( SPRANGER)
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN
Najwa Amelia
Zahratun Nisa
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena berkat rahmat dan karunia-Nya
jualah akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “teori kepribadian tipologi
berdasarkan kebudayaan ( Spanger ), tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memberikan tambahan wawasan ilmu tentang teori kepribadian
topologi berdasarkan kebudaayan ( Spanger )
Pada kesempatan ini kami sekalu penulis ingin mengucapkan terima kasih atas
bimbingan, arahan, saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan makalah ini
lebih baik, kepada:
1. Dyta setiawati, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah kepribadian
psikodinamik,
2. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas segala amal
perbuatan yang diberikan.
Kami selaku Penulis juga menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Kami Penulis juga berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaiannya. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat menyempurnakan penulisan
makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penyusunan makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… ii
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tipologi tersebut adalah tipologi yang berdasarkan nilai kebudayaan yang lebih
dikenal dengan tipologi Spranger. Tipologi ini mengelompokan manusia menjadi enam
tipe. Enam tipe ini merupakan tipe–tipe pokok atau tipe–tipe ideal, artinya tipe–tipe yang
ada hanya dalam teori dan tidak akan dijumpai pada dalam keadaan sebenarnya. Akan
tetapi, keenam tipe ini dapat membantu untuk menempatkan individu – individu yang
dihadapinya ke dalam kelompok yang paling dekat ke golongan atau tipe yang mana.
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini adalah pustaka. Metode
pustaka yaitu dengan mencari beberapa referensi dari berbagai judul buku dan jurnal - jurnal .
Dan dari referensi itu dirangkum dan dikumpulkan serta diambil kesimpulan sehingga
makalah ini selesai
BAB II
PEMBAHASAN
Eduard Spranger merupakan seseorang filsuf dari Jerman serta pula seseorang
psikolog. Dia jadi guru besar llmu Filsafat serta limu Pembelajaran di Universitas
Universitas: Leipzig, Berlin, Tubingen. Spranger lahir di Berlin pada bertepatan pada 27
Juni 1882 serta wafat di Tubingen pada bertepatan pada 17 September 1963. Dia
merupakan seseorang mahasiswa dari Wilhelm Dilthey serta pula seseorang tokoh utama
aliran psikologi yang bersumber pada pada ilmu pengetahuan
kerohanian( Geisteswissenschaftliche Psychologie). Karya utamanya yang
mempersoalkan karakter manusia merupakan Lebensformen, Geisteswissenschaftliche
Psychologie und Ethik der Personlichkeit
Pokok pokok benak Spranger menimpa karakter manusia singkatnya merupakan selaku yang
dikemukakan berikut ini.
a. Roh subyektif ataupun roh individual( subjective Geist, individuelle Geist), ialah roh yng
ada pada manusia tiap- tiap( individual).
darakan struktur, sebab roh individual itu wajib bisa dimengerti jika ditinjau selaku anggota
daripada struktur yang lebih besar, ialah kebudayaan.
2) Roh individual itu bertujuan. Ada pula tujuannya ialah menggapai ataupun menjelmakan
nilai- nilai tertentu, serta sebab itu pula cuma bisa dimengerti dengan jalur menguasai sistem
nilai- nilai itu. Struktur yang
lebih besar ataupun sistem nilai- nilai itu yakni roh obyektif.
b. Roh obyektif ataupun roh supra- individual, ataupun kebudayaan( Objektive Geist, Uber
individuelle Geist, Kultur), ialah roh segala umat manusia, yang dalam konkretnya ialah
kebudayaan yang sudah terjelma serta tumbuh sepanjang berabad- abad
Roh subyektif serta roh obyektif itu berhubungan secara timbal balik. Roh subyektif ataupun
roh individual, yang memiliki nilai- nilai yang ada pada tiap- tiap orang, dibangun serta
dipupuk dengan acuan roh obyektif maksudnya roh individual itu tercipta serta tumbuh
dengan mengenakan roh obyektif sebagaimana norma.
Roh obyektif ataupun kebudayaan itu memiliki unsur- unsur yang sudah menemukan
pengakuan universal selaku hal- hal yang memperhitungkan, sebab itu diberi peran yang
besar serta ditaruh di atas roh individual.
Orang tidak bisa mengelak ataupun membebaskan diri dari pengaruh roh obyektif, masing-
masing orang mesti menerima pengaruh dari lapisan serta keadaan- keadaan area sosial
dimana ia hidup. Roh obyektif pula tidak bisa dipisahkan dari roh subyektif ataupun roh
individual, meski roh obyektif itu dalam batasan tertentu bisa dinyatakan di luar jiwa
perseorangan, tetapi tidak bisa dibayangkan lepas dari( tanpa) roh subyektif. Karena individu-
individulah yang dari abad ke abad menghasilkan nilai- nilai kebudayaan itu. Nilai- nilai
kebudayaan hendak sirna bila sekiranya manusia- manusia selaku orang tidak mendukungnya
dan menghayatinya. Sebab itu bagaimanapun pula roh subyektif serta roh obyektif silih
berhubungan, roh subyektif senantiasa primer, serta roh obyektif memiliki peran sekunder
karena sekalipun manusia sangat bergantung kepada unsur- unsur kebudayaan yang terdapat,
hendak namun ia tidak cuma pasif menerima saja, melainkan ia pula aktif serta kreatif.
Manusia menerima kebudayaan yang sudah terdapat serta meningkatkan kebudayaan itu
dengan penciptaan- penciptaan baru. Jadi manusia selaku pendukung roh subyektif dalam
hubungannya dengan kebudayaan tempat ia terdapat semacam pula pepatah jawa:“ Ngangsu
apikulan warih”( mengambil air dengan mempergunakan air selaku pikulan).
Keenam lapangan ini ataupun lapangan hidup itu masih dikelompok- kelompokkan lagi jadi 2
kelompok, ialah:
a. Lapangan- lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia selaku orang, yang meliputi
4 lapangan nilai, ialah:
2) Lapangan ekonomi
3) Lapangan kesenian
4) Lapangan keagamaan
b. Lapangan- lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia selaku anggota warga.
Lapangan- lapangan ini menyangkut manusia dengan kekuatan cinta( Macht der Liebe) serta
cinta hendak kekuasaan( Liebe zur Macht). Kelompok ini mencakup 2 nilai, ialah:
1) Lapangan kemasyarakatan
2) Lapangan politiK
Jadi bagi Spranger dalam kebudayaan itu ada terdapatnya 6 berbagai lapangan nilai, ataupun
yang diucap pula bentuk- bentuk kehidupan( Lebensformen).
1. Jenis Manusia
Roh subyektif, selaku struktur ataupun system nilai- nilai dalam tiap- tiap orang yang
tercipta serta tumbuh oleh pengaruh- pengaruh bawah, pembelajaran serta area dengan
berpedoman kepada roh obyektif selaku cita- cita yang wajib dicapai ataupun dijelmakan pula
memiliki nilai- nilai kebudayaan semacam yang sudah dikemukakan di atas itu. Meski roh
subyektif itu memiliki keenam nilai kebudayaan itu, tetapi dalam realitasnya sering kali cuma
salah satu nilai sajalah yang dominan. Serta nilai yang dominan inilah yang berikan corak
ataupun wujud kepada kepribadiannya.
Dengan bersumber pada kepada bawah kalau terdapat 6 nilai kebudayaan yang terdapat pada
masing- masing orang, serta realitas kalau umumnya cuma salah satu saja yang dominan itu,
hingga sampailah Spranger kepada pengolong- golongan manusia jadi 6 kalangan ataupun 6
jenis. Dalam perihal ini haruslah diingat, kalau tipe- tipe yang dikemukakan oleh Spranger itu
cumalah ialah tipe- tipe pokok ataupun tipe- tipe sempurna( Grundtypen ataupun Idealtypen),
maksudnya tipe- tipe yang cuma terdapat dalam teori, serta tidak hendak ditemukan dalam
realitas kehidupan. Hendak namun bagi Spranger, dengan tipe- tipe sempurna itu orang bisa
kilat menempatkan individu- individu yang dihadapinya sangat dekat ke kalangan ataupun
jenis yang mana.
Secara garis besar dapatlah dikemukakan perihal yang berikut ini. Seorang itu corak perilaku
hidupnya didetetapkan oleh nilai kebudayaan mana yang dominan, ialah nilai kebudayaan
mana yang olehnya ditatap selaku nilai yang paling tinggi( nilai yang sangat bernilai). Dia
hendak memandang seluruh suatu, jadi pula nilai- nilai kebudayaan yang lain, dengan
kacamata nilai yang dihargainya sangat besar itu, ialah dari kacamata nilai- nilai dominan itu,
sehingga nilai- nilai kebudayaan yang lain itu hendak diwarnai pula oleh nilai yang dominan.
Di dasar ini diberikan secara pendek pencandraan tipe- tipe tersebut.
a. Manusia Teori
Seseorang manusia teori merupakan seseorang intelektualis sejati, manusia ilmu. Cita-
cita utamanya yakni menggapai kebenarannya serta hakikat daripada benda- benda. Banyak
kali motifnya mengusahakan ilmu pengetahuan itu cuma sekedar ilmu pengetahuan tersebut
tanpa mempersoalkan faedah ataupun hasilnya; untuk orang- orang kalangan jenis ini
berlakulah semboyan: La Science pour la science. Tujuan yang dikejar oleh manusia teori
merupakan pengetahuan yang obyektif, sebaliknya segi lain semacam misalnya soal- soal
moral, keelokan, serta sebagainya terdesak ke balik. Dia merupakan pakar pikir yang logis,
serta mempunyai pengertian- pengertian yang jelas dan membenci seluruh wujud kekaburan.
Dalam kehidupan tiap hari dia merupakan seseorang pecinta kebenaran, konsekuen, serta
nuchter. Bila sekiranya seseorang guru besar tercantum jenis ini, hingga ia hendak
memandang kalau pekerjaan berikan kuliah itu hendak membatasi kemajuannya dalam riset
serta research. Bila sekiranya seseorang bapak tercantum kalangan jenis ini, hingga dia
hendak menyangka kalau bersenda gurau dengan anak- anaknya merupakan sesuatu
perbuatan yang membuang- buang waktu serta membatasi studinya.
Perilaku terhadap nilai- nilai yang lain juga terbawa- bawa oleh nilai- nilai teori itu:
– Dia asing terhadap utilisme yang jadi pedoman dalam lapangan ekonomi, kurang
mengindahkan kesenangan hidup serta kurang menghargai kekayaan, memanglah ia
mengejar kekayaan, hendak namun bukan kekayaan hendak harta barang, melainkan
kekayaan hendak pengetahuan yang benar.
– Manusia teori tidak menyimpan atensi kepada permasalahan keelokan; selaku
manusia teori ia menghendaki hal- hal yang berlaku universal serta obyektif,
sebaliknya seniman- seniman malah menghendaki hal- hal yang individual, bisa jadi
pula ia meningkatkan rasa keindahannya, hendak namun dalam wujud misalnya ilmu
ukur ataupun keseragaman daripada alam.
– Bila sekiranya manusia teori itu tidak kerap terhadap keagamaan, hingga besar kemun
gkinannya ia hendak meninjau permasalahan keagamaan itu secara rasionalistik,
disini hendak kita temui apa yang diucap“ amor dei intelectualis”.
– Pula perhatiannya terhadap warga tidak besar. Kerapkali berlagak masa bodoh
terhadap area sosialnya, jika ia berteman hingga hendak dipilihnya orang- orang yang
sepaham, ataupun setidak- tidaknya orang- orang dari kalangan cendekiawan,
sehingga pergaulannya itu dipandangnya bermanfaat pula untuk kemajuan studinya.
– Perilakunya terhadap politik juga tidak berbeda dengan perilakunya terhadap nilai-
nilai yang lain, ia tidak mau berkuasa, tidak aktif. Jika berbuat paling- paling ia
mengeritik ataupun melaksanakan polemic secara teoritis.
b. Manusia Ekonomi
Orang- orang yang tercantum kalangan manusia ekonomi ini senantiasa kaya hendak
gagasan- gagasan yang instan, kurang mencermati wujud aksi yang dikerjakannya, karena
perhatiannya paling utama tertuju kepada hasil dari pada tindakannya itu, hasilnya untuk
dirinya sendiri. Manusia kalangan ini hendak memperhitungkan seluruh suatu cuma dari segi
khasiatnya serta nilai ekonominya, ia berlagak egosentris, hidupnya serta kepentingannya
sendirilah yang berarti, serta orang- orang lain cuma menarik perhatiannya sepanjang mereka
masih bermanfaat menurutnya, evaluasi yang dikemukakannya terhadap orang lain, yang
dikenakannya terhadap sesama manusia, paling utama didasarkan kepada keahlian kerja serta
prestasinya.
Perilaku jiwanya yang instan itu membolehkan ia bisa menggapai banyak perihal di dalam
hidupnya, ia mengajar kekayaan, serta dengan kekayaannya itu ia hendak menggapai yang
diinginkannya.
c. Manusia Estetis
Manusia estetis menghayati kehidupan seakan- akan tidak selaku pemain, senantiasa selaku
pemirsa, ia senantiasa seseorang impresionis, yang menghayati kehidupan secara pasif,
disamping itu bisa pula ia seseorang ekspresionis, yang memberi warna seluruh kesan yang
diterimanya dengan pemikiran jiwa subjektifnya.
Manusia estetis pula berkecenderungan kearah individualism, ikatan dengan orang- orang
lain kurang kekal. Apabila ia tidak asing dari keagamaannya itu bisa jadi hendak memuncak
pada pendewasaan terhadap keselarasan dalam alam. Menurutnya yang no satu merupakan
keelokan.
d. Manusia Agama
Bagi Spranger inti dari pada perihal keagamaan itu terletak dalam pencarian terhadap nilai
paling tinggi dari pada kebenaran ini, siapa yang belum mantap hendak perihal ini belumlah
menggapai apa yang sepatutnya dikejarnya, ia belum memiliki bawah yang kokoh untuk
hidupnya. Kebalikannya siapa yang telah menggapai titik paling tinggi itu hendak merasa
leluasa, tentram dalam hidupnya.
Untuk seseorang yang tercantum kalangan jenis ini seluruh suatu itu diukur dari segi
maksudnya untuk kehidupan rohaniah karakter, yang mau menggapai keselarasan antara
pengalaman batin dengan makna dari pada hidup ini.
e. Manusia Sosial
Watak utama daripada manusia kalangan jenis ini merupakan besar kebutuhannya hendak
terdapatnya resonansi dari sesama manusia, perlu hidup di antara manusia- manusia lain serta
ingin mngabdi kepada kepentingan universal. Nilai yang dipandangnya selaku nilai yang
sangat besar merupakan“ cinta terhadap sesama manusia”, baik tertuju kepada orang tertentu
ataupun yang tertuju kepada kelompok manusia.
f. Manusia Kuasa
Manusia kuasa bertujuan buat mengejar kesenangan serta pemahaman hendak kekuasaannya
sendiri, dorongan pokoknya merupakan mau berkuasa, seluruh nilai- nilai yang lain
diabadikan kepada nilai yang satu itu. Jika manusia ekonomi mengejar kemampuan hendak
benda- benda, hingga manusia kuasa mengejar kemampuan atas manusia.
Keenam jenis yang baru saja dikemukakan pencandraannya itu merupakan tipe- tipe
pokok( Grundtypen). Spranger tidak menyudahi dengan mengemukakan tipe- tipe pokok itu
saja, tetapi ia masih mengemukakan diferensiasi tipe- tipe serta campuran tipe- tipe itu.
Pada tiap- tiap jenis masih bisa ditemui terdapatnya alterasi lagi, ialah bersumber pada
kepada komponen- komponen yang sangat memastikan dalam jenis tersebut. Misalnya saja,
manusia teori masih lagi bisa dibedakan terdapatnya 3 alterasi, ialah:
Semacam sudah dikemukakan, keenam jenis yang sudah dibicarakan itu terdapatnya cuma di
dalam teori serta tidak kita jumpai dalam kehidupan instan. Dalam realitasnya, jadi dalam
kehidupan instan, yang dapat kita jumpai malah campuran dari tipe- tipe teori serta jenis
keagamaan, jenis teori serta jenis ekonomi, serta sebagainya, maupun campuran lebih dari 2
jenis.
1. Teori Spranger walupun banyak memiliki kelemahan, tetapi dalam realitasnya besar
pengaruhnya, banyak ahli- ahli yang lebih setelah itu mengambil konsep Spranger selaku
bahan penataan konsepsinya. Pengaruh itu tidak terbatas pada lapangan psikologi karakter
saja, namun meluas ke lapangan psikologi yang lain- lain, semacam misalnya pada lapangan
psikologi pemuda serta lebih dari itu saja meluas ke lapangan pendidikan
2. Dialog segi positifnya itu teori Spranger pula tidak luput dari kelemahan- kelemahan.
a. Tipologi Spranger itu disusun secara dedukatif. Hasil dari pemikiran dedukatif itu
merupakan baik sekali, hendak namun hendaknya deduksi tersebut diverifikasikan secara
induktif dengan informasi empiris, serta perihal ini tidak dicoba oleh Spranger
b. Deduksi Spranger menimpa Lebensformen itu didasarkan pada aktivitas rohani( Geistakt),
hendak namun hasil konsepsinya, ialah Lebensformen, nyatanya bertinjauan statis. Dengan
demikian Lebensformen itu sukar dikenakan kepada kepribadian- kepribdian manusia dalam
kehidupan instan, yang memiliki bawah dinamis. Lebensformen itu lebih berkata tentang“
gimana orang itu terdapatnya” daripada berkata tentang“ apa yang dikerjakan ataupun apa
yang bisa dikerjakan oleh orang itu”.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka yang telah penyusun temukan mengenai motivasi maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Eduard Spranger adalah seorang filsuf dan psikolog, sekaligus tokoh utama aliran psikologi
yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan kerohanian.
Pokok–pokok pikiran Spranger mengenai kepribadian manusia adalah seperti berikut: dua
macam roh (gest), hubungan antara roh subjektif dan roh objektif, lapangan – lapangan hidup,
dan tipologi spranger .
Spranger membedakan adanya dua macam roh yaitu roh subjektif atau roh individual yang
memiliki struktur yang bertujuan dan roh objektif atau kebudayaan.
Roh subjektif dan roh objektif memiliki hubungan timbal balik karena roh subjektif dibentuk
dan dipupuk dengan acuan roh objektif
Tipologi Spranger mengelompokkan manusia menjadi enam tipe berdasarkan nilai yang
paling dominan, yaitu manusia teori, manusia ekonomi, manusia estetis, manusia agama,
manusia sosial, dan manusia kuasa.
B. Saran
Setelah penyusun menyusun makalah ini penyusun menjadi mengetahui tentang tipologi
Spranger yang membagi manusia menjadi enam tipe. Tetapi keenam tipe tersebut jarang
dapat kita temui dalam kehidupan nyata, karena biasanya yang kita jumpai adalah kombinasi
dari tipe–tipe tersebut. Karena setiap tipe memiliki kelemahan dan kelebihan, maka kita dapat
mengambil segi
DAFTAR PUSTAKA