Tugas 11
Tugas 11
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 6
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Teori Eduard Spranger” ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kepribadian Psikodinamik, program studi S1 Psikologi,
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terutama yang terhormat Ibu Dyta
Setiawati, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah Kepribadian Psikodinamik.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya laporan
ini. Semoga laporan ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
A. Biografi...........................................................................................................................3
B. Teori Spranger.................................................................................................................3
C. Kritik.............................................................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................11
A. Kesimpulan...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Supaya dapat memahami teori Spranger dengan lebih baik, perlulah orang
mengadakan orientasi sedikit dalam lapangan ilmu pengetahuan. Dengan mengadakan
orientasi mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan itu dapatlah orang menempatkan teori
Spranger itu pada tempat yang sewajarnya. Di dalam filsafat, ilmu pengetahuan dikenal
berbagai sistem penggolong-golongan atau klasifikasi ilmu pengetahuan. Salah satu di antara
sistem-sistem tersebut yang langsung berhubungan dengan apa yang dibicarakan dalam bab
ini ialah sistem penggolong-golongan ilmu pengetahuan menurut aliran Neo-Kantianisme
mazhab Baden.
Wilhelm Windelband (1848-1915), salah seorang pelapor mazhab Baden itu,
menggolong-golongkan ilmu-ilmu pengetahuan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Ilmu-ilmu pengetahuan alamiah, yang disifatkannya sebagai ilmu ilmu pengetahuan
nomothetis.
2. Ilmu-ilmu pengetahuan kesejarahan, yang disifatkannya sebagai ilmu pengetahuan
ideografis.
Sejiwa dengan pendapat yang telah dikemukakan di atas itu ialah sejarah serta seorang
pelopor filsafat hidup yang anti-intelektualistis, pendapat Heinrich Rickert ( 1863-1936 ),
seorang ahli filsafat dan yang mempertahankan otonomi ilmu-ilmu pengetahuan kerohanian
di samping ilmu-ilmu pengetahuan alamiah. Dia membedakan alam semesta beserta isinya
menjadi dua, yaitu:
1. Alam kodrati (das Reich der Natur)
2. Alam kesejarahan (das Reich der Geschichte)
Alam kodrati itu dapat diterangkan, dapat di "erklären", sedangkan kehidupan jiwa
(Seelenleben) yang menjadi sumber struktur rohani dan sejarah tidak dapat diterangkan,
melainkan haruslah dipahami, di "verstehen".
Pendapat Rickert itu diikuti antara lain oleh Willhelm Dilthey. Atas dasar cara
pendekatan dan metode yang dua macam itu, maka Dilthey menggolong-golongkan ilmu-
ilmu pengetahuan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Ilmu-ilmu pengetahuan alamiah (Naturwissenschaften), dengan metode
pokoknya menerangkan (erklaren).
1
2. Ilmu-ilmu pengetahuan kerohanian (Geisteswissenschaften), dengan metode
pokoknya memahami (verstehen).
Salah satu ilmu pengetahuan yang penting dalam golongan kedua itu ialah psikologi,
atau lebih tepatnya psikologi yang berdasar pada ilmu pengetahuan kerohanian
(Geisteswissenschaftliche Psychologie). Tokoh utama aliran psikologi ini dan yang oleh
banyak ahli dianggap sebagai juru bicara aliran tersebut adalah Eduard Spranger.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
B. Teori Spranger
3
Roh individual itu merupakan struktur, karena roh individual itu harus dapat
dipahami kalau ditinjau sebagai anggota daripada struktur yang lebih tinggi,
yaitu kebudayaan.
Roh individual itu bertujuan. Adapun tujuannya yaitu mencapai atau
menjelmakan nilai-nilai tertentu, dan karena itu juga hanya dapat dipahami
dengan jalan memahami sistem nilai-nilai itu. Struktur yang lebih tinggi
atau sistem nilai-nilai itu ialah roh obyektif.
b. Roh obyektif atau roh supra-individual , atau kebudayaan (Objektive Geist, Uber
individuelle Geist, Kultur), yaitu roh seluruh umat manusia, yang dalam
concretonya merupakan kebudayaan yang telah terjelma dan berkembang selama
berabad-abad bersama-sama manusia-manusia individual.
2. Hubungan antara Roh Subyektif dan Roh Obyektif
Roh subyektif dan roh obyektif itu berhubungan secara timbal balik. Roh subyektif
atau roh individual, yang mengandung nilai-nilai yang terdapat pada masing-masing individu,
dibentuk dan dipupuk dengan acuan roh obyektif, artinya roh individual itu terbentuk dan
berkembang dengan memakai roh obyektif sebagaimana norma.
Roh obyektif atau kebudayaan itu mengandung unsur-unsur yang telah mendapat
pengakuan umum sebagai hal-hal yang bernilai, karena itu diberi kedudukan yang tinggi dan
ditaruh di atas roh individual.
Individu tak dapat mengelak atau melepaskan diri dari pengaruh roh obyektif, tiap
individu mesti menerima pengaruh dari susunan dan keadaan-keadaan lingkungan sosial di
mana dia hidup . Dalam pada itu roh obyektif juga tidak dapat dipisahkan dari roh subyektif
atau roh individual; walaupun roh obyektif itu dalam batas tertentu dapat dinyatakan di luar
jiwa perseorangan, namun tidak dapat dibayangkan lepas dari (tanpa) roh subyektif. Sebab
individu-individulah yang dari abad menciptakan nilai-nilai kebudayaan itu. Nilai nilai
kebudayaan akan lenyap jika sekiranya manusia-manusia sebagai individu tidak
mendukungnya serta menghayatinya. Karena itu bagaimanapun juga dalam saling hubungan
antara roh subyektif dan roh obyektif itu roh subyektif tetap primer, dan roh obyektif mempu
nyai kedudukan sekunder, sebab, sekalipun manusia sangat tergantung kepada unsur-unsur
kebudayaan yang ada, akan tetapi dia tidak hanya pasif menerima saja, melainkan dia juga
aktif dan kreatif. Manusia menerima kebudayaan yang telah ada dan mengembangkan kebuda
yaan itu dengan penciptaan-penciptaan baru.
4
3. Lapangan-lapangan Hidup
Keenam lapangan ini atau lapangan hidup itu masih dikelompok-kelompokkan lagi
menjadi dua kelompok, yaitu:
Jadi menurut Spranger dalam kebudayaan itu terdapat adanya enam macam lapangan
nilai, atau yang disebut juga bentuk-bentuk kehidupan (Lebensformen).
1. Tipologi Spranger
a. Enam Tipe Manusia
Roh subyektif, sebagai struktur atau sistem nilai-nilai dalam masing-masing individu
yang terbentuk dan berkembang oleh pengaruh-pengaruh dasar, pendidikan dan lingkungan
dengan berpedoman kepada roh obyektif sebagai cita-cita yang harus dicapai atau dijelmakan
juga mengandung keenam nilai-nilai kebudayaan seperti yang telah dikemukakan di atas itu.
Walaupun roh subyektif itu mengandung keenam nilai kebudayaan itu, namun dalam
kenyataannya kerap kali hanya salah satu nilai sajalah yang dominan. Dan nilai yang
dominan yang memberi corak atau bentuk kepada kepribadiannya.
5
Dengan berdasarkan kepada dasar bahwa ada enam nilai kebudayaan yang ada pada
tiap individu, dan kenyataan bahwa biasanya hanya salah satu nilai saja yang dominan itu,
maka sampailah Spranger kepada penggolong-golongan manusia menjadi enam golongan,
atau enam tipe. Dalam hal ini haruslah diingat, bahwa tipe-tipe yang dikemukakan oleh
Spranger itu hanyalah merupakan tipe-tipe pokok atau tipe-tipe ideal (Grundtypen atau
idealtypen), artinya tipe-tipe yang hanya ada dalam teori, dan tak akan dijumpai dalam
kenyaman kehidupan. Akan tetapi menurut Spranger, dengan tipe-tipe ideal itu orang dapat
cepat menempatkan individu-individu yang dihadapinya paling dekat ke golongan atau tipe
yang mana.
b. Pencandraan Tipe-tipe
Secara garis besar dapatlah dikemukakan hal yang berikut ini. Seseorang itu corak
sikap hidupnya ditentukan oleh nilai kebudayaan mana yang dominan, yaitu nilai kebudayaan
mana yang olehnya dipandang sebagai nilai yang tertinggi (nilai yang paling bernilai). Ia
akan memandang segala sesuatu, jadi juga nilai-nilai kebudayaan yang lain , dengan
kacamata nilai yang dihargainya paling tinggi itu, yaitu dari kacamata nilai-nilai yang
dominan itu, sehingga nilai-nilai kebudayaan yang lain itu akan diwarnai juga oleh nilai yang
dominan itu.
1) Manusia Teori
6
Seorang manusia teori adalah seorang intelektualitas sejati, manusia ilmu. Cita-cita
utamanya ialah mencapai kebenarannya dan hakikat daripada benda-benda. Banyak kali
motifnya mengusahakan ilmu pengetahuan itu hanya semata-mata untuk ilmu pengetahuan
tersebut tanpa mempersoalkan faedah atau hasilnya; bagi orang-orang golongan tipe ini
berlakulah semboyan: La science pour la science.
Tujuan yang dikejar oleh manusia teori adalah pengetahuan yang obyektif, sedangkan
segi lain seperti misalnya soal-soal moral, keindahan, dan sebagainya terdesak ke belakang.
Ia adalah ahli pikir yang logis, dan memiliki pengertian-pengertian yang jelas serta membenci
segala bentuk kekaburan. Dalam kehidupan sehari-hari ia adalah seorang pencinta kebenaran,
konsekuen, dan nuchter . Jika sekiranya seorang guru besar termasuk tipe ini, maka dia akan
memandang bahwa pekerjaan memberi kuliah itu akan menghambat kemajuannya dalam
studi dan research. Jika sekiranya seorang ayah termasuk golongan tipe ini, maka ia akan
menganggap bahwa bersenda gurau dengan anak-anaknya adalah suatu perbuatan yang
membuang-buang waktu dan menghambat studinya.
Sikapnya terhadap nilai-nilai yang lain pun terpengaruh oleh nilai-nilai teori itu:
7
e) Sikapnya terhadap politik pun tidak berbeda dengan sikapnya terhadap nilai-nilai
yang lain; dia tidak ingin berkuasa, tidak giat. Kalau berbuat paling-paling dia
mengeritik atau melakukan po- lemik secara teoritis.
2) Manusia Ekonomi
Orang-orang yang termasuk golongan manusia ekonomi ini selalu kaya akan gagasan-
gagasan yang praktis, kurang memperhatikan bentuk tindakan yang dilakukannya, sebab
perhatiannya terutama tertuju kepada hasil daripada tindakannya itu, hasilnya bagi dirinya
sendiri. Manusia golongan ini akan menilai segala sesuatu hanya dari segi kegunaannya dan
nilai ekonomisnya; dia bersikap egosentris, hidupnya dan kepentingannya sendirilah yang
penting, dan orang- orang lain hanya menarik perhatiannya selama mereka masih berguna
baginya; penilaian yang dikemukakannya terhadap orang lain, yang dikenakannya terhadap
sesama manusia, terutama didasarkan kepada kemampuan kerja dan prestasinya.
Sikap jiwanya yang praktis itu memungkinkan dia dapat mencapai hanyak hal di
dalam hidupnya; dia mengejar kekayaan, dan dengan kekayaannya itu dia akan mencapai
yang diinginkannya.
3) Manusia Estetis
4) Manusia Agama
Menurut Spranger inti daripada hal keagamaan itu terletak dalam pencarian terhadap
nilai tertinggi daripada keberadaan ini; siapa yang belum mantap akan hal ini belumlah
mencapai apa yang seharusnya dikejarnya, dia belum mempunyai dasar yang kuat bagi
hidupnya. Sebaliknya siapa yang sudah mencapai titik tertinggi itu akan merasa bebas,
tenteram dalam hidupnya. Bagi seorang yang termasuk golongan tipe ini segala sesuatu itu
diukur dari segi artinya bagi kehidupan rohaniah kepribadian, yang ingin mencapai
keselarasan antara pengalaman batin dengan arti daripada hidup ini.
8
5) Manusia sosial
Sifat utama daripada manusia golongan tipe ini adalah besar kebutuhannya akan
adanya resonansi dari sesama manusia; butuh hidup di antara manusia-manusia lain dan ingin
mengabdi kepada kepentingan umum. Nilai yang dipandangnya sebagai nilai yang paling
tinggi adalah "cinta terhadap sesama manusia", baik yang tertuju kepada individu tertentu
maupun yang tertuju kepada kelompok manusia.
6) Manusia kuasa
c. Diferensiasi Tipe-tipe
Keenam tipe yang baru saja dikemukakan pencandraannya itu adalah tipe-tipe pokok
(Grundtypen). Spranger tidak berhenti dengan mengemukakan tipe-tipe pokok itu saja, tetapi
dia masih mengemukakan diferensiasi tipe-tipe dan kombinasi tipe-tipe itu.
Seperti telah dikemukakan, keenam tipe yang telah dibicarakan itu adanya hanya
di dalam teori dan tidak kita jumpai dalam kehidupan praktis. Dalam
kenyataannya, jadi dalam kehidupan praktis, yang biasa kita jumpai justru
kombinasi dari tipe-tipe teori dan tipe keagamaan, tipe teori dan tipe ekonomi,
dan sebagainya; ataupu kombinasi lebih dari dua tipe.
9
C. Kritik
Disamping segi positifnya itu teori Spranger juga tidak luput dari kelemahan-
kelemahan.
1. Tipologi Spranger itu disusun secara dedukatif. Hasil dari pemikiran dedukatif itu
adalah baik sekali, akan tetapi sebaiknya deduksi tersebut diverifikasikan secara
induktif dengan data empiris; dan hal ini tidak ada dilakukan oleh Spranger.
2. Deduksi Spranger mengenai Lebensformen itu didasarkan pada kegiatan rohani
(Geistakt); akan tetapi hasil konsepsinya, yakni Lebensformen, ternyata bertinjauan
statis. Dengan demikian Lebensformen itu sukar dikenakan kepada kepribadian-
kepriba- dian manusia dalam kehidupan praktis, yang mempunyai dasar dinamis.
Lebensformen itu lebih mengatakan tentang "bagaimana individu itu adanya"
daripada mengatakan tentang "apa yang dikerjakan atau apa yang dapat dikerjakan
oleh individu itu".
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Edward Spranger adalah seorang filsuf dan psikolog berkebangsaan Jerman. Spranger
mencetuskan teori pedagogi filosofis sebagai mekanisme “pertahanan diri” terhadap teori
eksperimental yang berorientasi psikologi pada masa itu.
Teori Spranger atau lebih dikenal dengan tipologi spranger membagi manusia menjadi
6 tipe. Yaitu manusia teori, manusia ekonomi, manusia estetis, manusia religius, manusia
sosial, dan manusia kuasa. Menurut Spranger, setiap tipe memiliki tingkah laku dasarnya
masing-masing dan berbeda satu sama lain.
11
DAFTAR PUSTAKA
12