Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“MACAM-MACAM KEPRIBADIAN DALAM PSIKOLOGI “

Dosen Pengampu :

1. Drs. I Nyoman Waga,M.Si


2. I Dewa Ayu Eka Purba Dharma Tari M.Psi,Psikolog

Oleh : Kelompok 3

1. Metta Dewi Kurniawan (202101010009)

2. Yulianus Made Antosius (202101010021)

3. Komang Ratih Vionita Pucangan (202101010022)

4. Dewa Putu Yuka Pradnyana Putra (202101010013)

5. I Gede Krisna Radit Suputra (202101010009)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MAHADEWA INDONESIA

TAHUN 20222
ABSTRAK

Makalah yang berjudul “Macam-macam kepribadian dalam Psikologi” memudahkan


dalam mengenali karakteristik seseorang. Mudah melakukan adaptasi dengan orang yang
memiliki kepribadian yang berbeda. Mudah memahami dan berinteraksi dengan orang yang
berbeda kepribadian. Dapat meningkatkan kepekaan sosial.

Mengenali tipe kepribadian yang dimiliki, membantu Anda memahami reaksi dan
persepsi orang lain yang berbeda, sekalipun itu terjadi pada situasi yang sama.Anda tidak
akan lagi memaksakan pemikiran maupun pendapat Anda agar disetujui oleh orang yang
memiliki tipe kepribadian berlawanan dengan Anda.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul "Macam-
macam Kepribadian Dalam Psikologi”. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Drs.I Nyoman Waga,M.Si & Ibu Dewa Ayu selaku dosen pengampu
Mata Kuliah “Psikologi Umum” yang telah membantu penulis dalam mengerjakan
karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari ada kekurangan pada karya ilmiah ini. Oleh sebab itu, saran
dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap
semoga karya ilmiah ini mampu memberikan pengetahuan tentang pentingnya
mengetahui macam-macam kepribadian dalam psikologi. Akhirnya,semoga tulisan
yang jauh dari kata sempurna ini dapat bermanfaat.

Denpasar,16 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK……………………………………………………………………………………..i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI…………...……………………………………………………………………. iii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………… i

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………… ii

1.2 Rumusan Masalah……...…………………………………………………………………iii

1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………. .i

1.4 Manfaat……………………………………………………………………………………ii

1.5 Metode…...……………………………………………………………………………….iii

BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………………………...

2.1. Pengertian Kepribadian………………………..………………………………….i

2.2.Kepribadian Menurut Psikodinamika……………….…………………………….ii

2.3 Kepribadian Menurut Behavioristik dan Kognitif……..…………………………iii

2.4 Kepribadian Menurut Humanistik…….…………………………………………...i

2.5 Kepribadian Menurut Transpersonal……………………………………………...ii

2.6 Memahami Teori pribadian dengan Kepribadian………………………………...iii

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………………….i

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..ii

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berpangkal pada kenyataan bahwa kepribadian manusia itu sangatbermacam-macam


sekali, mungkin sama banyaknya dengan banyaknyaorang, segolongan ahli berusaha
menggolong-golongkan manusia kedalam tipe-tipe tertentu, karena mereka berpendapat
bahwa cara itulahpaling efektif untuk mengenal sesama manusia dengan baik.Pada sisi lain,
sekelompok ahli berpendapat, bahwa cara bekerjaseperti dikemukakan di atas itu tidak
memenuhi tujuan psikologikepribadian, yaitu mengenal sesama manusia menurut apa
adanya,menurut sifat-sifatnya yang khas, karena dengan penggolongan ke dalamtipe-tipe itu
orang justru menyembunyikan kekhususan sifat-sifat seseorang

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi kepribadian ?

2. Bagaimana kepribadian menurut Psikodinamika ?

3. Bagaimana kepribadian menurut Behavioristik & Kognitif ?

4. Bagaimana kepribadian menurut Humanistik ?

5. Bagaimana kepribadian menurut Transpersonal ?

6. Bagaimanakah kepribadian menurut Psikologi Islam ?

7. Bagaimanakah memahami kepribadian dengan teori kepribadian ?

8. Bagaimanakah cara test kepribadian ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui

2. Untuk mengetahui

3. Untuk memahami

1.4 Manfaat

1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Kepribadian-kepribadian yang


ada dalam Psikologi.
1.5 Metode

Metode yang digunakan adalah metode studi pustaka.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepribadian

Terdapat berbagai definisi ttentang kepribadian. Menurut Cervone & Pervin (2013),
kepribadian adalalh kualitas psikologis yang memberikan kontribusi terhadap ketahanan
individu, pola-pola khusus dari perasaan, pola pikir, dan perilaku. Kepribadian itu
berwujud"merasakan, berpikir, dan berperilaku".Adapun menurut Feist, Feist, & Roberts
(2017), kata kepribadian (personality) berasal dari bahasa Yunani yaitu persona yang berarti
topeng. Dengan demikian, kepribadian dapat dimaknai sebagai suatu pola watak yang bersifat
relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus
individualitas bagi perilaku seseorang. Secara lebih sederhana, kepribadian dapat
didefinisilkan sebagai koleksi atau kumpulan dari sifat intrinsik dan ekstrinsik yang dapat
memengaruhi perilaku seorang individu. Sehingga, untuk mengevaluasi kepribadian
seseorang, ciri atau karakteristik memainkan peran utama.

2. 2 Kepribadian menurut Psikodinamika

1. Sigmund Freud

Terdapat beberapa alasan tentang kuatnya teori psikoanalisis yang telah dirumuskan oleh
Sigmund Freud.

Pertama, seks dan agresi sebagai landasan dan fokus penting dari kajian psikoanalisis selalu
menjadi tema yang populer di setiap perbincangan.

Kedua, Freud memiliki pengikut setia dan gigih menyebarkan pemikiran psikoanalisis,
bahkan di luar kota asal dan domisili Freud. Dengan demikian, teori psikoanalisis Freud
menyebar luas dengan cepat dan banyak dianut.

Ketiga Freud memiliki kepiawaian dalam berbahasa dan berbicara sehingga ketika
menjelaskan konsep psikoanalisisnya, banyak orang yang kemudian tertarik mempelajarinya.

Menurut Sigmund Freud, alam kesadaran manusla dibagi menjadi tiga, yaitu alam sadar
(counsciostess) alam ambang sadar (pre-counsciousness), dan alan bawah sadar
(uncounsciousness). Alam sadar adalah kesadaran seseorang ketika manusia mengendalikan
dirinya. Misalnya, ketika seseorang mendengarkan perkataan orang lain, ketika seseorang
melihat suatu objek. Menurut Freud,alam sadar ini memiliki peran yang relatif kecil, Pintu
pertama dari alam sadar ini adalah kesadaran perseptual,yaitu terbuka pada dunia luar dan
berperilakıu sebagai perantara bagi persepsi manusia tentang stimulus dari luar) Dengan kata
lain, setiap sesuatu yang diindra oteh manusia dan tidak mengalami penolakan, akan masuk
ke dalam alam sadar. Alam ambang sadar adalah suatu tingkatan kesadaran yang berada di
bawah kesadaran dan menjadi batas antara alam sadar dan alam bawah sadar. Menurut
Freud,terdapat dua sumber dari alam ambang sadar ini. Pertama, alam ambang sadar berisi
tentang setiap sesuatu yang mengalami persepsi sadar. Kedua, isi dari alam ambang sadar ini
adalah gambaran bawah sadar manusia. Adapun alam bawah sadar adalah suatu kondisi
kesadaran manusia yang dinamikanya sering kali tidak disadari dan berisi berbagai macam
ide, dorongan, keinginan, yang tidak tersalurkan dan teraktualisasikan. Menurut Freud,alam
bawah sadar ini menjadi tempat bagi segala dorongan, desakan, maupun insting yang tidak
disadari, tetapi ternyata mendorong perkataan, perasaan, dan perilaku manusia. Hal ini
disebabkan oleh adanya proses represi terhadap dorongan tersebut ke alam bawah
sadar,sehingga dapat memengaruhi perilaku. Menurut Freud, ketiga tingkatan kesadaran
tersebut dapat digambarkan seperti gunung es. Dengan demikian, alam bawah sadar memiliki
"daerah" yang sebenarnya lebih besar daripada alam sadar. Oleh karena itu, alam bawah sadar
yang lebih mengendalikan perilaku daripada alam sadar. Dalam kehidupan sehari-hari,
banyak contoh tentang dinamika ketiga alam tersebut. Misalnya, ketika seseorang berbicara
dengan seseorang yang kurang disukainya. Bisa jadi seseorang tersebut memberikan respons
percakapan yang dilontarkan oleh orang yang kurang disukai tersebut. Akan tetapi,seseorang
tersebut tidak memberikan kontak mata dengan lawan bicaranya. Perilaku memberikan
respons percakapan adalah perilaku dari alam sadar yang disadari dan di bawah kendali diri.
Namun perilaku yang tidak menatap lawan bicara karena kurang menyukai lawan bicara
tersebut adalah perilaku alam bawah sadar, yang tidak direncanakan, dan berasal dari
perasaan kurang suka yang tidak tersalurkan namun ditekan ke alam bawah sadar, jadi
seseorang tersebut memberikan respons percakapan dan menatap lawan bicara, tetapi postur
tubuh tidak condong ke depan dan menjauh darilawan bicara.

Freud juga memiliki konsep tentang tiga struktur kepribadian, Pertama, struktur id. Struktur
id ini memiliki sifat berorientasi pada kenikmatan (pleasure oriented). Id dianggap sebagai
sistem kepribadian yang asli. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan
dan telah ada sejak lahir termasuk insting. Sifat lain dari id adalah tidak logis dan mampu
memuaskan pikiran-pikiran yang saling bertentangan. Id adalah area yang primitif, kacau
balau, dan tidak terjangkau oleh kesadaran. Sebaga iarea yang menjadi tempat bagi dorongan
dasar, id beroperasi berdasarkan proses pertama.

Kedua, struktur ego. Ego berkembang dari id selama masa bayi dan menjadi satu-satunya
sumber bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Ego timbul karena
munculnya kebutuhan-kebutuhan organisme yang memerlükan transaksi-transaksi yang
sesuai dengan kenyataan objektif. Maka dari itu, ego dalam struktur kepribadian ini memiliki
sifat berorientasi pada realita atau kenyataan (reality oriented). {Perbedaan pokok antara id
dengan ego adalah bahwa id hanyamengenal kenyataan subjektif jiwa, sedangkan ego
membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam jiwa dan hal-hal yang terdapat dalam dunia
luar).

Ketiga, struktur superego yang mengandung niiai dan norma dan karenanya memiliki sifat
berorientasi pada nilai (value oriented). Selain itu, superego juga bekerja berdasarkan prinsip
idealisme maka dari itu, supergo menjadi lawan dari prinsip kesenangan yang ada pada id.
Selain itu, superego tidakhanya menunda pemuasan insting, tetapi juga berupaya
memerintanginya. Superego berkembang dari ego Superego memiliki dua subsistem, yaitu
suara hati (conscience) dan ego-ideal. Suara hati berasal dari pengalaman ketika manusia
mendapatkan hukum untuk perilaku yang tidak pantas dan mengajari manusia mengenal hal-
hal yang sebaiknya tidak dilakukan. Adapun ego-ideal berkembang dari pengalaman ketika
manusia mendapatkan imbalan atau penghargaan untuk perilaku yang tepat sehingga
mengarahkan manusia pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.

2. Carl Gustav Jung

Konsep dinamika kepribadian menurut Carl Gustav Jung ada dua, yaitu kausalitas dan
teleologi, serta progresi dan regresi. Kausalitas merupakan kondisi seseorang pada masa kini
yang menampilkan kondisi saat ini dalam bentuk pengalamannya yang asli. Konsep dinamika
kepribadian kausalitas ini merupakan kritik dari konsep dinamika kepribadian yang
disampaikan oleh Sigmund Freud, bahwa perkembangan kepribadian manusia dipengaruhi
oleh masa lalu atau masa kanak-kanak. Di sisi lain,terdapat konsep dinamika kepribadian
teleologi. Teleologi adalah kondisi seseorang pada masa kini yang dimotivasi dan didorong
oleh tujuan dan keinginan yang dirancangnya tentang masa depan.

Dalam proses mencapai realisasi diri,Jterdapat dua dinamika kepribadian yang bisa terjadi
pada diri manusia. Dinamika tersebut adalah progresi dan regresi. Progresi merupakan proses
penyesuaian diri manusia pada dunia luar dalam bentuk aliran keluar dari energi psikis)
Adapun regresi adalah bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan yang berlawanan arah.
Atas dasar ini progresi merupakan sebuah proses yang dianggap positif, sedangkan dinamika
regresi dianggap sebuah langkah mundur dalam proses mencapai realisasi diri Progresi ini
biasă terjadi pada-manusia sebelum usia paruh baya, sedangkan regresi terjadi pada manusia
ketika sudah sampai pada usia paruh baya.

Menurut Jung, sikap manusia terbagi menjadi dua jenis, yaitu introversi dan ekstraversi.
Introversi merupakan aliran energi psikis yang menuju arah dalam dan berorientasi subjektif.
Orang-orang dengan sikap introversi ini akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan
disesuaikan dengan pandangan subjektifnya. Adapun ekstraversi merupakan sikap yang
berupa aliran psikis ke arah luar sehingga menyebabkan seseorang berorientasi pada
objektivitas serta menjauhi subjektivitas

Jung membagi tahapan kehidupan manusia menjadi empat periode, yaitu masa kanak-kanak,
masa muda, masa pertengahan, dan masa tua. Jung mengilustrasikan tahapan kehidupan
manusia tersebut seperti perjalanaanmatahari di langit, mulai dari terbit sampai dengan
terbenam. Artinya, puncak kekuatan manusia terjadi di masa muda dan pertengahan, seperti
halnya matahari yang berada di tengah ketika siang hari. Ketika masa kanak-kanak,manusia
mengalami tiga bagian: anarkis, yaitu ketika masih banyaknya kesadaran anak-anak yang
kacau dan bersifat sporadis; monarki, yaitu ketika perkembangan ego anak-anak mulai
tumbuh dan anak-anak sudah mulai berpikir logis dan verbal dan dualistis, yaitu ketika ego
anak-anak terbagi menjadi objektif dan subjektif. Pada tahap masa muda, manusia mulai
belajar untuk menjalankan kehidupannya secara mandiri. Jung berpendapat bahwa ketika
seseorang dapat memegang teguh nilai moral dan sosial pada masa kecilnya, maka merelka
dapat menjadi kokoh dan fanatik dalam menjaga ketertarikan fisik dan kemampuannya di
masa paruh baya. Mereka akan mampu memberikan tujuan ekstrovertnya di masa muda dan
bergerak menuju kesadaran introvert yang berkembang. Sehingga, di masa paruh baya
mengalami kepuasan. Pada fase tua, seseorang akan mengalami penurunan fungsi kesadaran.

3. Erik H. Erikson

Delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson adalah :

a. Kepercayaan dasar versus kecurigaan dasar.

Ketika seseorang masih bavi, berusia antara 0 tahun sampail tahun, sebuah kepercayaan dasar
menjadi sesuatu hai yang penting. Hal ini disebabkan karena bayi belum dapat melakukan
beberapa aktivitas secara mandiri. Misalnya, bayi tidak dapat makan dan minum sendiri,
tidak dapat mandi sendiri, tidak dapat berjalan sendiri, tidak dapat mengganti pakaian sendiri,
sehingga memerlukan bantuan orang lain, khususnya orang tua. Selain itu, bayi juga belum
dapat mengidentifilkasi pengaruh dari benda-benda yang ada di sekitarnya, misalnya bayi
belum dapat memahami bahwa pisau itu bisa melukai dirinya sendiri. Kondisi ini juga
membuat bayi memerlukan bantuan pihak lain untuk membantu dirinya terhindar dari
bahaya. Maka dari itu, berbagai kebutuhan tersebut menyebabkan bayi belajar untuk
memunculkan kepercayaan terhadap orang tua. Atas dasar ini pula, maka orang tua perlu
meningkatkan kepekaan dan perilaku kasih sayangnya terhadap bayi. Ketika bayi
mendapatkan kasih sayang dan respons yang cepat dari orang tua dalam rangka pemenuhan
kebutuhan bayi, maka bayi akan berkembang menjadi pribadi yang mudah mengembangkan
kepercayaan terhadap dunia luar. Ketika perilaku orang tua tidak menunjukkan kepekaan atau
kurang kasih sayang (misalnya, ketika bayi menangis karena perlu minum namun orang tua
tidak segera memberikan minum),maka bayi akan terhambat menumbuhkan kepercayaan,
terlebih terhadap dunia luar. Dengan demikian, kepribadian bayi di masa mendatang akan
menjadi pribadi yang ragu-ragu, penakut, tidak mudah percaya dan penuh kekhawatiran
terhadap dunia luar, terutama kepada manusia yang lain. Meskipun demikian, kedua sikap
tersebut (percaya dan tidak percaya) dalam kadar yang proporsional tetap dibutuhkan. Rasa
percayayang terlalu besar akan menyebabkan seseorang mudah ditipu dan mudah rapuh.
Adapun sulit percaya terhadap dunia luar akan menyebabkan seseorang dipenuhi rasa takut,
cemas, sehingga memunculkan frustrasi dan depresi. Dalam konteks psikososial, penanaman
rasa percaya lewat kepekaan dan respons kasih sayang orang tua terhadap bayi menjadi lebih
penting mengingat bayi merupakan tahapan awal perkembangan manusia yang bisa
berdampak pada perkembangan di masa selanjutnya.

b. Otonomi versus perasaan malu dan keragu-raguan.

Tahapan perkembangan psikososial ini berlangsung ketika manusia menginjak usia 2 tahun
sampai dengan 3 tahun. Usia ini merupakankondisiketika anak-anak berperilaku aktif untuk
mengenal dunia Iuar ATrak sudah mutar berjalan,belajar berbicara, serta mengembangkan
kemampuan motorik dan sensoriknya. Selain itu, anak-anak juga sudah dibebani kewajiban
oleh dunia luar, misalnya makan dan minum sendiri, mengambil barang sendiri,dan
sebagainya. Dalam kondisi yang demikian, maka anak memerlukan kemandirian (otonomi).
Di sisi lain, dunia luar khususnya orang tua juga hendaknya memberikan dukungan untuk
kemandirian anak tersebut. Ketika anak usia 2 tahun sampai 3 tahun memiliki keinginan
belajar yang tinggi kemudian didukung oleh orangtua, maka anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang mandiri. Dukungan ini dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan pujian dan
penghargaan terhadap anak meskipun anak tidak berhasil menjalankan tugasnya. Setidaknya,
anak sudah mencoba belajar. Misalnya, ketika anak belajar makan sendiri, banyak makanan
yang tercecer di sekitar anak, maka orang tua tetap memberikan peng-hargaannya kepada
anak karena anak sudah memiliki keinginan untuk belajar makan sendiri. Sebaliknya, orang
tua sebaiknya tidak mengemn bangkan sikap yang mengekang dan melarang. Selain itu,
orang tua juga sebaiknya menghindari hukuman negatif untuk anak. Ketika anak usia 2tahun
sampai dengan 3 tahun berupaya belajar melakukan aktivitasnya sendiri lalu orang tua
memberikan respons yang negatif maka akan akan tumbuh menjadi pribadi yang dipenuhi
rasa malu dan rasa ragu terhadap kemampuan dirinya.

c. Inisiatif versus kesalahan.

Tahapan ketiga dalam perkembangan psikososial ini berlangsung ketika anak menginjak usia
4 tahun sampai dengan 5 tahun. Usia ini merupakan masa bermain. Bermain bagi anak
memilik peran penting, misalnya mengembangkan kemampuan diri keterampian sosial, serta
penyebaran dan pembagian tanggung jawab.

Dalam bermain, anak juga mengembangkan inisiatifnya. Maka dari itu respons orang tua dan
dunia luar terhadap anak yang berusia kisaran 4 tahun sampai dengan 5 tahun adalah
memberikan dukungan terhadap inisiatif anak. Dukungan terhadap inisiatif anak ini akan
memengaruhi anak untuk percaya diri dalam mengembangkan inisiatifnya di waktu
mendatang. Akan tetapi, ketika orang tua memberikan hukuman dan tidak memberikan
respons yang negatif terhadap inisiatif anak terseht maka anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang penuh dengan rasa bersalah. Kondisi ini akan menghambat perkembangan kejiwaan
anak di tahapan selanjutnya. Di sisi lain, banyak inisiatif anak yang tidak diwujudkan akibat
berlawanan dengan norma sekitar, misalnya anak laki-laki menyukai ibunya sendiri, anak
perempuan menyukai ayahnya sendiri dan perlu meninggalkan rumah. Inisiatif semacam ini
harus ditekan oleh anak, sehingga memunculkan rasa bersalah pada anak.

d. Sikap rajin versus inferioritas.

Tahapan psikososial yang keempat ini berlangsung pada usia 6 tahun sampai dengan Tf
tahun. Usia ini merupakan waktu ketika seseorang melaksanakan kewajiban belajar secara
formal atau bersekolah. Tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang pada usia ini
semakin banyak. Bukan lagi kewajiban urus diri,tetapi juga kewajiban mengerjakan tugas,
kewajiban belajar, kewajiban mematuhi peraturan, dan kewajiban melaksanakan tugas rumah,
dan kewajiban membantu orang lain. Di sisi lain, kemampuan berpikir seseorang ketika usia
6 tahun sampai dengan 11 tahun berkembang. Selain disebabkan karena perkembangan otak,
juga disebabkan karena pengaruh belajar seseorang terhadap lingkungan. Atas dasar ini,
seseorang akan mengembangkan perilaku rajin darn tekun. Ketika seseorang berhasil
melaksanakan tanggung jawabnya tersebut dalam perilaku rajin dan tekun, maka akan
muncul rasa puas dalam diri seseorang tersebut. Akan tetapi, ketika seseorang tidak dapat
melaksanakan aktivitasnya dengan baik atau gagal, maka akan muncul rasa inferior dalam
diri. Terlebih lagi ketika seseorang membandingkan hasil dari dirinya sendiri dengan orang
lain, rasa inferior dan rendah diri ini akan semakin besar.

Rasa inferior dan rendah diri ini tidak selamanya bersifat negatif. Dalam kondisi tertentu dan
dalam kadar yang tepat, rasa inferior dan rendah diri ini dapat menjadi dorongan seseorang
untuk semakin berkembang dan memperbaiki hasil dari aktivitasnya di masa lalu. Akan
tetapi, ketika rasa inferior dan rendah diri ini terlalu besar, maka akan menghambat seseorang
untuk berkembang dan melakukan aktivitasnya karena rasa inferior dan rendah diri ini
menyebabkan tidak percaya terhadap kemampuan diri sendiri.

e. Identitas versus kekacauan identitas

Tahapan psikososial kelima ini terjadi ketika seseorang berusia 12 tahun sampai dengan 20
tahun. Dalam konteks psikologi perkembangan, usia 12 tahun sampai dengan 20 tahun
merupakan usia remaja. Usia remaja memiliki tanggung jawab yang semakin besar dan
lingkungan pergaulan yang semakin luas. Ciri khas dari usia remaja ini adalah pencarian
identitas. Pencarian identitas ini kemudian membuat remaja belajar dari orang-orang di
sekitarnya atau orang orang yang dilihatnya. Remaja akan menyukai atau mengidolakan
orang lain guna meniru silat dan perilakunya dalam rangka membentuk identitasnya. Ketika
seorang remaja berhasil membentuk identitas diri, akan membantu remaja tersebut dalam
perkembangan kepribadiannya. Akan tetapi, bisa jadi remaja gagal dalam tahapan
pembentukan identitas ini sehingga mengalami kebingungan. Atas dasar ini, maka remaja
model untuk kemudian ditiru dan diinternalisasi dalam rangka pembentukan identitas diri.
Maka dari itu pula, remaja masih membutuhkan arahan agar berhasil dalam tahapan
pembentukan identitas diri sehingga tidak mengalami kebingungan.
f. Keintiman versus isolasi

Tahapan keenam ini terjadi pada masa dewasa awal. Adapun masa dewasa awal berlangsung
pada usia 20 tahun sehingga usia 24 tahun. Pada rentang usia ini, seseorang mengalami sesua-

tu hal yang berkaitan dengan rasa, cinta, dan kasih sayang. Dengan kata lain, seseorang pada
rentang usia ini mengalami perasaan jatuh cinta dan ingin menjalin hubungan dengan lawan
jenis. Hal ini didorong oleh kondisi psikologis dan tanda seksual yang semakin matang. Di
sisi lain,pada rentang usia ini pula seseorang mendapatkan tugas dan aktivitas baru, yaitu
bekerja. Dalam menjalankan aktivitas bekerja tersebut, ada seseorang yang memiliki tujuan
bekerja untuk menghasilkan uang agar kebutuhan hidupnya tercukup, atau ada seseorang
yang tujuan bekerjanya untuk mengaktualisasikan potensi dirinya, atau ada juga seseorango
yang memiliki kedua tujuan bekerja tersebut. Oleh sebab kondisi ini,maka pada rentang usia
ini, seseorang semakin meningkatkan keterampilan interpersonalnya, agar berhasil dalam
upaya mencari teman hidup.

g. Generativitas versus stagnasi

Tahapan psikososial yang ketujuh ini terjadi pada usia 25 tahun sampai dengan 45 tahun.
Rentang usia ini lebih panjang dibandingkan rentang usia di tahapan psikososial sebelumnya.
Ini artinya, apa pun yang terjadi pada rentang usia ini akanmemiliki dampak yang besar di
tahapan psikososial selanjutnya. Meskipun demikian, sesuai dengan prinsip epigenetik yang
dianut dalam teori ini, tahapan psikososial sejak tahapan pertama sampai dengan tahapan
keenam juga akan memberikan kontribusi terhadap kondisi kejiwaan seeorang di tahapan
selanjutnya. Usia 25 tahun sampai dengan 45 tahun merupakan fase dewasa tengah. Secara
garis besar, tugas kehidupan seseorang fase ini sama dengan fase sebelumnya, yaitu berkisar
pada keluarga, pekerjaan, dan peran terhadap masyarakat Maka dari itu, pada rentang usia ini,
seseorang akan aküf dalam tugas-tugas kehidupan tersebut. Misalnya, mendidik anak,
menularkan ide dan cita-citanya pada keluaga, mencapai prestasi kerja, mengambil peran
dalam masyarakat, dan menghasilkan karya dalam bentuk apa pun. Keaktifan ini yang
kemudiandisebut oleh Erikson dengan generativitas. Di sisi lain, ketika pada tahapan
sebelumnya seseorang gagal untuk membuka diri dan meningkatkan keterampilan
interpersonalnya, akan berakibat pada munculnya sikap isolasi diri. Sikap isolasi diri ini akan
berdampak pada tahapan ini,yaitu terbentuknya stagnansi pada diri seseorang. Artinya,
seseorang tidak memiliki produktivitas dalam keluarga, pekerjaan, dan masyarakat. Dengan
kata lain, seseorang tidak memiliki peran dalam tugas kehidupan yang dijalaninya.
h. Integritas versus keputusasaan.

Tahapan psikososial yang terakhir terjadi pada usia 65 tahun dan seterusnya, Usia ini
menandakan bahwa seseorang sudah sampai pada fase lanjut usia atau usia tua. Rata-rata
orang pada usia ini sudah tidak bekerja lagi atau pensiun, meskipun sebagian kecil yang lain
masih bekerja. Selain itu, pada rentang usia ini seseorang juga mengalami perubahan
kedudukan dalam keluarga maupun masyarakat. Seseorang pada usia ini sudah menikahkan
anak-anaknya dan memiliki cucu, serta menjadi pihak yang dituakan dalam masyarakat.
Setiaphal yang terjadi pada fase sebelumnya akan berpengaruh pada fase ini. Misalnya, ketika
seseorang produktif dan memiliki prestasi selama masa bekerja, berhasil mendidik dan
membantu anak mencapai cita-citanya,dan berperan dalam masyarakat, maka di usia lanjut
ini seseorang akan memiliki integritas. Integritas ini akan memunculkan perasaan bermakna
pada diri seseorang sehingga di usia lanjut seseorang akan mengalamikepuasan hidup. Akan
tetapi, ketika di fase sebelumnya seseorang tidak memiliki prestasi dan peran, akan rentan
mengalami keputusasaan di usia lanjut. Sehingga, kehidupannya akan terasa hampa dan tidak
berarti. Kondisi ini mengakibatkan seseorang yang berusia lanjut rentan mendapatkan
permasalahan kejiwaan, seperti frustrasi, depresi, dan perasaan tidak berguna. Di sisi lain,
terdapat permasalahan kejiwaan yang lain yang dapat muncul di fase usia lanjut, yaitu post
power syndrome. Permasalahan post power syndrome terjadi ketika seseorang sudah tidak
bekerja lagi, sehingga kehilangan penghasilan, kehilangan peran, kehilangan hubungan
dengan rekan kerja, dan tidak dapat mencetak prestasi lagi. Agar dapat meminimalisasi
terjadinya masalah tersebut, maka seorang lanjut usia perlu mempersiapkan dan
merancangkan kehidupannya setelah masa tidak bekerja atau pensiun. Kegiatan yang
dilakukan setelah masa tidak bekerja akan dapat menghilangkan perasaan post power
syndrome. Maka dari itu, seorang lanjut usia memerlukan arahan dalam rangka menghindari
permasalahan tersebut. Permasalahan terakhir yang bisa saja muncul pada fase ini adalah
kecemasan menghadapi kematian (death anxiety). Hal ini disebabkan seseorang semakin
mendekati kemati-an ketika sudah berusia lanjut meskipun kematian bisa terjadi pada
siapapun di usia berapa pun dan dalam kondisi apa pun.

4. Karin Horney

Konsep dari Karen Horney adalah sepuluh kebutuhan Neurotik. Kebutuhan Neurotik ini bias
muncul akibat dari perlawanan terhadap kecemaan dasar. Menurut Karin Horney,ada
sepuluh kebutuhan neurotik,sebagai berikut :
1. Kebutuhan neurotik akan kasih saying dan penerimaan diri

Setiap orang membutuhkan kasih sayang dan penerimaan terhadap dirinya sendiri. Atas dasar
ini, setiap orang membutuhkan interaksi dan kehidupan bersama orang lain dalam
bermasyarakat. Interaksi tersebut mengandung perilaku baik agar kebutuhan kasih sayang
pada setiap orang terpenuhi. Permasalahannya adalah terdapat beberapa orang yang dalam
memenuhi kebutuhan kasih sayang dan penerimaan diri tersebut dengan cara yang kurang
tepat. Misalnya, orang tersebut mau melakukan apa pun asalkan orang lain senang dan mau
menerima dirinya. Sehingga, orang tersebut seolah tidak memiliki wewenang atas dirinya
sendiri. Orang tersebut hanya memikirkan tentang cara agar orang lain menerimanya yang
membuatnya berupaya untuk selalu memenuhi harapan orang lain. Orang semacam ini rentan
tidak dapat melakukan aktivitas yang mengembangkan dirinya karena terlalu fokus pada
pemenuhan harapan orang lain. Kondisi ini membuat orang tersebut kurang nyaman dengan
permusuhan. Permusuhan memang harus dijauhi, akan tetapi faktor menjauhi permusuhan
hendaknya bukan karena kebutuhan neurotik akan kasih sayang dan penerimaan diri.

2. Kebutuhan neurotik akan rekan yang kuat.

Ada kalanya seseorang memiliki rasa kurang percaya diri. Sebagian orang dapat
mengatasinya dengan mengembangkan kemampuan dan potensinya sehingga menjadi
percaya diri. Adapun sebagian orang yang lain tidak mampu menghadapi rasa kurang percaya
diri. Rasa kurang percaya diri ini mendorongnya untuk mendekati setiap orang yang memilki
kemampuan yang besar dan berpengaruh. Bisa jadi dekat dengan orang yang memiliki
kemampuan, dikagumi, dan berpengaruh tersebut digunakan sebagai salah satu cara untuk
menghilangkan rasa percaya diri. Orang tersebut bisa saja mengakui bahwa dirinya dekat
seseorang yang terkenal. Akan tetapi, perilaku ini tidak dapat mengembangkan keterampilan
dirinya karena dirinya hanya berlindung di balik kebesaran dan pengaruh rekan atau orang
yang dekat dengannya. Oleh karena itu,perilaku semacam ini dianggap neurotik oleh Karen
Horney.

3. Kebutuhan neurotik untuk membatasi hidupnya dalam lingkup yang sempit.

Setiap orang terlahir dengan potensi dan kemampuan yang berbeda-beda. Sebagian orang
tidak mampu menemukan potensinya sehingga potensinya tidak terasah. Namun, sebagian
yang lain mampu menggali potensinya sehingga bisa menjadi keahlian. Terdapat tipe orang
yang sebenarnya memiliki kemampuan, akan tetapi orang tersebut membatasi dirinya dalam
suatu lingkungan yang sempit. Orang tersebut memilih untuk menurunkan kemampuannya
agar dirinya tidak terbebani dengan kemampuannya tersebut. Padahal, orang tersebut bisa
berkembang dan semakin sehat dengan kemampuan itu. Dalam beberapa tradisi dan nilai,
menyembunyikan kemampuan dianggap lebih baik dibandingkan memperlihatkan
kemampuan karena sikap ini dianggap rendah hati. Hal ini berbeda konteks dengan
kebutuhan neurotik dalam teori Karen Horney. Membatasi hidup dianggap sebagai perilaku
abnormal apabila sikap membatasi tersebut dirasa sebagai solusi mencapai rasa aman agar
tidakterbebani dengan kemampuan yang dimilikinya.

4. Kebutuhan neurotik akan kekuasaan.

Kebutuhan neurotik akan kekuasaan ini diwujudkan dalam bentuk dorongan yang besar untuk
menguasai sesuatu atau seseorang. Kebutuhan ini nantinya akan menghilangkan rasa empati
pada diri pelaku. Selain itu, perilaku dari kebutuhan neurotik akan kekuasaan berpotensi
menyebabkan orang lain merasa tidak nyaman. Indikator lain dari kebutuhan neurotik akan
kekuasaan, yaitu munculnya rasa lemah dan tidak berdaya jika tidak mampu memengaruhi
orang lain. Sehingga, kondisi ini menjadikan orang tersebut selalu memiliki dorongan untuk
memengaruhi dan menguasai orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, wujud kebutuhan ini
dapat dicontohkan oleh orang yang memiliki gaya otoriter. Dalam konteks dan bidang
kehidupan, gaya otoriter sering kali memunculkan lebih banyak dampak negatif dibanding
dampak positif.

5. Kebutuhan neurotik untuk memanfaatkan orang lain.

Dalam kehidupan masyarakat, seseorang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini
disebabkan manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan. Sering kali ditemui
banyak orang yang justru meminta bantuan orang lain bukan karena dirinya tidak mampu,
tetapi karena ingin memanfaatkan orang lain. Di sisi lain, orang dengan kebutuhan neurotik
untuk memanfaatkan orang lain ini merasa takut jika dirinya dimanfaatkan orang lain.
Adanya anggapan buruk terhadap orang lain tersebut menjadikan sikap memanfaatkan orang
lain semakin besar.

6. Kebutuhan neurotik akan penghargaan sosial atau gengsi.

Dalam kehidupan, penghargaan sosial diberikan terhadap seseorang yang memiliki


kepantasan untuk mendapatkannya. Akan tetapi, ada beberapa orang yang menginginkan
penghargaan sosial meskipun dirinya tidak pantas. Orang semacam ini yang menurut Karen
Horney mengalami neurotik. Orang dengan kebutuhan ini akan berupaya membuat perhatian
orang lain tertuju pada dirinya. Selain itu, orang semacam ini akan memposisikan dirinya
sebagai orang penting dan utama meski pada faktanya dirinya tidak memiliki peran yang
besar.

7. Kebutuhan neurotik akan kekaguman pribadi.

Salah satu indikator seseorang mengalami neurotik adalah kekaguman pada dirinya sendiri.
Kekaguman ini dianggap menjadikan seseorang neurotik apabila porsinya berlebihan, baik
kekaguman tersebut memiliki landasan, terlebih lagi tidak memiliki landasan. Kekaguman
terhadan dirinya sendiri tersebut akan menyebabkan perilaku abnormal lainnya misalnya
gejala narsistik.

8. Kebutuhan neurotik akan ambisi dan pencapaian pribadi.

Kebutuhan neurotilk selanjutnya adalah kebutuhan neurotik akan ambisi dan pencapaian
pribadi. Setiap orang tentu memiliki tujuan yang jika tercapai akan dianggap sebagai
pencapaian pribadi. Akan tetapi, apabila tujuan tersebut berubah menjadi ambisi yang
mengakibatkan seseorang mengharuskan dirinya mencapainya dengan cara apa pun, maka
perilaku ini dianggap neurotik dan abnormal. Kebutuhan neurotik ini nantinya akan
merugikan orang lain dan diri sendiri. Apabila tercapai, pencapaian ini akan menjadi
kebanggaan yang berlebihan. Kebutuhan neurotik akan ambisi dan pencapaian pribadi ini
juga akan menyebabkan seseorang berupaya mengalahkan orang lain.

9. Kebutuhan neurotik akan kemandirian dan kebebasan.

Manusia merupakan makhluk yang hidup berdampingan. Di sisi lain,pada porsi tertentu,
manusia juga harus memiliki kemandirian dan kebebasan. Apabila seseorang merasa sangat
mandiri sehingga tidak membutuhkan orang lain, maka akan berdampak pada perilaku yang
terlalu bebas. Contoh dari perilaku ini adalah perilaku playboy, laki-laki yang merasa tidak
terikat pada satu perempuan dan bebas menjalin hubungan dengan banyak perempuan.

10. Kebutuhan neurotik akan kesempurnaan dan ketidakmungkinan

Kebutuhan neurotik akan kesempurnaan dan ketidakmungkinan berbuat salah ini memiliki
indikator antara lain takut berbuat salah, berambisi menjadi yang terbaik, dan berupaya
menyembunyikan kelemahan diri nya terhadap orang lain. Meski kesempurnaan tidak
mungkin dicapai oleh setiap orang karena setiap orang selalu memiliki kelemahan dan
kekuatan, orang semacam ini akan tetap berambisi mencapai kesempurnaan. Karena itu,
orang dengan perilaku ini dianggap sebagai neurotic.

2.3 Kepribadian Menurut Behavioristik dan Kognitif

1. Ivan Petrovich Pavlov

Penelitian Pavlov pada dasarnya, makanan utama anjing adalah tulang dan daging. Tulang
dan daging menjadi suatu stimulus alamiah untuk anjing. Ketika anjing diberikan tulang dan
daging, maka akan muncul air liur pada anjing. Munculnya air liur ini yang dinamakan
respons alamiah. Pada pengondisian klasik ini mengandung pengasosiasian antara suatu hal
dengan hal lain meskipun pada awalnya dan pada dasarnya kedua hal tersebut sama sekali
tidak terkait. Pengaitan atau pengasosiasian ini disebabkan oleh suatu pengalaman.
Pengondisian klasikal ini ternyata terjadi juga pada diri manusia.

Konsep yang lahir dari percobaan tersebut dikenal dengan pengondisian klasik (classical
conditioning). Pada pengondisian klasik ini mengandu pengasosiasian antara suatu hal
dengan hal lain meskipun pada awalnya dan pada dasarnya kedua hal tersebut sama sekali
tidak terkait. Pengaitan atau pengasosiasian ini disebabkan oleh suatu pengalaman.
Pengondisian Kni ternyata terjadi juga pada diri manusia. Misalnya, beberapa fenomena
trauma dan fobia disebabkan karena adanya asosiasi dan pengondisian ini.

Dalam konteks psikologi, konsep lain dari penelitian Ivan Pavlov ini juga mengajarkan
bahwa setiap orang hendaknya bersikap hati-hati. Contohnya,banyak orangtua yang menakut-
nakuti anaknya dengan hantu ketika anaknya ingin bermain di luar rumah pada malam hari.
Sehingga, anaknya menjadi pribadi yang penakut. Maka, pada titik ini pentingnya
menciptakan persepsi dan asosiasi yang positif pada diri seseorang serta berupaya tidak
menciptakan pengalaman negatif pada diri seseorang terkait sesuatu hal.

2. John B. Watson

Watson menjelaskan bahwa perilaku manusia dapat dijelaskau atas dasar reaksi fisiologis
terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Ini artinya,perilaku manusia dapat disederhana
sebagai suatu respons dari stimulus atau rangsangan yang menghampiri manusia.

Penelitian Watson yang terkenal adalah penelitiannya tentang Little Albert. Akan tetapi,
eksperimennya pada Albert iní kemudian memunculkan banyak kritik karena dianggap
melanggar etika penelitian. Watson berpikir bahwa, manusia memiliki tiga reaksi emosional
yang tidak dipelajari sejak lahir. Tiga emosi dasar tersebut adalah ketakutan, kemarahan, dan
cinta.

3. Burrhus Frederic Skinner

Menurut Skinner, ilmu pengetahuan memiliki tiga kriteria :

 Pertama, ilmu pengetahuan bersifat kumulatif.


 Kedua, ilmu pengetahuan mempelajari perilaku yang didasarkan atas pengamatan
indrawi atau bersifat empiris.
 Ketiga, ilmu pengetahuan merupakan suatu upaya untuk mencari dan mempelajari
keteraturan dan hubungan yang didasarkan atas hukum-hukum tertentu. Atas dasar
ini, maka Skinner dianggap sebagai behavioris radikal Maka dari itu pula, Skinner
melahirkan konsep berdasarkan percobaan yang dikendalikan. Salah satu konsep yang
terkenal dari Skinner terkait pembentukan perilaku dan kepribadian manusia adalah
pengondisian operan (operant conditioning).

4. Gordon Allport

Allport memiliki pendekatan terhadap teori dan konsep kepribadian yang terdiri dari tiga
aspek :

 Pertama, Allport membahas tentang definisi dan batasan dari kepribadian itu sendiri.
 Kedua, Allport memiliki pertanyaan tentang peran motivasi yang disadari terhadap
kepribadian.
 Ketiga, Allport juga membahas tentang kepribadian yang sehat.

Dalam perjalanannya, Allport menyadari bahwa masih ada frasa yang perlu diperbaiki dari
definisi tersebut. Frasa bahwa kepribadian menentukan penyesuaian diri manusia dengan
lingkungan mengindikasikan bahwa manusia hanya sebatas merespons stimulus dari
lingkungan. Padahal, Allport berkeyakinan bahwa perilaku manusia bukan hanya sekadar
merespons, tetapi juga ada banyak perilaku manusia yang merupakan dorongan dari dalam.
Oleh karena itu, Allport menganggap perila kumanusia itu ada dua jenis, yaitu perilaku
ekspresif dan perilaku adaptit. Terdapat beberapa kata kunci dari definisi kepribadian
menurut Allport tersebut. Pertama, organisasi dinamis. Kepribadian merupakan kumpulan
dari berbagai komponen, kepribadian berawal dari proses yang tidak stagnan. Ada banyak
yang ada dalam diri individu yang bersifat dinamis yang membuat individu berdinamika
sampai akhirnya pola kepribadiannya terbentuk.

Kedua, cara yang khas. Kepribadian memiliki sifat khas pada masing-masing individu. Maka
dari itu,dikenal istilah individual differencies (perbedaan individu). Individu memiliki ciri
yang unik dan berbeda-beda akibat adanya tipe kepribadian ini. Meskipun ada
pengelompokan tipologi kepribadian menjadi hanya beberapa tipe kepribadian, namun
pengelompokan ini bukan bermaksud mendegradasi keunikan dan kekhasan kepribadian
tersebut. Pengelompokan tipologi kepribadian ini juga tidak mengakibatkan persamaan yang
benar-benar persis antar-individu yang memiliki tipe kepribadian yang sama.

Ketiga, karakteristik perilaku dan pikiran. Kepribadian sangat berkaitan dengan karakteristik
perilaku dan pikiran. Suatu perilaku atau pemikiran individu pada suatu waktu, bisa jadi
bukan karena representasi atau cerminan kepribadiannya. Sebagai contoh, terdapat seseorang
yang berjalan tidak teratur, tanpa mengatakan permisi, dan menabrak banyak orang.
Pertanyaannya, apakah orang tersebut memiliki kepribadian yang kurang sabar. Mayoritas
orang akan terjebak pada kesimpulan tersebut. Padahal, apabila perilaku tersebut hanya
berlangsung pada waktu itu saja dan tidak berlangsung pada waktu yang lain.

Lebih lanjut, Allport menyebutkan bahwa terdapat enam karateristik kepribadian yang
matang :

1. Perluasan perasaan diri. Orang yang sehat secara psikologis akan terus melakukan
pencarian sehingga dapat mengidentifikasi dan memahami diri sendiri serta
memberikan kontribusi terhadap kejadian yang ada di luar dirinya. Selain itu,
kepribadian yang sehat tidak akan terlalu fokus dan berpusat pada dirinya sendiri.
Minat sosial,keluarga, teman, lingkungan sosial, dan spiritual lebih mendapatkan
perhatian yang besar dalam kepribadian yang sehat.
2. Hubungan yang hangat dengan orang lain. Kriteria kedua dapat membuat kepribadian
yang sehat ini muncul akibat kriteria pertama. Ketika seseorang tidak terlalu
memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri dan lebih memberikan perhatian
kepada dunia luar, maka akan mengakibatkan seseorang berperilaku yang hangat
kepada orang lain. Perilaku dan hubungan hangat dengan orang lain ini memiliki ciri
hubungan yang saling memberikan rasa hormat, tidak saling memanfaatkan, dan tidak
memaksa orang lain untuk memenuhi keinginan dan kepuasan dirinya.
3. Keseimbangan emosional atau penerimaan diri. Orang yang sebuatnya berjalan di
tempat akan menerima diri apa adanya, baik menerima diri internalnya mau menerima
apa pun yang terjadi pada diri mereka. Sehingga, seseorang tidak terlalu sedih namun
juga tidak terlalu berbahagia. Kondisi ini yang dimaksud oleh Allport sebagai
keseimbangan emosional. Apabila ada kekurangan dan keterbatasan pada dirinya,
seseorang yang sehat secara psikologis tidak akan terlalu berfokus pada keterbatasan
tersebut sehingga tidak terjebak pada kesedihan. Selain itu, ketika ada sesuatu yang
direncanakan tidak terealisasi, seseorang yang sehat secara psikologis juga tidak akan
terlalu kecewa. Pada intinya,individu yang memiliki kepribadian yang sehat tidak
akan mudah terganggu dengan hal-hal kecil sehingga tidak memengaruhi penerimaan
diri serta memiliki keseimbangan emosional.
4. Keempat, persepsi yang realistis. Individu yang memiliki memiliki kepribadian yang
sehat disetiap hal yang terjadi dan pada lingkungannya memiliki persepsi yang
realistis terhadap setiap hal yang terjadi dan pada lingkungannya. Realistis ini
membuat individu benar-benar menerima diri merupakan modalitas penting untuk
menuju kesehatan mentalnaya dari bahwa setiap sesuatu yang terjadi adalah
kenyataan dan tidak dapat diubah, Hal terpenting bukan mencarí sebab dari
setiap kejadian sehingga terjebak pada perilaku meratapi, namun lebih pada
menyikapi kejadian yang sudah terjadi. Sikap realistis ini mengindikasikanbahwa
individu tersebut tidak berorientasi pada dunia fantasi yang dimilikinya. Akibat dari
sikap realistis ini, individu juga tidak akan memaksakan einginan fantasinya pada
orang lain dan lingkungannya.
5. Kelima, wawasan dan humor. Ini berarti bahwa individu yang memiliki kepribadian
yang sehat mampu memahami diri sendiri dan lingkungan dengan baik. Sehingga,
ketika terjadi pada dirinya, maka tidak akan menyalahkan orang lain. Dengan
demikian, individu tersebut memiliki wawasan yang baik. Di sisi lain, individu
dengan kepribadian yang sehat juga menikmati hidup sehingga memiliki selera
humor. Individu yang sehat secara psikologis bukan ndividu yang serius terus-
menerus. Sebaliknya, humor tersebut juga bukan berarti menertawakan orang lain
karena menertawakan orang lain sama hainya perilaku yang tidak sehat akibat
merendahkan orang lain. Humor yang dimaksud Allport adalah hal lucu yang tidak
kasar dan juga tidak merendahkan orang lain.
6. Keenam, filosofi kehidupan yang integral. Individu dengan kepribadian yang sesat
memiliki pandangan hidup yang jelas sehingga melahirkan tujuan hidup yang terarah.
Pandangan hidup semacam ini penting guna mengarah ke setiap perilaku individu di
setiap fase kehidupan dan perkembangannya tanpa adanya pandangan hidup semacam
ini, maka kehidupan individu akan kosong, hampa, perilakunya tanpa arah, sehingga
mengakibatkan pada tidak perkembangan diri individu tersebut.
5. Allbert Ellis

Menurut Ellis, psikopatologi dipelajari dan diperhebat oleh timbunan keyakinan-


keyakinan irasional yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh selama masa kanak-
kanak. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa setiap perkataan atau ajaran yang
diberikan oleh siapa pun dalam kehidupan, dapat bermetamorfosis menjadi keyakinan
irasional dan menyebabkan psikpatologi. Sebelum menjadi keyakinan,ajaran
dan,perkataan tersebut secara terus-menerus dipikirkan oleh seseorang. Sehingga,lama
kelamaan menjadi keyakinan irasional. Ellis mengidentifikasi beberapa bentuk keyakinan
irasional misalnya sebagai berikut:

a. Keyakinan bahwa sangat perlu bagi seseorang untuk dicintai oleh setiap orang yang
berarti di kehidupan masyarakat.

b. Keyakinan bahwa seseorang harus benar-benar memiliki keahlian dan berprestasi


dalam setiap bidang apabila ingin dihormati.

c. Keyakinan bahwa ada banyak orang yang sifatnya buruk, keji, atau jahat,serta harus
dikutuk dan dihukum atas keburukannya tersebut.

d. Keyakinan bahwa lebih mudah menghindari dan lari dari masalah dibandingkan
menghadapinya dan menyelesaikannya.

e. Keyakinan bahwa ketika setiap sesuatu terjadi tidak sesuai dengan harapan dan
keinginan maka itu artinya adalah bencana.

f. Keyakinan bahwa penyebab dari perasaan tidak bahagia berasal dari luar diri serta
setiap orang tidak memiliki kemampuan mengendalikan kesusahan dan kesulitannya.

g. Keyakinan bahwa masa lalu adalah faktor terpenting dalam pembentukan perilaku dan
masa kini seseorang.
2.4 Kepribadian Menurut Humanistik

1. Abraham Masllow

Masllow mengidentifikasi beberapa karakteristik seseorang yang mencapai aktualisasi diri.


Pertama, orang yang mencapai aktualisasi diri akan emiliki persepsi yang lebih efisien
terhadap kenyataan. Persepsi yang semacam ini akan membuat seseorang lebih mudah
bersikap realistis terhadap fenomena yang terjadi dan dialaminya, baik itu positif maupun
negatif. Apabila fenomena tersebut positif, maka persepsi yang efisien terhadapnya akan
semakin membuat seseorang berkembang. Di sisi lain, ketika fenomena tersebut negatif,
maka persepsi yang efisien terhadapnya tidak membuat seseorang berperilaku maladaptif.
Bahkan, akan mendorong seseorang menghadapi fenomena tersebut.

Kedua, seseorang yang mencapai aktualisasi diri akan dapat menerima diri sendiri dan orang
lain. Sikap penerimaan tersebut sebagai dampak dari kriteria pertama, yaitu persepsi yang
efisien. Ketika seseorang mempersepsi sesuatu sesuai dengan fenomena itu sendiri, maka
akan dapat memunculkan penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Misalnya, ketika
diri sendiri memiliki suatu kelemahan dan kekurangan, maka persepsi tersebut akan
membuatnya menerima kekurangan tersebut dan mencari cara untuk mengatasi kekurangan.
Selain itu, ketika ada orang lain yang berperilaku kurang baik sehingga membuatnya tidak
nyaman, maka seseorang tersebut akan tetap menerima dan mengembangkan perilakunya
guna merespons perilaku kurang menyenangkan tersebut dengan baik. Namun, di sisi lain,
seseorang yang mencapai aktualisasi diri tidak merasa terancam dengan orang lain yang
mempunyai kelebihan dan keterampilan yang tidak dimilikinya. Seseorang yang mencapai
aktualisasi diri tetap menerima orang tersebut dan tidak menganggapnya sebagai pesaing
ataupun musuh. Juga seseorang yang telah mencapai aktualisasi diri berperilaku spo tan,
sederhana, dan alami. Ini mengindikasikan bahwa seseorang yang capai aktualisasi diri tidak
penuh dengan kepura-puraan. Setiap ia temuinya mampu direspons dengan alami dan baik.
Seseorang yang mencapai aktualisasi diri tidak bingung memilih respons karena keterampilan
berpikir dan berperilakunya sudah terasah.

Maslow mengidentifikasi beberapa karakteristik seseorang yang mencapai aktualisasi diri.


Pertama, orang yang mencapai aktualisasi diri akan memiliki persepsi yang lebih efisien
terhadap kenyataan. Persepsi yang semacam ini akan membuat seseorang lebih mudah
bersikap realistis terhadap fenomena yang terjadi dan dialaminya, baik itu positif maupun
negative. Apabila fenomena tersebut positif, maka persepsi yang efisien terhadapnya akan
semakin membuat seseorang berkembang. Di sisi lain, ketika fenomena tersebut negatif,
maka persepsi yang efisien terhadapnya tidak membuat seseorang berperilaku maladaptif.
Bahkan, akan mendorong seseorang menghadapi fenomena tersebut.

Kedua, seseorang yang mencapai aktualiaalisasi diri akan dapat menerima diri sendiri dan
orang lain. Sikap penerimaan tersebut sebagai dampak dari kriteria pertama, yaitu persepsi
yang efisien. Ketika seseorang mempersepsi sesuatu sesuai dengan fenomena itu sendiri,
maka akan dapat memunculkan penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Misalnya,
ketika diri sendiri memiliki suatu kelemahan dan kekurangan, maka persepsi tersebut akan
membuatnya menerima kekurangan tersebut dan mencari cara untuk mengatasi kekurangan.
Selain itu, ketika ada orang lain yang berperilaku kurang baik sehingga membuatnya tidak
nyaman, maka seseorang tersebut akan tetap menerima dan mengembangkan perilakunya
guna merespons perilaku kurang menyenangkan tersebut dengan baik. Namun, di sisi lain,se
seorang yang mencapai aktualisasi diri tidak merasa terancam dengan orang lain yang
mempunyai kelebihan dan keterampilan yang tidak dimilikinya. Seseorang yang mencapai
aktualisasi diri tetap menerima orang tersebut dan tidak menganggapnya sebagai pesaing
ataupun musuh.

Ketiga,orang yang mencapai aktualisasi diri berperilaku spontan,sederhana dan alami. Ini
mengindikasikan bahwa seseorang yang mencapai aktualisasi diri tidak penuh dengan
kepura-puraan.

Keeempat, seseorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki sikap berpusat pada masalah.
Masalah tidak dapat dihindari dalam kehidupan. Setiap hari seseorang selalu memiliki
masalah, baik masalah tersebut kecil maupun besar. Dalam menghadapi masalah tersebut,
terdapat sebagian orang yang fokus pada perasaan dibandingkan penyelesaian masalah.
Sehingga, membuatnya meratapi masalah, menguras emosinya untuk menangis dan murung,
sedangkan masalahnya terus berkembang. Akan tetapi, seseorang yang mencapai aktualisasi
diri mampu berfokus pada masalah. Sikapnya yang berfokus pada masalah ini berdampak
pada tenaganya yang tidak habis dengan sia-sia. Selain itu, fokus pada masalah akan
mendorong seseorang untuk berpikir kreatif guna menyelesaikan permasalahannya tersebut.
Seseorang yang mencapai aktualisasi diri mampu berfokus pada masalah karena menyadari
bahwa masalah tersebut harus diselesaikan, bukan dihindari. Selain itu, seseorang yang
mencapai aktualisasi diri berfokus pada masalah karena terdorong oleh tujuan dan misi
hidupnya.
Kelima, seseorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki kebutuhan akan privasi. Artinya,
seseorang yang mencapai aktualisasi diri dapat berinteraksi dengan banyak orang tanpa
kehilangan privasinya. Dalam berinteraksi pun, seseorang yang mencapai aktualisasi diri
tidak akan terjebak pada hubungan yang tidak sehat, misalnya interaksi atas dasar menguasai
orang lain, atau interaksi diakibatkan kebutuhan untuk diakui sehingga membuatnya
dimanfaatkan oleh orang lain. Di balik itu, seseorang tersebut mampu menyendiri tanpa harus
merasa kesepian. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayangnya
sudah tercukupi.

Keenam,seseorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki kemandirian. Setiap perilakunya


didasarkan atas pertimbangan internal. Selain itu, juga tidak tergantung dengan orang lain.
Kemandirian ini bukan berarti seseorang tersebut mampu melakukan setiap hal sendiri karena
hal tersebut mustahil. Setiap orang yang ada di dunia selalu membutuhkan antara satu dengan
yang lainnya. Akan tetapi, seseorang yang mencapai aktualisasi diri tidak tergantung dengan
orang lain dalam hal-hal penting yang berdampak pada kehidupannya. Kemandirian orang
yang mencapai aktualisasi diri juga dapat diartikan bahwa seseorang yang mencapai
aktualisasi diri tidak tergantung oleh masa lalu. Meskipun seseorang tersebut memiliki masa
lalu yang dianggap tidak menyenangkan dan berdampak pada kondisi kejiwaannya, masa1alu
tersebut tidak memengaruhinya menjadi buruk di masa kini.

Ketujuh, seseorang yang mencapai aktualisasi diri mampu mengharga setiap sesuatu yang
ditemuinya. Ini menandakan bahwa seseorang yang mencapai aktualisasi menyadari penuh
akan kehidupannya yang dikelilingi oleh berbagai hal positif. Di sisi lain, sikap menghargai
tersebut sebagai wujud bahwa dirinya dapat memberikan peran yang positif dan
menampilkan perilaku positif, sehingga berdampak positif pada kehidupan orang lain.

Kedelapan, seseorang yang mencapai aktualisasi diri mengalami pengalaman puncak (peak
experience). Pengalaman puncak ini menjadi ciri khusus dari aktualisasi diri. Maslow sendiri
tidak memberikan batasan yang sangat spesifik tentang pengalaman puncak. Maslow hanya
menuliskan bahwa pengalaman puncak tersebut adalah suatu perasaan positif yang sulit
dijelaskan,namun berdampak sangat besar terhadap kondisi kejiwaan seseorang. Pengalaman
puncak muncul secara alami, bukan diupayakan, meskipun kemunculannya didahului sebab
lain. Maksudnya adalah bahwa pengalaman puncak tidak dapat direkayasa, misalnya pura-
pura bahagia. Pengalaman puncak muncul secara otomatis ketika seseorang mampu
melakukan sesuatu yang menjadi misi hidupnya. Maslow menuliskan bahwa ketika orang
mengalami pengalaman puncak, maka seseorang tersebut melihatnya sebagai sesuatu yang
indah, diinginkan, menyenangkan, dan tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang negatif.

Kesembilan, gemeinschaftsgefühl. Artinya, ketika seseorang mengalami pengalaman puncak,


maka seseorang tersebut memiliki ketertarikan sosial dan perasaan kemasyarakatan. Istilah
ini digunakan oleh Alfred Adler. Sikap tersebut muncul karena seseorang yang mencapai
aktualisasi diri tidak berorientasi pada diri sendiri, melainkan berorientasi pada lingkungan
dan orang lain. Sehingga, keberadaannya memiliki dampak dan manfaat bagi orang lain.
Maslow menuliskan bahwa seseorang yang aktualisasi diri bisa saja merasa sedih, marah,
dan mengalami perasaan negatif lainnya. Akan tetapi, perasaan negatif tersebut tidak
mendominasi dirinya sehingga tidak berdampak pada perilakunya.

Kesepuluh, seseorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki hubungan interpersonal yang
kuat. Hubungan interpersonal ini bersifat sehat dan mengembangkan. Selain itu, hubungan
interpersonal ini tidak terbatas pada hubungan yang berakhir pada kehidupan rumah tangga.
Seseorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki hubungan interpersonal yang luas, bukan
berarti karena kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayangnya tidak terpenuhi, akan tetapi
lebih kepada dampak dari orientasi hidupnya yang tidak berpusat pada dirinya sendiri.
Hubungan interpersonal ini juga tidak selalu diartikan bahwa orang yang mencapai
aktualisasi diri harus menjalin pertemanan dengan

sebanyak mungkin orang. Terpenting bagi seseorang yang mencapai aktualisasi diri adalah
mendalamnya dan kuatnya hubungan interpersonal.

Kesebelas, orang yang mencapai aktualisasi diri bersikap demokratis. Salah satu wujud dari
sikap demokratis ini adalah tidak membeda-bedakan orang lain. Orang yang mencapai
aktualisasi diri tidak terjebak pada pola pikir dikotomi atau pola pikir yang mengkotak-
kotakkan kelompok. Orang yang mencapai aktualisasi mampu memandang bahwa setiap
manusia memiiki hak yang sama. Dengan demikian, orang yang mencapai aktualisasi diri
lebih berfokus pada unsur kesamaan dibandingkan melihat perbedaan. Selain itu, sikap
demokratis ini juga diwujudkan dalam bentuk bersedia belajar dari siapa pun selama
memunculkan manfaat untuk perkembangan pikiran dan kejiwaannya.

Keduabelas, orang yang mencapai aktualisasi diri mempunyai cara pan-dang yang berbeda
tentang tujuan dan cara. Banyak orang menganggap bahwa sesuatu itu cara, namun bagi
orang yang mencapai aktualisasi diri menganggap sesuatu tersebut sebagai tujuan. Sehingga,
orang yang mencapai aktualisasi melakukan sesuatu hal dengan menikmatinya karena sesuatu
itu tidak dianggapnya sebagai cara dan mengakibatkannya tidak menunggu proses. Sebagai
contoh, ketika kebanyakan orang menganggap makan danolahraga sebagai cara, maka orang
yang mengalami aktualisasi diri menganggapnya sebagai tujuan.

Ketigabelas, orang yang mencapai aktualisasi diri mempunyai selera humor. Selera humor
pada orang yang mencapai aktualisasi diri mengindikasikan bahwa orang yang mencapai
aktualisasi diri menikmati hidupnya. Selain itu, juga tidak memandang dan memikirkan
sesuatu melampaui batas dan memaksakan diri. Dengan demikian, orang yang mencapai
aktualisasi diri mampu menganggap setiap hal sebagai sesuatu yang memiliki unsur humor.

Meskipun demikian, selera humor pada orang yang mencapai aktualisasi diri tidak sekadar
humor dalam bentuk bercanda tanpa batas. Selera humor pada orang yang mencapai
aktualisasi diri mengandung unsur filosofis. Ini artinya,setiap humor yang dilontarkan oleh
orang yang mencapai aktualisasi diri berdasarkan pembacaan dan pemahaman seseorang
terhadap suatu fenomena. Selain itu, selera humor yang dimiliki oleh orang yang mencapai
aktualisasi diri tidak merendahkan orang lain, tidak menyinggung sesuatu yang bersifat
sensitif, seksual, menyerang, dan diskriminasi. Humor dan lelucon yang terlontar dari orang
yang mencapai aktualisasi terjadi secara spontan atau alamiah, dan tidak dibuat-buat

Keempatbelas, orang yang mencapaí aktualisasi memiliki kreativitas. Kreatif adalah sebuah
sikap yang berasal dari pemikiran yang orisinal dari diri. Tidak setiap orang mampu bersikap
dan berpikir kreatif. Orang yang mencapai aktualisası diri mampu bersikap dan berpikir
kreatif di pandangannya sendiri. Hal ini disebabkan oleh kreativitas dibutuhkan di setiap
bidang,bukan hanya bidang seni. Kreativitas pada orang yang mencapai aktualisasi diri juga
memiliki keunikan, yaitu berdasarkan pada kejujuran,keindahan, dan kenyataan. Ini artinya,
dalam mengungkapkan kreativitas,seseorang yang mencapai aktualisasi diri tidak memiliki
kepentingan apa pun,terlebih lagi kepentingan yang hanya menguntungkan diri sendiri.
Kejujuran tersebut membuatnya mengemukakan kreativitasnya yang berorientasi pada orang
banyak.

Kelimabelas,orang yang mencapai aktualisasi diri tidak mengikuti enkulturasi. Enkulturasi


adalah suatu sikap yang tidak selalu mengikuti budaya(kultur) yang berlaku. Ini
mengindikasikan bahwa orang yang mencapai aktualisasi memiliki pendirian yang
didasarkan atas pertimbangan internalnya.Akan tetapi, bukan berarti orang yang mencapai
aktualisasi diri memberontak terhadap budaya yang ada. Karakteristik ini lebih pada
menunjukkan bahwa pemikiran dan sikap orang yang mencapai aktualisasi diri tidak
tergantung pada lingkungan dan tidak mengikuti arus. Selain itu, juga lebihpada penekanan
bahwa orang yang mencapai aktualisasi diri tidak membuang energi untuk memperhatikan
detail dari kebudayaan. Akan tetapi, bukan berarti orang yang mencapai aktualisasi anti
terhadap budaya. Dalam kebanyakan hal, seperti cara berpakaian, makan, berjalan, dan
sejenisnya,orang yang mencapai aktualisasi diri tentu tetap melakukannya sesuai kultur
karena hal semacam ini tidak berdampak secara signifikan pada kehidupan. Akan tetapi,
dalam beberapa hal penting, orang yang mencapai aktualisasi diri mampu berpikir mandiri
dan tidak mengikuti kultur setempat. Orang yang mencapai aktualisasi diri tidak tergantung
dengan orang lain serta juga tidak di bawah kendali dan tekanan orang lain.

Kelimahelas, karakteristik tersebut bukan berarti harus dimiliki semuanya oleh orang yang
mencapai aktualisasi diri. Orang yang mencapai aktualisasi diri bisa memiliki sebagian
karakteristik tersebut. Akan tetapi, juga bukan berarti ketika seseorang memiliki satu atau dua
karakteristik lantas boleh dianggap mencapai aktualisasi. Hal ini dikarenakan suatu
karakteristik tersebut berkaitan dengan karakteristik lain. Di sisi lain, sangat mungkin
seseorang yang tidak mencapai aktualisasi diri sudah memiliki satu atau dua dari kelimabelas
karakteristik tersebut. Maka dari itu, pemahaman terhadap karakteristik orang yang mencapai
aktualisasi diri tersebut harus pada konteksnya.

2.5 Kepribadian Menurut Transpersonal

Seseorang sering kali terpikirkan oleh hal lain ketika memikirkan sesuatu sebagai indikator
bahwa seseorang tersebut kurang optimal dalam berkonsentrasi. Bahkan, ketika melakukan
introspeksi pun, seseorang juga tetap saja dapat memikirkan hal lain selain dirinya. Meskipun
demikian,seseorang dapat memilih objek yang harus diprioritaskan untuk dipikirkan secara
mendalam. Ini artinya, seseorang memiliki kemauan yang kuat untuk memilih sesuatu yang
mampu berdampak pada dirinya. Pencapaian kepribadian yang ideal dapat dimulai dengan
melakukan eksplorasi tentang banyaknya model yang mencegah atau mengaburkan persepsi
diri yang sebenarnya. Eksplorasi tersebut dapat dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan
semacam ini:

a. Apa yang kita yakini. Model-model ini dapat dibagi menjadi dua bagian,yaitu model
penilaian ketika kita menilai diri sendiri secara berlebihan,dan model penilaian saat kita
menilai diri sendiri berdasarkan evaluasiyang kurang.

b. Kita ingin menjadi seperti apa, Pertanvaan ini memandu seseorang untuk memiliki
gambaran yang ideal tentang diri yang diinginkan dan dicapai.
c. Ada yang berbagai model untuk setiap hubungan interpersonal yang lakukan oleh
seseorang dengan orang lain.

d. Terdapat model atau gambar yang diproyeksikan orang lain terhadap kita, hal itu adalah
model dari setiap sesuatu yang orang lain yakini tentang kita.

e. Selain itu, juga terdapat gambar atau model yang dibuat oleh orang lain tentang apa yang
mereka inginkan dari kita.Gambar yang orang lain ciptakan dan hasilkan dalam diri kita
menjadi gambaran yang kita yakini tentang diri kita.

Singkatnya, model ideal pada dasarnya adalah mempelajari diri sendiri,menjelajahi zaman
atau mengkondisikan ketidakautentikan yang dihasilkan oleh masa lalu sehingga menjadi
lebih autentik. Terkait proses menuju model ideal tersebut, proses tersebut merupakan suatu
upaya yang membutuhkan,disidentifikasi dari pola kebiasaan yang menghambat
perkembangan kepribadian dan menuntut keterbukaan terhadap cara-cara baru untuk
menjadi,lebih ideal.

Menurut Assagioli terdapat beberapa langkah untuk menuju psikosintesis :

Pertama (disebut stage zero), bertahan dalam kehidupan yang mengandung banyak hal
negatif dan melukai diri sendiri. Beberapa hal yang dapat mengakibatkan luka dan emosi
negatif dalam kehidupan misalnya kurangnya empati terhadap diri sendiri dan orang lain,
gagal memahami diri sendiri dan orang lain, dan kecanduan terhadap sesuatu hal yang
menjadi ambisinya. Kepribadian yang bertahan dalam mengambil berbagai macam bentuk
tergantung pada kondisi individu dan lingkungan. Misalnya,dari kepribadian yang pasif
menjadi kepribadian ekstrovert. Aspek penting dalam kepribadian yang bertahan adalah
perubahan aktual yang terjadi pada pengalaman realitas dalam diri manusia.

Kedua (disebut stage one), mengeksplorasi kondisi kepribadian. Faktorpenting yang berperan
dalam eksplorasi kepribadian adalah upaya untuk memecah dan menghentikan kebiasaan
lama untuk kemudian menuju perubahan yang bersifat lebih autentik dan memunculkan "T.
Mengeksplorasi kondisi kepribadian ini juga bisa dilakukan dengan perluasan kesadaran.
Perluasan kesadaran dapat terjadi apabila manusia melakukan metode pengembangan diri.
Metode pengembangan diri ini melibatkan teknik mengubah tingkat kesadaran, lebih banyak
berhubungan dengan perasaan, menyadari keberadaan setiap fungsi tubuh, mengakses
ketenangan dan kedamaian, mengungkap kesadaran di alam bawah sadar, serta mengungkap
luka yang terjadi di masa lalu di alam bawah sadar. Setelah mengembangkan beberapa
pengetahuan tentang kepribadian, manusia akan mengalami perkembangan menuju
peningkatan pengalaman yang sifatnya berbeda dengan pengalaman yang telah dilalui.
Dengan demikian, akan memunculkan perasaan diri yang baru tentang “i" atau "aku".
Munculnya perasaan diri yang baru tentang "aku" ini merupakan indikator bagi manusia
untuk berlanjut ke tahap selanjutnya.

Ketiga (disebut dengan stage two), munculnya "aku" sebagai diri (self) Assagioli menyebut
tahap ini sebagai kontrol elemen kepribadian. "Aku" tidak hanya mempunyai fungsi
kesadaran, tetapi juga memiliki fungsi kemampuan untuk mengarahkan dan membimbing
manusia. Selain itu, "aku" juga memiliki kemampuan untuk memunculkan dampak di dunia
batin maupun dunia luar. Fungsi "aku" semacam ini disebut dengan will (kehendak). Lebih
lanjut, karena "aku" berbeda-tetapi-tidak-terpisah dari isi kepribadian, maka kehendak "aku"
dapat beroperasi secara terpisah-tetapi-tidak-terpisah dari konten apa pun juga. Munculnya
"aku", menyebabkan tatanan batin bersifat lebih stabil dan membentuk aspek-aspek baru.

Keempat (disebut dengan stage three), kontak terhadap kondisi diri. Pada tahap ini, seseorang
sudah mempunyai pemahaman yang semakin jelas tentang banyaknya tingkatan diri kita dan
memikul tanggung jawab untuk mengaktualisasikan level-level tingkatan tersebut. Hal ini
disebabkan karena seseorang dituntun oleh pertanyaan berikut secara alamiah. Misalnya,
pertanyaan, "Apakah sekarang saya dapat mengekspresikan diri kita secara autentik, dan
apakah penting untuk diungkapkan?", "Apakah penting untuk membuat suatu sarana dalam
mencapai tujuan hidup?", "Bagaimana arah kehidupan kita?", "Apa yang menjadi panggilan
hidup kita". Dalam istilah psikosintesis, kondisi tersebut menuntut hubungan yang lebih intim
dan pe ningkatan kesadaran dengan self, atau yang disebut dengan realisasi diri. Roberto
Assagioli menyebut tahap ini sebagai "Realisasi Diri Sejati" dan bisa juga disebut dengan
tahap kontak dengan diri, atau tahap kontak. Seseorang bukan hanya merasa terhubung
dengan Yang Ilahi, akan tetapi juga memilikiketerampilan untuk membuat keputusan yang
spesifik dalam hidupnya serta melakukan tindakan nyata yang dianggap selaras dengan arah
yang lebih besar di kehidupan seseorang. Dalam istilah psikosintesis, kondisi ini dinamakan
dengan niat untuk menyelaraskan kehendak pribadi manusia dengan kehendak transpersonal.

Kelima (disebut juga dengan stage four), adalah respons dengan diri. Tahap terakhir dari
psikosintesis Roberto Assagioli ini merepresentasikan dari kondisi yang berupa respons
psikologis seseorang ketika menyadari kondisi diri dan menemukan diri (self). Dampaknya
adalah terjadinya pengembangan psikospiritual dalam diri seseorang, Dengan demikian,
tahap psikosintesis terakhir ini bukan bersifat pasif, tetapi justru sebagai tindakan
berkembang yang secara terus-menerus melalui kehendak transpersonal.

2.6 Memahami Kepribadian dengan Teori Kepribadian

Setiap tokoh atau ilmuwan psikologi memiliki rumusan teori kepribadian masing-masing.
Kondisi semacam ini memunculkan pertanyaan. Objek dari seluruh ilmuwan psikologi adalah
sama, yaitu kepribadian. Akan tetapi, mengapa bisa teori kepribadian tercipta sangat
beragam? Apa penyebabnya? Secara garis besar, objek kajian setiap ilmuwan psikologi
memang sama, yaitu kepribadian manusia. Akan tetapi, rumusan teori kepribadian setiap
ilmuwan psikologi menjadi berbeda karena disebabkan oleh faktor titik tolak,cukup untuk
mewakili kondisi keprlbadian manusia secara umum.

Adapun tingkat kepercayaan atau validitas dari setiap kepribadian tersebut bisa dianggap
tinggi. Meskipun demikian, kondisi tersebut bukan berarti teori kepribadian tidak memiliki
keterbatasan. Dalam hal ini, berpikir proporsional sangat diperlukan. Artinya, kekurangan
pada teori kepribadian tidak serta-merta membuat teori tersebut menjadi gugur dan tidak bisa
digunakan. Di sisi lain, menganggap bahwa suatu teori kepribadian tanpa keterbatasan juga
bukan sikap yang ilmiah. Tingkat kepercayaan teori kepribadian dapat dilihat dari konsistensi
teori kepribadian tersebut dalam menganalisis permasalahan kepribadian manusia. Akibat
konsistensinya, maka teori kepribadian tersebut masih digunakan sampai sekarang. Misalnya,
ketika banyak orang mengkritik bahwa teori kepribadian Sigmund Freud memiliki
kekurangan,teori tersebut masih tetap menjadi teori paling relevan untuk menganalisis
gangguan kejiwaan dan kepribadian yang melibatkan proses ketidaksadaran. Adanya teori
kepribadian yang sudah ada tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa di masa kini dan
mendatang bisa tercipta teori kepribadian yang baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, manusia bersifat sangat dinamis. Dinamika kehidupan manusia dipengaruhi oleh
pergerakan berbagai sektor kehidupan manusia, misalnya sektor pendidikan,teknologi, ilmu,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan agama. Pergerakan berbagai sektor tersebut terus
mengalami perubahan di setiap waktu. Sehingga perubahan tersebut direspons oleh manusia.
Maka, kondisi manusia zaman dahulu jelas berbeda dengan kondisi manusia zaman kini.
Begitu juga, Kondisi manusia di zaman mendatang tentu akan berbeda dengan kondisi
nanusia di zaman sekarang. Dengan demikian, teori kepribadian yang dirumuskan oleh para
ilmuwan psikologi zaman dahulu bisa jadi sudah kurang relevan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai