that it does not, like the latter, owe its existence to personal experience
and consequently is not a personal acquisition" . Melalui pernyataan ini dapat
disebutkan bahwa ketidaksadaran kolektif merupakan bagian dari kepribadian
manusia, dan ketidaksadaran kolektif juga berbeda dengan ketidaksadaran
pribadi akan tetapi saling berkaitan satu sama lain. Kepribadian adalah
sesuatu yang mencakup dalam ruang lingkup manusia seperti pola pikir,
perasaan dan tingkah laku manusia. Kepribadian dapat membantu manusia
dalam menyesuaikan diri dalam lingkup sosial dan fisik.
Jung melandasi teorinya pada gagasan bahwa terdapat dua level
dalam psyche, yakni kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran merupakan
pengalaman yang bersifat personal sedangkan ketidaksadaran berkaitan
dengan keberadaan masa lalu. Di titik ini, Jung sampai pada kesimpulan
bahwa psyche andil membentuk dan mengubah kepribadian dan kepribadian
tercipta melalui sebuah proses evolusi psyche yang kompleks dan mutual.
Kepribadian seorang individu tersusun dari tiga aspek dasar yaitu ego
atau kesadaran, ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran kolektif. Ego atau
kesadaran merupakan tingkat dimana manusia berada dalam kondisi kejiwaan
yang sadar secara utuh. Ketidaksadaran pribadi berawal dari pengalaman-
pengalaman manusia yang muncul secara sadar, kemudian direpresikan atau
bahkan di lupakan. Hal ini berarti ketidaksadaran pribadi menempatkan
posisinya dalam kepribadian manusia sebagai bagian sadar dan tidak sadar
seorang manusia. Ketidaksadaran kolektif merupakan sesuatu perilaku yang
sudah ada dari masa lampau dan bersifat secara tidak sadar.
14
4.2 Struktur Kepribadian menurut Carl Gustav Jung
Kepribadian terdiri dari beberapa sistem yang dioperasikan dalam tiga
tingkat dari sebuah kesadaran. Pandangan Jung tentang Kesadaran atau Ego,
ketidaksadaran personal (Personal Unconscious) dan ketidaksadaran kolektif
(Collective Unconscious).
4.2.1 Ego
Ego menjadi unsur yang menentukan persepsi, pemikiran,
perasaan dan ingatan yang memasuki kesadaran dalam otak kita.
Sehingga dengan demikian, apa yang memasuki otak kita adalah
hasil dari saringan atau proses seleksi. Kesadaran nampak pada
awal kehidupan, mungkin bahkan sebelum proses kelahiran. Secara
perlahan, kesadaran dibedakan dari kelahiran pada umumnya, atau
kenyataan, kesadaran atas rangsangan.
Dalam interaksi kehidupan manusia dengan lingkungan
sekitarnya baik dengan alam dan sesama manusia, banyak sekali
pengalaman yang akan terlihat namun tidak semuanya secara
otomatis dimasukkan alam dirinya sebagai suatu yang dapat
dijadikan pegangan dan pengalaman fungsional. Oleh karena itu,
ego dengan kesadarannya akan memberikan saringan melalui
proses filtrasi, inilah yang dapat orang yang memiliki kesadaran
untuk membedakan dua hal baikburuk, sesuai-tidak sesuai, layak-
tidak layak, dan lain sebagainya. Seseorang yang memiliki
kesadaran akan melakukan itu dengan baik dalam interaksi dengan
lingkungannya. Tujuan utama proses ini adalah agar seseorang
individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan
lingkungannya.
4.2.2 Ketidaksadaran Personal
Banyak sekali pengalaman yang dialami oleh setiap
manusia, namun dari sekian banyak pengalaman tersebut banyak
yang telah hilang karena terlupakan atau sengaja direpresi (ditekan)
15
sehingga tidak membuatnya menjadi sebuah kesan kesadaran, pada
akhirnya pengalaman-pengalaman tersebut akan masuk ke dalam
ketidaksadaran personal. Setiap kita pernah mengalami suatu
pengalaman, kemdian mengingatnya dan tanpa disadari melupakan
pengalaman itu. Namun dalam suatu kondisi kita akan dapat
mengingatnya kembali tanpa disadari. Sebagai bagian yang paling
penting, isi-isi didalamnya dengan mudah digapai oleh
ketidaksadaran.
Melalui ketidaksadaran personal ini, sekelompok ide
mungkin terikat bersamaan menjadi sebuah bentuk yang disebut
oleh Jung sebagai suatu yang kompleks. Jung melakukan pencarian
tentang kompleks dalam penelitian mengenai kata. Kata kompleks
telah menjadi sebuah bagian dari bahasa seharihari. Pada
umumnya, sifat kompleks adalah ketidaksadaran, walaupun
faktorfaktor yang berhubungan mungkin saja dapat menjadi sebuah
kesadaran dari waktu ke waktunya.
Beberapa sifat yang kompleks mungkin dapat diarahkan
untuk menjadi prestasi terkemuka. Dalam hal ini, Jung mengatakan
bahwa pengalaman yang dialami pada masa awal kanak-kanak
adalah sebuah pengalaman yang akan selalu diingat. Ada banyak
impian dan obsesi yang terbentuk ketika massih anak-anak yang
dapat menjadikan seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu.
4.2.3 Ketidaksadaran Kolektif
Dalam ketidaksadaran kolektif ini, Jung mengemukakan
bahwa ketidaksadaran yang kolektif disusun oleh gambaran-
gambaran dengan bentuk pemikiran yang kuno atau jejak ingatan
dari nenek moyang kita di masa lalu, bukan hanya masa lalu
manusia tetapi juga masa lalu sebelum peradaban manusia dimulai,
dan juga evolusi dari pertalian keluarga yang terdahulu. Dalam
Introduction to Theories of Personality, Jung memberikan contoh
dari lingkungan keluarga dengan sosok seorang ibu, karena dalam
16
kehidupan manusia itu selalu ada kehadiran seorang ibu, gambaran
dari kehadiran seorang ibu itu tergambarkan dalam ketidaksadaran
kolektif yang kita miliki. Dan gambaran ini, sungguh terpisahkan
dari pengalaman pribadi kita dari ibu kita sendiri, ini adalah
gambaran atau pengertian secara universal.
Seorang ayah yang mendidik anaknya dengan sikap keras
secara tidak sadar sementara menanamkan pada diri anaknya kesan
keras dan hal itu akn turun temurun menjadi karakter anak itu.
Sampai ketika anaknya menikah dan memiliki anak, maka ia akan
mempraktekkan apa yang dilakukan oleh ayahnya terhadap dirinya
sebagai bagian dari cara warisan dari orang tuanya terdahulu.
Mungkin juga cara tersebut merupakan warisan dari kakeknya dan
seterusnya. Namun semua itu tidak disadari bahwa itu adalah
sebagai warisan masa lalu dan hanya terjadi secara alamiah. Inilah
yang termasuk dalam wilayah ketidaksadaran kolektif.
Ada beberapa pengalaman yang memperlihatkan bahwa
pengaruh alam bawah sadar kolektif itu lebih jelas dibanding
pengalaman lainnya. Berhubungan dengan hipotesis dia mengenai
“alam bawah sadar kolektif”, Jung mengajukan teorinya tentang
arketipe-arketipe. Sebagai isi dari “alam bawah sadar kolektfi”.
Menurutnya arketipe-arketipe ini mempunya hubungan yang sangat
penting dalam penyelidikan secara psikologis. Arketipe adalah
suatu bentu ide universal yang mengandung unsur emosi yang
besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran yang
dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari
situasi
Arketipe bukan suatu isi visual yang bersifat konkret
material, bukan suatu gambaran tertentu, tetapi suatu pola apriari
dari tingkah laku psikis yang bersifat formal, yang memberi
ketentuan terhadap isi matrial dan bersifat instingtif atau genetis
(dibawa sejak lahir). Pola-pola apriori ini memiliki sifat universal,
17
yang selalu terdapat pada manusia secara potensial, teristimewa
pada saat penting atau kritis, Pada saat-saat seperti ini arketipe
dapat diaktualkan dan diungkapkan dalam tingkah laku atau
gambaran-gambaran tertentu yang spesifik.
Arketipe tidak memiliki wujud dalam dirinya sendiri, tetapi
dia beraksi sebagai penentu “prinsip penentu” pada apa saja yang
kita lihat atau kita lakukan. Cara kerjanya hampir sama dengan cara
kerja insting dalam teori Freud. Secara fenomenalogis, menurut
Jung ada beberapa arketipe penting terdapat pada manusia yang
sangat mempengaruhi dalam proses individuasi
4.2.3.1 Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi
sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan
tradisi masyarakat, serta terhadap kebutuhan-kebutuhan
arketipe sendiri. Pesona ini dalam beberapa hal dapat
dikatakan memiliki kemiripan dengan konsep super ego dari
Freud. Super ego dalam konsepsi Freud berhubungan
dengan aspek sosial yang memuat nilai-nilai ideal. Super
ego merupakan suatu identifikasi diri dengan ukuran moral
dari lingkungan sosial, terutama dari orang tua (Hall, 2000:
49). Begitu pula dengan konsepsi Jung tentang pesona,
pesona merupakan topeng yang membantu seseorang
menyesuaikan dirinya dengan orang lain, tetapi persona
juga dapat memiliki sisi negatif yaitu saat seseorang
terperangkap dalam peran tertentu dan kehilangan sifat
individualnya yang berkaitan dengan perasaan yang
sebenarnya (Budiharjo, 1997: 45). Tujuan persona adalah
untuk menciptakan kesan tertentu pada orang lain dan
seringkali, meski tidak selalu, ia menyembunyikan hakikat
sang pribadi yang sebenarnya.
18
4.2.3.2 Anima dan Animus
Anima dan animus adalah arketipe yang
menggambarkan suatu karakteristik seksual yang hadir
disetiap pria maupun wanita. Arketipe elemen feminin
dalam pria adalah anima, sedangkan animus yang berkaitan
dengan akal, budi dan rasio merupakan arketipe elemen
maskulin pada wanita (Jung, 1987: 106, 107). Anima dan
animus ini berperan dalam relasi-relasi yang berada dalam
ketaksadaran dalam mengimbangi kesadaran dari pria
maupun wanita. Arketipe ini berlangsung dari produk
pengalaman ras pria dengan wanita dan wanita dengan pria,
kehidupan bersama antara pria dan wanita selama berabad-
abad kemudian mempengaruhi masing-masing jenis
memiliki ciri lawan jenisnya (Lindzey, 1993: 189, 190).
Dapat dikatakan bahwa terjadinya anima animus ini
berlangsung secara kolektif dan universal, keduanya
merupakan personifikasi dari ketidaksadaran yang menjadi
perantara terhadap kesadaran diri.
4.2.3.3 Bayang-bayang (Shadow)
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada
kodrat manusia yang diwarisi manusia dalam evolusinya
dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah (Lindzey,
1993: 190). Dapat dikatakan bahwa arketipe shadow ini
adalah suatu sisi gelap dalam kepribadian manusia. Shadow
ini dapat dikatakan sebagai suatu problem moral yang
menantang keseluruhan kepribadian ego, karena tidak
seorang pun dapat menyadari shadow-nya tanpa usaha
moral yang besar (Jung, 1987: 99). Sebagai arketipe,
bayang-bayang melahirkan konsepsi dalam diri kita tentang
dosa asal. Apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar
maka ia menjadi iblis atau musuh
19
4.2.3.4 Diri (self)
Self atau diri dapat juga dikatakan sebagai psyche
yang merupakan kepribadian secara keseluruhan. Tetapi
dalam hal ini self yang dimaksud adalah suatu arketipe yang
mencerminkan perjuangan manusia ke arah kesatuan
(Lindzey, 1993: 1991). Hal tersebut dilambangkan dengan
Mandala. Diri ini merupakan puncak arketipe yang dituju
setiap manusia, didalamnya terdapat dorongan untuk
mendapatkan kebulatan diri. Diri dikonsepsikan sebagai
suatu blueprint (cetak biru) energi yang memiliki
kemampuan merealisasikan atau yang disebut sebagai
individuasi.
4.2.4 Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama
kepribadian, yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap
ekstravasi mengarah sang individu ke dunia luar atau dunia
objektif. Sikap introversi mengarahkan individu ke dunia dalam
atau dunia subjektif. Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam
kepribadian tapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan
sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstravert dalam relasinya dengan
dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert,
begitu pula sebaliknya. Hal ini sering kita dengar dengan istilah
sifat ekstrovert dan sifat introvert.
4.3 Dinamika Kepribadian menurut Carl Gustav Jung
4.3.1 Energi Psikis
Energi yang menjalankan fungsi kepribadian disebut energi
psikis. Energi psikis merupakan manifestasi energi kehidupan,
yakni energi organisme sebagai sistem biologis. Energi psikis lahir
seperti semua energi vital lain, yakni dari proses-proses metabolik
tubuh. Energi psikis terungkap secara konkret dalam bentuk daya-
daya aktual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan,
20
perhatian, dan perjuangan adalah contoh-contoh daya aktual dalam
kepribadian. Disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati, dan
sikap adalah contoh-contoh daya potensial.
4.3.2 Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka
jumlah yang dikeluarkan itu akan muncul di satu tempat lain dalam
sistem. Prinsip ini menyatakan bahwa jika suatu nilai tertentu
melemah atau menghilang, maka jumlah energi yang diwakili oleh
nilai itu akan hilang dari psike tetapi akan muncul kembali dalam
suatu nilai baru. Surutnya suatu nilai sudah pasti berarti munculnya
suatu nilai lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai
direpsesikan kedalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai
itu akan tumuh kuat dengan mengorbankan struktur-struktur lain
dalam kepribadian.
4.3.3 Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan bahwa distribusi energi dalam
psike mencari ekuiblirium atau keseimbangan. Jung menyatakan
bahwa realisasi diri adalah tujuan dari perkembangan psikis
maksudnya adalah bahwa dinamika kepribadian bergerak ke arah
suatu keseimbangan daya-daya yang sempurna.
4.3.4 Penggunaan Energi
Seluruh energi psikis yang tersedia untuk kepribadian
digunakan untuk dua tujuan umum. Sebagian diantaranya dipakai
untuk melakukan pekerjaan yang perlu untuk memelihara
kehidupan dan untuk pembiakan.
21
BAB 5
KESIMPULAN
a. Arketipe Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon
terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta
terhadap kebutuhan-kebutuhan arketipe sendiri.
22
d. Arketipe Diri
Arketipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan.
Diri adalah titik pusat kepribadian, dimana semua terkonstelasikan. Diri
mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan
kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.
a. Energi Psikis
Energi yang menjalankan fungsi kepribadian disebut energi psikis. Energi
psikis merupakan manifestasi energi kehidupan, yakni energi organisme
sebagai sistem biologis.
b. Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan untuk
menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang dikeluarkan itu
akan muncul di satu tempat lain dalam sistem. Prinsip ini menyatakan
bahwa jika suatu nilai tertentu melemah atau menghilang, maka jumlah
energi yang diwakili oleh nilai itu akan hilang dari psike tetapi akan
muncul kembali dalam suatu nilai baru.
c. Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan bahwa distribusi energi dalam psike mencari
ekuiblirium atau keseimbangan. Jung menyatakan bahwa realisasi diri
adalah tujuan dari perkembangan psikis maksudnya adalah bahwa
dinamika kepribadian bergerak ke arah suatu keseimbangan daya-daya
yang sempurna.
d. Penggunaan Energi
Seluruh energi psikis yang tersedia untuk kepribadian digunakan untuk
dua tujuan umum. Sebagian diantaranya dipakai untuk melakukan
pekerjaan yang perlu untuk memelihara kehidupan dan untuk pembiakan.
DAFTAR PUSTAKA
23
Ahmadi, A. (2018). Psikologi Jungian, Film, Sastra. Mojokerto: Temaliteria.
Jung, C. G. (1912). Psychology of the Unconscious. New York: Moffat, Yard and
Company.
Jung, C. G. (1963). Analytical Psychology: Its Theory and Practice. New York.
Magda, B., & Romadhon, O. (2017). Teori Psikologi Analitikal Carl Gustav Jung.
Jurnal.
Nahrowi, M., & Sholehah, A. (2019). Teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung.
Makalah Teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung.
Refriani, E., Safitri, S., Hanun, M., & Hidayat, M. (2018). Psikologi Kepribadian
Carl Gustav Jung. Teori Carl Gustav Jung.
Setiawan, R. (2016). Pemikiran Filsafat Carl Gustav Jung. Jurnal Studi Islam.
24
Suryosumunar , J. A. (2019). KONSEP KEPRIBADIAN DALAM PEMIKIRAN
CARL GUSTAV JUNG DAN EVALUASINYA DENGAN FILSAFAT
ORGANISME WHITEHEAD. Jurnal.
25