Anda di halaman 1dari 68

CRITICAL BOOK REVIEW

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU : Dra.Dorlince Simatupang.,M.Pd.


DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4
KELAS : PGSD-F

Nama Anggota Kelompok : 1. Halisyah Fitri (1221111054)


2 . Jessica Ibrena Br Sipayung (1223111044)

3. Ranicha Z.P Panjaitan (1223111120)


4. Wandha Oktavia (1223111043)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur, kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, nikmat
dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan critical book review untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.

Sebelumnya kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, keluarga serta teman-
teman. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan critical book review ini dapat terselesaikan,
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Maka dari itu tim kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dorlince
Simatupang.,M.Pd selaku dosen pengampu yang telah membimbing kami dan teman-teman
yang senantiasa mendukung kami.

Kami menyadari bahwa critical book review yang kami kerjakan ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan masukan atau saran dan kritik yang membangun
guna perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Kami berharap semoga ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan dapat menambah pengetahuan serta keterampilan kita mengenai
Psikologi Pendidikan

Medan, Maret 2023

Penulis

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB 1..................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
1.2 TUJUAN PENULISAN CBR .............................................................................. 1
1.3 IDENTITAS BUKU.............................................................................................. 1
BAB II ....................................................................................................................................... 4
RINGKASAN ISI BUKU ........................................................................................................ 4
2.1 BUKU PERTAMA .................................................................................................... 4
2.2 BUKU KEDUA ........................................................................................................ 11
2.3 BUKU KETIGA ...................................................................................................... 53
BAB III.................................................................................................................................... 64
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 64
3.1 KELEBIHAN BUKU .............................................................................................. 64
3.2 KEKURANGAN BUKU ......................................................................................... 64
BAB IV .................................................................................................................................... 65
PENUTUP............................................................................................................................... 65
4.1 KESIMPULAN ........................................................................................................ 65
4.2 SARAN ..................................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 65

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

CBR merupakan kepanjangan dari critical book review yang dimana kita sering kali
merasa binggung dalam pemilihan buku referensi untuk dibaca dan dipahami .Terkadang
dalam memilih satu buku dirasa kurang memuaskan .Contohnya saja dari segi penggunaan
bahasa, juga pembahasannya. Oleh karena itu, demikian penulis membuat critical book review
ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi, terkhusus pada pokok bahasa
tentang “Psikologi Pendidikan”

1.2 TUJUAN PENULISAN CBR

1. Mengulas 3 buku untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan


2. Menambah pengetahuan tentang Psikologi Pendidikan bagi penulis dan pembaca
3. Mencari kelebihan dan kelemahan setiap buku
4. Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

1.3 IDENTITAS BUKU

BUKU PERTAMA

- Judul buku : Psikologi Pendidikan


- Pengarang : 1. Prof. Dr. Nur Hidayah, M.Pd,
2. Dr. Hardika, M.Pd,
3. Yuliati Hotifah, S.Psi., M.Pd,
4. Sinta Yuni Susilawati, S.Pd., M.Pd,
5. Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd
- Tahun terbit : 2017
- Kota Terbit : Malang
- Jumlah Halaman : 168 halaman
- ISBN : 978.979.495.934.3
- Bentuk Cover :

1
BUKU KEDUA

- Judul buku : Psikologi Pendidikan Menghadapi Pembelajaran Abad 21


- Pengarang : Iskandar, S.Ag.,M.Pd.,M.S.I.,Ph.D.
- Penerbit : LITERATA LINTAS MEDIA
- Tahun terbit : 2021
- Kota Terbit : Bekasi
- Jumlah Halaman : 214 halaman
- ISBN : 978-623-91039-1-0
- Bentuk Cover Buku :

2
BUKU KETIGA

- Judul Buku : PSIKOLOGI PENDIDIKAN PENDEKATAN MULTIDISIPLINER.


- Pengarang : Asrori
- Penerbit :CV.Pena Persada
- Tahun Terbit : 2020
- Kota Terbit : Jawa Tengah
- Jumlah Halaman : 196 Halaman
- ISBN : 978-623-7699-72-9
- Bentuk Cover Buku

3
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
2.1 BUKU PERTAMA

➢ BAB 1 KONSEP DASAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu psikologi yang berupaya menyelidiki
karakteristik perilaku dan perkembangan individu dalam bidang pendidikan. Psikologi
pendidikan digunakan untuk memahami siswa sebagai pelajar dan guru sebagai pengajar.
Psikologi pendidikan merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan, sebab dengan
psikologi pendidikan para pegiat pendidikan dapat menentukan sikap terhadap perilaku orang-
orang yang ada dalam bidang pendidikan. Psikologi pendidikan juga menjadi salah satu aspek
yang dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, serta
menentukan tujuan pembelajaran.psikologi mempelajari tingkah laku organisme yang hidup,
terutama tingkah laku manusia. Psychology is the scientific study of the behavior of living
organism,with especial attention given to human behavior. Psikologi berasal dari Bahasa
Yunani psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologi
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Namun para ahli juga berbeda pendapat
tentang arti psikologi itu sendiri. Ada yang berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu jiwa.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku atau
perilaku manusia (Walgito, 2010:6).
Psikologi berakar pada filsafat ilmu dimulai sejak zaman Aristoteles sebagai ilmu
jiwa, yang merupakan ilmu kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles melihat psikologi
sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan
(anima), sehingga setiap-setiap makhluk hidup memiliki jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah
psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual Eropa dan mendapatkan bentuk pragmatis
di Amerika.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri
pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Psikologi
pendidikan merupakan sumbangsih dari ilmu pengetahuan psikologi terhadap dunia
pendidikan dalam kegiatan pendidikan pembelajaran, pengembangan kurikulum, proses
belajar mengajar, sistem evaluasi, dan layanan konseling merupakan serta beberapa kegiatan
utama dalam pendidikan terhadap peserta didik dan pendidik. Psikologi pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas
intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai
organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang,
dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk
pada khusus penyandang cacat.
Syah (2000) menyatakan pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin
psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Psikologi
Pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan
penemuan-penemuan dan menerapkan prinsip -prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien
di dalam pendidikan.

4
➢ BAB 2 SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi pendidikan menjadi pedoman seorang pendidik untuk mengetahui perilaku
dan sikap peserta didiknya. Psikologi kental dipengaruhi oleh cara-cara berpikir filsafat dan
dipengaruhi oleh filsafat itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan para ahli psikologi pada masa itu
adalah juga ahli filsafat atau para ahli filsafat waktu itu juga ahli psikologi. Para ahli filsafat
kuno, seperti Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), telah memikirkan hakikat
jiwa dan gejala-gejalanya. Pada zaman kuno tidak ada spesifikasi dalam lapangan keilmuan,
sehingga boleh dikatakan bahwa semua ilmu tergolong dalam apa yang disebut filsafat.
Sementara ahli filsafat ada yang mengatakan bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan
(Sobur, 2013:73). Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat,
sehingga objeknya tetap hakikat jiwa, sementara metodenya masih menggunakan argumentasi
logika. Tokoh-tokoh abad pertengahan antara lain Rene Descrates (1596-1650). Psikologi pada
saat dipengaruhi oleh filsafat, seperti Rane Descartes memandang manusia mempunyai dua
unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu jiwa dan raga.
Psikologi dapat dipandang sebagai ilmu. Definisi umum merumuskan bahwa ilmu
pengetahuan adalah kajian mengenai dunia eksternal. Ilmu didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan adalah hasil upaya manusia dalam mencari kebenaran tentang sesuatu, melalui
suatu penelitian dengan berbagai alat dan persyaratannya, yang disusun secara sistematis,
sehingga dapat dipelajari, disebarluaskan, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia
(Soedjono, 1982:2).
Dituntut syarat-syarat yaitu mempunyai objek tertentu, mempunyai metode tertentu,
sistematis, dan universal (Sobur, 2013:40).Psikologi mulai mandiri dan berdiri sebagai disiplin
ilmu tersendiri pada tahun 1879, dipelopori oleh Wilhelm Wundt yang merupakan seorang
yang berkebangsaan Jerman yang juga seorang dokter, filsuf, dan seorang ahli fisika. Wundt
mendirikan sebuah laboratorium psilokogi pertama di Leipzing jerman. Tokoh lain pada awal
dijadikannya psikologi sebagai ilmu yang mandiri, yaitu Herman Ludwig Ferdinal Von
Helmholtz (1821-1894). Helmholz dikenal sebagai seorang empirikus dengan keahlian dalam
ilmu faal, fisika, dan psikologi. Ada tiga perintis terkemuka yang muncul di awal sejarah
psikologi pendidikan. Wiliam James tokoh pertama yang berperan besar dalam psikologi
pendidikan. Dia adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang terkenal sebagai salah
seorang pendiri Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, James juga terkenal sebagai
seorang psikolog. Ia dilahirkan di New York pada tahun 1842. Setelah belajar ilmu kedokteran
di Universitas Harvard. John Dewey tokoh kedua yang berperan besaar dalam membentuk
psikologi pendidikan. Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk
Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan
pemikir dalam bidang pendidikan. Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859.

➢ BAB 3 KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK


Peserta didik dengan berbagai ragam latar belakang tentu memiliki karakteristik yang
berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan diantara peserta didik seperti jenis kelamin,
kemampuan, sosial, dan kepribadian akan mewarnai proses pengajaran.
Setiap individu memiliki karakteristik bawaan (heredity) dan lingkungan
(environment). Karakteristik bawaan merupakan karakter keturunan yang dibawa sejak lahir

5
baik yang berkaitan dengan faktor biologis maupun sosial psikologis.Perbedaan yang segera
dikenali oleh guru terhadap siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti warna kulit, tinggi
badan, berat badan, bentuk muka, warna rambut, dan cara berdandannya. Sedangkan perbedaan
aspek psikologisnya adalah perilakunya, kerajinannya, kepandaiannya, motivasinya, bakatnya,
dan kegemarannya. Garry mengkategorikan perbedaan individu, yaitu: (1) perbedaan fisik,
meliputi usia, tinggi dan berat badan, jenis kelamin, pedengaran, penglihatan, kemampuan
bertindak; (2) perbedaan sosial, meliputi sosial ekonomi, agama, hubungan keluarga, suku; (3)
perbedaan kepribadian, meliputi watak, motif, sikap, dan minat; (4) perbedaan kemampuan,
meliputi inteligensi, bakat; dan (5) perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah (Hartono,
1994).
Otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi perkembangan aspek-aspek
perkembanganindividu lainnya, baik keterampilan motorik, intelektual, emosional, sosial,
moral maupun kepribadian. Pertumbuhan otak yang normal (sehat) berpengaruh positif bagi
perkembangan aspek-aspek lainnya. Sedangkan apabila pertumbuhannya tidak normal (karena
pengaruh penyakit atau kurang gizi) cenderung akan menghambat perkembangan aspek-aspek
tersebut. Fungsi Belahan Otak.

➢ BAB 4 TEORI TEORI BELAJAR


Piaget mempelajari perkembangan inteligensi atau kecerdasan individu mulai lahir
sampai dewasa. Perkembangan kognitif - berpikir - sejalan dengan pertumbuhan biologisnya.
Artinya struktur kognitif individu bukan suatu ketentuan yang sudah ada sebelumnya dan
bersifat statis, melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bertambahnya usia
melalui proses adaptasi dan interaksi dengan lingkungannya. Semakin dewasa seseorang,
makin banyak pengetahuannya, karena telah banyak memperoleh pengalaman, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Seorang guru dalam mendidik peserta didiknya harus memahami pengetahuan tentang
psikologi belajar. Sehingga guru dapat mengetahui bagaimana peserta didiknya belajar. Peserta
didik yang beragam latar belakang akan mempengaruhi cara ia belajar dan cara guru mengajar.
Teori belajar dikelompokkan ke dalam empat ketegori, yaitu teori belajar behavioristik,
kognitif, humanistik, dan konstruktivist. Teori belajar yang dikelompokkan ke dalam teori
behavioristik adalah: conecsionisme (Thorndike); classical conditioning (Pavlov, Watson);
systematic behavior theory (Hull, Spence); contigous conditioning (Guthrie), dan descriptive
behavorism atau operenat conditioning (Skinner). Ciri-ciri teori belajar behavioristik, yakni:
(1) mementingkan pengaruh lingkungan (environment); (2) mementingkan bagian-bagian
(elementaristik); (3) mementingkan peranan reaksi; (3) mengutamakanmekanisme
terbentuknya hasil belajar; (4) mementingkan sebab-sebab di waktu yang lalu; (5)
mementingkan pembentukan kebiasaan; dan (6) dalam pemecahan masalah, ciri khasnya
adalah trial and error. Berikut ini diuraikan teori belajar behavioristik (meliputi teori
conecsionisme, classical conditioning, dan operant conditioning) dan prinsip-prinsip belajar
behavioristik.
Menurut teori Classical Conditioning (Ivan Pavlov dan J. B. Watson) ini adalah
perilaku dapat dibentuk dengan secara berulang-ulang, perilaku itu dipancing dengan sesuatu

6
yang memang menimbulkan perilaku itu. Sehingga dapat diketahui bahwa aspek pengulangan
merupakan hal penting dalam mempengaruhi perilaku anak.
Operant response (instrumental response) yaitu respons yang ditimbulkan dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu
disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang-perangsang tersebut
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Dengan kata lain, perangsang yang
demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu perilaku yang telah dilakukan.
Apabila seorang anak belajar (telah melakukan tindakan), kemudian ia mendapat hadiah, maka
ia akan belajar menjadi lebih giat (respons menjadi lebih intensif/kuat). Teori behavioristik
mengacu pada Prinsip-prinsip belajar perilaku adalah: (1) peran konsekuensi-konsekuensi; (2)
pembentukan (shaping); (3) pengurangan tingkah laku (extinction); (4) generalisasi
(generalization); (5) diskriminasi (diccrimination); dan (6) vicarious learning atau matched
dependent behavior.
Teori-teori yang dapat dikelompokkan ke dalam teori belajar kognitif adalah: Teori
Gestalt (Koffka, 1935; Kohler, 1968; Wertheimer, 1945); Teori Medan (Lewin, 1942); Teori
Organismik (Wheeler, 1940); Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget); Teori Belajar
Bruner; Teori Belajar Ausubel; Teori Belajar Gagne (Robert M. Gagne); dan Teori Belajar
Self-regulated Learning. Ciri-ciri teori belajar kognitif adalah: (1) mementingkan apa yang ada
pada diri si belajar (nativistic); (2) mementingkan keseluruhan (wholistic); (3) mementingkan
peranan fungsi kognitif; (4) mementingan keseimbangan dalam diri pelajar (dynamic
equilibrium); (5) mementingkan kondisi yang ada pada waktu kini (sekarang); (6)
mementingkan pembentukan struktur kognitif; dan (7) dalam pemecahan masalah, ciri khasnya
adalah insight. Berikut ini diuraikan beberapa teori belajar, yakni: (1) Teori Gestalt dari Koffka,
Kohler, dan Wertheimer; (2) Teori Belajar menurut Jean Piaget; (3) Teori Belajar menurut J.
Bruner; (4) Teori Belajar Bermakna Ausubel; (5) Teori Belajar Robert M. Gagne; dan (6) Teori
Self Regulated Learning menurut Zimmerman.
Belajar menurut teori humanistik, menekankan pada isi dan proses yang berorientasi
pada peserta didik sebagai subjek belajar. Teori ini bertujuan memanusiakan manusia, sehingga
ia mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup dan penghidupannya. Dengan sifatnya yang
deskriptif, seolah-olah teori ini memberi arah proses belajar. Kenyataannya, teori ini sulit
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih praktis dan konkret. Berikut ini diuraikan
teori belajar humanistik, yakni: (1) Teori Belajar Benjamin S. Bloom dan Krathwohl; dan (2)
Teori Belajar menurut Kolb. Teori belajar konstruktivitik yang dipaparkan pada bagian ini
adalah teori belajar Vygotsky. Irawan menyatakan jika ingin mengetahui karakter seseorang,
maka lihatlah bagaimana lingkungannya membesarkannya. Berdasarkan pernyataan tersebut
dapat diketahui bahwa lingkungan merupakan media utama yang menjadi tempat seseorang
dalam proses belajarnya. Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam aspek
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.

7
➢ BAB 5 PERANAN PSIKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN SIKAP POSITIF
BELAJAR PESERTA DIDIK
Sikap belajar peserta didik merupakan kesiapan mental peserta didik melalui
pengalaman serta memberikan pengaruh secara langsung terhadap respons peserta didik
nantinya. Sikap belajar peserta didik harus dikuatkan dari waktu ke waktu secara kontinu, sebab
sikap merupakan kondisi yang dinamis dan sikap terbentuk dari hasil pengalaman peserta didik
itu sendiri. Sikap belajar merupakan kecenderungan berperilaku yang dapat bersifat positif dan
negatif.
Perilaku belajar peserta didik adalah suatu aktivitas mental (psikis), yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perilaku belajar yang terjadi pada para
peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya (STAIN Pekalongan, 2015).
Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang
tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara yang refleks atau kebiasaan. Ia datang untuk mengubah
perilaku yang ada agar dapat mencapai tujuan. Setiap perilaku belajar peserta didik selalu
ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku belajar peserta didik ini
disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar.
Motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk
meningkatkan dan mempertahankan kondisi belajarnya yang diwujudkan dalam aktivitas
bersekolah. Kemampuan belajar dalam rangka memperoleh hasil belajar yang baik adalah
sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Jika seseorang mempunyai mempunyai
motivasi besar, maka ia akan lebih giat untuk melakukan sesuatu tersebut, dan demikian juga
jika motivasinya rendah, maka untuk melakukan sesuatu juga rendah pula. Dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, yang penting adalah bagaimana menciptakan
kondisi atau suatu proses yang mengarahkan peserta didik melakukan aktivitas belajar.

➢ BAB 6 PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM PERSFEKTIF KEARIFAN LOKAL


Psikologi pendidikan dalam perspektif kearifan lokal mengacu pada keaslian dan
kemurnian nilai-nilai pribumi atau indigenousyang bertujuan untuk meningkatkan adaptabilitas
guru dan peserta didik dalam konteks proses pembelajaran sehingga dapat melahirkan
pembelajaran yang unik dan typic sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan menjadi
lebih baik. Psikologi pendidikan berkontribusi pada pendidik dan peserta didik dalam
menyelenggarakan pendidikan secara maksimal. Sebab psikologi pendidikan menerapkan ilmu
psikologi untuk mempelajari perkembangan, pembelajaran, motivasi, instruksi, asesmen, dan
permasalahan yang berkaitan dalam belajar pembelajaran. Proses sosial, emosional, dan
kognitif yang berperan dalam pembelajaran menjadi fokus studi untuk kemudian diaplikasikan
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Fokus yang menjadi prioritas
psikologi pendidikan adalah memahami proses belajar, yang mencakup prosedur dan strategi
pembelajaran sehingga peserta didik dapat memperoleh dan memahami pengetahuan baru.
Hakim (2010:91) menyatakan tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam
proses belajar mengajar adalah: (1) kepribadian; (2) pandangan terhadap anak didik; dan (3)
latar belakang guru. Munculnya perspektif terhadap kepribadian peserta didik dan guru tersebut
bersumber dari kondisi lingkungan dan budaya yang ada di masyarakat. Lingkungan dan

8
budaya membawa nilai dan norma tertentu sehingga muncul perilaku yang ditunjukkan oleh
guru dan peserta didik. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai
usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Jika dipandang dari
perspektif kearifan lokal, maka psikologi pendidikan memberikan gambaran mengenai
keragaman budaya yang melatarbelakangi kehidupan peserta didik dan guru sehingga tercipta
hubungan yang berdasarkan nilai dan norma yang dianut sesuai dengan kearifan lokal yang
berlaku (Ridwan, 2007).Hubungan antara peserta didik dan guru dilihat dari perspektif kearifan
lokal, dapat menciptakan kebiasaan dan perilaku yang unik namun tetap bersama dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan.
Secara yuridis pembelajaran berbasis kearifan lokal mengarahkan peserta didik untuk
lebih menghargai warisan budaya Indonesia. Pendidikan Indonesia tidak hanya memiliki peran
membentuk peserta didik menjadi generasi yang berkualitas dari sisi kognitif, tetapi juga harus
membentuk sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang berlaku. Diharapkan
peserta didikakan memiliki pemahaman tentang kerifan lokalnya sendiri, sehingga
menimbulkan kecintaan terhadap budayanya sendiri. Ada berbagai hal yang perlu dipahami
dan diperhatikan oleh seorang pendidik, bukan hanya hal-hal yang tampak pada peserta didik,
tetapi juga memperhatikan hal-hal yang sifatnya tidak tampak namun bisa diketahui. Misalnya
memahami perhatian, minat, bakat, dan emosi peserta didik, yang kesemuanya tercakup dalam
ranah psikologi. Tanpa pemahaman mengenai hal tersebut, pendidik tidak akan mampu
memaksimalkan potensi peserta didik. Begitu pula orang tua harus mengetahui kejiwaan
anaknya. Karena pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah tapi juga di rumah.
Psikologi pendidikan dalam perspektif kearifan lokal mengacu pada keaslian dan
kemurnian nilai-nilai pribumi bertujuan untuk meningkatkan adaptabilitas guru dan peserta
didik dalam konteks proses pembelajaran sehingga dapat melahirkan pembelajaran yang unik.
Contohnya Masyarakat Bali melestarikan lingkungan dengan cara menanam pohon kelapa
sambil menggendong anaknya yang masih balita sebagai pengharapan pohon tersebut dapat
tumbuh subur dan kuat. Perilaku tersebut mengingatkan anak-anaknya agar selalu menanam
pohon baru sebagai pengganti pohon yang ditebang. Dengan demikian, kelestarian lingkungan
akan terjamin sepanjang masa. Jika tradisi dan kebiasaan leluhur orang Bali itu dapat
diterapkan secara berkesinambungan dalam kehidupan sehari-hari, maka umat manusia tidak
akan kehilangan sumber penghidupan.

➢ BAB 7 PSIKOLOGI SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN


Keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan
ditentukan oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, agar
sukses dalam mendidik seorang pendidik perlu memahami perkembangan siswanya, karena hal
ini membantu pendidik dalam memahami tingkah laku. Tingkah laku siswa sendiri dipelajari
dalam suatu ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Siswa dalam proses belajar dan
pembelajaran di dalam pendidikan, individu setiap siswa memiliki karakteristik dan keunikan
yang berbeda satu sama lain, baik ditinjau dari tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap,
motivasi, perasaan, serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Hal ini membutuhkan
pengelolaan yang berbeda. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk menguasai ilmu
psikologi. Landasan psikologi menjadi penting dalam penyelenggaraan pendidikan.

9
Psikologi dibutuhkan diberbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami
kejiwaan seseorang. Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobjek formal perilaku
manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam
berbagai latar. Kajian ahli-ahli psikologi membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan
pembelajaran, terutama dalam menetapkan tujuan pengajaran, memahami peserta didik,
pemilihan metode mengajar, pemilihan sumber belajar, dan penilaian. Psikologi adalah ilmu
yang mempelajari jiwa manusia, sedangkan jiwa sendiri adalah roh dalam keadaan
mengendalikan jasmani yang dapat mempengaruhi alam sekitar.
Belajar merupakan perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil
pengalaman dan bukan hasil dari perkembangan. Belajar selalu melibatkan tiga hal yaitu: (1)
adanya perubahan tingkah laku; (2) sifat perubahannya relatif permanen; dan (3) perubahan
tersebut disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun
perubahan-perubahan kondisi fisik yang temporer sifatnya. Prinsip belajar menurut Gagne
(1979) yakni: (1) kontinuitas, memberikan situasi atau materi yang sesuai dengan harapan
pendidik tentang respons anak yang diharapkan; (2) pengulangan, materi disampaikan secara
berulang-ulang agar anak lebih mudah mengingat situasi atau materi; (3) penguatan, agar anak
dapat lebih bersemangat untuk mengingat suatu materi yaitu dengan cara memberikannya dia
hadiah atau bentuk lainnya; (4) motivasi positif dan percaya diri dalam belajar; (5) tersedia
materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak; (6) ada upaya membangkitkan
ketrampilan intelektual untuk belajar seperti apersepsi dalam belajar; (7) ada strategi yang tepat
untuk mengaktifkan anak dalam belajar; dan (8) aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor dalam pelajaran.
Sikap dan perasaan yang keduanya banyak bertalian dengan lingkungan,
mempengaruhi konsep diri seseorang. Sikap dan perasaan hormat terhadap guru akan
menimbulkan konsep diri menyerupai penampilan guru. Motivasi juga merupakan salah satu
aspek psikologi sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang akan sulit untuk berpartisipasi
di masyarakat. Adapun faktor-faktor yang menentukan motivasi adalah: (1) minat dan
kebutuhan individu; (2) persepsi kesulitanakan tugas-tugas; dan (3) harapan sukses. Perilaku
yang bertentangan dengan hubungan intim adalah perilaku agresif. Perilaku agresif adalah
perilaku yang menyakiti orang lain. Freedman (1981) menyatakan ada tiga kategori agresif,
yaitu: (1) agresif anti sosial, misalnya perilaku yang suka menampar orang, memeksakan
kehendak, memaki-maki dan sebagainya; (2) agresif prososial, misalnya perilaku memukul
pencuri yang sedang mencuri, menembak teroris, menyekap preman, dan sebagainya; dan (3)
agresif sanksi, misalnya wanita menampar karena badannya diraba laki-laki, tuan rumah
menembak pencuri yang menjarah rumahnya, wanita memaki-maki orang yang memfitnahnya,
dan sebagainya.
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan
keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sedangkan kesiapan kognisi bertalian dengan
pengetahuan, pikiran dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang
baru. Kemampuan tersebut bergantug pada tingkat kematangan intelektual. Contoh
kematangan intelektual antara lain adalah tingkat-tingkat perkembangan kognisi, berkaitan
dengan latar belakang di atas, Ausubel mengatakan faktor yang paling penting mempengaruhi
belajar adalah apa yang sudah diketahui oleh anak-anak.
Menurut konsep pendidikan di Indonesia, individu manusia harus berkembang secara
total membentuk manusia yang berkembang seutuhnya dan diwarnai sila-sila Pancasila.

10
Perkembangan seutuhnya adalah perkembangan individu yang memenuhi tiga kriteria yakni:
(1) semua potensi berkembang secara proporsional, berimbang, dan harmonis; (2) berkembang
secara optimal; dan (3) berkembang secara integratif. Setiap pendidik harus mengetahui dan
memahami perkembangan psikologi peserta didik, agar proses belajar mengajar bisa berjalan
dengan optimal serta menambah wawasan peserta didik untuk bisa diterapkan dimasa yang
akan datang dan bersifat permanen.

2.2 BUKU KEDUA

➢ BAB 1 KONSEP PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN ABAD


21

A. Pendahuluan
Abad 21 dikenal dengan era revolusi industri 4.0 dan society 5.0 dimana terjadi
distrupsi teknologi yang menjadi titik acuan dari semua aspek kehidupan yang kita jalani
menjadi serba digital. Tuntutan kebutuhan untuk abad 21 tidak bisa terlapas dari penggunaan
teknologi yang memadai, oleh sebab itu pendidikan harus menjadi penggerak utama dalam
mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap menggunakan teknologi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Penerapan penggunaan teknologi dilembaga pendidikan merupakan cara
yang dipandang efektif dalam membetuk sumber daya manusia yang siap menggunakan
teknologi dalam menghadapi tantangan abad 21 (Iskandar, Dedi Sastradika, and Defrianti,
2019)

Walaupun teori model pembelajaran pada abad 21 dengan menggunakan sumber


belajar yang terkoneksi dengan web dengan model elearning sudah lama dicanangkan namun
implementasi di lembaga pendidikan lajunya sangat lambat, dengan terjadinya pandemi Covid-
19 menjadi tidak ada pilihan selain melalui pembelajaran daring yang terkoneksi dengan
internet, sehingga pembelajaran konvensional berbasis tatap muka di sekolah terhenti dan
menjadi pembelajaran daring atau jarak jauh yang sangat mengandalkan kemampuan
menggunakan teknologi untuk melakukan interaksi dalam pembelajaran.

Akibat pandemi Covid 19 memaksa lembaga pendidikan melalukan perubahan


mendasar dalam pelayanan pembelajaran dalam mendidik generasi melenia masa sekarang dan
masa depan, sehingga saat ini membuat; pertama, proses pendidikan seluruh dunia semakin
terhubung; kedua pendefenisian peran pendidik dan peserta didik; ketiga, mengajarkan
pentingnya keterampilan hidup diamasa yang akan datang; dan keempat, membuka lebih luas
peran teknologi dalam menunjang proses penyelenggaraan pendidikan, artinya perubahan
perilaku dalam pendidikan saat ini dan kedepan menuntut kita memaksa diri kita untuk
beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Luthra & Marckenzi (2020).

Peran pendidik untuk memastikan kegiatan pembelajaran secara daring (online)


menjadi sangat strategis, proses pembelajaran yang dilakukan dalam era distruspi ini
menunjukkan bahwa proses pembelajaran berjalan tidak dibatasi waktu dan ruang kelas
(dimana saja pendidik dan peserta didik berada) yang terpenting terkoneksi dengan akases
internet melalui perangkat personal computer (PC)/ leptop/Hendphon, pendidik dapat

11
melakukan melakukan pembelajaran bersamaan dengan waktu melalalui aplikasi ZOOM,
WhatsApp (WA), Insagram, sebagai media pembelajaaran untuk melakukan interaksi
pembelajaran untuk memberi materi pelajalajaran, berdiskusi, memberi tugas sesuai dengan
tujuan dari pembelajaran.

Perubahan peran pendidik terhadap kebutuhan peserta didik disebabkan oleh


perkembangan teknologi informasi menjadi keharusan. Pendidik dengan teknologi informasi
masa kini yang terus berkembang seorang peserta didik dapat mengakses sumber belajar yang
beraneka ragam informasi yang didukung perangkat kerasnya hardware (komputer, HP
Androit) dan perangkat lunak software (whatsapp, edmodo, google meet, zoom, massseger dan
platform elearning yang dirancang masing-masing lembaga pendidikan), sehingga mengubah
paradigma pembelajaran dari komunikasi pembelajaran di kelas yang terbatas dengan kelas
daring/maya. Dengan demikian peserta didik tidak hanya dapat belajar difasilitasi oleh
gurunya, melainkan juga dari segala sumber belajar yang tersedia dan terakses melalui jaringan
internet dikelas maya. Oleh karena itu, telah terjadi perubahan perilaku yang urgen dalam
pendidikan yaitu orientasi pembelajaran yang difasilitasi oleh pendidik, untuk peserta didik
yang harus memahami dan memiliki kompetensi abad 21.

Pengetahuan psikologi pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi guru
dan dosen (pendidik) dalam melaksanakan pengajaran dan bagi peserta didik dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Di dalam proses pengajaran dan pembelajaran terjadi
proses (interaksi) antara pendidik dengan peserta didik, dalam interaksi ini terdapat peristiwa
psikologis yang dijadikan rambu-rambu oleh para pendidik dalam memperlakukan peserta
didik secara efektif dan efesien baik secara tatap muka langsung maupun secara daring melalui
desain aplikasi elearning melalui komputer/Gadget Androit. Para tenaga pendidik dituntut
untuk memahami dan menguasai teori dan aplikasi psikologi pendidikan agar mereka
melaksanakan pengajaran dalam proses pendidikan secara berdayaguna dan berhasilguna.
Pengetahuan tentang psikologi yang berhubungan dengan pendidikan merupakan suatu
keharusan yang mutlak yang perlu dikuasai oleh pendidik, peserta didik, akademisi pendidikan,
peneliti pendidikan maupun (Stakeholders) pendidikan dalam melaksanakan tujuan
pendidikan.

B. Konsep Psikologi Pendidikan


Secara etimologis, psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang berarti jiwa dan
“logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Dalam arti kata, psikologi seolah-olah adalah ilmu jiwa
atau ilmu yang mempelajari jiwa. Objek psikologis yang paling mudah untuk diamati dan
dipelajari adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri. Artinya, berupa gejala perilaku individu yang
berinteraksi dengan lingkungan. Jadi, psikologi dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari
perilaku individu yang berinteraksi dengan lingkungan.

Menurut aliran behaviorisme, psikologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang
menekankan kepada perilaku manusia (perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun
yang tidak dipelajari) sebagai pokok masalah kajian (Watson, 1919), adapun yang menjadi
objek material dari kajian psikologi adalah: perilaku manusia yang nampak (overt behavior)
yang bersifat objektif dan dapat diamati, dan perilaku yang tidak nampak ( covert behavior).

12
Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general psychology) yang
mengkaji perilaku individu pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku
individu dalam situasi khusus.
Psikologi umum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan
atau tingkahlaku manusia secara umum yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati.
Sedangkan psikologi khusus merupakan cabang-cabang atau subdisipilin psikologi yang
mempelajari gejala-gejala kejiwaan atau perilaku sekelompok manusia secara khusus yang
sesuai dengan bidang kajian. Adapun bidang-bidang psikologi khusus, atau sub disiplin
psikologi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. psikologi perkembangan;
2. psikologi kepribadian;
3. psikologi kliniks;
4. psikologi kognitif;
5. psikologi abnormal;
6. psikologi industri;
7. psikologi sosial dan;
8. psikologi pendidikan.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu pengetahuan karena
didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
1. Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang
terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti pendidik,
administrator, orang tua peserta didik dan (stakeholders) masyarakat pendidikan.
2. Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil–dalil psikologi
pendidikan dihasilkan berdasarkan kajian ilmiah (rasional, sistematis, dan empiris)
melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara
pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
3. Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan
pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan (Ahmad Sudrajat, 2008).

Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang
psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan
dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi
berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka
pencapaian efektivitas proses pendidikan.

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang,


diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat (stakeholders) dan orang tua
peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien,
maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami
tentang perilaku individu, kelompok maupun sosial sekaligus dapat menunjukkan perilakunya
secara efektif dan efesien dalam proses pendidikan.

Salah seorang guru besar psikologi University of New York City, Arthur S. Rober
(1988) dalam Muhibbin (1995: 12) psikologi pendidikan merupakan subdisiplin ilmu psikologi
yang berkaitan dengan teori dan masalah-masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal,
sebagai berikut:

13
1. Penerapan prinsip-prinsip dalam kelas.
2. Pengembangan dan pembaruan kurikulum.
3. Ujian evaluasi bakat dan kemampuan.
4. Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendadayagunaan
ranah kognitif.
5. Peneyelenggaraan pendidikan keguruan.

Dari pendapat para pakar-pakar psikologi dapat disimpulkan bahwa psikologi


pendidikan merupakan satu kajian yang ilmiah yang (rasional, sitematis dan emperis) yang
berfokus kepada kajian masalah-masalah psikologis dalam mempelajari dan memahami gejala-
gejala psikologis individu, kielompok maupun sosial yang terkait dalam pelaksanaan proses
pembelajaran (interaksi pendidik dengan peserta didik), dan stakeholders dalam dunia pendidikan abad
21.

C. Arti Penting Psikologi Pendidikan bagi Pendidik dan Peserta Didik

Profesi seorang pendidik (guru & dosen) dituntut untuk memiliki banyak aspek
kompetensi untuk memahami banyak terkait dengan perilaku peserta didik dengan berperan
sebagai, mentor, pendidik, pelatih. Harus memahami dan menguasai fungsinya, terutama
perilaku siswa segala aspek, membantu mereka untuk menjalankan proses pembelajaran secara
efektif dan efisien yang dapat memberikan kontribusi nyata untuk mencapai tujuan pendidikan.

Keharusan guru & dosen memperoleh dan mengusai pengetahuan psikologi pendidikan
merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki guru & dosen yaitu kompetensi
pedagogik. Muhibbin Syah (2005) berpendapat bahwa di antara pengetahuan yang harus
dimiliki guru & Dosen serta calon pendidik adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat
kaitannya dengan proses pendidikan dan pembelajaran peserta didik.

Dengan kata lain, dari sudut pandang psikologi, pendidik (guru & dosen) memposisikan
diri sebagai ahli psikologi pendidikan, sedangkan guru & dosen (pendidik) menjalankan
tugasnya sebagai pendidik dalam pendidikan, teori dan praktik. Pendidik harus secara khusus
mampu menciptakan suasana hubungan dengan peserta didik sehingga mereka dapat mencapai
tujuan pendidikannya. Di sisi lain, Doyle, yang dikutip oleh Akhmad Sudrajat (2009),
mengemukakan dua peran utama guru & dosen dalam pembelajaran harus dapat menciptakan
membangun jaringan dan jalinan humanis dalam mempromosikan pembelajaran (promoting
learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang secara langsung maupun
tidak langsung berkaitan dengan proses pembelajaran, seperti pengaturan tempat duduk,
kedisiplinan peserta didik di dalam kelas, interaksi siswa dengan siswa serta dengan guru,
waktu mulai dan akhir setiap sesi pembelajaran. Proses pembelajaran yang terkait dengan
pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan ajar, prosedur dan sistem informasi dan
teknologi yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar yang adaptif dan
responsif. Konsep ini terkait erat dengan bidang psikologi pendidikan yang perlu dipelajari dan
diterapkan dalam dunia pendidikan.

Dengan memahami konsep psikologi pendidikan, guru & dosen (pendidik) dapat
mengimplementasikan melalui pertimbangan psikologis dalam upaya:

14
1. Mengembangkan tujuan pembelajaran secara tepat
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai yang relevan dengan kebutuhan
dan perkembangan peserta didik
3. Memberikan nasehat atau tauladan kepada pserta didik
4. Mendampingi dan memfasilitasi pembelajaran siswa.
5. Ciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan
6. Membangun Interaksi secara tepat dengan peserta didik.
7. Mengevaluasi proses dab hasil belajar yang adil

D. Perspektif Psikologi Pendidikan terhadap Guru dan Dosen (Pendidik) yang Profesional

Menjadi guru & dosen yang profesional adalah suatu keharusan, memilih berproses dan
hasil yang mulia bagi pendidik serta keberhasilan pendidik dalam proses pembelajaran adalah
keniscayaan dan tidak boleh menjadi perubahan kewajiban profesional. Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (Pasal 1, ayat 1, 2, dan 3), sebagai
berikut:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi

Jika pendidik (guru dan dosen) tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran
informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia
akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun (stakeholders)
masyarakat pendidikan. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru dan dosen
(pendidik) perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru dan dosen (pendidik)
harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru dan dosen (pendidik) masa depan harus paham penelitian guna mendukung
terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil
penelitiaan guru dan dosen (pendidik) tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut
asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta
didiknya

E. Bidang-Bidang Kajian Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan merupakan hasil dari perkembangan dari bidang kajian psikologi
perkembangan, psikologi sosial dan psikologi kepribadian sehingga hampir sebagian besar

15
teori-teori dalam psikologi perkembangan, psikologi sosial, dan psikologi kepribadian
digunakan di dalam psikologi pendidikan. Adapun bidang kajian psikologi pendidikan yaitu
mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektivitas sebuah
pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah dan kelas.

Psikologi pendidikan merupakan sebuah disiplin ilmu psikologi khusus yang


mempelajari atau membahas tentang fenomena-fenomena perilaku manusia yang terlibat
dalam dunia pendidikan. Masalah yang sentral dalam psikologi pendidikan adalah masalah
belajar dan mengajar sebagai operasional dalam usaha pendidikan. Proses pendidikan
(pengajaran dan pembelajaran) merupakan pelayananan yang sudah dirancang secara khusus
bagi peserta didik, yang menyangkut berbagai komponen, seperti interaksi pendidik dengan
peserta didik, tujuan yang akan dicapai, materi yang yang diberikan, metode, infrastruktur,
lingkungan pendidikan (Stackholder).
Psikologi pendidikan secara khusus sangat memperhatikan perilaku pendidik (dosen
dan guru) yang mengajar peserta didik yang melakukan proses pembelajaran terkait dengan
tujuan pendidikan. Psikologi pendidikan bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor psikologis
yang berperan dalam proses pendidikan.

Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari, dan memahami gejala-


gejala perilaku manusia, dengan tujuan dapat memperlakukannya dengan tepat, oleh itu
pengetahuan dan kemampuan psikologis mengenai murid, siswa atau mahasiswa (peserta
didik) dalam proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting bagi setiap guru dan dosen
(pendidik) bahkan (stackholder) orang tua, peneliti pendidikan maupun masyarakat pengguna.
Mengingat setiap orang pada suatu saat melakukan perbuatan mendidik dan belajar. Maka pada
hakikatnya psikologi pendidikan itu dibutuhkan oleh semua orang.

F. Kontribusi Kajian Bidang Psikologi Pendidikan Terhadap Proses Pendidikan

Psikologi pendidikan dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu psikologi yang secara
khusus mempelajari perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan, dengan tujuan
menemukan fakta, generalisasi, dan teori psikologi. Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi
proses pendidikan (Akhmad Sudrajat, 2009). u, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara
efektif dan efesien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya
dapat memahami tentang perilaku individu, kelompok, maupun sosial sekaligus dapat
menunjukkan perilakunya secara efektif. Individu peserta didik dapat secara efektif
menjalankan tugas dan perannya dalam semua aspek, sehingga memberikan kontribusi nyata
bagi realisasi tujuan pendidikan peserta didik.
Menurut Akhmad Sudrajat (2009) kontribusi bidang psikologi pendidikan terhadap
proses pendidikan sebagai berikut
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan dan Pembaharuan
Kurikulum.
Konsep ini merekomendasikan bahwa kurikulum pendidikan harus dapat memberikan
kesempatan kepada individu untuk mengembangkan potensinya, baik dalam materi
pelajaran maupun dalam metode pengajaran. Secara khusus dalam konteks pendidikan
Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis
kompetensi tingkat satuan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai. begitu. Kebiasaan berpikir dan bertindak yang konsisten dan

16
berkesinambungan memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu,
dalam mengembangkan dan memelihara kurikulum berbasis kompetensi, penelitian
psikologi terutama berkaitan dengan aspek-aspek berikut:
• Kemampuan peserta didik untuk melakukan sesuatu dalam situasi yang
berbeda.
• Pengalaman belajar peserta didik.
• Hasil Belajar dan
• Standarisasi keterampilan peserta didik.

2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran


Studi di bidang Psikologi Pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari
sistem pembelajaran. Kita tahu bahwa ada beberapa teori dalam pembelajaran, seperti
teori pengkondisian klasik, teori asosiatif, pengkondisian operan, teori pengkondisian,
teori gaya, teori kognitif, dan teori kognitif. Selain kontroversi terkait dengan
kelemahan masing-masing teori tersebut, ternyata teori tersebut memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap proses pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2009). Selain itu,
kajian psikologi pendidikan telah menghasilkan beberapa prinsip dasar kegiatan
pembelajaran dengan menghadirkan 13 prinsip pembelajaran (Nasution, 2005).
1. Bagi mereka yang tidak bisa benar-benar belajar, ia harus memiliki satu tujuan.
2. Tujuan itu harus berasal dari atau berkaitan dengan kebutuhan hidup dan tidak boleh
dipaksakan oleh orang lain.
3. Orang tersebut perlu mengatasi berbagai kesulitan dan bekerja dengan tekun untuk
mencapai tujuan yang sesuai untuknya.
4. Belajar harus dibuktikan dengan perubahan perilaku.
5. Selain tujuan utama yang ingin dicapai, hasil sekunder perlu dicapai.
6. Belajar lebih baik dengan berlari atau berlari.
7. Pembelajar holistik dari aspek emosional, sosial dan moral serta intelektual.
8. Seseorang yang membutuhkan bantuan dan nasihat orang lain.
9. Membutuhkan intuisi untuk belajar. Apa yang telah peserta didik pelajari harus
benar-benar dipahami. Belajar lebih dari sekadar mengingat fakta secara verbal.
10. Selain mengejar tujuan pembelajaran yang nyata, orang sering mengejar tujuan lain.
11. Usaha yang berhasil akan membuat belajar lebih bermanfaat.
12. Tes dan latihan diperlukan, tetapi pengetahuan awal diperlukan.
13. Perlu menanamkan kemauan untuk belajar.

3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Evaluasi


Mengevaluasi pendidikan adalah salah satu aspek penting pendidikan untuk memahami
seberapa sukses pendidikan. Melalui penelitian psikologi, kita dapat memahami
perkembangan perilaku yang dicapai peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan
atau pembelajaran tertentu. Selain itu, penelitian psikologi telah memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap pengukuran potensi setiap peserta didik, terutama setelah
pengembangan berbagai tes psikologi, untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat, dan
kecerdasan sifat kepribadian lainnya. , Multiple Aptitude Test (MAT), Diferensial Aptitude
Test (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya (Akhmad Sudrajat, 2009).

17
➢ BAB 2 PERKEMBANGAN INDIVIDU DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

A. KONSEP PERKEMBANGAN INDIVIDU

Perkembangan individu dapat dipahami sebagai perubahan yang sistematis, bertahap


dan terus-menerus dari individu sejak lahir sampai akhir hayat, atau perubahan yang dialami
individu ke tingkat kedewasaan atau kedewasaan yang ia mampu. Adapun dimaksud dengan
perubahan sistematis adalah perubahan dalam proses perkembangan yang saling bergantung
satu sama lain atau interaksi fisik dan psikologis antara satu bagian dengan bagian lainnya
untuk membentuk keseluruhan yang harmonis, seperti; perkembangan kognitif. Kemampuan
seseorang untuk berjalan berhubungan dengan persiapan otot-otot kaki.

Progresif berarti bahwa sedang berlangsung perubahan-perubahan yang maju,


meningkat dan menyebar, baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (spiritual). Contoh:
skala fisik dan variasi ketinggian (kecil ke besar dan pendek ke panjang). Perubahan
pengetahuan dan keterampilan dari yang sederhana hingga yang kompleks (dari pengenalan
karakter hingga keterampilan membaca).

Kontinuitas berarti perubahan pada bagian atau fungsi tubuh yang sering atau terus
menerus terjadi. Contoh: untuk dapat berdiri, seorang anak harus terlebih dahulu memperoleh
fase pra-perkembangan, yaitu kemampuan duduk dan merangkak (Akhmad Sudrajat, 2009).
Perkembangan tidak berhenti, dan semua aspek perkembangan saling terkait, sehingga setiap
tahap perkembangan memiliki karakteristiknya sendiri: (bayi, masa kanakkanak, remaja,
dewasa), semua individu normal melalui tahapan perkembangan. Tergantung pada pola atau
arah perkembangan individu tertentu.

B. TAHAPAN PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN INDIVIDU

Manusia membutuhkan kecerdasan fisik dan mental, yang semuanya hanya dapat
dicapai dengan belajar. Tentunya belajar sangat penting bagi kehidupan manusia. Dipahami
juga bahwa anak-anak (manusia) membutuhkan waktu yang lama untuk belajar selama
hidupnya, dari bayi hingga usia tua. Oleh karena itu, orang selalu belajar, kapan saja, di mana
saja. Belajar itu sendiri dapat diartikan, antara lain:
1. (1) Hilgard mengatakan :Learning is the proses by which an activity originates as
changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural
environment). Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan
melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam Iingkungan alamiah).
2. Morgan; belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen yang terjadi
sebagai hasil latihan atau pengalaman.
3. James P. Chaplin, belajar (belajar, mengetahui) berarti membuat perubahan yang relatif
bertahan lama dalam perilaku yang dihasilkan dari latihan atau pengalaman

Dari definisi belajar ini, Sumadi Suryabrata (2005) menyimpulkan:

18
1. Belajar menyebabkan perubahan (penolakan terhadap perubahan perilaku saat ini atau
potensial.
2. Perubahan Perubahan pada dasarnya adalah perolehan keterampilan baru.
3. Perubahan disebabkan oleh usaha (kesengajaan)

Pembelajaran selalu menempati banyak bidang disiplin ilmu pendidikan dan psikologi
belajar. Sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan manusia dari masa bayi sampai usia
tua, dikutip oleh Havehurst dalam Made Pidarta, 1997:
1. Tahapan perkembangan masa kanak-kanak.;
2. Tahapan perkembangan Perkembangan masa anak-anak;
3. Perkembangan masa remaja;
4. Perkembangan masa dewasa muda.;
5. Tahapan perkembangan usia paruh baya;
6. Tahapan perkembangan usia lanjut.

C. PERKEMBAGAN PESERTA DIDIK SECARA DIDAKTIS

Syamsu Yusuf (2003) mengemukakan beberapa tahapan perkembangan individu


dengan menggunakan pendekatan didaktis, sebagai berikut:
1. Masa Usia Pra Sekolah Masa Usia Pra Sekolah terbagi dua yaitu: (1) Masa Vital dan
(2) Masa Estetik.
a. Masa Vital; pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk
menemukan berbagai hal dalam dunianya
b. Periode Estetika; Periode ini dianggap sebagai periode perkembangan kesadaran
estetika
2. Masa Usia Jenjang Pendidikan Dasar
Masa Usia Pendidikan Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian
bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah.
Ciri-ciri utama anak dewasa adalah: (1) merasa ingin meninggalkan rumah dan
bergabung dengan kelompok teman. (2) keadaan fisik yang memungkinkan anak-anak
memasuki dunia bermain dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani; (3)
memasuki dunia mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan komunikasi yang
luas (Tohirin, 2005:34).

Adapun tugas anak-anak pada usia sekolah dasar ini adalah:


1. belajar ketrampilan jasmani atau fisik melalui bermain
2. belajar bergaul
3. belajar mengembangkan kemampuan menulis, membaca, dan menghitung
4. belajar mengenal kemampuan dirinya
5. belajar memainkan berperan sebagai lelaki maupun wanita
6. belajar membandingkan diri dengan yang lainnya
7. belajar menentukan pilihan yang sesuai dengan keinginannya
8. belajar bersikap bebas atau tidak terikat menentukan sesuatu kehendak.

Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu : (a) masa kelas-kelas rendah dan (b) masa
kelas tinggi. Adapun ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6 atau 7 sampai 9 atau10 tahun) :

19
1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi
2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
4. Membandingkan dirinya dengan anak yang lain
5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
6. Pada masa ini (terutama usia 6 sampai 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor
yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik
atau tidak.

Karakteristik masa kelas-kelas (9 atau 10 hingga 12 atau 13 tahun):


1. Suka kehidupan sehari-hari yang konkret
2. Sangat praktis dan ingin tahu
3. Menjelang akhir periode ini ada minat khusus Mata pelajaran ketika mereka tertarik
dalam masalah atau ketika bakat khusus mulai muncul
4. Pada usia 11 tahun, anak-anak membutuhkan guru dan orang dewasa lainnya untuk
menyelesaikan pekerjaan rumah mereka dan memenuhi keinginan mereka sudah
cukup.
5. Setelah usia ini, anak-anak sering bebas mengerjakan pekerjaannya dan berusaha
menyelesaikannya.;
6. Suka membentuk kelompok teman sebaya untuk bermain, dalam permainan ini,
mereka tidak terikat oleh aturan tradisional (yang ada), mereka membuat aturan
sendiri.
Beberapa faktor penting yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian anak pada
tahap ini termasuk bagaimana mereka berinteraksi dengan orang tua dan semua anggota
keluarga lainnya, kondisi fisik seperti tinggi dan berat badan, mendengarkan dan belajar anak
Anda. Kebutuhan anak-anak pada tahap remaja ini berbeda dengan kebutuhan mereka pada
usia dini. Ini harus diperhitungkan oleh orang tua, yang mencoba yang terbaik untuk
mengakomodasi kebutuhan perkembanganya.

Kebutuhan anak adalah:


1. Kebutuhan dasar (primer) akan makanan, minuman, pakaian
2. Kebutuhan psikologis seperti kepastian dan emosi.
3. Kebutuhan sosial akan penerimaan diri.
4. Kebutuhan akan perhatian dan harga diri.
5. Perlu banyak belajar untuk bisa mengasah bakat sebagai bekal perjalanan hidup
yang panjang.
6. Kebutuhan untuk mengenali ide-ide yang telah datang untuk diucapkan di
masyarakat dan untuk mengetahui isi dunia, tentu saja, sesuai dengan kemampuan
dan kedewasaan anak-anak pada usia ini.
Anak-anak pada fase ini perlu lebih diperhatikan dalam masa rentan ini, tetapi jelas
memberi mereka kebebasan, yang merupakan salah satu kebutuhan pertama mereka. Anak-
anak sekarang sangat membutuhkan nasihat dan bimbingan khusus dari orang tua mereka
tentang bagaimana mengarungi lautan kehidupan yang penuh tantangan dan liku-liku.

Langkah-langkah penting dalam membesarkan anak pada tahap ini adalah:


a. Pendidikan sangat ketat
b. Dorongan untuk Belajar

20
c. Melatih Anak untuk Patuh
d. Pengawasan Anak
e. Pencegahan perilaku tidak etis
f. Membangun hubungan dengan contoh yang baik

3. Usia Pendidikan Menengah (Remaja)


Usia pendidikan menengah bertepatan dengan masa remaja dan secara akurat dibagi
menjadi tiga bagian.
• Masa remaja awal. Hal ini sering ditandai dengan karakteristikfisik dan mental
negatif, hasil, dan sikap sosial.
• Masa remaja; Pada titik ini, motivasi untuk hidup mulai tumbuh dan kebutuhan akan
teman yang dapat memahami dan membantunya mulai tumbuh. Sekaranglah
waktunya untuk mencari sesuatu yang berharga yang patut disyukuri dan disembah.
• Masa Remaja Akhir; Ketika masa remaja menentukan kedudukan hidupnya, pada
hakekatnya ia mencapai akhir masa remaja dan menyelesaikan tugastugas
perkembangan remaja, dengan demikian masa berikutnya, atau masa dewasa,
dijadikan landasan untuk memasukinya

Tugas perkembangan yang dilakukan selama masa remaja awal, remaja, dan remaja
akhir meliputi:
1. Jalin hubungan yang lebih dewasa dengan rekan-rekan Anda.
2. Perolehan peran sosial sebagai pria atau wanita.
3. Terima kondisi fisik Anda dan gunakan secara efektif.
4. Memperoleh kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5. Mencapai kemandirian finansial yang terjamin.
6. Seleksi dan persiapan profesional.
7. Mempersiapkan pernikahan dan kehidupan keluarga.
8. Mengembangkan kapasitas intelektual dan konsep yang diperlukan untuk
kewarganegaraan.
9. Mengadopsi perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
10. Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai pedoman/pedoman untuk
bertindak.

Usia pendidikan tinggi (18 sampai 25 tahun) Periode ini dapat dibagi dari remaja akhir
sampai dewasa awal atau usia pertengahan dan merupakan lembaga kehidupan di sekolah.
Tantangan perkembangan yang harus dicapai pada masa dewasa awal (setelah 21 tahun)
adalah:
1. Pemilihan pasangan.
2. Belajarlah untuk hidup dengan pasangan Anda.
3. Mulailah hidup dengan pasangan hidup.
4. Penitipan anak.
5. Bisnis keluarga.
6. Cara berangkat kerja.
7. Bertanggung jawab sebagai warga negara.
8. Mencari grup yang cocok.

21
A. BAB 3 MEMBANGUN KECERDASAN ABAD 21

A. PENDAHLUAN
Kecerdasan memungkinkan manusia untuk mempertahankan dan terus meningkatkan
kualitas hidup mereka yang semakin kompleks melalui proses berpikir dan belajar yang
berkelanjutan dan diperlukan untuk mensyukuri atas kelebihan tersebut, walaupun dalam
bentuk fisik, yang tidak terlalu kuat, manusia masih hidup sekarang. Manusia dapat
mempertahankan keberadaan dan peradabannya.

Salah satu definisi kecerdasan yang paling umum digunakan menurut Wechsler. Ia
menyatakan kecerdasan sebagai konsep umum yang berkaitan dengan kemampuan seorang
individu untuk bertindak untuk tujuan tertentu. Chaplin (1975), di sisi lain, menawarkan
pemahaman kecerdasan sebagai kemampuan untuk bereaksi dengan cepat dan efektif dan untuk
beradaptasi dengan situasi baru. Selanjutnya Anita E. Woolfolk (1975) mengemukakan bahwa
menurut teori lama, kecerdasan memiliki tiga arti: (2) Penguasaan pengetahuan yang diperoleh.
(3) Kemampuan beradaptasi dengan situasi dan lingkungan baru secara umum (Akhmad
Sudrajat, 2009).

Kecerdasan Intelektual (IQ) pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Prancis Alfred
Binet pada awal abad ke-20, sehingga Luis Thermann dari Stanford University berusaha untuk
membakukan tes IQ yang dijalankan oleh Binet yang dikembangkan dengan melihat standar
populasi. Dikenal sebagai tes Stanford Binet. Selama bertahun-tahun, IQ telah dianggap
sebagai ukuran standar kecerdasan, tetapi sesuai dengan tantangan dan kondisi kehidupan
modern yang kompleks, standar IQ ini untuk para sarjana, peneliti, dan akademisi. perdebatan
sengit, terutama di kalangan masyarakat umum. Ketika sampai pada tingkat kecerdasan,
kesuksesan atau pemenuhan dalam hidup (Sudrajat, 2009). Menurut Danah Zohar, bentuk
kecerdasan manusia itu banyak dan tak terbatas, namun dapat dihubungkan kepada tiga
kecerdasan IQ, EQ dan SQ. Manusia memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual.

B. KECERDASAN INTELEKTUAL (IQ)


Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah kecerdasan dasar yang terkait dengan proses
kognitif dan pembelajaran dengan menggunakan keterampilan matematika logis dan
keterampilan kognitif (menulis, membaca, menyimpan, menghitung dan merespon).
Kecerdasan ini disebut kecerdasan rasional karena menggunakan hubungan potensial untuk
memecahkan masalah. Penilaian kecerdasan dapat dilakukan melalui tes atau ujian yang
mendukung daya ingat, penalaran, penguasaan kosakata, ketepatan perhitungan, dan analisis
data.

Kecerdasan intelektual Intelligence Quotient (IQ) muncul sejak dalam kehidupan


keluarga dan masyarakat, sejak anak di dalam kandungan (masa pranata) sampai tumbuh
menjadi dewasa. Kecerdasan intelektual (IQ) pada umumnya dapat diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau diri dengan lingkungan dengan cara
yang tepat.Proses kerja Intelligence Quotient (IQ) terkenal dengan linier. Pertanyaan
menimbulkan jawaban dalam hal yang begitu mirip dengan cara nouren (sel saraf) mencari
neuron lain. Ketika kita diberikan pertanyaan secara harfiah keritka seseorang mangajukan

22
pertanyaan kepada kita, kita biasanya dapat menemukan jawaban, mudah-mudahan jawaban
yang benar atau jawaban yang diinginkan. (Covey, Steven, 2004).Intelegensi adalah sebuah
konsep, yang dioperasionalisasikan dengan suatu alat ukur, dan keluaran dari alat ukur inilah
yang berupa IQ.

C. KECERDASAN MULTIPLE INTELIGENCE


Gardner seorang profesor pendidikan Harvard yang mempelajari kecerdasan manusia,
mematahkan mitos bahwa IQ tetap ada.Kecerdasan emosional (EQ) dapat dikembangkan
sepanjang hidup melalui pembelajaran. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
untuk memecahkan suatu masalah dan menciptakan suatu produk dalam konteks yang berbeda
dalam situasi kehidupan nyata.Menurut psikolog Gardner dari, teori “multiple intelligences”
(MI) menyatakan bahwa ada banyak kemampuan yang belum dikembangkan manusia.Dalam
penemuannya, setidaknya ada tujuh kearifan yang dinilai sebagai kearifan. Ketujuh kecerdasan
tersebut meliputi kecerdasan logis, matematika, linguistik, visual, musik, kinestetik, fisik,
interpersonal, interpersonal, dan natural.

Teori kecerdasan majemuk yang diprakarsai oleh psikolog Gardner mencatat bahwa
menulis dibagi menjadi dua kecerdasan: kecerdasan linguistik (Word Smart) dan kecerdasan
pribadi (self-Smart). Kedua kecerdasan tersebut menggunakan alat Aktivitas Menulis untuk
meningkatkan kedua kecerdasan tersebut. Setidaknya “kegiatan menulis” berkontribusi pada
peningkatan dua pikiran. Model kecerdasan ganda adalah:
1. Kecerdasan Matematis
Kecerdasan matematis logis memecahkan masalah sendiri dengan menggunakan
kemampuan seseorang untuk berpikir dan bernalar, berpikir dalam kerangka aturan
aturan logika, untuk memahami dan menganalisis dan menggunakan penyebut.
2. Kecerdasan Linguistik
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide dengan
menggunakan bahasa dan kata-kata tertulis dan lisan dalam berbagai bentuk.
Kecerdasan lin4guistik tergantung pada kemampuan berbicara dan menulis.Menurut
Armstrong, orang-orang berbakat di bidang ini akan bergairah dan peka terhadap bunyi
dan fonologi bahasa.Mereka sering menggunakan permainan kata-kata, sajak, hinaan,
sugesti, onomatopoeias dan cara-cara lain. Ia juga pandai memanipulasi sintaks
(struktur kalimat atau posisi) dan memanipulasi kepekaan bahasa melalui semantik
(memahami makna). Keterampilan kecerdasan linguistik dapat digunakan oleh siswa
(siswa) dan guru (pendidik) dalam bentuk lisan (komunikasi, diskusi, percakapan) dan
tertulis.
3. Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal mencakup kemampuan orang untuk peka terhadap suara nonverbal
di sekitarnya, yang termasuk dalam kasus ini adalah suara dan ritme.
4. Kecerdasan Visual
Kecerdasan Visual Spasial mencakup kemampuan untuk lebih memahami hubungan
antara objek dan ruang. Kemampuan untuk membayangkan bentuk sebenarnya dan
memecahkan berbagai masalah yang terkait dengan kemampuan itu berasal dari jenis
kecerdasan spasial intuitif ini. Misalnya, anak-anak ini pandai melacak permainan
selama operasi pengintaian atau penyamaran.
5. Kecerdasan Motorik

23
Kecerdasan motorik mencakup kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan
sebagian atau seluruh tubuh untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah
Hal ini terlihat pada anak-anak yang pandai olahraga seperti bulu tangkis, sepak bola,
tenis dan renang. Atau mungkin tampak pada anak yang pandai menari, anak yang
pandai akrobat, atau anak yang sangat pandai sulap.
6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal mudah berinteraksi dengan lingkungannya karena
menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap emosi orang lain dan
cenderung memahami dan berinteraksi dengan lain. Jenis kecerdasan ini, yang biasa
disebut sebagai kecerdasan sosial
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan Intrapersonal/Individu adalah kemampuan seseorang untuk peka terhadap
emosinya dan cenderung menyadari berbagai kekuatan dan kelemahan yang ada pada
dirinya.
8. Kecerdasan Natural
Kecerdasan alami/ naturalistik adalah kemampuan peka peserta didik dan guru
(pendidik) terhadap lingkungan alam.Misalnya, kebahagiaan berada di lingkungan
alam terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, dan hutan.

D. KECERDASAN EMOSI EMOTIONAL QUOTIEN (EQ)


Daniel Goleman melalui bukunya yang terkenal “Emotional Intelligence” atau
Kecerdasan Emosional. Inti dari kecerdasan in adalah mencakup kemampuan untuk
membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat
antar-pribadi ini lebih menekankan pada aspek kognisi atau pemahaman. Sementara faktor
emosi atau perasaan kurang diperhatikan. Padahal menurut Goleman, faktor emosi ini sangat
penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan antar pribadi ini.

Selanjutnya oleh tokoh-tokoh seperti, Sternberg, Bar-On dan Salovey, sebagaimana


diungkapkan oleh Goleman, disebutkan adanya Lima domain kecerdasan pribadi dalam bentuk
kecerdasan emosional, yaitu; (a) kemampuan mengenali emosi diri; (b) kemampuan mengelola
emosi; (c) Kemampuan memotivasi diri: (d) kemampuan mengenali emosi orang lain; dan (e)
kemampuan membina hubungan sosisal. Berikut ini adalah uraian dari ke lima wilayah di atas.
1. Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Pengenalan emosi sendiri adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosinya ketika
emosi itu muncul.Sering dikatakan bahwa ini adalah dasar dari kecerdasan emosional.
Anda dapat mengenali emosi Anda dan membuat keputusan secara teratur ketika Anda
peka dan peka terhadap perasaan Anda yang sebenarnya.
2. Kemampuan mengatasi/ mengelola emosi
Mengelola Emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosinya agar tidak
meledak atau mempengaruhi perilaku yang salah.
3. Motivasi diri
Motivasi diri adalah kemampuan untuk mendorong diri sendiri untuk melakukan sesuatu
yang baik atau berguna.Ada harapan dan optimisme yang besar, dan seseorang memiliki
kekuatan untuk melakukan aktivitas tertentu.Contoh penelitian, pekerjaan, membantu
orang lain.
4. Kemampuan untuk memahami emosi orang lain (empati)

24
Kemampuan untuk memahami emosi orang lain (empati) adalah kemampuan untuk
memahami emosi dan kebutuhan orang lain Untuk membantu Anda memahami. Seorang
anak dengan kemampuan ini, biasa disebut sebagai empati, dapat menangkap pesan
nonverbal orang lain, seperti suara, gerak tubuh, dan ekspresi wajah orang lain.
5. Kemampuan membangun hubungan sosial
Kemampuan membangun hubungan sosial adalah kemampuan menghadapi emosi orang
lain, mengembangkan keterampilan sosial yang tinggi, dan meningkatkan hubungan.Dapat
kita simpulkan tentang pentingnya mengembangkan kecerdasan emosional peserta didik.

Kecerdasan emosi (EQ) tidak dapat diakses seperti fakta atau jawaban, tetapi terlebih
adalah sebuah proses pemaindaian cara kita mengalami segala sesuatu yang berhasil di masa
lalu dan mengantisifasi cara kita bertindak pada situasi baru, mencari dan mengukur kesesuaian
dengan konteks, meori,perbandingan, kesesuaian, ini adalah keterampilan kecerdasan emosi
(EQ) (Steven Covey, 2004).

Konsep kecerdasan emosi telah lama dikenal dan dipopulerkan oleh Goleman tahun
1990-an. Kecerdasan emosi merupakan kecerdasan prasyarat dasar untuk menggunakan
kecerdasan intelektual secara efektif, jika bagian-bagian perasa manusia tidak bisa berfungsi,
maka manusia tidak dapat berpikir secara efektif. Kecerdasan emosi dengan menunjukkan data
imperis bahwa individu yang cerdas emosinya lebih sukses ditempat ia kerja, adapun alasan
kenapa mereka suskses, karena mereka yang cerdas emosinya mempunyai kemampuan yang
baik dalam mewujudkan hubungan interpeseonal,mudah bergaul, lebih bersemngat dalam
aktivitas yang memerlukan berhubungan dengan orang banyak.

Perkembangan awal Emotional Quotient (EQ) di tahun 1983 bertujuan menganalisa


berbagai faktor pemikiran sebagai komponen utama pemanfaatan sosialisasi dan emosi yang
efektif mengarah pada kenyamanan secara psikologis (Bar-On, 1988). Menurut Reuven Bar-
On Kecerdasan Emosi didefinisikan sebagai mata rantai keahlian, kompetensi, dan kemampuan
non-cognitive yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan
tekanan lingkungannya. Kecerdasan Emosi berkaitan dengan pemahaman diri dan orang lain,
beradaptasi dan menghadapi lingkungan sekitar, dan penyesuaian secara cepat agar lebih
berhasil dalam mengatasi tuntutan lingkungan.

E. Kecerdasan Spritual Spritual Quotient (SQ)


Kecerdasan Spritual (SQ) merupakan kemampuan individu tehadap mengelola nilai-
nilai, norma-norma dan kualitas kehidupan dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran
bawah sadar atau lebih dikenal dengan suara hati (God Spot).

Kecerdasan spiritual bermakna bahwa seseorang individu yang redha yang memiliki
rasa tanggung jawab kepada sang pencipta serta kemamuan menghayati nilai-nilai
agama.Keredhaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menerima dengan hati
yang rela peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh agama.

Kecerdasan Spiritual (SQ), yang kombinasi antara kecerdasan intelektual dan


emosional, merupakan persyaratan penting bagi orang untuk lebih memaknai hidup dan
memiliki kehidupan yang diberkati. Berpikir, bergerak, menganalisis, mengambil keputusan
dan menghasilkan ide-ide hebat tentang bagaimana ciptaan yang sempurna ini bekerja, orang

25
ini berhasil, menjadi terkenal dan mengembangkan kemampuan logika dan mental secara
positif dan konstruktif yang memungkinkan Anda untuk memiliki dan memiliki emosi (IQ, SQ,
EQ) ketika digunakan, memberikan Anda kecerdasan yang luar biasa.

F. URGENSI PENDIDIKAN IQ,EQ,DAN SQ


Manusia memiliki tiga kecerdasan: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan spritual. Ketiga kecerdasan tersebut membantu meningkatkan kualitas manusia.
Menurut sebuah studi oleh Gardner, seorang profesor pendidikan di Universitas Harvard yang
mempelajari kecerdasan manusia, ia mematahkan mitos bahwa IQ tetap tidak berubah ketika
seseorang lahir. Dalam kondisi IQ rata-rata, IQ seseorang tidak naik atau turun. Artinya, jika
seseorang dilahirkan dengan IQ yang cukup, maka akan sulit untuk mencapai IQ yang lebih
tinggi (jenius).Namun, kecerdasan emosional (EQ) dapat dikembangkan sepanjang hayat
melalui pembelajaran. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk
memecahkan suatu masalah dan menciptakan suatu produk dalam berbagai situasi kehidupan
nyata.

Mengenai teori kecerdasan emosional yang membahas banyak aspek penting, menurut
Goleman, Noria, dan Iskandar, kecerdasan emosional setidaknya memiliki tujuh aspek.
1. Kemampuan mengenal diri sendiri, mengenali perasaan seseorang dalam berbagai situasi
dan kondisi dalam aktivitas seperti usaha dan tindakan untuk membuat keputusan yang
rasional, dan membuat penilaian yang realistis dan keyakinan yang kuat.
2. Pengenalan diri; Selalu memahami psikologi diri sendiri ketika melakukan aktivitas hidup,
seperti mengendalikan amarah, stres dan keinginan mendesak dengan mengembalikan
emosi ke arah yang lebih positif (berpikir positif) Kemampuan mengendalikan dan
memproses kehidupan, kreativitas dan inovasi.
3. Motivasi diri; kemampuan menggunakan kehendak pribadi sebagai motivasi diri,
komitmen, inisiatif, optimisme untuk mencapai tujuan hidup. Kemampuan ini dapat
menumbuhkan harapan baru setelah mengalami kegagalan, yang mengarah ke spirit baru.
4. Empati (pemahaman yang mendalam terhadap orang lain).
5. Keterampilan sosial
6. Spiritualitas.
7. Kedewasaan/ Kematangan

Kecerdasan emosional (EQ) adalah seseorang yang berkembang seiring


pertumbuhannya dari lahir sampai akhir hayatnya. Perkembangan EQ dipengaruhi oleh
lingkungan, sekolah, perguruan tinggi, keluarga dan contoh yang diterima dari orang tua sejak
lahir.Orang tua adalah orang pertama yang mengajarkan kecerdasan emosional kepada anak-
anaknya dengan memberikan contoh yang baik. . Agar anak memiliki indeks kecerdasan
spritual yang tinggi dan stabil, guru (pendidik) dan orang tua harus menanamkan prinsip-
prinsip berikut:
1. Hubugan yang Hangat dan harmoni untuk membina hubungan persahabatan.
2. Harmoni kerja tim yang efektif
3. Berbicara dan mendengar secara efektif
4. Meningkatkan produktivitas dengan aturan (sportmanship)
5. Memecahkan masalah dengan teman yang nakal
6. Empati dengan orang lain
7. Memecahkan masalah

26
8. Mengatasi konflik
9. Membangkitkan rasa humor
10. Memotivasi dalam kesulitan
11. Menghadapi masa Kesulitan
12. Membangun keakraban

G. KONSEP KECERDASAN RUHIOLOGI DALAM PENCAPAIAN TUJUAN


PENDIDIKAN NASIONAL
Dengan berkembangnya kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan Spritual (SQ), ini
menunjukkan makna bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh manusia semakin luas. Kecerdasan
tidak dapat dijelaskan dengan sendirinya dalam batas istilah intelektual.Menurut Gardner,
“adalah suatu kesalahan untuk berpikir bahwa IQ adalah satu entitas tetap dan dapat diukur
dengan tes menggunakan kertas dan pensil.” Hasil pemikiran intelektualnya dituangkan dalam
buku The Frame of the Mind. Buku ini secara meyakinkan menyajikan perspektif yang berbeda
tentang kecerdasan manusia. (Nicholl, 2002, Akhmad Sudrajat, 2009).

Kecerdasan IQ, EQ dan SQ merupakan kecerdasan yang dasar yang harus dimiliki oleh
setiap manusia, namun dari Hasil kajian menunjukkan bahwa aspek sisi dalam manusia (ruh)
menempati posisi sentral dalam pembentukan tiga intelek manusia, yaitu IQ, EQ, dan SQ.
Ketiga Kecerdasan tersebut tidak diberdiri sendiri secara terpisah seperti yang dimaksudkan
oleh penulis lain, tetapi kembali kepada satu unsur manusia yaitu ruh yang digerakkan langsung
oleh Allah, seperti yang dijelaskan dalam surah As Sajadah ayat 9: “Kemudian Dia
menyempurnakannya dan menyiupkan Ruh ciptaan-Nya kedalam tubuh manusias dan
Diajadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur”
(Q.S.As-Sajadah ayat:9).

➢ BAB 4 KEMAMPUAN BERPIKIR ABAD 21

A. PENDAHULUAN
Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan di abad 21 yang harus dikuasai oleh
peserta didik dan pendidik, keharus mengembangkan berpikir kreatif saat ini menjadi jembatan
terselenggaranya pendidikan jarak dan waktu yang tidak terbatas.Berpikir merupakan suatu
aktivitas akal dan rohani yang berlaku pada seseorang akibat dari adanya kecendrungan
mengetahui dan mengalami dengan teratur atau sistematis supaya lahirnya makna, fakta dan
pemahaman. Akal manusia berfungsi untuk mengingat. Manusia diberi daya kognitif yang
membolehkannya berpikir. Manusia juga diberi daya efektif yang membolehkan emosi,
perasaan dan kerja hati berhubungan dengan daya kognitif.Oleh sebab itu lahir pemikiran.
Pemikiran yang berkembang dapat memberi dasar kepada lahirnya ilmu. Akal atau pikiran
adalah sumber pengetahuan intelektual (intellectual knowledge) yang menghasilkan transfer
knowledge dan transfer velue melalui proses pemikiran melalui akal.Berpikir merupakan
proses pengetahuan hubungan antara stimulus dan respons dari kegiatan kognitif tingkat tinggi
(higher level cognitive).

27
B. KEMAMPUAN BERFIKIR DALAM PERSPEKTIF HISTORIS
• Sejarah Berpikir pada Zaman Socrates
Socrates telah memulai program reflektif menggunakan persoalan sebagai alat untuk
membangun ide dan pemikiran yang kuat.Ide Socrates untuk berpikir kritis dan kreatif
dibuktikan oleh Plato (seorang murid Socrates yang banyak menulis tentang pemikiran
Socrates) dan Aristoteles (filsuf Yunani lainnya). Mereka dan filsuf Yunani lainnya telah
menyarankan bahwa realitas sesuatu dapat berbeda dari apa yang tampak, sehingga orang perlu
berpikir sebelum menerima sesuatu: pikiran, dilatih untuk membedakan hanya apa yang terlihat
dengan mata telanjang. Penampilannya. Kulit (realitas hidup yang lebih dalam). Dari tradisi
Yunani ini, manusia perlu mencari realitas yang lebih dalam, berpikir sistematis, dan
menekankan maknanya secara luas dan mendalam.

• Sejarah pemikiran modern


Beberapa filsuf abad ke-20, psikolog dan pendidik, termasuk Gilford, Dewey, Myers,
Bayer dan Bloom, memberikan kontribusi yang signifikan untuk pengembangan kemampuan
berpikir manusia seperti Benjamin Bloom dan rekan-rekannya, termasuk Krathwohl,
menjelajahi Socrates’ konsep menggunakan masalah ketika menggunakan domain kognitif
berdasarkan keterampilan berpikir. Domain afektif dan domain psikomotorik. Bloom
bertanggung jawab untuk memperkenalkan istilah “tingkat pemikiran” atau “tingkat proses
pemikiran”. Bloom berpendapat bahwa proses berpikir tingkat tinggi hanya dapat dicapai dan
diterapkan dengan menggunakan tujuan pendidikan tinggi. Bloom juga berpendapat bahwa
antusiasme guru dan guru (pendidik) untuk menggunakan masalah dan tujuan pendidikan
tingkat rendah telah menghasilkan siswa yang tidak kreatif atau kritis. Hal ini benar karena
guru dan dosen (pendidik) tidak menyadari pentingnya menggunakan tujuan pembelajaran
tingkat tinggi untuk mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif pada peserta didik.

Dalam upaya lain, Krathwohl menciptakan metode klasifikasi berbobot untuk elemen
emosional atau area proses berpikir. Menurutnya, pengertian tentang pentingnya dominasi
emosional untuk kesuksesan hidup juga telah dikemukakan oleh psikolog terkenal seperti
Daniel Goleman yang disebut “EQ” atau “EQ” “Indeks kecerdasan emosional”. Ini memainkan
peran penting dalam pencapaian atau kesuksesan. Menurutnya, “80% kesuksesan seseorang
bergantung pada EQ, bukan IQ” (Goleman, 1998). Pernyataan ini didasarkan pada survei
terhadap ribuan profesional yang sukses di bidangnya masing-masing. Konsep EQ yang
dikemukakan oleh Goleman mirip dengan domain emosional dalam hal konsep dan penekanan,
seperti yang dijelaskan Krathwohl dalam klasifikasi domain afektifnya

C. KONSEP KEMAMPUAN BERPIKIR


Menurut Beyer (1984), pikiran adalah usaha manusia untuk membentuk konsep,
memberi sebab dan mengambil keputusan yang ditentukan. Menurut Fraenkel (1980),
pemikiran adalah pembentukan pengalaman dan penyusunan informasi dalam bentuk tertentu.
Seterusnya Meyer (1977) berpendapat bahwa berpikir melibatkan pengelolaan aktivitas mental
yang diterapkan pada sistem mental atau kognitif seseorang dengan tujuan memecahkan
masalah. Kemampuan berpikir adalah “ekspresi pemikiran reflektif, yang mencakup menunda
penilaian, mempertahankan skeptisisme yang sehat, dan berpikiran terbuka.” (Dewey, 1910).
Kemudian Moore dan Parker (1986) lebih lanjut menyatakan bahwa keluarga berencana adalah
keyakinan yang didasarkan pada tindakan yang hati-hati dan bijaksana dalam menerima,

28
menolak, atau menahan keputusan atas permintaan (petisi). Meyer (1977) mendefinisikan
kemampuan berpikir sebagai “suatu usaha untuk menunda keputusan dengan
menggeneralisasi, mengasumsikan, mengendalikan berbagai kemungkinan”. Berpikir Kritis
dan Kreatif Menurut Dr. Richard Paul, direktur Center for Critical Thinking, sebuah pusat
pemikiran kritis yang terkenal di Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa kemampuan berpikir
dapat dipecah menjadi dua komponen penting. (I) Kemampuan berpikir kritis. (ii) Kemampuan
berpikir kreatif.

Kemampuan berpikir adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan otak (domain


kognitif/air) dan hati (domain emosional/hati) sebagai dasar keyakinan (beliefs) atau tindakan
(beliefs). Berpikir kreatif dapat dilihat dari dua faktor penting:
1. Sekelompok keterampilan yang digunakan untuk memproses atau menghasilkan informasi
dan keyakinan (beliefs).
2. Kebiasaan menggunakan kemampuan ini untuk membentuk dasar perilaku manusia, yang
dibentuk atas dasar keterlibatan intelektual

D. BERFIKIR KRITIS DAN BERFIKIR KREATIF


Menurut Richard Paul, direktur Center for Critical Thinking, sebuah pusat pemikiran
kritis yang terkenal di Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa kemampuan berpikir dapat
dibagi menjadi dua bagian penting. (i) Kemampuan berpikir kritis. (ii) Keterampilan berpikir
kreatif. Berpikir kritis mengacu pada keadaan pikiran seseorang yang dapat mengevaluasi
validitas dan kebaikan ide, pemikiran dan sudut pandang dan bereaksi berdasarkan bukti, sebab
dan akibat.

Jenis-jenis berpikir kritis seperti membandingkan dan mengkontraskan, membuat


kategori (categorization), menjelaskan sebab akibat (cause and effect), mempelajari hubungan
antara bagian dan sub-bagian dengan keseluruhan, membuat hipotesis, prediksi dan inferensi.
“Kemampuan berpikir mencakup adanya individu yang menggunakan area kognitif dan afektif
untuk mengumpulkan atau memberikan informasi, memecahkan masalah, atau mencoba
pengambilan keputusan. Dengan kata lain, kemampuan berpikir adalah. Kemampuan
seseorang untuk menggunakan otak(domain kognitif/aqal) dan hati (domain afektif/hati)
sebagai dasar keyakinan (belief) atau tindakan (behavior).

Berpikir kreatif dapat dilihat dari dua komponen penting:


1. Sekelompok keterampilan yang digunakan untuk memproses atau menghasilkan informasi
dan keyakinan (beliefs)
2. Dibentuk atas dasar usaha intelektual dan menggunakan kemampuan manusia ini Adat
istiadat yang menjadi dasar perilaku
Konsep berpikir sebelum bertentangan dengan gagasan lain sebagai berikut:
1. Berpikir adalah penyelidikan dan penyimpanan informasi (cara khusus untuk
memperoleh dan memberikan informasi)
2. Pertimbangkan hanya potensi untuk menghasilkan manfaat yang berbeda (karena ini
berarti penggunaan terus menerus) dan
3. Mempertimbangkan hanya penggunaan keuntungan Penerimaan gagasan ini Tanpa
pertimbangan.

29
Artinya jika hasil pemikiran tidak dianggap sah, maka hasil penyampaian pemikiran tersebut
dianggap tidak lengkap

E. DOMAIN KOGNITIF (COGNITIVE DOMAIN)


Kemampuan berpikir adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan otak (domain
kognitif/air) dan hati (domain sfektif) sebagai dasar keyakinan (beliefs) atau tindakan
(action).Dari definisi ini, orang dapat memahami bahwa domain kognitif didasarkan pada
penggunaan otak. Bloom mengklasifikasikan domain kognitif menjadi enam tingkatan.
Tingkatan tersebut meliputi: Pengetahuan (literal), pemahaman (comprehension), aplikasi
(application), analisis (analysis), sintaks(sintesis), evaluasi (evaluation).

Berpikir tingkat rendah meliputi tingkat “mengetahui” dan “memahami”. Menurut


Bloom, berpikir tingkat tinggi dimulai pada tingkat “aplikasi” dan mengarah ke “evaluasi”.
Menurut Bloom, berpikir kritis dan kreativitas hanya dapat ditingkatkan dengan latihan
berpikir dengan tingkat “aplikasi” yang tinggi pada “penghargaan”.

Menurut Bayer, model berpikirnya disebut “pemikiran fungsional”, domain kognitif


mencakup beberapa tingkat tertinggi pengambilan keputusan (decision making), pemecahan
masalah (problem-solving), dan pemecahan masalah dan konseptualisasi. Hasil disertakan.
Kemudian berlatih berpikir kritis dan kreatif pada level tepat di bawah level pertama. Langkah
selanjutnya adalah proses (processing) dan makna (reasoning), dan langkah yang lebih rendah
adalah memori aktual (recalling) dan retensi atau perekaman (recording)

F. GAYA BERFIKIR PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PROSES


PEMBELAJARAN
Menurut Sternberg (1997), gaya berpikir cenderungan membuat orang senang dengan
pikirannya ketika menghadapi situasi atau melakukan tugas. Ada 13 gaya berpikir yang
berbeda berdasarkan 5 dimensi: ukuran fungsi, ukuran bentuk, ukuran langkah, ukuran
jangkauan, dan ukuran dimensi kecenderngan. Terdapat 13 jenis stail berpikir dalam dimensi
fungsi iaitu legislatif, eksekuitif dan judicial; 4 jenis stail berpikir dalam dimensi bentuk iaitu
monarki, hirarki, oligarki dan anarki; 2 jenis stail berpikir dalam dimensi tahap iaitu global dan
lokal; 2 jenis stail berpikir dalam dimensi skop iaitu internal dan eksternal serta 2 jenis stail
berpikir dalam dimensi kecendongan iaitu liberal dan konservatif.
1. Dimensi Fungsi
o Gaya berpikir legislatif
o (Gaya berpikir eksekutif
o Gaya berpikir judisil

2. Dimensi Bentuk
o Gaya berpikir monarki
o Gaya berpikir hirarki
o Gaya berpikir oligarki
o Gaya berpikir anarki

3. Gaya Berpikir Dimensi Tahap


o Gaya berpikir global
o Gaya berpikir lokal

30
4. Gaya berpikir Dimensi Skop
o Gaya berpikir internal
o Gaya berpikir eksternal

5. Gaya berpikir Dimensi Kecondongan


o Gaya berpikir liberal
o Gaya berpikir konservatif

G. PENGEMBANGAN AKTIVITAS,KREATIVITAS DALAM PROSES


PEMBELAJARAN
Creative Thinking adalah kemampuan yang memungkinkan peserta didik menerapkan
imajinasinya untuk menghasilkan ide, pertanyaan dan hipotesis, bereksperimen dengan
alternatif, dan mengevaluasi diri dan ide teman sebayanya, dengan hasil akhir berupa produk
(M Daskolia, et.al 2012). Berpikir kreatif juga dapat diartikan sebagai proses mental yang
melahirkan pikiran yang cerdas, penalaran yang menggunakan imajinasi meluas,
memodifikasi, atau mengubah simbol, gambar, gagasan, pola, kondisi, atau elemen di dunia
sekitar kita sebagai hasil kreatifitas. berpikir dalam bentuk produk, perangkat, proses atau
metode. Dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa memerlukan kemampuan
motivasi diri yang merupakan bagian dari kecerdasan emosional. Iskandar, et.al (2009).

Pengembangan keterampilan berpikir kreatif dapat dilakukan dengan menerapkan 4


tahapan yang harus dilalui yaitu persiapan, eksplorasi, inkubasi, dan verifikasi. (J Y F Lau 2011
& D İşlek and Ç Hürsen 2014). Pada tahap persiapan dimulai dengan mencari informasi, hal
ini dapat menggunakan fasilitas sumber belajar yang relevan seperti e-library, website, google,
komunikasi dan berdiskusi, atau mengumpulkan data dan bahan lain yang relevan dan
mendukung topik masalah pembelajaran. Langkah selanjutnya adalah Eksplorasi pada tahap
ini yang harus dilakukan adalah menganalisis, mendesain, melihat yang memiliki perspektif
berbeda dan mencoba menghubungkan ide dan menarik kesimpulan. Setelah melakukan ini,
peserta didik dan pendidik dapat meninggalkan tugas sejenak, tahap ini disebut tahap Inkubasi,
ini bertujuan untuk menggunakan alam bawah sadar untuk masalah dan membantu kita melihat
masalah dengan perspektif yang berbeda. Tahap terakhir dari pengembangan Creative
Thinking adalah verifikasi dimana seseorang mencoba memahami mengapa dan menentukan
apakah solusi dari masalah yang didapat dapat diperbaiki dengan berbagai masalah yang
membutuhkan solusi yang kompleks

➢ BAB 5 MOTIVASI PEMBELAJARAN ABAD 21

A. ARTI PENTINGYA MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN


Motivasi belajar adalah motivasi yang diterapkan pada kegiatan belajar mengajar, serta
motivasi mental peserta didik secara keseluruhan untuk memicu kegiatan belajar, dan
menjamin kelangsungan belajar untuk mencapai tujuan (Winkels, 1987). Motivasi memainkan
peran penting dalam merangsang, semangat, dan kegembiraan dalam belajar, memberi orang
yang termotivasi lebih banyak energi untuk berhasil dalam proses belajar.

31
Motivasi dan pembelajaran adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah
kegiatan yang mengubah perilaku melalui latihan dan pengalaman dan ditingkatkan dengan
penguatan berbasis tujuan. motivasi merupakan salah satu determainan penting dalam proses
pembelajaran, seseoarang peserta didik tidak mempunyai motivasi untuk belajar, maka tidak
akan mungkin aktivitas belajar terlaksana dengan baik, sedang bagi guru (pendidik) apabila
tidak mempunyai motivasi untuk mengajar ilmunya kepada peserta didik juga tidak akan ada
proses pemebelajaran.Motivasi pembelajaran adalah daya penggerak dalam diri untuk terlibat
dalam kegiatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman.

Motivasi belajar dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau internal orang tersebut,
yang disebabkan oleh dorongan atau keinginan belajar, kebutuhan, harapan, dan aspirasi.
Faktor eksternal juga mempengaruhi motivasi belajar. Faktor eksternal berupa reward,
lingkungan belajar yang menyenangkan, dan aktivitas belajar yang menyenangkan. Motivasi
dan pembelajaran adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah suatu kegiatan
yang mengubah perilaku melalui latihan dan pengalaman dan meningkatkan melalui penguatan
berdasarkan pencapaian tujuan. adalah motivasi individu untuk melakukan kegiatan belajar
untuk meningkatkan. Belajar dan belajar memiliki beberapa peran motivasi penting:
1. Peran motivasi dalam meningkatkan pembelajaran.
2. Upaya untuk memberikan dukungan dengan rumus matematika dapat meningkatkan
pembelajaran
3. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan pembelajaran.
4. Peran motivasi dalam menentukan keberlangsungan pembelajaran.

Selain guru dan instruktur, orang tua juga berperan aktif dalam memfasilitasi
pembelajaran peserta didik di rumah. Teknik motivasi yang dapat Anda gunakan untuk belajar
adalah:
1. Hadiahi dengan menggunakan kata-kata seperti hebat, luar biasa dan luar biasa
2. Skor tes untuk memotivasi peserta didik untuk belajar lebih banyak
3. Mendorong dan membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik.
4. Mainkan dan gunakan simulasi
5. Pelatihan pendidikan ulang di kalangan peserta didik
6. Memberi contoh yang positif
7. Penampilan guru dan pelatih (pendidik).

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal peserta didik untuk mengubah
perilaku dan antusiasme mereka secara umum, atau keinginan mereka untuk belajar dengan
lebih antusias. Indikator atau pedoman berikut dapat digunakan sebagai kriteria untuk
memotivasi peserta didik untuk belajar:
1. Keinginan dan keinginan untuk sukses akademik.
2. Keinginan, antusiasme, dan kebutuhan untuk belajar.
3. Kami menghargai harapan dan aspirasi kami untuk masa depan.
4. Kegigihan penghargaan dalam proses pembelajaran.
5. Adanya lingkungan yang memfasilitasi pembelajaran yang baik

32
B. SUMBER-SUMBER MOTIVASI BELAJAR
Motivasi peserta didik dan pendidik dapat berasal dari dalam diri seseorang yang kita
kenal dengan intrisik motivation atau motivasi internal, ekstrinsik motivation atau motivasi
eksternal juga dapat berasal dari bagian luar individu. Motivasi internal atau eksternal bisa
positif atau negatif. Oleh karena itu, peran guru sebagai motivator profesional dalam
memotivasi atau mendorong peserta didik untuk memahami motivasi tersebut untuk
keberhasilan individu dan prestasi akademik. Peserta didik termotivasi untuk belajar. Hal ini
akan memungkinkan peserta didik untuk berhasil mencapai hasil belajar mereka.
Menurut Arden N. Francen menyatakan bahwa beberapa hal yang mendorong peserta didik
antara lain:
1. Adanya rasa ingin tahu dan keinginan untuk menjelajahi dunia yang lebih besar.
2. Adanya sifat kreatif manusia dan keinginan untuk maju.
3. Mengharapkan belas kasih dari orang tua, guru, dan teman.
4. Ada keinginan untuk memperbaiki kegagalan usaha baru di masa lalu, baik dalam
koperasi maupun dalam kapasitas.
5. Keinginan untuk merasa aman.
6. Adanya reward atau punishment di akhir pembelajaran. (Franca, 1961).

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal yang terjadi pada diri
peserta didik (peserta didik) untuk belajar mengubah perilaku, didukung oleh berbagai
indikator motivasi belajar peserta didik.peserta didik (peserta didik) perlu mengetahui (a)
keinginan untuk sukses dan keberadaannya; (b) Adanya insentif dan kebutuhan belajar; (c)
Adanya harapan dan cita-cita untuk masa depan; (d) Pembelajaran dihargai. (E) Adanya
kegiatan pembelajaran yang menarik; (f) Adanya lingkungan belajar yang kondusif yang
memungkinkan peserta didik belajar secara efektif dan efisien (Uno, 2007:23)
1. Motivasi Internal (Intrinsik Motivation)
Motivasi Internal merupakan daya dorongan dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi internal timbul
dari dalam diri seseorang individu peserta didik (peserta didik) dalam kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan atau sejalan dengan kebutuhannya.
2. Motivasi Eksternal (Ekstrinsik Motivation)
Motivasi eksternal adalah motivasi eksternal peserta didik yang berkaitan dengan
kegiatan belajar peserta didik itu sendiri.Model motivasi ekstrinsik dalam belajar
menurut Winkel (1989:9) dari Yamin (2007) adalah sebagai berikut. (a) Belajarlah
untuk memenuhi kewajiban kita; (b) Belajar menghindari hukuman;(c) Belajar demi
memenuhi hadiah; (d) Belajarlah untuk meningkatkan reputasi kita. (e) Belajar untuk
mendapatkan pujian dari orang-orang penting seperti orang tua, guru dan instruktur; (f)
Belajar demi memenuhi syarat untuk promosi.

C. DASAR-DASAR PEMBERIAN MOTIVASI


Ada dua kemungkinan motivasi bagi peserta didik (students). Motivasi untuk
melakukan sesuatu dan untuk meningkatkan perasaan pribadi didorong oleh keinginan, cita-
cita, harapan (motivasi internal) dan motivasi yang datang dari luar diri peserta didik (motivasi
eksternal). Petunjuk praktis yang perlu dilakukan oleh guru (pendidik) dalam membangkitkan
motivasi peserta didik (peserta didik) belajar di kelas, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
2. Hadiah/ Reward.

33
3. Saingan/kompetisi.
4. Pujian.
5. Hukuman
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

D. PERANAN MOTIVASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Menurut Sardiman (2003:84), belajar yang sesungguhnya membutuhkan motivasi.
Motivasi adalah prasyarat untuk belajar. Jika Anda termotivasi, hasil belajar Anda akan
optimal. Semakin spesifik alasan yang diberikan, semakin besar keberhasilan pelajaran yang
dipetik. Oleh karena itu, motivasi selalu menentukan kekuatan upaya belajar peserta didik

Motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar, tidak ada
kegiatan belajar yang tanpa motivasi. Dengan demikian, motivasi memegang peranan strategis
dalam mencapai tujuan atau hasil belajar. Peranan motivasi dalam belajar adalah sebagai
berikut:
1. Motivasi atau peranan motivasi sebagai motivator dalam kegiatan belajar.
2. Peran motivasi adalah untuk memperjelas tujuan pembelajaran.
3. Peran motivasi dalam memilih tindakan.
4. Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam pembelajaran.
5. Peran motivasi menentukan ketekunan dalam pemebelajaran.
6. Peran motivasi melahirkan prestasi.

E. STRATEGI PENDIDIK MEMOTIVASI PESERTA DIDIK UNTUK BELAJAR


Guru berperan strategis dalam memotivasi peserta didik melalui berbagai kegiatan
pembelajaran berdasarkan pengalaman dan keterampilan masing-masing peserta didik. Orang
tua berperan aktif dalam memfasilitasi pembelajaran peserta didik di rumah maupun guru.

Beberapa strategi motivasi yang dapat digunakan untuk belajar adalah:


1. Tawarkan hadiah dengan kata-kata seperti “hebat”, “hebat”, dan “hebat”.
2. Memberikan nilai ujian untuk memotivasi peserta didik belajar dengan giat
3. Merangsang dan membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik
4. Mainkan dan gunakan simulasi.
5. Mempromosikan kompetisi di antara peserta didik.
6. Berikan contoh positif.

Inti dari motivasi dalam belajar adalah dorongan internal dan eksternal pembelajar, atau
keinginan untuk belajar, untuk mengubah perilaku dan antusiasmenya secara keseluruhan.
Indikator atau pedoman berikut dapat digunakan sebagai kriteria untuk memotivasi belajar
peserta didik:
1. Keinginan dan keinginan untuk sukses akademik.
2. Keinginan, antusiasme dan rasa ingin tahu.
3. Memiliki harapan dan cita-cita untuk masa depan.
4. Adanya reward dalam proses pembelajaran.
5. Memiliki lingkungan yang kondusif untuk belajar dengan baik

34
➢ BAB 6 TUJUAN INSTRUKSIONAL DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

E. PENDAHULUAN
Menurut Sardiman (2004:58) ada empat alasan mengapa tujuan pendidikan dan
pengajaran itu perlu dirumuskan, yaitu:
• Jika sesuatu pekerjaan atau tugas tidak disertai tujuan yang jelas dan benar, maka akan
sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan strategi yang hendak ditempuh atau
dicapai.
• Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penilaian hasil
belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari subjek belajar.
• Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi subjek belajar (peserta
didik) dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajarnya.Perumusan tujuan pendidikan
dan pengajaran merupakan suatu alat yang sangat bermanfaat dan memberi kontibusi yang
besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan instruksional dalam pengembangan dan pembaharuan silabus ini harus


tergambar dalam kompetensi dasar dan indikator yang mempergunakan kata kerja operasional.
Indikator adalah mempergunakan kata kerja operasional khusus yang terukur. Mendesain
pembelajaran harus dilakukan oleh Pendidik, dosen (pendidik) sebelum memasuki kelas,
terutama yang berkenaan dengan rumusan tujuan instruksional, rumusan instruksioanl akan
dapat menentukan strategi dan metode yang harus diterapkan Pendidik, dosen di depan kelas
untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan materi pelajaran kepada peserta didik,
mahapeserta didik (peserta didik).

F. PENTINGNYA TUJUAN INSTRUKSIONAL DALAM PEMBELAJARAN


Tujuan Instruksional adalah tujuan pembelajaran yang harus dibuat oleh pendidik
sebagai pedoman atau kerangka kerja pembelajaran.Menurut Martinis (2006:23) ada beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh oleh Pendidik apabila menggunakan tujuan yang jelas dan
benar, diantaranya adalah:
• Pendidik dapat mengalokasikan waktu mengajar yang digunakan dengan tepat dan
cermat.
• Pendidik dapat menyeimbangkan pokok bahasan, sehingga tidak adala meteri ajar yang
diskusi yang tidak terlalu mendalam atau terlalu dangkal.
• Pendidik dapat menentukan berapa banyak mata pelajaran yang dapat dan tidak dapat
mereka pelajari di kelas mereka.
• Pendidik cukup dapat menentukan urutan materi pelajaran, artinya penempatan setiap
mata pelajaran memudahkan peserta didik menyerap isi pelajaran.
• Pendidik dapat dengan mudah mengidentifikasi dan menyiapkan strategi pembelajaran
yang tepat dan menyenangkan.
• Pendidik dapat meluangkan waktu dengan mudah, akurat dan cukup waktu untuk
mempersiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan untuk pembelajaran.
• Pendidik dapat dengan mudah mengukur hasil belajar peserta didik.
• Pendidik dapat menemukan hasil belajar yang lebih baik daripada hasil belajar tanpa
tujuan pembelajaran.

35
Tujuan instruksional dibagi menjadi dua bagian, yaitu: tujuan instruksional umum
(TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
1. Tujuan instruksional umum (TIU)
Pengertian yang dikembangkan oleh para ahli sebelumnya memiliki yang dapat
digunakan sebagai panduan bagi Pendidik dan peserta didik dalam pengembangan
tujuan pembelajaran, yaitu:
• Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan pencapaian tujuan yang menjadi
tanggung jawab program pembelajaran.
• Gene, et al (1979), tujuan instruksional adalah pernyataan umum tentang hasil
suatu program pembelajaran.
• TIU adalah suatu pernyataan yang menjelaskan mengenai apakah kemampuan
yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah selesai mengikuti suatu pelajaran
(Dick & Carey, 1996, dalam Sardiman, 2003:68)
• Tujuan instruksional umum (TIU) menggariskan hasil pembelajaran yang
seharusnya dicapai oleh peserta didik. Tujuan instruksional sekaligus menjadi
hasil yang harus diperoleh peserta didik yang akan tampak setalah proses
belajar-mengajar selesai (Djiwandono, 2005:1999).
• Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan
dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan
untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat
diwujudkan dalam bentuk fakta nyata (over), dan perilaku yang berbentuk
faktanya samar (Covert Eduar.,L.D, & David., E.K, 1981 dalam Yamin,
2006:24).

Contoh:
1. Perilaku Over
2. Perilaku Covert

2. Tujuan instruksional khusus (TIK)


Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah penjabarabaran dan pelaksanaan secara
praktik yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari yang pelaksanaannya secara
konkret dan operasional.
Tujuan instruksional khusus (TIK) merupakan pegangan penting bagi Pendidik sebagai
pemandu, dan penunjuk arah bagi peserta didik dan Membimbing atau memandu proses
pembelajaran untuk setiap bidang studi dan materi pelajaran.

G. PENGGUNAAN TUJUAN INSTRUKSIONAL DALAM PEMBELAJARAN


Kegunaan tujuan instruksional dapat berfungsi sebagai acuan atau pedoman bagi pendidik
dalam membantu pendidik merancang materi, memilih metode dan strategi pembelajaran yang
tepat serta memilih sumber belajar yang variatif serta penilaian yang tepat..Tujuan pelatihan
dan penggunaan indikator didasarkan pada:
1. Pengembangan instrumen (sebelum dan sesudah pembelajaran).
2. Merancang strategi didaktik.
3. Memilih spesifikasi alat dan sumber belajar yang sesuai dan variatif.
4. Melaksanakan proses pembelajaran.
5. Memilih metode dan stratgi pengajaran yang sesuai.
6. Merancang Penilaian

36
Tujuan instruksional dalam proses pembelajaran berkaitan erat dengan kriteria
pemilihan pra-penilaian, rancangan program, strategi pembelajaran dan dukungan memilih alat
dan sumber belajar yang variatif, kemudian akan dapat membentuk metode penilaian yang
sesuai, dengan artinya penilaian dapat mengukur isi dari tujuan instruksional yang dijalankan
(Martinis, 2006:25).

Secara khusus, tujuan pembelajaran pedagogis berguna dan penting bagi Pendidik dan
Pendidik (pendidik) dan peserta didik (peserta didik) untuk tujuan berikut:
1. Mengevaluasi pembelajaran
2. Membimbing dan Mengawasi peserta didik serta memfasilitasi (peserta didik) belajar.
3. Sebagai criteria merancang materi pelajaran.
4. Menyediakan bahan atau media untuk berkomunikasi dengan rekan-rekan pendidik
lainnya.

H. TAKSONOMI TUJUAN INSTRUKSIONAL


Menurut Benyamin Bloom dalam buku A Taxonomy of Educational Objectives (1956)
dalam Martinis (2006:210) taksonomi merupakan bagaimana mengkategorikan tujuan
instruksional secara bertingkat yang lebih tinggi, langkah demi langkah dan bertahap Tujuan
instruksional Blomm membaginya menjadi tiga kelompok atau wilayah serta tingkatan khusus,
sebagai berikut:
• Ranah Kognitif (pemahaman)
Kawasan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat “pengetahuan” sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
“evaluasi”. Adapun Ranah kognitif yang terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang
berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut:
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (aplication)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)

• Ranah Afektif (sikap dan perilaku)


Ranah afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem
nilai, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.
Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai
kepada yang komplek yang merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati
nurani. Dalam literatur tujuan afektif disebut sebagai: minat, sikap hati, sikap menghargai,
sistem nilai serta kecendrungan emosi. (Martinis Yamin, 2006).

Menurut Bloom ada beberapa dimensi-dimensi afektif yang perlu diperhatikan peserta
didik (peserta didik) dan Pendidik (pendidik) dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:
1. Sikap Penerimaan (receiving)
2. Responsif (reponding)

37
3. Penilaian (Veluing)
4. Organisasi (organization)
5. Pembentukan Karakter (characterization)

• Ranah Psikomotor (psychomotor domain)


Ranah psikomotor dalam proses pembelajaran berorientasi kepada keterampilan (skill),
dan kemampuan bertindak (action) peserta didik terhadap suatu materi yang ingin dipraktikkan.
Adapun dimensi-dimensi ranah psikomotor, sebagai berikut:
1. Persepsi (perception)
2. Kesiapan (set)
3. Gerakan Tubuh secara Umum (body movement in general)
4. Gerakan terbimbing (guided movements)
5. Kemahiran Komunikasi Verbal
6. Kemahiran komunikasi nonverbal

I. JENIS JENIS TUJUAN INSTRUKSIONAL DALAM PEMELAJARAN


Secara umum tujuan Instruksional dapat dibagi menjadi dua, Secara umum tujuan
Instruksional dapat dibagi menjadi dua,yakni:
1. Tujuan Instruksional umum (TIU) atau yang dikenal dengan istilah saat ini adalah
Kompotensi dasar (KD). Dalam bahasa asing sering disebut sebagai goal, terminal
objective, dan target objective. Tujuan akhir, Tujuan akhir menggambarkan hasil
pembelajaran utama dalam istilah perilaku yang disebutkan pertama kali dalam tujuan
keseluruhan. Untuk mencapai satu tujuan umum, kita harus memiliki beberapa tujuan akhir.
2. Tujuan atau indikator pendidikan khusus yang dikenal dalam bahasa asing adalah sebagai
berikut: tujuan aktivasi, tujuan dependen dan tujuan dukungan (tujuan validasi, tujuan
dependen, tujuan penyangga). Tujuan penyangga menggambarkan tindakan spesifik
(aktivitas tunggal atau langkah tunggal) yang harus dipelajari atau didemonstrasikan untuk
mencapai tujuan akhir (Martinis, 2005).

Pengertian tujuan instruksional umum adalah tindakan akhir yang diharapkan dari hasil
belajar, latihan, atau proses pembelajaran lainnya yang dinyatakan dengan frasa kalimat aktif
yang operasional. Ruang lingkup masalah atau dokumen yang sedang dibahas tergantung pada
ruang lingkup kegiatan saat ini. Istilah maksud dan tujuan sering digunakan karena
informasinya sering ditemukan dalam soal matematika atau tulisan. Menjelaskan tujuan
umum/kompetensi inti dan tujuan menjelaskan tujuan/indikator khusus.

Adapun dimaksud dengan indikator adalah perilaku yang ingin dicapai peserta didik
dalam proses belajar mengajar yang dilakukan. Dari posisi kandungan dan kedudukan antara
kedua tujuan tersebut, maka tujuan intruskional khusus merupakan pengewenjantahan dari
tujuan instruksional umum. Jadi kompetensi dasat merupakan pengembangan dari hasil
penjabaranya harus seluas menkafer kompetensi dasar.

38
➢ BAB 7 PROSES PEMBELAJARAN ABAD 21

A. PENDAHULUAN
Model pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran abad 21 ini
meliputi: 1) pembelajaran yang berpusat pada peserta didik learning student center, 2) multi
interaksi/komunikasi dalam proses pendidikan, 3) lingkungan belajar yang lebih luas, 4)
peserta didik aktif menyelidiki dalam proses belajar, 5) apa yang dipelajari kontekstual dengan
peserta didik, 6) pembelajaran berbasis tim, 7) objek yang dipelajari relevan dengan kebutuhan
peserta didik, 8) semua indera peserta didik didayagunakan dalam proses belajar, 9)
menggunakan multimedia (khususnya ICT), 10) hubungan pendidik dan peserta didik adalah
kerjasama untuk belajar bersama, 11) peserta didik belajar sesuai dengan kebutuhan individual,
sehingga layanan pembelajaran lebih individual juga, 12) kesadaran jamak (bukan individual),
13) multi displin, 14) otonomi dan kepercayaan, 15) mengembangkan pemikiran kreatif dan
kritis sera inovatif, 16) pendidik dan peserta sama-sama saling belajar. (BSNP, 2010).

Menurut Makmun (200 :156), proses pendidikan dan pembelajaran adalah rangkaian
interaksi antara siswa dan guru untuk mencapai seperangkat tujuan. Artinya siswa memiliki
perilaku belajar, guru memiliki perilaku edukatif, dan ada keterkaitan yang erat antara
aktivitasnya. Saiful Sagara mengatakan bahwa belajar memiliki dua karakteristik. Pertama,
proses pembelajaran melibatkan proses refleksi. Kedua, proses pembelajaran bertujuan untuk
menciptakan suasana interaksi dan proses tanya jawab yang berkelanjutan untuk meningkatkan
dan memperkuat kemampuan berpikir siswa, memungkinkan siswa menyerap apa yang
diperoleh. pengetahuan. “(Syaiful Sagala, 2003:63)

B. KONSEP DAN MAKNA BELAJAR


Belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu kegiatan terjadi atau
perubahan dalam menanggapi situasi tertentu, asalkan karakteristik perubahan dalam kegiatan
tidak dapat dijelaskan atas dasar tren, awal dari reaksi, kedewasaan, atau perubahan sementara
organ. (Belajar adalah proses terjadinya aktivitas yang tidak dapat menjelaskan variabilitas
aktivitas berdasarkan pola respons unik organisme, kematangan, dan keadaan sementara.)
(Hilgard dan Bower, 1996: 2,Jogiyanto, 2006:12). Kegiatan belajar adalah kegiatan perilaku
yang dihasilkan dari proses belajar seperti mengamati, belajar, mendengarkan, membaca,
mengingat, merasakan dan menerima (Cronbach, 195 , Suhertian, 2000: 30).

Hakikat belajar menurut Slameto (1991: ) adalah proses mengubah perilaku individu
dengan cara sebagai berikut: (a) Perubahan perilaku individu terjadi secara sengaja dan sadar.
(b) Perubahan perilaku individu bersifat terus menerus dan fungsional. (c) Perubahan perilaku
individu bersifat positif dan positif. (d) Perubahan permanen. (e) Proses pembelajaran yang
langsung dan terfokus. (f) Perubahan yang mencakup aspek perilaku individu.

Menurut UNESCO Terdapat empat pilar belajar, yaitu:


1. “Learning to know” belajar untuk mengetahui.
2. “Learning to do” belajar untuk aktif
3. Belajar menjadi yang dimaksud dengan belajar menjadi adalah proses belajar yang
dilakukan oleh seorang siswa (siswa, siswa) yang mengarah pada perubahan perilaku
individu yang mandiri atau orang yang berpendidikan.

39
4. “Belajar untuk hidup bersama”.

Menurut Suardiman (1990), hakikat pendidikan adalah upaya menciptakan kondisi atau
sistem lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi pembelajaran sepanjang hayat (HS)
siswa. Ketika kegiatan pembelajaran dilakukan oleh siswa, maka kegiatan pendidikan
dilakukan oleh guru dan instruktur (pendidik) dilakukan sebagai guru kelas. Pembelajaran yang
baik memiliki tujuan yang difokuskan pada:
1. Meningkatkan kualitas pikiran (quality of the mind).
2. Meningkatkan sikap mental.
3. Meningkatkan kualitas individu (kualitas manusia).
4. Untuk meningkatkan kemampuan menerapkan konsep dan pengetahuan dalam situasi
tertentu.

C. TEORI-TEORI PSIKOLOGI TENTANG BELAJAR


Banyak teori yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah psikologi. Di bawah ini
adalah beberapa aliran pemikiran psikologis yang sangat dominan yang mempengaruhi
proses pembelajaran:
1. Teori Belajar Behaviorisme
Behavioral Theory adalah salah satu teori psikologi yang menganggap individu hanya
dari sisi fisik dan mengabaikan sisi mental. Makna teori ini tidak mengandaikan adanya
intelek, minat, emosi, atau emosi individu dalam proses belajar. Peristiwa belajar hanya
menyebabkan refleks menjadi kebiasaan yang dikendalikan individu. Teori Prilaku
mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku suatu organisme karena pengaruh
lingkungan

2. Teori Belajar Humanistik


Teori pembelajaran manusia yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow mencoba
mengkritisi teori dan aktivisme Freud. Menurut Abraham, yang paling penting dilihat
orang adalah potensinya. Humanisme tidak fokus pada “anomali” dan “penyakit” yang
ada dalam teori psikoanalitik Freud, tetapi pada aspek evolusi kepribadian manusia.
Pendekatan ini mengkaji apa yang terjadi setelah mereka sembuh dari “penyakit” -
bagaimana orang mempersiapkan diri untuk melakukan hal-hal positif.

3. Teori Belajar Konstruktivis


Teori belajar konstruktivis adalah teori Piaget tentang perkembangan mental. Piaget
adalah salah satu pelopor psikologi konstruktivis. Salah satu teorinya yang terkenal
adalah memahami perkembangan kognitif individu. Piaget menyatakan bahwa
perkembangan kognitif individu terdiri dari empat tahap: (1) sensory motorik; (2) pre
operational; (3) concret operational; dan (4) formal operasional. Refleksi Piaget lainnya
tentang proses penciptaan kembali pengetahuan pribadi adalah asimilasi dan
akomodasi. James Atherton (2005), asimilasi

Menurut Ruseffendi,, 1988 teori belajar konstruktivisme berkenaan dengan kesiapan


anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga
dewasa. Konstruktivisme berpendapat bahwa pembelajaran akan lebih berhasil jika
menyesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Siswa memiliki kesempatan untuk

40
mengalami objek fisik, didukung oleh interaksi dengan teman sebaya dan pertanyaan rinci dari
guru.

Teori humanisme, aktivisme, dan konstruktivisme memiliki ciri khasnya masing-


masing. Antropologi berusaha memahami perilaku yang dipelajari dari perspektif perilaku
daripada perspektif pengamat. Tujuan utama pendidik adalah membantu peserta didik
berkembang, yaitu menyadari bahwa setiap individu mengakui bahwa dirinya adalah pribadi
yang unik dan memiliki potensi yang ada dalam dirinya. Teori belajar perilaku adalah proses
perubahan perilaku.

D. MODEL PEMBELAJARAN ABAD 21


Proses Pembelajaran pada abad 21 yang diterapkan harus dapat memfasilitasi siswa
untuk mengembangakan pengetahuan dan kemampuan abad 21 hal ini bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik yang siap bersaing dan mampu bertahan di era globalisasi dan
digitalisasi. dalam mendesain proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan abad 21 ada
beberapa hal yang harus diperhatikan
1. Rancangan Rencana Pembelajaran Pendidik (Guru/Dosen)
2. Memfasilitasi Keterampilan Kreativitas dan inovasi, Berpikir kritis dan pemecahan
Masalah serta komunikasi dan kalaborasi
3. Penerapan Model Pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
4. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran.

Menurut (Pheeraphan, 2013) Ketika para guru mengintegrasikan Teknologi dalam


pengajaran dan pembelajaran hal itu dapat meningkatkan keterampilan belajar abad ke-21
sebagai berikut:
1. Keterampilan kolaborasi yang merupakan kemampuan untuk bekerja secara efektif
dengan orang lain, menghargai nilai anggota, dan juga bertanggung jawab atas kerja
kelompok.
2. Keterampilan komunikasi adalah kemampuan menyusun, melihat dan
mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain untuk dipahami secara lisan atau
tertulis.
3. Literasi informasi adalah kemampuan untuk mengakses, menggunakan, menganalisis,
dan mengevaluasi informasi secara tepat dengan tanggung jawab dan etika.
4. Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menggunakan, menganalisis,
mengevaluasi dan membuat media dalam berbagai bentuk tanggung jawab dan etika.
5. Literasi teknologi inforamsi dan komunikasi (ICT) adalah kemampuan untuk
menggunakan teknologi digital, alat komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi,
menggunakan, dan membuat informasi.

➢ BAB 8 PENGELOLAAN KELAS PEMBELAJARAN ABAD 21

C. PENDAHULUAN
Syarat utama terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien adalah
tersedianya pendidik yang mampu mengelola kelas yang efektif. Pengelolaan kelas merupakan
masalah perilaku yang kompleks, seorang pendidik harus mampu memfasilitasi kelas agar
proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan berkualitas.

41
Proses pembelajaran yang dilakukan guru, guru (pendidik), dan siswa di kelas
menghadirkan berbagai permasalahan, antara lain: (a) tentang pengelolaan kelas. (b) Masalah
dengan proses pembelajaran. (c) Masalah dengan pengembangan atau penggunaan sumber
belajar. (d) Masalah terkait kendaraan untuk pengembangan pribadi dan profesional.

Pengelolaan kelas dilaksanakan untuk (1) meningkatkan kegiatan pembelajaran. (2)


Meningkatkan hasil belajar siswa. (3) Menerapkan metode pembelajaran yang kreatif, beragam
dan inovatif. (4) Menjalin interaksi antara guru dan siswa. (5) Membuat kesepakatan akademik
dengan mahasiswa.

Di sisi lain, masalah dalam proses pembelajaran dapat diselesaikan dengan; (a)
membuat rencana (ringkasan) untuk satuan pendidikan. (b) Menerapkan berbagai metode
pembelajaran. (c) Meningkatkan peran siswa dalam pembelajaran di kelas. (d) Memperbaiki
prosedur dan metode evaluasi. Isu-isu yang terkait dengan pengembangan dan penggunaan
sumber daya yang dapat dikembangkan dan digunakan: (1) Bahan atau model. (2) Sumber daya
lingkungan, (3) Perangkat khusus. Di sisi lain, masalah pribadi dan profesional dapat
diselesaikan sebagai berikut. (1) Meningkatkan hubungan antara siswa, guru dan orang tua. (2)
Meningkatkan kemampuan profesional guru. Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan
dalam proses pembelajaran di kelas inilah yang harus dipecahkan oleh guru, guru dan siswa
guna meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.

D. PENGERTIAN PENGELOLAAN KELAS BERDASARKAN PSIKOLOGI


PENDIDIKAN
Pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan yang terencana dan disengaja oleh guru dan
pengajar (pendidik) dengan tujuan untuk menciptakan dan memelihara kondisi dan pendidikan
yang optimal. Jalankan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dapat
kita simpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang diatur untuk kepentingan
pembelajaran. Pengelolaan kelas berdasarkan pendekatan Weber (1977) dapat dibagi menjadi
tiga tingkatan:

Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter, manajemen kelas adalah kegiatan guru yang
bertujuan untuk mengendalikan perilaku siswa dan guru berperan dalam menciptakan dan
memelihara aturan kelas melalui penerapan yang ketat (Weber). Ruang kelas merupakan upaya
guru untuk memberikan kebebasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan apapun yang
mereka inginkan. Dan peran guru adalah menciptakan kondisi agar siswa dapat melakukan
aktivitas di dalam kelas dengan aman. Ketiga, pendekatan terhadap perubahan perilaku. Karena
pendekatan ini didasarkan pada manajemen kelas sebagai proses modifikasi perilaku,
manajemen kelas adalah upaya untuk memungkinkan siswa mengubah perilaku positif mereka
dan mencegah lebih banyak siswa.

Sedangkan menurut Sudirman (1991: 310), pengelolaan kelas adalah suatu upaya untuk
memanfaatkan potensi kelas. Senada dengan itu, Arikunto (1988: 67) berpendapat bahwa
pengelolaan kelas adalah upaya orang yang bertanggung jawab atas kegiatan pembelajaran
untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan optimal agar kegiatan pembelajaran dapat

42
dilaksanakan sesuai rencana. Edmmer (1981) dalam Djiwandono (2006:26 ) Manajemen kelas
didefinisikan sebagai berikut:
1. Perilaku guru dapat menyebabkan prestasi siswa yang tinggi, karena siswa
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas.
2. Perilaku siswa tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas guru dan siswa lainnya.
3. Penggunaan waktu belajar yang efektif.

Dipandu oleh tiga pilar utama guru dan guru (pendidik) yang mengkhususkan diri
dalam melakukan tugas pembelajaran di kelas, upaya penerapan manajemen kelas adalah
sebagai berikut:
1. Profesional menyediakan bahan ajar untuk peserta didik, dan kepribadian yang matang.
2. Penyedian bahan ajar dengan strategi yang harus dimiliki guru (pendidik) untuk
mendukung pembelajaran di kelas dengan memperoleh kemampuan secara efektif. Ini
adalah keterampilan.
3. Pendistribusian bahan ajar
4. Kepribadian yang Dewasa Guru yang mengelola proses pembelajaran siswa di kelas
harus memiliki kepribadian yang matang, mengikuti basis pengetahuan (pendidikan)
dengan momentum perkembangan yang sesuai.

E. PENERAPAN ASAS-ASAS DIDAKTIS DALAM PROSES PEMBELAJARAN


KELAS
Untuk pengetahuan dasar (pembelajaran) dan pengajaran terapan di kelas, kemampuan
guru untuk memimpin di depan kelas sangat penting:
1. Prinsip partisipasi aktif siswa di kelas
Pembelajaran aktif siswa di kelas dikaitkan dengan kinerja mental (intelektual,
emosional) dan fisik. Tingkat aktivitas siswa dalam pembelajaran Ada banyak
perbedaan antara aktivitas yang berpusat pada guru dan yang berpusat pada siswa.
Tingkat aktivitas ditentukan oleh beberapa aspek (Mc Kachie, 195):
o Keterlibatan murid (siswa) dalam definisi tujuan pembelajaran di kelas.
o Stres emosional dalam pembelajaran di kelas.
o Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, khususnya interaksi siswa-guru dan
siswa lainnya di dalam kelas.
o Guru menerima perilaku dan kontribusi siswa yang tidak pantas atau sepenuhnya
tidak pantas.
o Kesempatan bagi siswa untuk membuat keputusan belajar yang penting.

2. Prinsip-prinsip motivasi
Kewajiban guru diperlukan sebagai motivasi untuk mendorong dan memotivasi siswa
berbuat atau tidak untuk mencapai tujuan pembelajaran di kelasnya. Berikut adalah beberapa
pedoman praktis yang harus diikuti oleh guru (pendidik) untuk memotivasi peserta didik untuk
belajar di kelas:
o Pastikan bahwa tujuan pendidikan dari pelajaran itu jelas dan menarik.
o Guru harus bersemangat untuk belajar dan bertindak seperti guru
o Menciptakan suasana yang mendukung, segar dan menyenangkan
o Daripada menghukum hukuman atau kritik, Hadiah dan pujian

43
o Tugaskan pekerjaan rumah (pekerjaan rumah) Sesuai dengan tingkat keterampilan
siswa
o Menentukan evaluasi tugas setiap siswa
o Mengevaluasi hasil belajar siswa
o Guru harus dapat memilih, mengidentifikasi, menerapkan, dan mengembangkan
rencana pengajaran dalam kegiatan pembelajaran kelas berstandar kompetensi .

F. ASPEK -ASPEK PENGELOLAAN KELAS


Aspek pengelolaan kelas adalah sebagai berikut:
A. Aspek preventif (pencegahan) dapat berupa perilaku guru dalam penyebaran murid dan
perangkat pedagogi atau dalam bentuk pendidikan dan pembelajaran yang sesuai. Dalam
rangka pembinaan manajemen sekolah, beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:
o Meningkatkan rasa disiplin diri guru.
o Meningkatkan kesadaran di kalangan siswa.
o Sikap tulus guru.
o Menemukan dan mengidentifikasi alternatif pengelolaan.
o Kontrak sosial

B. Aspek perilaku, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru ketika timbul masalah
administrasi. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dipertimbangkan oleh seorang guru
atau instruktur saat mengambil tindakan:
o Lakukan tindakan, bukan presentasi.
o Tidak ada negosiasi.
o Gunakan tindakan “Periksa”.
o Jelaskan aturan dan konsekuensinya.

C. Dimensi kuratif Dimensi kuratif bertujuan untuk membangun kontrak sosial yang non-
fungsional. Bentuk situasi ini adalah sebagai berikut:
o Siswa melanggar banyak peraturan sekolah.
o Siswa menolak hasilnya.
o Siswa akan sepenuhnya menolak aturan khusus yang dibuat.

Langkah-langkah penyembuhan yang dapat dilakukan oleh seorang guru atau instruktur adalah
sebagai berikut:
- Jadwal
- Jadwal pertemuan
- Menyelesaikan masalah / kontrak individu
- Melakukan kegiatan tindak lanjut

G. PENGELOLAAN KELAS FISIK DAN ONLINE/VIRTUAL


1. Pengelolaan kelas fisik
a) Ruang kelas tempat berlangsungnya proses belajar mengajar Jenis kegiatan (ruang
kelas/ruang praktik) Jumlah siswa yang melaksanakan kegiatan.
b) Penataan tempat duduk .

44
c) Ventilasi dan pengaturan cahaya harus cukup untuk menjamin kesehatan siswa,
termasuk jendela yang cukup besar untuk menerima sinar matahari dan udara segar.
d) Gudang penyimpanan barang harus disimpan di tempat yang sesuai, mudah dijangkau
dan disiapkan untuk penggunaan barang segera.

2. Manajemen kelas virtual / Manajemen kelas online maya/daring oleh pendidik dan peserta
didik untuk memastikan pembelajaran berjalan efektif perlu memperhatikan dan
mempersiapkan sebagai berikut:
a) Media.
b) Metode
c) Materi

H. KOMPONEN PENGELOLAAN KELAS


Pengelolaan kelas yang mendukung proses pembelajaran mempertimbangkan unsur
pengelolaan kelas yang meliputi dua tindakan:
1. Tindakan pencegahan; Pencegahan. Secara khusus, upaya pertama yang mungkin
dilakukan guru untuk menghindari gangguan dalam pembelajaran. (a) Daya
tanggap/sensitivitas, terutama kemampuan guru dalam merespon perilaku dan aktivitas
yang dirasa mengganggu. (b) Memperhatikan dan selalu memperhatikan berbagai aktivitas,
lingkungan, dan segala sesuatu yang berasal darinya.
2. Perilaku Menyegarkan. Perilaku represif, kemampuan guru untuk mengatasi, mencari, dan
menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang muncul di lingkungan belajar.
a) Perubahan perilaku, atau perilaku yang dapat diamati.
b) Manajemen tim, termasuk pemecahan masalah, harus berpartisipasi dalam kolaborasi
dengan berbagai pemangku kepentingan atau pemangku kepentingan.
c) Diagnosa adalah keterampilan yang mencari faktor-faktor yang menyebabkan
gangguan dan merupakan kekuatan pendorong untuk meningkatkan proses
pembelajaran.
d) Peran guru. Hal ini mendorong siswa untuk mengembangkan tanggung jawab pribadi
terhadap lingkungan mereka, dan membantu siswa memahami perilaku mereka dan
beradaptasi dengan aturan kelas, menciptakan rasa kewajiban untuk berpartisipasi
dalam tugas dan perilaku. Sesuai dengan kegiatan kelas.

45
➢ BAB 9 PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER BELAJAR ABAD
21

A. PENDAHULUAN
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan
wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah
maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan
belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar dapat berupa buku-buku rujukan,
referensi, atau literatur, baik untuk menyusun silabus maupun dalam proses kegiatan belajar
mengajar.

Menurut Dirjen(1983:12), sumber belajar adalah segala sesuatu yang melaluinya


seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990:83) menyatakan bahwa sumber belajar
mencakup semua kemungkinan sumber daya yang dapat digunakan peserta didik untuk
mengadopsi perilaku belajar. Selama proses pembelajaran, komponen sumber belajar dapat
digunakan secara individual atau kombinasi baik untuk sumber belajar yang direncanakan
maupun yang digunakan.

Menurut Association for Educational Communications and Technology sumber


pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara
terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sumber pembelajaran dapat
dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by design), yakni
semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem
instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan
2. Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni
sumber belajar yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun
dapat ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar-salah satunya
adalah media massa.

B. KONSEP PENGEMBANGAN SUMBER BELAJAR


Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu tiap orang
untuk belajar dan manampilkan kompetensinya. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan,
alat, teknik, dan latar (AECT 1994).

Sumber belajar dapat menjadi bagian dari sistem pendidikan dan dapat mempengaruhi
perilaku belajar peserta didik. Secara umum, ada dua jenis sumber belajar:
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar
yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem
instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2. Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber
belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya
dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran

46
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk: (1) pesan:
informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru,
instruktur, peserta didik, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier
dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang
untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan:
perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin,
mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi,
seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi,
debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula,
teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.

C. PEMBERDAYAAN SUMBER BELAJAR


Di bawah Manajer Umum. Dikti (1983:3839), guru harus mampu: (a) menggunakan
sumber belajar dalam kegiatan belajar sehari-hari. (b) Pengenalan dan penyajian sumber
belajar. (c) Jelaskan peran sumber daya yang berbeda dalam pembelajaran. dD) Mengatur tugas
menggunakan sumber belajar dalam hal perilaku. (e) Lakukan penelitian Anda sendiri tentang
materi dari berbagai sumber. (f) Memilih materi yang sesuai dengan prinsip dan teori
pembelajaran. (g) Mengevaluasi efektivitas penggunaan sumber daya pendidikan sebagai
bagian dari materi. (h) Rencanakan kegiatan untuk menggunakan sumber belajar secara efektif.

Selain keterampilan di atas, guru perlu mengetahui (1) materi yang diperoleh dari
proses komunikasi, teori komunikasi dan psikologi pendidikan dalam proses pembelajaran. (2)
Perlu diketahui sifat setiap sumber belajar (baik fisik maupun karakteristik yang disebabkan
oleh faktor lain). Hal tersebut mempengaruhi proses belajar, sumber belajar, dan (3) sumber
belajar yang akan diperoleh. Keterampilan ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa guru harus
menyadari pentingnya mengembangkan keterampilan tertentu untuk mencapai tujuan yang
optimal dalam proses pembelajaran

D. RUANG KELAS SEBAGAI SUMBER BELAJAR


Dilihat dari sisi atau aspek teknologi pendidikan, sumber belajar dapat meliputi 1) orang
(seperti dosen, teman, tokoh, artis/selebritis, dan sebagainya); 2) Bahan (seperti buku teks,
modul, CD-ROM pembelajaran, VCD Pembelajaran, OHP, dan sebagainya); 3) alat (seperti
komputer, LCD projector, peralatan laboratorium, dan sebagainya); 4) lingkungan (baik
lingkungan fisik seperti tata ruang kelas atau non fisik seperti nuansa, iklim belajar, hubungan
antara dosen dengan mahapeserta didik, dan sebagainya); 5) pesan; dan 6) tehnik.

Suatu lembaga pendidikan tinggi tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik jika
para guru dan dosen (pendidik) dan para peserta didik dan mahapeserta didik (peserta didik)
tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran. Menurut Tucker (1979) sebagaimana dikutip oleh Arif Wicaksono (2008)
bahwa pusat sumber belajar didefinisikan dengan istilah media center, dengan pengertian
bahwa suatu departemen yang memberikan fasilitas pendidikan, latihan, dan pengenalan
melalui produksi bahan media (transparansi overhead, slide, filmstrip, videotape, dan
sebagainya) serta memberikan pelayanan penunjang (seperti sirkulasi peralatan audiovisual,

47
penyajian program-program video, pembuatan katalog, dan pemanfaatan pelayanan sumber-
sumber belajar pada ruang kuliah.

E. FUNGSI SUMBER BELAJAR


Ada beberapa funsi sumber belajar dalam menjalankan proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar
dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi
beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan
mengembangkan gairah.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara:
(a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a)
perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan
bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan
sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara
pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit;
(b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi
yang mampu menembus batas geografis.

F. KRITERIA PEMILIHAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN


Ketika memilih sumber daya pendidikan, kriteria berikut harus dipertimbangkan. (1)
Ekonomis: Tidak harus mahal. (2) Nyaman: Tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit
dan jarang. (3) Kemudahan penggunaan: Dekat dengan lingkungan dan ketersediaan kita. ( )
Fleksibilitas: Dapat digunakan untuk berbagai tujuan pendidikan. (5) Terdiri dari tujuan:
Mendukung proses dan mencapai tujuan pembelajaran dapat membangkitkan motivasi dan
minat belajar peserta didik.

Lingkungan yang dapat digunakan sebagai sumber belajar meliputi (1) lingkungan
sosial dan (2) lingkungan fisik (alami). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk penelitian
humaniora dan ilmu sosial, dan lingkungan alam dapat mendidik peserta didik untuk belajar
tentang fenomena alam, mencintai alam, mencintai alam, dan berpartisipasi dalam pelestarian
dan pelestarian alam. Pemanfaatan lingkungan dapat dicapai melalui kegiatan yang
mendekatkan peserta didik dengan lingkungan, seperti survei, tamasya, perkemahan, dan
pelatihan. Baru-baru ini, kegiatan belajar telah berkembang dengan apa yang disebut
ekstroversi.

G. INTERNET SEBAGAI SUMBER BELAJAR


Selain sumber belajar berupa perpustakaan yang tersedia di sekolah atau kampus,
sekarang ini berkembang teknologi internet yang memberikan kemudahan dan keleluasaan
dalam menggali ilmu pengetahuan. Melalui internet peserta didik dapat mengakses berbagai
literatur dan referensi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat
mempermudah proses studinya. Menurut Fred S Keller, teknolog pendidikan era tahun 1960-
an mengkritik penerapan metode-metode pembelajaran konvensional yang kurang menarik

48
perhatian peserta didik. Menurut dia, peserta didik harus diberi akses yang lebih luas dalam
menentukan apa yang ingin mereka pelajari sesuai minat, kebutuhan, dan kemampuannya.
Dikatakannya pula bahwa guru bukanlah satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas.
Peserta didik harus diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber
belajar.

Melalui internet dapat diakses sumber-sumber informasi tanpa batas dan aktual dengan
sangat cepat. Adanya internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses
perpustakaan di Amerika Serikat dalam bentuk Digital Library. Berbagai referensi, jurnal,
maupun hasil penelitian yang dipublikasikan melalui internet tersedia dalam jumlah yang
berlimpah Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh
dengan cepat. Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat
ditemui di internet cenderung lebih up to date.

Bagi para pengajar, internet bermanfaat dalam mengembangkan profesinya, karena


dengan internet dapat : (a) meningkatkan pengetahuan, (b) berbagi sumber diantara rekan
sejawat, (c) bekerjasama dengan pengajar di luar negeri, (d) kesempatan mempublikasikan
informasi secara langsung, (e) mengatur komunikasi secara teratur, dan (f) berpartisipasi dalam
forum-forum lokal maupun internasional.

➢ BAB 10 EVALUASI PEMBELAJARAN ABAD 21

A. PENDAHULUAN
Evaluasi merupakan kegiatan pengukuran dan penilian. Namun, secara umum, hanya
peringkat yang diidentifikasi sama dengan peringkat karena mengandung pengukuran. Juga,
tidak ada penilaian yang dapat dilakukan tanpa aktivitas pengukuran sebelumnya (Arikunto,
1989). dalam konteks penilaian atau evaluasi, istilah yang berbeda digunakan: mengukur,
mengevaluasi dan mengevaluasi. Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan yang
menentukan besaran suatu benda digital. Pengukuran secara inheren lebih kuantitatif dan juga
alat evaluative

Penilaian merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan pendidik dalam
kegiatan pembelajarannya. Melalui evaluasi, pendidik belajar tentang perkembangan peserta
didik dalam hal prestasi akademik, kecerdasan, keterampilan khusus, minat, hubungan sosial,
bakat, dan kepribadian. Tahapan utama evaluasi bersama adalah: (1) Rencana; (2) Pelaksanaan
dan pengumpulan data; (3) Pengolahan atau verifikasi data; (4) Menganalisis data dan (5)
menyimpulkan atau menginterpretasikan data.

Konsep Penilaian Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai proses sistematis yang


menentukan sejauh mana tujuan akademik peserta didik telah tercapai (Gronlund, 1993, Siti
Rahayah, 2003). Penilaian pembelajaran adalah proses penentuan apakah bahan dan metode
pembelajaran memenuhi tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu cara untuk menentukan ini
adalah dengan meminta peserta didik untuk mengikuti tes. Anda dapat melihat tolok ukur tes
sebagai tujuan pembelajaran.

49
Definisi Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan memperkirakan hasil pengukuran,
atau kegiatan membandingkan dan tidak mencapai tingkat keputusan. Evaluasi berasal dari
bahasa Inggris assessment, yang dalam arti etimologis berarti nilai, dapat dipahami secara
harfiah sebagai evaluasi.

B. TUJUAN PENILAIAN PEMBELAJARAN


Dalam penyelenggaraan pendidikan, penilaian memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Evaluasi kemajuan akademik seorang peserta didik setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
2. Mengevaluasi keefektifan metode pembelajaran.
3. Mengetahui posisi peserta didik dalam kelompok.
4. Mendapatkan umpan balik dan umpan balik tentang kemajuan pendidik dan peserta
didik.

Arikunto (1989) berpendapat bahwa harus ada hubungan yang erat antara 1) tujuan
program dan materi pembelajaran, 2) materi pembelajaran yang dievaluasi, dan 3) tujuan
program yang dievaluasi. Oleh karena itu, penilaian harus mengacu pada kurikulum dan materi.
Hubungan antara evaluasi kurikulum dan bahan ajar 194 | Psikologi Pendidikan “Menghadapi
Pembelajaran Abad 21” sangat dominan. Pendidik sangat perlu meminta peserta didik untuk
memperkaya referensi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Konsep diagnosis fungsional
adalah sebagai berikut:
1. Penilaian bertujuan untuk menemukan ketidakmampuan belajar dengan mengikuti
kursus dengan perlakuan yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Evaluasi berlangsung selama proses pembelajaran (Tagliante, 1996).

C. FUNGSI EVALUASI PEMBELAJARAN


Evaluasi pembelajaran dapat berfungsi sebagai alat seleksi, penempatan, dan
diagnostik, guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran. Penjelasan dari
setiap fungsi tersebut adalah:
a) Fungsi seleksi.
Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon
peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.
b) Fungsi Penempatan.
Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap orang
(peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada jenis dan/ atau jenjang pendidikan
yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.
c) Fungsi Diagnostik.
Evaluasi diagnostik berfungsi atau dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan
belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut

Tagliante (1996) menyatakan bahwa proses pembelajaran juga memiliki tiga fungsi
evaluasi, yang kita sebut “Tiga fungsi evaluasi utama”. Tiga fungsi tersebut adalah prognosis,
diagnosis, dan otentikasi.
1. Fungsi prognostic; bergungsi untuk melalukan tes awal proses pembelajaran untuk
menentukan status objektif pembelajar. Hasil yang diperoleh digunakan untuk

50
menentukan posisi peserta didik. Fungsi prognosis juga membantu memprediksi
keterampilan lanjutan yang mungkin dicapai peserta didik.
2. Fungsi diagnostik ; berfungsi untuk Menilai dan menganalisis kemampuan peserta
didik dalam proses pembelajaran. Tujuannya adalah untuk membantu mereka agar
mereka dapat memiliki keterampilan yang mereka harapkan. Penilaian ini dilakukan
sepanjang proses pembelajaran. Tujuan utamanya adalah untuk membantu mencapai
tujuan pembelajaran. Penilaian Diagnostik memungkinkan pendidik untuk dengan
cepat memelihara atau mengganti metodologi yang digunakan
3. Fungsi otentikasi ; bergunsi untuk membantu menujukkan nilia posisi peserta didik
dalam pelajaran. Penilaian dilakukan pada akhir masa studi, seperti akhir semester,
program, paket, atau jenjang.

D. PENILAIAN KELAS
Penilaian kelas adalah kegiatan pendidik yang melibatkan perolehan keterampilan dan
keputusan tentang hasil belajar bagi peserta didik yang telah menjalani proses pembelajaran
tertentu. Penilaian kelas adalah proses sistematis mengumpulkan dan menganalisis informasi
tentang kinerja peserta didik untuk. Penilaian Kelas mengidentifikasi hasil dan hasil belajar
yang ingin dicapai melalui peta dan laporan kemajuan peserta didik, atau dinyatakan melalui
pernyataan kriteria yang jelas yang dicapai pada hasil belajar peserta didik atau hasil belajar
setelah proses pembelajaran tertentu. Data yang diperoleh pendidik selama proses
pembelajaran dapat dikumpulkan dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian sesuai
dengan kemampuan yang dicapai atau hasil belajar.

Penilaian kelas adalah proses dimana pendidik mengumpulkan, menggunakan


informasi, dan membuat keputusan berdasarkan tahap pembelajaran. Penilaian kelas bersifat
formal, informal atau spesifik, tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Penilaian
kelas dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain ujian tertulis, penilaian pekerjaan
rumah peserta didik melalui kumpulan tugas/tugas (portofolio), review produk, penilaian
proyek dan hasil belajar peserta didik.

Data yang diperoleh pendidik selama proses pembelajaran dapat dikumpulkan dan
dikumpulkan melalui proses evaluasi dan alat yang disesuaikan dengan keterampilan atau hasil
belajar yang dievaluasi. Oleh karena itu, penilaian kelas adalah proses dimana pendidik
mengumpulkan dan menggunakan informasi, dalam hal ini membuat keputusan tentang nilai
hasil belajar seorang peserta didik berdasarkan tahap pembelajaran. Dari proses ini diperoleh
potret/ profil peserta didik untuk mencapai beberapa kompetensi inti dan kriteria kompetensi
yang tercantum dalam program.

Ketika informasi yang cukup tentang prestasi akademik peserta didik dikumpulkan,
seorang pendidik harus membuat keputusan tentang nilai peserta didik:
1. Apakah peserta didik mencapai kemampuan untuk mengidentifikasi dirinya?
2. Apakah peserta didik memiliki hak untuk melangkah lebih jauh?
3. Langkah-langkah apa yang perlu diulang peserta didik?
4. Apakah peserta didik perlu memiliki cara lain sebagai pemberi wawasan (korektor)?
5. Apakah peserta didik membutuhkan penguatan?

51
6. Haruskah program dan kegiatan pembelajaran ditingkatkan dan diperdalam, buku teks
dan buku teks dipilih dan kurikulum dibuat?

E. PENETAPAN JENIS PENILAIAN


Penilaian adalah proses untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai suatu
kompetensi atau belum. Penilaian ini terbagi menjadi jenis tagihan dan bentuk penilaian.
Adapun jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut:
a) Kuis. Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya
dilakukan sebelum pembelajaran dimulai.
b) Ulangan Harian/Blok. Bentuknya berupa soal uraian yang lengkap dari apa yang telah
mereka pahami sehingga dapat diketahui kemampuan seorang peserta didik.
c) Pertanyaan Lisan. Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep,
prinsip, atau teorema.
d) Tugas Individu. Tugas individu dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam
bentuk pembuatan klipping, makalah, atau tugas presentasi individu.
e) Tugas Kelompok. Tugas kelompok digunakan untuk menilai kompetensi kerja
kelompok.
f) Ujian Praktik. Bentuk ini dipakai untuk materi yang ada kegiatan praktikumnya.
g) Proyek Akhir. Tagihan ini dapat dilakukan apabila kita ingin agar peserta didik
menerapkan kompetensi yang telah dicapai dalam sebuah karya akhir.

Bentuk penilaian dapat berupa tes maupun nontes. Bentuk penilaian tes meliputi:
pilihan ganda, uraian objektif, uraian non-objektif, jawaban singkat, menjodohkan, benar-
salah, unjuk kerja (performans) dan portofolio, sedangkan bentuk penilaian nontes dapat
meliputi: wawancara, inventori, dan pengamatan.

F. ARAH PENILAIAN PEMBELAJARAN ABAD 21


Sistem penilaian yang berlaku saat ini lebih mengukur kemampuan peserta didik untuk
mengingat fakta, dengan menggunakan tes pilihan ganda, namun kurang dalam penilaian
kemampuan peserta didik untuk terlibat dan menyelesaikan pemikiran kompleks dan tugas
pemecahan masalah.

Adapun tuntutan strategi penilaian pemebelajaran abad 21 sebagai berikut: (1) perlunya
pergeseran dalam strategi penilaian yang dapat mengukur keterampilan di lingkungan global
yang kompleks. Penilaian pada abad 21 harus beralih untuk mengukur kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis, menyelesaian masalah, mengumpulkan informasi, dan membuat
keputusan yang masuk akal dan beralasan sambil menggunakan teknologi; (2) Selain
menghadapi tantangan dunia nyata, penilaian harus memberikan tugas berbasis solusi.
Keterampilan akan lebih berfokus pada keterampilan operasional peserta didik, seperti
keahliannya menggunakan banyak sumber secara tepat dan efisien, bukan pada apakah peserta
didik telah merespon secara benar yang disampaikan oleh pendidik; (3) Penilaian tidak hanya
untuk memenuhi persyaratan atau tuntutan pemerintah saja, tapi mempersiapkan peserta didik
untuk memiliki kesiapan menghadapi tantangan di lingkungan global yang kompleks di masa
depan; (4) Penilaian peserta didik dilakukan dengan dasar penilaian yang mengarah pada
tindakan berbasis kelas. Hal ini disebabkan karena secara keseluruhan, penilaian tidak hanya
dapat memberikan penilaian pada peserta didik saja, namun juga membantu pendidik dan

52
peserta didik untuk melakukan evaluasi; (5) Pada pembelajaran abad 21 ini, tentu juga
membutuhkan penilaian yang sesuai dengan pembelajaran abad 21. (Eny Winarty: 2018).

2.3 BUKU KETIGA

➢ BAB 1 KONSEP DASAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Epistemologi Psikologi Pendidikan

1. Psikologi Secara Umum


Psikologi dalam istilah disebut sebagai ilmu jiwa, berasal dari bahasa Inggris yakni
psycology. psycology merupakan dua akar kata yang berhubungan dari bahasa Yunani, yaitu
psyche yang berarti jiwa logo yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi memang berarti ilmu
jiwa.
Psikologi mengalami perkembangan dalam artinya. Ini disebabkan karena pengertian
tentang jiwa dan tidak pernah ada titik temu sejak dahulu.Sejarah psikologi dapat dibagi dalam
beberapa periode yaitu:
a. Psikologi pra-sistematik yang setua sejarah manusia dan terdiri dari renungan-
renungan yang secara relatif tak tertata yang didasarkan kepada ide keagamaan dan
mitologis.

b. Psikologi sistematik yang berawal sekitar tahun 400 SM dimulai oleh Plato dan
berisi renungan renungan yang teratur secara rasional.
c. Psikologi ilmiah yang bermula menjelang akhir abad ke-19 dan mengandung
simpulan-simpulan yang faktual yang bisa didefinisikan dan merupakan suatu satuan
ilmu tersendiri.
2. Psikologi Multidisipliner Ilmu
Psikologi beserta sub-sub ilmunya, pada dasarnya mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan ilmu-ilmu lain. Hubungan itu biasanya bersifat timbal balik. Psikologi memerlukan
bantuan ilmu lain dan sebaliknya, ilmu lain juga memerlukan bantuan psikologi.
a. Psikologi dengan sosiologi
Mead dan madzhabnya mengisyaratkan adanya suatu kemugkinan yang menarik bagi
apa yang dinamakan “psikologi sosiologis” Artinya, psikologi yang memperoleh perspektif-
perspektif dasarnya dari suatu emahaman sosiologis tentang kondisi manusia.
b. Psikologi dengan ilmu politik
Ilmu pengetahuan yang erat hubungannya dengan psikologi ialah ilmu politik.
Kegunaan psikologi, khususnya psikologi sosial dalam analisis politik, jelas dapat kita ketahui
apabila kita sadar bahwa analisis politik, jelas dapat kita ketahui apabila kita sadar bahwa
analisis sosial politik secara makro diisi dan diperkuat analisis yang bersifat mikro. Psikologi
social mengamati kegiatan manusia dari segi ekstern (lingkungan sosial, fisik, peristiwa,
gerakan massa) maupun segi intern (kesehatan fisik perseorangan, semangat, emosi).

53
c. Psikologi dengan ilmu komunikasi
Banyak ilmuan dari berbagai disiplin memberikan sumbangan kepada ilmu
komunikasi, antara lain Harold D. Lasswell (ilmu politik), Max Weber, Daniel Larner, dan
Everett M. Rogers (sosiologi), Carl I. Hovland dan paul lazarfeld (psikologi), Wilbur Schramm
(bahasa), serta Shannon dan Weaver (matematika dan tekhnik). Tidak mengherankan bila
banyak disiplin telah terlibat dalam studi komunikasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini menurut Fisher bermakna bahwa komunikasi memang mencakup semuanya,
dan bersifat sangat efektif menggabungkan berbagai bidang.
d. Psikologi dengan biologi
Sejauh mana hubungan psikologi dengan biologi? Biologi mempelajari kehidupan
jasmaniah manusia atau hewan, yang bila dilihat dari objek materialnya, terdapat bidang yang
sama dengan psikologi, hanya saja objek formalnya berbeda. Objek formal biologi adalah
kehidupan jasmaniah (fisik), sedangkan objek formal psikologi adalah kegiatan atau tingkah
laku manusia.
e.Psikologi dengan ilmu alam
Pada awal permulaan abad ke-19, psikologi dalam penelitiannya banyak terpengaruh
oleh ilmu alam. Psikologi disusun berdasarkan hasil eksperimen, sehingga lahirlah antara lain,
Gustav Fechner, Johannes Muller, Watson, dan lain-lain. Namun kemudian psikologi
menyadari objek penyelidikannya adalah manusia dan tingkah lakunya yang hidup dan selalu
berkembang, sedangkan objek ilmu alam adalah benda mati. Oleh sebab itu, metode ilmu alam
yang dicoba diharapkan dalam psikologi, dianggap kurang tepat. Karena itu, psikologi mencari
metode lain yang sesuai dengan sifat keilmuannya sendiri, yaitu antara lain metode
“fenomenologi” suatu metode penelitian yang menitik beratkan gejala hidup kejiwaan.
f. Psikologi dengan filsafat
Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Dalam penyelidikannya, filsafat memang berangkat dari apa yang
dialami manusia, karena tak ada pengetahuan jika tidak bersentuhan lebih dahulu dengan indra,
sedangkan ilmu yang hendak menelaah hasil pengindraan itu tidak mungkin mengambil
keputusan dengan menjalankan pikiran, tanpa menggunakan dalil dan hukum pikiran yang
tidak mungkin dialaminya.

➢ BAB II NEUROSCIENCE
A. Perkembangan Otak
1. Definisi Perkembangan Otak
Seluruh kegiatan tubuh manusia diatur oleh pusat susunan syaraf yaitu “otak” dan
sumsum tulang belakang. Otak terletak di rongga tengkorak dan dibungkus oleh tiga lapis
selaput kuat yang disebut meninges. Selaput paling luar disebut duramater, paling dalam adalah
piamater dan yang tengah disebut arachnoid. Di antara ketiga selaput tersebut terdapat cairan
serebrospinal yang berfungsi untuk mengurangi benturan atau goncangan.
2. Bagian dan Fungsi Otak
a. Cerebrum (Otak Besar)
Otak besar (Cerebrum) merupakan pusat syaraf utama yang berfungsi untuk pengaturan
semua aktivitas tubuh, berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori),

54
kesadaran, dan pertimbangan. Jaringan syaraf terdiri dari sel syaraf (neuron) dan sel glia yang
masing-masing memiliki fungsi untuk menyampaikan sinyal dari satu sel ke sel lainnya dan
untuk melindungi, mendukung, merawat, serta mempertahankan homeostasis cairan di
sekeliling neuron.
b. Lymbic system
Sistem limbik secara filogenetik kuno terdiri atas beberapa struktur kortikikal dan sub
kortikal, dengan koneksi yang kompleks dan luas. Hal ini yang menjadi dasar neuralis terhadap
aspek naluri dan emosi dari perilaku serta fungsi ingatan.
B. Neurosains
Neurosains adalah sistem ilmu baru yang mempelajari tentang sistem kerja syaraf.
Neurosains secara etimologi adalah ilmu neural (neural science) yang mempelajari sistem
syaraf, terutama mempelajari neuron atau sel syaraf dengan pendekatan multidisipliner.
C. Neurospiritual
Wallach dan Schmidt mendefinisikan spiritualitas sebagai: an experiential ealisation of
connectedness with a reality beyond the immediate goals of the individual.84 Menunjukkan
adanya sensasi terhadap pengalaman internal dari realitas bersifat kognitif, emosional dan
motivational.

➢ BAB III PERKEMBANGAN KOGNITIF & BAHASA


A. Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan perubahan yang terus menerus dialami, tetapi menjadi
kesatuan. Perkembangan berlangsung perlahan-lahan melalui masa demi masa.Perubahan yang
terjadi pada kehidupan manusia mencakup perubahan secara kuantitatif seperti perubahan
dalam tinggi badan, perubahan dalam penguasaan kosak kata dan lain-lain, serta perubahan
yang bersifat kualitatif seperti perubahan struktur dan organisasi dalam berpikir, perubahan
dalam kemampuan melakukan koordinasi gerakan motorik kasar dan motorik halus, perubahan
dalam mengelola emosi dan lain-lain.
B. Periodesasi Perkembangan
Periodesasi Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih komkleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan
sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan emosi,
intelektual dan tinggkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
C. Aspek Perkembangan

1. Perkembangan Kemampuan motoric


Kemampuan Motorik berasal dari bahasa Inggris yaitu Motor Ability, gerak (motor)
merupakan suatu aktivitas yang sangat penting bagi manusia, karena dengan gerak (motor)
manusia dapat meraih sesuatu yang menjadi harapannya. Menurut Rusli Lutan, mengatakan
bahwa “kemampuan motoric adalah kapasitas seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan peragaan suatu keterampilan yang relatif melekat setelah masa kanak-kanak”.

55
2.Perkembangan Kognitf
Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas cognitive (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular
sebagai salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan
dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
3.Perkembangan Bahasa
Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan manusiasecara teratur, yang
mempergunakan bunyi sebagai alatnya.Sementara itu menurut Harun Rasyid, bahasa
merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya, sebagai tanda yang
menyimpulkan suatu tujuan. Sedangkan bahasa menurut Hasan Alwi, berarti sistem lambang
bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk
bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik,
tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik.Bahasa adalah suatu system lambang berupa
bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerjasama, berkomunikasi,
dan mengindentifikasi diri.

➢ BAB IV AKTIFITAS UMUM MANUSIA


A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Umumnya istilah persepsi digunakan dalam bidang psikologi. Secara terminology
pengertian persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui pengindraan. Sedangkan dalam kamus besar psikologi,
persepsi diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan
menggunakan indra yang dimiliki sehingga menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada
dilingkungannya.
2. Proses Terbentuknya Persepsi.
Menurut Parek persepsi dipengaruhi faktor interen yang berkaitan dengan diri sendiri
(misalnya latar belakang pendidikan, perbedaan pengalaman, motivasi, kepribadian dan
kebutuhan) dan faktor ekstern yang berkaitan dengan intensitas dan ukuran rangsang, gerakan,
pengulangan dan sesuatu yang baru. Dengan demikian, membicarakan persepsi pada dasarnya
berkenaan dengan proses perlakuan seseorang terhadap informasi tentang suatu objek yang
masuk pada dirinya melalui proses pengamatan dengan mengunakan panca indra yang
dimilikinya.
a.Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan,
perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga
minat, dan motivasi.

b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan
kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan
familiar atau ketidak asingan suatu objek.

56
B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan akar kata dari bahasa Latin movore, yang berarti gerak atau
dorongan untuk bergerak.171 Motivasi dalam Bahasa Indonesia, berasal dari kata motif
yang berarti daya upaya yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Istilah
motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat.
2.Teori-Teori Motivasi
Tiga asumsi pokok dari teori harapan Vroom ini. Orang termotivasi bila ia
percaya bahwa (1) perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu, (2) hasil tersebut
mempunyai nilai positif baginya, dan (3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang
dilakukan seseorang. Jadi, seseorang memilih, ketika ia melihat alternative-alternatif,
tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasional tertinggi yang berkaitan
dengannya.
C. Fungsi Motivasi
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat lagi bagi tujuan tersebut.

➢ BAB V PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


A.Pengertian Anak Berkebtuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus seperti mutiara jika dirawat dengan penuh kasih sayang,
dibimbing dan mendapat pendidikan khusus dengan baik, maka anak berkebutuhan khusus
menjadi pribadi yang mandiri dan berharga seperti mutiara, tidak terkungkung dalam dunia
kekurangan fisik ataupun mental semata.
ABK merupakan kondisi di mana anak memiliki perbedaan dengan kondisi anak pada
umumnya, baik dalam faktor fisik, kognitif maupun psikologis, dan memerlukan penanganan
semestinya sesuai dengan kebutuhan anak tersebut.
B.Karakteristik dan Perkembangan ABK
Menurut Murtie anak berkebutuhan khusus dibedakan menjadi 2 (dua) karakteristik
yang berbeda, pertama, anak dengan karakteristik fisik yang berbeda: tunadaksa, tunanetra,
tunarungu. Kedua, anak dengan karakteristik psikis yang berbeda; tunagrahita, learning
disability, autis, tunalaras, gifted.253 Karakteristik setiap anak berbeda, begitu pula dengan
anak berkebutuhan khusus.
C. Pendidikan Inklusi
1. Pengertian Pendidikan Inklusi

57
Tentu saja, inklusi dapat atau mempunyai arti beda bagi tiap-tiap orang.Beberapa orang
menerjemahkannya sebagai suatu cara baru untuk berbicara tentang mainstreaming. Bagi yang
lainnya mungkin dilihat sebagai REI dengan label baru. Sebagian bahkan menggunakan istilah
inklusi sebagai banner untuk menyerukan full inclusion atau uncompromising inclusion yang
berarti penghapusan pendidikan khusus.
Pengertian ini dimaksudkan mendorong pendidik agar berusaha menemukan jenis dan
tingkat inklusi yang memuaskan tiap-tiap individu siswa. Tujuan utamanya, secara faktual,
adalah membantu pendidik untuk menjadi seorang pendidik profesional yang dapat melihat
siswa sebagai yang utama dan pertama kali dalam setiap keadaan, sedangkan cacat atau
hambatan-hambatan yang dimiliki itu hanya satu karakter dari individualitas.
Pendidikan inklusi berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan
kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik normal maupun peserta didik berkebutuhan
khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibeda-
bedakan satu sama lain.
2.Tujuan dan karakteristik Pendidikan Inklusi
a. Tujuan yang dapat dirasakan langsung oleh anak, oleh guru, orang tua, dan, masyarakat.
b. Tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar dalam setting
inklusif antara lain: kepercayaan diri peserta didik dapat berkembang, mampu berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya, mampu belajar secara mandiri dan menerima adanya perbedaan.
c. Tujuan yang dapat dicapai guru dalam pelaksanaan pendidikan inklusif antara lain:
memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dalam setting inklusif, terampil dalam
melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam, mampu
mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua peserta didik,
memiliki sikap positif terhadap lingkungan sekitar dalam situasi yang beragam.

➢ BAB VI PERANAN PSIKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN SIKAP POSITIF


BELAJAR PESERTA DIDIK
A. Sikap atau Perilaku Belajar Peserta Didik
1. Pengertian Sikap atau Perilaku
Perilaku diterjemahkan dari bahasa Inggris “behavior” dan sering digunakan dalam
bahasa sehari-hari, namun sering kali pengertian perilaku ditafsirkan secara berbeda antara satu
orang dengan yang lainnya. Dalam pengertian umum, perilaku adalah segala perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Dalam psikologi, perilaku berarti keseluruhan reaksi atau gerakan- gerakan dan
perubahan jasmani yang dapat diamati secara obyektif.342 Perilaku adalah kegiatan atau
aktivitas organisme yang mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan,
berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal
aktivity) seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Perilaku
merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
individu, kelompok, atau masyarakat.
2.Perilaku Belajar Peserta Didik
Perilaku belajar diartikan sebagai sebuah aktivitas belajar. Pengertian belajar sendiri
beragam, tergantung sudut pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar sendiri diartikan

58
sebagai perubahan secara relative berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh kemudian
dari pengalaman- pengalaman.
Perilaku belajar adalah suatu sikap yang muncul dari diri siswa dalam menanggapi dan
meresponi setiap kegiatan belajar mengajar yang terjadi, menunjukkan sikapnya apakah
antusias dan bertanggung jawab atas kesempatan belajar yang diberikan kepadanya. Perilaku
belajar memiliki dua penilaian kualitatif yakni baik buruk tergantung kepada individu yang
mengalaminya, untuk meresponinya dengan baik atau bahkan acuh tak acuh. Perilaku belajar
juga berbicara mengenai cara belajar yang dilakukan oleh siswa
itu sendiri, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku belajar adalah merupakan cara atau
tindakan yang berisi sikap atas pelaksanaan teknik-teknik belajar yang dilaksanakan individu
atau siapapun juga dalam waktu dan situasi belajar tertentu.
B. Motivasi Belajar Peserta Didik
1. Pengertian Motivasi Belajar Peserta Didik
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan unsur jiwa raga. Belajar
tidak akan pernah dilakukan tanpa adanya dorongan yang kuat, baik itu dari dalam dan luar
individu itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang adalah
motivasi. Motivasi mempunyai peranan yang penting dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak
ada orang yang melakukan aktivitas belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak
ada kegiatan untuk belajar.
2,Fungsi Motivasi dalam Belajar
Menurut Sardiman fungsi motivasi belajar dijelaskan sebagai berikut:369
a. Mendorong manusia berbuat, yaitu sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian
motivasi memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai tujuannya.
c. Menyeleksi atau menentukan perbuatan-perbuatan yang yang harus dikerjakan guna
mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan.

3. Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


Mengingat pentingnya motivasi sebagai pendorong kegiatan belajar, maka banyak
upaya untuk menimbulkan dan membangkitkan motivasi belajar pada anak. Guru mempunyai
tanggung jawab yang besar untuk memotivasi anak agar anak dapat maksimal dalam kegiatan
belajar. Perhatian siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru dapat diwujudkan melalui
beberapa cara seperti metode yang digunakan guru, media dan alat peraga, mengulang materi
dengan cara yang berbeda dari sebelumnya, dan membuat variasi belajar.
C. Kemandirian Belajar Peserta Didik
1. Pengertian Kemandirian Belajar Peserta Didik
Belajar mandiri itu berbeda dengan belajar terstruktur, belajar terstruktur lebih mudah
dibanding dengan belajar mandiri, belajar mandiri lebih sukar dan dapat dilaksanakan apabila
syarat-syarat berikut ini dapat dipenuhi diantaranya adanya masalah, menghargai pendapat
peserta didik, peran guru, dan cara menghadapi peserta didik.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

59
Faktor-faktor kemandirian belajar bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang
melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai stimulasi
yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai
keturunan dari orang tuanya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian
seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. Gen atau keturunan orang tua.
b. Pola asuh orang tua.
c. Sistem pendidikan di sekolah.
d. Sistem kehidupan di masyarakat.
3. Ciri-Ciri Peserta Didik Mandiri
Anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya, dia tidak
perlu disuruh bila belajar dan kegiatan belajar dilaksanakan atas inisiatif dirinya sendiri. Untuk
mengetahui apakah siswa mempunyai kemandirian belajar perlu diketahui ciri-ciri
kemandirian belajar. Seseorang yang
memiliki kemandirian sudah tentu memiliki ciri- ciri khusus yang membedakannya dengan
orang lain. Kemandirian tersebut benar-benar dituntut agar dimiliki oleh siswa dari
pembelajaran yang telah ia pelajari.

➢ BAB VII KONSEP DAN TEORI BELAJAR DALAM PENDIDIKAN


A. Hakekat Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses belajar yang telah
ditempuh siswa dalam berbagai jenjang pendidikan. Secara psikologis, belajar merupakan
suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. Sumber Belajar
Manfaat sumber belajar adalah untuk memfasilitasi kegiatan belajar agar menjadi lebih
efektif dan efesien. Oleh karena itu, secara rinci manfaat dari sumber belajar itu adalah sebagai
berikut:
1. Dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret dan langsung.
2. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau
dilihat secara langsung.
3. Dapat menambah dan memperluas cakrawala sains yang ada di dalam kelas.
4. Dapat memberikan informasi yang akurat dan terbaru.
5. Dapat membantu memecahkan masalah pendidikan baik makro, maupun dalam
lingkup mikro.
6. Dapat memberikan motivasi positif, lebih-lebih bila diatur dan dirancang secara
tepat.
7. Dapat merangsang untuk berfikir kritis, merangsang untuk bersikap lebih positif
dan merangsang untuk berkembang lebih jauh.
C. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan faktor yang mempengaruhi
pencapaian hasil belajar yaitu yang berasal dari dalam orang yang belajar (faktor internal) dan
ada pula yang berasal dari luar orang yang belajar (faktor eksternal).

60
1. Teori Belajar Behaviorisme
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif
behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan
terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut
teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan
bisa ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena mereka
telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah
laku tersebut dengan hadiah. Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena
tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah
laku yang baik bermanfaat ataupun yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.
2. Teori Belajar Kognitivisme
Gredler menyatakan bahwa teori belajar kognitif merupakan suatu teori
belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi
penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons.
Namun lebih erat dari itu, belajar melibatkan proses berpikir sangat kompleks.
3. Teori belajar konstruktivisme
Teori konstruktivisme dikembangkan Piaget individual cognitive constructivist theory
dan Vygotsky dalam teorinya social cultural constructivist theory. Konstruktivisme sebagai
teori belajar (learning theory) dikembangkan oleh Piaget, Vygotsky dan Bruner. Pemikiran
Piaget dan Vygotsky merupakan aliran konstruktivisme. Piaget memiliki kecenderungan
bahwa individu membentuk makna (meaning) melalui proses di dalam diri. Sementara
Vygotsky memiliki kecenderungan bahwa individu membentuk makna melalui proses interaksi
sosial.
4. Teori Belajar Humanisme
Pada dasarnya kata “Humanistik” merupakan suatu istilah yang mempunyai banyak
makna sesuai dengan konteksnya. Misalnya, humanistic dalam wacana keagamaan berarti tidak
percaya adanya unsur supranatural atau nilai transendental serta keyakinan manusia tentang
kemajuan melalui ilmu dan penalaran.

➢ BAB VIII KONSEP DASAR EVALUASI DALAM PENDIDIKAN


A. Evaluasi Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif ini
mewarnai interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik. Proses pembelajaran
dikatakan sebagai kegiatan yang bernilai edukatif karena kegiatan pembelajaran yang
dilakukan tersebut diarahkan kepada pencapaian tujuan tertentu yang telah dirumuskan
sebelum pengajaran dilakukan.
Istilah evaluasi (evaluation) menujuk pada suatu proses untuk menentukan nilai dari
suatu kegiatan tertentu. Evaluasi berarti penentuan sampai seberapa jauh sesuatu berharga,
bermutu, atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap
proses belajarmengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu,
sampai beberapa jauh keduanya dapat dinilai baik. Sebenarnya yang dinilai hanyalah proses
belajar mengajar, tetapi penilaian atau evaluasi itu diadakan melalui peninjauan terhadap hasil

61
yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dan melalui peninjauan
terhadap perangkat komponen yang sama-sama membentuk proses belajar
mengajar.
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Evaluasi pembelajaran memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang digunakan oleh pendidik.
2. Mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran.
3. Mengetahui apakah materi yang di pelajari dapat dilanjutkan dengan bahan yang baru
atau diulangi.
4. Untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang dilaksanakan.
5. Untuk mengetahui kesesuaian presepsi dan pemikiran peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran.
6. Untuk mengetahui apakah komponen-komponen dalam proses pembelajaran sudah
memberikan kontribusi positif bagi proses pembelajaran.
7. Mengetahui sejauh mana perkembangan dari pelaksanaan pembelajaran.
8. Mengetahui dampak apa yang terjadi dari proses pembelajaran.
9. Bahan pertimbangan untuk menentuakan proses selanjutnya agar lebih efektif dan
efisien

Fungsi evaluasi secara umum, lebih rincinya adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah
mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
3. Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling.
4. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.

C. Prinsip Evaluasi Pembelajaran


1. Prinsip Berkesinambungan (continuity)
Berkesinambungan artinya evaluasi tidak hanya merupakan kegiatan ujian semester
atau ujian kenaikan atau ujian akhir saja, tetapi harus dilakukan terus menerus (kontinuitas).
Dari hasil evaluasi yang dilakukan secara kontinu, teratur, terencana dan terjadwal, maka
pendidik bisa memperoleh informasi untuk memberikan gambaran mengenai kemajuan
maupun perkembangan siswa, mulai awal sampai akhir program pembelajaran. Prinsip
kontinuitas juga dikenal dengan istilah prinsip berkesinambungan. Prinsip berkesinambungan
evaluasi hasil belajar direalisasikan dalam bentuk pelaksanaan evaluasi secara teratur dan
sambung menyambung dari waktu ke waktu.
2. Prinsip Menyeluruh (comprehensive)
Menyeluruh maksudnya adalah evaluasi dilakukan menggambarkan penguasaan siswa
terhadap pencapaian keseluruhan tujuan yang diharapkan dan bahan pelajaran yang diberikan.
3. Obyektivitas dan Subyektivitas
Objektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaikbaiknya,
berdasarkan fakta dan data tanpa ada pengaruh dari unsurunsur subjektifitas evaluator. Objektif
dalam evaluasi itu dapat ditunjukkan dalam sikap, misalnya jujur, amanah, dan benar.
Penilaian yang obyektif dilakukan dengan pengamatan terhadap tingkah laku dan hasil
belajar peserta didik. Dengan mendasarkan diri pada prinsip penilaian proses, berarti penilaian

62
terhadap peserta didik akan dilakukan secara berkesinambungan berlangsungnya kegiatan
pembelajaran, yang antara lain dilakukan dengan pengamatan akan cenderung bersifat
subyektif, sangat tergantung dari pengamatnya.
4. Praktikabilitas (Practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi jika tes tersebut bersifat
praktis, serta mudah pengadministrasiannya.Dalam pelaksanaan evaluasi, evaluator (guru)
harus memegang beberapa prinsip yang harus diaplikasikan selama proses evaluasi. Prinsip
tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

63
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 KELEBIHAN BUKU


❖ Buku Pertama
Buku ini sudah cukup merangkum banyak hal yang berkaitan dengan psikologi
pendidikan yang sangat layak digunakan oleh pendidik dalam menghadapi diri peserta didik
❖ Buku Kedua
1. Semua materi yang berkaitan dengan psikologi Pendidikan sudah dijelaskan pada buku ini
2. Dibuku ini menyajikan pengertian pengertian yang tidak hanya berasal dari satu arah tetapi
berdasarkan pendapat para ahli,secara umum,berdasarkan penelitian dan berdasarkan
pandangan penulis
3. Identitas buku lengkap
4. Berfokus pada satu abad saja yaitu abad 21 dengan begitu pembaca tidak bingung untuk
membandingkan banding kan dengan tahun lain
5. Dari segi penulisan buku sudah rapi baik dari segi penomoran,tanda (.) (,),penulisan judul
besar
6. Menyertakan poin poin penting

❖ Buku Ketiga
1. Penjelasan di dalam buku sudah lengkap
2. Cover sudah cukup menarik
3. Penjelasan cukup menarik dikarenakan ada gambar di dalam buku

3.2 KEKURANGAN BUKU

❖ Buku Pertama
1. Pemilihan cover warna kurang menarik minta pembaca
2. Kurangnya gambar untuk memudahkan pembaca memahami isi buku
3. Tidak adanya glosarium untuk membantu memahami kata-kata sulit yang ada didalam buku

❖ Buku Kedua
1. Halaman yang terlalu tebal sehingga dapat membuat pembaca malas untuk menghabiskan
1 buku
2. Terdapat banyak pembahasan yang diulang ulang seperti pengertian pengertian mengenai
materi yang sama
3. Banyak kata yang awam di dengar tapi tidak disediakan glosarium
4. Cover buku yang terlalu monoton
5. Penjabaran mengenai materi beberapa bab banyak yang sulit dimengerti

❖ Buku Ketiga
1. Terdapat penjelasan materi yang berulang
2. Terdapat kalimat yang kurang baku

64
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu psikologi yang berupaya menyelidiki
karakteristik individu dalam bidang pendidikan. Dihadapkan dengan peserta didik dari
berbagai ragam latar belakang tentu memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan
yang lain. Baik dari intelegensi maupun kecerdasannya.
Maka, untuk seorang guru dalam mendidik peserta didiknya yaitu dengan cara
mempelajari psikologi pendidikan. Karna keberhasilan pendidik dalam melaksanakan
berbagai perannya antara lain dengan pemahamannha tentang perkembangan peserta
didiknya.
4.2 SARAN
Demikianlah Critical Book Review ini yang dapat penulis paparkan. Besar harapan
penulis semoga critical book review ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis menyadari critical book report ini masih jauh
dari kata sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar
crtitical book review ini dalam penyusunannya dapat menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA

Asrori. (2020). PSIKOLOGI PENDIDIKAN PENDEKATAN MULTIDISIPLINER. Jawa


Tengah: CV.Pena Persada.
Hidayah, N., Hardika, Hotifah, Y., Susilawati, S. Y., & Gunawan, I. (2017). Psikologi
Pendidikan. Malang: UM Penerbit & Percetakan.
Iskandar. (Bekasi). Psikologi Pendidikan. 2021: Literata Lintas Media.

65

Anda mungkin juga menyukai