Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

GANGGUAN PIKIR DALAM PERSPEKTIP PSIKOLOGI


Ditulis untuk memenuhi tugas
Mata Bahasa Indonesia
Dosen : Ru’yah Soenardhi, M.PD

SITI AMELIA HUSNA


200551040024

POLITEKNIK LP3I CIMONE TAHUN AJARAN 2020


Jl.Gatot Subroto Km.2.5 No.1-2,Cimone,Karawaci,
Rt.002/Rw.002 Cimone Kec.Karawaci,Kota Tangerang,Banten 15114
GANGGUAN PIKIR DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI

Karya makalah ini diajukan kepada Ru’yah Soenardi, M.PD untuk


memenuhi salah satu tugas studi.

Disusun oleh :

SITI AMELIA HUSNA


NIM: 200551040024

Di bawah bimbingan,

RU’YAH SOENARDI, M.PD

Jl.Gatot Subroto Km.2.5 No.1-2,Cimone,Karawaci,


Rt.002/Rw.002 Cimone Kec.Karawaci,Kota Tangerang,Banten 15114

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum wr. wb.

Ucapan syukur kepada Allah SWT, yang masih memberikan kekuatan kepada diri
yang lemah ini untuk menorehkan kata demi kata di atas kertas ini. Teriring pula
shalawat serta salam yang tulus kepada kekasih Allah tercinta, yang senantiasa
kurindukan, yaitu kepada Rasulullah SAW. Juga kepada keluarganya, para
sahabatnya, serta orang-orang yang selalu setia mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillahirabbil’alamin, akhirnya penulisan karya tulis ini telah terselesaikan,
sesungguhnya berkat pertolongan Allah SWT. Namun setiap bantuan daripada
hambanya ikut ambil bagian dalam terselesaikannya karya tulis ini, harapan penulis
semoga Allah membalas segala kebaikan mereka, dan penulis akan selalu mengingat
mereka.

Tangerang, … 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
ABSTRAK....................................................................................................................v
BAB I............................................................................................................................ 6
PENDAHULUAN........................................................................................................ 6
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................... 6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................................................. 7
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................ 7
D. Teknik Penulisan................................................................................................................ 7
E. Sistematika Penulisan........................................................................................................ 8
BAB II...........................................................................................................................8
PEMBAHASAN...........................................................................................................8
A. Sekilas Tentang PsikologI................................................................................................... 8
1. Sejarah Singkat Perkembangan Psikologi...................................................................... 8
2. Pengertian Psikologi.......................................................................................................9
3. Definisi..........................................................................................................................10
4. Macam-macam Psikologi............................................................................................. 11
B. Pikiran....................................................................................................................17
1. Definisi Pikiran..................................................................................................................17
2. Jenis-jenis Pikiran............................................................................................................. 19
3. Dasar Anatomi..................................................................................................................22
C. Gangguan Pikir.....................................................................................................22
1. Macam-macam Gangguan Pikir....................................................................................... 22
2. Waham Pengendalian Pikiran (Delusions Of The Control Of Thought)........................... 28
3. Alam Pikir Skizofrenik.......................................................................................................29
BAB III....................................................................................................................... 39
PENUTUP.................................................................................................................. 39

iii
A. Kesimpulan.......................................................................................................................39
B. Saran................................................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 41

iv
ABSTRAK

Psikologidalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, atau ilmu yang
mempelajari gejala-gejala jiwa. Dalam ilmu psikologi terdapat ilmu psikopatologi
yaitu ilmu yang mempelajari tentang perasaan yang dialami, daya kognitif, dan
perilaku abnormal.

Didalam psikopatologi membahas tentang pikiran, pikiran merupakan alur kuliah


gagasan, perlambangan, dan asosiasi (flow of ideas, symbols, and associations) yang
dicetuskan oleh suatu masalah atau tugas sehingga menuju pada suatu kesimpulan
realistik. Psikopatologi biasanya membahas gangguan gangguan pikir adalah suatu
proses berfikir dimana alur gagasan, perlambangan, dan asosiasi (flow of ideas,
symbols, and associations) mengalami penyimpangan dan tidak terarah pada tujuan.
Dalam membahas gangguan pikir kita tidak akan lepas dari gangguan skizofrenik,
karena skizofrenik adalah gangguan pikir yang unik dan seperti misteri saat sedang
dibahas.

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, atau ilmu yang
mempelajari gejala-gejala jiwa. Dalam ilmu psikologi terdapat ilmu psikopatologi
yaitu ilmu yang mempelajari tentang perasaan yang dialami, daya kognitif, dan
perilaku abnormal. Dengan adanya ilmu ini yang kemudian diterapkan di dunia
kedokteran, memudahkan para dokter untuk mendapatkan diagnosa, pragnosa, dan
menangani secara tepat.
Manusia adalah makhluk sempurna dan lebih tinggi tingkatannya daripada hewan
karena manusia diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Yaitu sebuah pikiran, pikiran
merupakan alur gagasan, perlambangan, dan asosiasi yang dicetuskan oleh suatu
masalah sehingga menuju pada suatu kesimpulan. Pikiran yang normal memiliki
urutan yang logik, tapi sebaliknya jika urutan tidak logik maka pikiran itu dianggap
tidak normal (Abnormal). Banyak orang yang mengidap gangguan pikir, salah
satunya yaitu orang yang mengidap penyakit skizofrenik.
Setiap manusia pasti memiliki masalah yang harus dipecahkan, karena adanya
masalah manusia dituntut menggunakan pikirannya untuk berpikir menyelesaikan
masalah itu sendiri. Pikiran sangat penting bagi manusia, karena dengan adanya
pikiran manusia dapat memecahkan masalah dan melakukan sesuatu dengan baik dan
tepat, berbeda dengan orang yang memiliki gangguan dalam berpikir, mereka tidak
dapat memecahkan masalah atau melakukan sesuatu dengan baik karena urutan
pikirannya tidak logik.
Maka dari itu, pikiran adalah hal yang sangat penting dalam menghadapi sebuah
kehidupan yang penuh tantangan ini. Didalam sebuah pikiran ada proses berpikir dan

6
7

hasil dari proses berpikir yaitu buah pikir, tidak hanya itu pikiran juga menyangkut
segala hal seperti waham dan lain-lain.
Oleh karena itu penulis mengambil judul “GANGGUAN PIKIR DALAM
PERSPEKTIF PSIKOLOGI” karena pikiran adalah hal yang rumit dan menarik
untuk dibahas di dalam makalah ini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Dari latar belakang di atas penulis ingin membatasi perumusan masalah dalam
makalah ini agar tidak melebar dan membahas ke tema yang lain. Karenanya
penulis membatasi tentang pembatasan sebagai berikut:
1. Apa itu psikologi?
2. Apa itu pikiran?
3. Apa saja gangguan pada pikiran?
4. Bagaimana gangguan alam pikir pada skizofrenik?

C. Tujuan Penulisan
Setiap sesuatu pasti memiliki tujuan, begitupun dengan makalah ini, penulis
memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Untuk mengetahui ilmu psikologi


2. Untuk mengetahui lebih dalam pikiran pada manusia
3. Untuk mengetahui macam-macam gangguan pikir
4. Untuk mengetahui alam pikir pada pengidap skizofrenik

D. Teknik Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode library research yaitu
dengan cara membaca dan menyimpulkan dari buku-buku jurnal dan masalah yang
berkaitan dengan pembahasan makalah ini sebagai referensi, kemudian penulis
rangkum sehingga menjadi sebuah makalah ini.
8

E. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini penulis memaparkan pembahasan masalah secara sitematis.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menerangkan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan


perumusan masalah, tujuan penulisan, teknik penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Bab ini menerangkan tentang pengertian dan definisi psokologi,


macam-macam psikologi, jenis-jenis pikiran, gangguan pikir, alam
pikir skizofrenik, gangguan daya mempertimbangkan, waham
pengendalian pikiran.

BAB III PENUTUP

Pada bab ini mencangkup kesimpulan dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA
9
8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas Tentang PsikologI

1. Sejarah Singkat Perkembangan Psikologi

Sebagai suatu ilmu, psikologi tergolong ilmu yang masih muda. Dibandingkan
dengan ilmu pengetahuan lainnya, psikologi lebih lama menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari filsafat. Selama berabad-abad psikologi merupakan filsafat tentang
jiwa. Minat untuk megetahui gejala kejiwaan sudah lama sekali ada di kalangan umat
manusia. Ahli filsafat dari yunanilah yang pertama-tama tertarik mempelajari ilmu
kejiwaan ini. Pada saat ini belum ada pembuktian secara empiris dan terbatas pada
pemikiran-pemikiran belaka. Uraian para filsuf ini umumnya berkisar pada soal
ketubuhan dan kejiwaan. Dua filsuf yunani kuno yang sudah mempelajari psikologi
adalah Plato (427-347 SM) dan muridnya Aristoteles (384-322 SM).

Kira-kira abad ke-7, psikologi dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam. Sejumlah
ahli faal mulai juga menaruh perhatian pada gejala-gejala kejiwaan. Mereka
melakukan berbagai eksperimen mengenai hal tersebut. Teori-teorinya berkisar
tentang saraf sensorik dan motorik di otak dan hukum-hukum yang mengatur
bekerjanya saraf tersebut.

Baru pada abad ke-19, psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari
ilmu yang lainnya. Hal tersebut ditandai dengan berdirinya laboratorium di Leipzing,
Jerman pada tahun 1879 oleh Wilhem Wundt. Oleh karena itu ia sering disebut
sebagai bapak psikologi modern. Dalam usahanya menyelidiki berbagai gejala
kejiwaan, Wundt banyak menggunakan eksperimen. Orang yang menjadi subyek
percobaannya kemudian diminta untuk melihat ke dalam dirinya dan diminta untuk
menceritakan apa yang dialamai selama eksperimen berlangsung. Metode ini dikenal
9

sebagai metode intropeksi. Dengan berdirinya laboratorium tersebut, psikologi


berkembang semakin pesat. Murid-murid Wundt mengerjakan metode tersebut di
universitas di negara-negara lain termasuk juga di Amerika Serikat. Setelah psikologi
berdiri sendiri, lambat laun para ahli psikologi mengembangkan sistematika dan
metodenya sendiri-sendiri sehingga timbul berbagai aliran dalam psikologi. Aliran itu
mengajukan teorinya masing-masing yang menjadi dasar teori psikologi modern
masa kini. (Farida, 2010, p. 12)

2. Pengertian Psikologi

“Psikologi” berasal dari kata yunani “Psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang
artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya
ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya,
prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.

Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus membedakan antara nyawa
dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup
jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah (organic behavior), yaitu perbuatan
yang di timbulkan oleh proses belajar. Misalnya : insting, refleks, nafsu dan
sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pula nyawanya.

Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi
penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan manusia.

Mengenai soal jiwa sejak dahulu orang sudah memikirkan tentang asal tujuan jiwa,
hubungan jiwa dengan jasmani dan sebagainya. Tetapi bagaimana hasilnya? Sampai
sekarang belum ada seorangpun yang mengetahui apakah sebenarnya jiwa itu.

Karena sifatnya yang abstrak, maka kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar,
melainkan kita hanya kenal gejalanya saja. Jiwa adalah sesuatu yang tidak tampak,
tidak dapat dilihat oleh alat diri kita. Demikian juga hakikat jiwa, tak seorangpun
dapat mengetahuinya. Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang hanya dengan
10

tingkah lakunya. Jadi dengan tingkah laku itulah orang dapat mengetahui jiwa
seseorang.

Pernyataan jiwa itu kita namakan gejala-gejala jiwa, diantaranya mengamati,


menanggapi, mengingat, memikir dan sebagainya. Dari itulah orang membuat
definisi : Ilmu jiwa yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.

3. Definisi

Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia. Karena para ahli jiwa
mempunyai penekanan yang berbeda, maka definisi yag di kemukakan juga berbeda-
beda.

Di antara pengertian yang di rumuskan oleh para ahli itu antara lain sebagai
berikut:

a) Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa : Psikologi adalah ilmu yang


mempelajari tingkah laku manusia.
b) Plato dan Aristoleles, berpendapat bahwa : Psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya
sampai akhir.
c) Johan Broadus Watson, memandang : Psikologi sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku tampak (lahiriah)
dengan menggunakan metode obserpasi yang objektif terhadap
rangsang atau jawaban (respons).
d) Wilhelm Wundt, tokoh psikologi eksperimental berpendapat bahwa :
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari pengalaman-pengalaman
yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indra, pikiran,
merasa, dan kehendak.
11

e) Woodwort dan Marquis : Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang


mempelajari aktivitas individu da64ri sejak dalam kandungan sampai
meninggal dunia dalam hubungannya dengan alam sekitar. (Ahmadi,
1998, pp. 1-4)
f) Carles G. Moris dan Albert A. Maisto : “ Psychology is the sicnific
study of behavior and mental process” (Psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental).
g) Clifford T. Morgan dkk : “ Psychology is the science of human and
animal behavior, it includes the application of this science to human
problem” ( Psikologi merupakan ilmu pngetahuan yang mempelajari
tingkah laku manusia dan hewan, termasuk juga penerapan ilmu
tersebut untuk mengatasi permasalahan yang di hadapi manusia).
(Farida, 2010, p. 4)
Hal yang paling penting yang dapat kita ambil adalah, hal itu cukup memberikan
wawasan pengertian tentang psikologi. Sehingga paling tidak dapat disimpilkan
bahwa, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan
perbuatan individu, yang mana individu tersebut tidak dapat di pisahkan dari
lingkungannya.

4. Macam-macam Psikologi

1. Pembagian Berdasar Obyek yang Diselidiki

A. Psikologi umum : yaitu ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan


manusia dewasa yang normal dan beradab.

Disini yang dipelajari ialah sifat-sifat manusia pada umumnya, artinya persamaan-
persamaanya dari manusia dewasa, yang normal dan beradab. Sedang sifat-sifat
12

kejiwaan manusia yang belum dewasa (misalnya anak), manusia yang tidak normal
(misalnya orang gila), dan manusia tidak beradab (misalnya orang primitif), tidak
termasuk ilmu jiwa umum, melainkan termasuk dalam ilmu jiwa khusus.

Menurut Kartini Kartono : Psikologi umum mempelajari tingkah laku manusia


budaya yang normal dan dewasa pada umumnya, dengan melihat manusianya sebagai
individu, yang kurang lebih “terisolasi” diartikan sebagai : hasil dari penelitian dan
eksperimen yang diperoleh dalam laboratorium dan ruang-ruang studi, dan kurang
lebih tidak di pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan (tidak begitu di perhatikan
faktor lingkungannya).

Menurut Drs. Agung Sujanto : Psikologi umum ialah ilmu jiwa yang menyelidiki
gejala-gejala jiwa orang dewasa, yang sudah beradab dan normal keadaan jiwanya
pada umumnya. Ini berarti bahwa yang di pelajari ialah sifat-sifat pada umumnya,
artinya persamaan-persamaannya dari manusia dewasa, yang normal dan beradab.
Adapun sifat kejiwaan manusia yang belum dewasa (misalnya anak-anak), manusia
yang tidak normal (misalnya orang gila), dan manusia yang tidak beradab (misalnya
orang primitif), tidak termasuk kedalam pembahasan jiwa umum.

B. Psikologi khusus : yaitu ilmu jiwa yang mempelajari sifat-sifat khusus dari gejala-
gejala kejiwaan manusia.

Jadi menyelidiki sifat-sifat yang berbeda pada manusia, seperti berbeda umur,
kelamin, lapangan hidup dan lain-lain.

Psikologi khusus ini, dikelompokan sebagai berikut :

1. Psikologi Perkembangan
2. Psikologi Abnormal
3. Psikologi Kelompok
4. Psikologi Watak dan Tipe-tipe
5. Psikologi Kelompok dalam Situasi khusus
13

6. Psikologi Hewan
7. Parapsikologi
1. Psikologi Perkembangan atau Psikologi Genetis

Ilmu ini mempelajari psikologi jiwa dan perkembangan kehidupan normal


psikis manusia normal, ini dilakukan menurut dua jalan, yaitu memasalahkan :

a. Perkembangan dari kehidupan individual. Termasuk di dalamnya ialah


psikologi bayi, psikologi anak, psikologi anak usia sekolah, psikologi
puber, psikologi remaja, psikologi geronthologi.
b. Perkembangan manusia pada umumnya yaitu disamping mempelajari
psikologi kelompok-kelompok manusia budaya pada umumnya, juga
meneliti kelompok-kelompok manusia/bangsa-bangsa primitif.
2. Psikologi Abnormal

Didalamnya dimasukkan jenis psikologi sebagai berikut :

a) Psikologi kriminal, yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku


menyeleweng dari norma-norma umum serta hukum, dan melakukan tindak
kriminal.
b) Psikopatologi, yaitu psikologi yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang
sakit dan pola tingkah laku yang menyimpang dari pola-pola normal, sebagai
dari faktor-faktor keturunan atau hereditas.
c) Patologi sosial, yaitu cabang psikologi yang mempelajari gangguan-
gangguan kejiwaan dan tingkah laku yang menyimpang, dari faktor-faktor
lingkungan sosial dan sosial budaya.
3. Psikologi Kelompok

Dalam psikologi ini di masukan jenis psikologi sebagai berikut :


14

a) Psikologi yang mempelajari kelompok-kelompok sosial tertentu. Misalnya


kelompok-kelompok buruh, pekerja kasar, petani, nelayan, seniman,
mahasiswa, pelajar, militer, polisi, para alim ulama, dan lain sebagainya.
b) Psikologi yang mempelajari kelompok-kelompok biologis : sekte (wanita, pria,
anak-anak, orang muda, orang tua) ras, suku, dan bangsa.
c) Psikologi yang mempelajari kelompok-kelompok historis dan ethnologi :
orang-orang Jerman, Hindu, dan lain sebagainya.
4. Psikologi Watak dan Tipe-tipe, termasuk di dalamnya ialah : ajaran karakterologi
(ilmu watak), dan teori kepribadian.

5. Psikologi Kelompok dalam situasi khusus

Di dalamnya dikelompokan antara lain : psikologi perang, psikologi damai,


psikologi masa. Umpama saja uraian mengenai kondisi psikis orang dalam
ketakutan dan panik, perasaan dan semangat yang terbakar oleh pidato seorang
orator, gelora semangat di arena sport, keruntuhan mental di meja judi dan lain-
lain. Dalam hal ini di titik beratkan faktor manusia dalam relasinya dengan satu
lingkungan dan kondisi khusus. Psikologi kelompok ini berkembang menjadi
psikologi sosial, yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai
bagian daripada lingkungan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.

6. Psikologi hewan : yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku dan peri
kehidupan hewan.

7. Parapsikologi (para = samping, dekat, melampaui) yaitu psikologi yang


mempelajari gejala-gejala kejiwaan yang ada di luar bidang psikologi biasa atau
psikologi umum. Psikologi ini mempelajari kerohanian terlepas dari badaniah.

Sebagai obyek dari para psikologi ini ialah :

a. Gejala occult ( latin, occultus = rahasia, tersembunyi) : mempelajari roh-roh


dan hal-hal yang gaib, misalnya ilmu sihir dan lain sebagainya.
15

b. Neccomanti : yaitu mengadakan ramalan-ramalan dan tanya jawab dengan


jalan memanggil roh-roh orang yang telah meninggal dunia. Misalnya :
jaelangkung dan lain sebagainya.
c. Spiritisme : yaitu kepercayaan atas adanya dunia roh di alam Barzah dari roh-
roh dan keajaiban-keajaiban yang di perlihatkan oleh roh-roh.
d. Telepati (tele = jauh; pathos = akrab, mesra, bergelora disemangati, dimasuki
roh), kesatuan roh atau tunggal roh serta tunggal rasa antara beberapa individu
dalam suatu jarak ruang, tanpa memakai alat indra yang dapat diamati. Juga
berupa kemampuan menyampaikan perasaan dan pikiran dalam jarak tertentu,
tanpa bantuan alat-alat atau material.
e. Clairvoyance (clair = terang, jelas ; voyant : melihat , yaitu : kemampuan
mengetahui kejadian-kejadian tertentu, sebelum pristiwa-pristiwa tersebut
berlangsung.
f. Telekinase : yaitu mengenal bergeraknya benda-benda tertentu disebabkan
oleh kekuatan-kekuatan gaib.

2. Pembagian Berdasar Kegunaannya

1. Psikologi Teoritis

Ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan untuk gejala itu sendiri.
Jadi belum dihubungkan dengan praktek hidup sehari-hari, melainkan mempelajari
gejala-gejala tersebut sebagai pengetahuan saja, untuk menambah pengetahuan
tentang kejiwaan. Sebab dengan cara demikian ilmu pengetahuan yang
dikembangkan dengan jalan penyelidikan-penyelidikan psikologis dalam
laboratorium-laboratorium dan ruang studi, maka bisa tumbuh sangat pesat, oleh
karena itu tidak dibebani prasangka apapun juga. Pada akhirnya penelitian secara
teoritis dan eksperimental ini, juga akan mempunyai nilai-nilai paraktis sebab
16

hasilnya bisa diterapkan dalam kehidupan praktis. Dalam kaitan sedemikian ini, maka
psikologi teoritis lalu berkembang menjadi psikologi praktis.

2. Psikologi Praktis

Ialah ilmu jiwa yang mempelajari segala sesuatu tentang jiwa untuk digunakan
dalam pratek.

Adapun yang termasuk dalam kategori “psikologi praktis” antara lain adalah :

1. Psikologi Teknik
2. Psikologi Paedagosis
3. Psikologi Pastoral
4. Psikologi Kriminal
5. Psikologi Medis
1. Psikologi teknik : yaitu psikologi yang diterapkan di bidang teknologi industri,
perusahaan-perusahaan dan perdagangan serta macam-macam profesi. Dengan
psiko teknik setiap instansi lembaga kedinasan atau lembaga-lembaga lainnya
dapat mempergunakan metode kerja yang efisien, sehingga dapat diharapkan hasil
sebagai berikut : dengan pembiayaan yang minimal akan memperoleh produksi
maksimal.

2. Psikologi paedagosis : yaitu psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan


atau aktifitas-aktifitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan.
Dengan mempergunakan psikologi orang bermaksud agar supaya pendidikan itu
dapat ditanggulangi dengan metode-metode dan alat-alat pendidikan yang tepat,
demi tercapainya tujuan pendidikan. Maka aktifitas pendidikan disesuaikan
dengan bakat dan hakikat anak dengan memperhatikan kemampuan, watak, bakat,
dan kondisi anak.

3. Psikologi pastoral : yaitu psikologi yang mempelajari cara memimpin sesuatu


agama serta menyaksikan pengikutnya kepada ajaran-ajaran agama. Pada
17

umumnya psikologi jenis ini dipergunakan oleh para rohaniawan, pendeta-pendeta,


pastor-pastor dan para imam yang berusaha mempengaruhi dan membimbing
pengikutnya. Proses bimbingan ini didasarkan pada pandangan-pandangan
psikologis terhadap kondisi individu yang tengah dibimbing.

4. Psikologi kriminal : yaitu psikologi yang diterapkan pada proses pengadilan.


Berdasarkan wawasan psikologis, para hakim dan jaksa mencoba mengerti motif-
motif apa yang mendorong seseorang melakukan suatu kejahatan. Hakim dan
jaksa juga mempertimbangkan motif dan alasan-alasan para saksi dan jaksa,
dengan mana mereka akan memberikan vonis atau keputusan hukum seadil
mungkin.

5. Psikologi medis ; yaitu psikologi yang di terapkan di bidang kedokteran, guna


mempercepat kesembuhan para pasien. Dengan wawasan psikologis para dokter
berusaha memahami sebab-musabab psikologis yang lebih dalam dan lebih serius
dari pada penyimpangan-penyimpangan psikis para pasien, untuk mendapatkan
diagnosa, pragnosa, dan terapi penyembuhannya yang tepat. (Ahmadi, 1998, pp.
36-41)

B. Pikiran

1. Definisi Pikiran
Pikiran merupakan alur gagasan, perlambangan, dan asosiasi (flow of ideas,
symbols, and associations) yang dicetuskan oleh suatu masalah atau tugas sehingga
menuju pada suatu kesimpulan realistik. Bila urutan itu logik, maka proses pikir
dianggap normal. Parapraxis, (suatu penyimpangan dari logika yang timbul secara
tidak disadari, juga disebut sebagai (preudian slip) dianggap sebagai proses pikir
yang normal. Pikiran yang abstrak (abstract thinking) ialah kemampuan untuk
18

menangkap inti dari suatu konsep yang panjang lebar, dan dapat memilah suatu
bentukan utuh menjadi suatu yang penting, dan menyusunnya yang sesuai
berdasarkan atas ciri yang sama.

Proses pikir juga suatu konsep atau konseptualisasi (conceptualization). Pikiran


tidak bergantung pada kata (words), tetapi terdiri dari pola cetusan saraf (neuron
firings) dalam otak. Pola ini diterjemahkan ke dalam susunan kata saat orang ingin
berkomunikasi dengan orang lain, itulah saat pembentukan bahasa.

Mentalese (bahasa inggris) berarti bahasa pikiran (language of thought), suatu


bentuk konsep terdiri dari pola cetusan saraf dalam otak. Bahasa adalah
penerjemahan otak dari pikiran konseptual ke dalam pola audiotorik (suara) dan
motorik (penggerak, gerakan) yang diperlukan untuk menyampaikan buah pikiran itu.

Berbicara atau mengerti suatu gagasan berpangkal pada dasar gramatika yang
sama, artinya Bahasa yang digunakan untuk berbicara sama dengan bahasa yang kita
mengerti. Peristiwa ini membutuhkan aktivasi dari module yang berbeda dalam otak.

Persepsi audiotorik juga membutuhkan tiga module : pengenalan suara (siapa yang
berbicara), persepsi bahasa (apa yang dibicarakan, struktur fonologik dan sintaktik),
dan pengenalan afek (bagaimana sang pembicara mengungkapkannya). Modul yang
menganalisis struktur kalimat disebut parser.

Pada pembentukan ungkapan (speech production), buah pikiran harus diubah


menjadi struktur suara dan struktur anak kalimat.

Pikiran yang fisiognomik menurut Kasanin, tahap pertama dalam pembentukan


sebuah pikiran terjadi pada masa kanak. Pada saat ini anak akan membayangkan
seolah benda itu hidup dan memperojeksikan ego kedalamnya, seperti juga saat ia
bermain dengan sebuah tongkat dan menamakannya sebuah kuda. Piaget menyebut
ini sebagai sinkretik. Tahap kedua yaitu berpikir konkret yang ditandai oleh sifat
harfiahnya dan tiada penyamarataan. Tahap ketiga ialah berfikir secara abstrak atau
19

kategorik, ditandai oleh pikiran yang abstrak dan penyamarataan. Pikiran tipe ini
biasanya timbul secara lambat setelah remaja atau setelah melalui tahap pendidikan.

2. Jenis-jenis Pikiran
Proses pikir menurut Fish (1967) dibagi secara arbitrer menjadi 3 tipe :

1. Pikiran fantasi, 2. Pikiran yang imajinatif (kreatif), 3. Pikiran yang rasional atau
konseptual. (roan, 2017, pp. 82-83)

a. Pikiran Fantasi

Yang dimaksud dengan fantasi ialah kemampuan jiwa untuk membentuk


tanggapan-tanggapan atau bayangan-bayangan baru. Dengan adanya fantasi
manusia dapat melepaskan diri dari keadaan yang dihadapinya dan menjangkau
kedepan, keadaan-keadaan yang akan datang. Fantasi sebagai kemampuan jiwa
manusia dapat terjadi :

a. Secara disadari, yaitu apabila keadaan individu betul-betul menyadari akan


fantasinya. Misalnya seorang pelukis yang sedang menciptakan lukisan dengan
kemampuan fantasinya.
b. Secara tidak disadari, yaitu bila individu tidak secara sadar telah dituntut oleh
fantasinya. Keadaan semacam ini banyak dijumpai pada anak-anak. Anak sering
mengemukakan hal-hal yang bersifat fantastis. Sekalipun tidak ada niat atau
maksud dari anak untuk berdusta. Misal seorang anak memberikan berita yang
tidak sesuai dengan keadaan kenyatanya, sekalipun ia tidak ada maksud untuk
berbohong. Dalam hal semacam ini anak dengan tidak disadari dituntun oleh
fantasinya.
Bedanya dengan berpikir ialah :
20

1. Dengan berpikir kita berusaha untuk menemukan sesuatu yang sudah ada tetapi
belum diketahui, dengan berfantasi kita menciptakan sesuatu yang belum ada,
sesuatu yang baru.
2. Berpikir terikat kepada realitas berfantasi melepaskan kita dari realitas.
Dilihat dari caranya orang berfantasi :

1. Fantasi yang mengabstraksi, yaitu cara orang berabstraksi dengan


mengabstraksikan beberapa bagian, sehingga ada bagian-bagian yang dihilangkan.
Misalnya anak yang belum pernah melihat gurun pasir, maka untuk menjelaskan
dipakailah bahan apersepsi yaitu lapangan. Bahan apersepsi ini dipakai sebagai
loncatan untuk menjelaskan gurun pasir tersebut. Dalam anak berfantasi gurun
pasir itu, banyak bagian-bagian lapangan yang diabstraksikan. Dalam berfantasi
gurun pasir dibayangkan seperti lapangan, tetapi tanpa pohon-pohon disekitarnya,
dan tanahnya itu
melulu pasir semua, bukan rumput.
2. Fantasi yang mendeterminasi, yaitu cara orang berfantasi dengan mendeterminasi
terlebih dahulu. Misalnya anak belum pernah melihat harimau. Yang telah mereka
kenal kucing, maka kucing dipergunakan
sebagai bahan apersepsi untuk memberikan pengertian tentang harimau. Dalam
berfantasi harimau, dalam bayangannya seperti kucing, tetapi bentuknya besar.
3. Fantasi yang mengkombinasi, yaitu cara orang berfantasi di mana orang
mengkombinasikan pengertian-pengertian atau bayangan-bayangan yang ada
pada individu bersangkutan. Misalnya berfantasi tentang ikan duyung, yaitu
kepalanya kepala seorang wanita, tetapi badannya badan ikan. Jadi adanya
kombinasi dari kepala manusia dan badan ikan.
Fantasi bila dibandingkan dengan kemampuan-kemampuan jiwa yang lain, fantasi
lebih bersifat subyektif. Dalam orang berfantasi bayangan-bayangan atau tanggapan-
tanggapan yang telah ada dalam diri orang memegang peranan yang sangat penting.
Bayangan yang ditimbulkan karena fantasi disebut bayangan fantasi. Bayangan
21

fantasi berlainan dengan bayangan pengamatan. Bayangan pengamatan merupakan


hasil dari pengamatan, sedangkan bayangan fantasi adalah hasil dari fantasi.

Oleh karena dengan kekuatan fantasi orang dapat menjangkau kedepan, maka
fantasi mempunyai arti yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan fantasi pula
orang dapat menambah bayangan-bayangan atau tanggapan-tanggapan, sehingga
dengan demikian akan menambah bahan apersepsi yang ada pada individu. Namun
demikian ini tidak berarti bahwa fantasi itu tidak mempunyai keburukan.
keburukannya ialah dengan fantasi orang dapat meningglkan alam kenyataan, lalu
masuk dalam alam fantasi. Hal ini merupakan suatu bahaya, karena-orang terbawa
hidup dalam alam yang tidak nyata. Fantasi juga dapat menimbulkan kedustaan,
takhayul, dan sebagainya. (Ahmadi, 1998, pp. 78-80)

b. Pikiran Imajinatif (kreatif)

Merupakan penggunaan yang terkendali dari fantasi dan memori untuk


mencetuskan rencana demi melaksanakan kehidupan sehari-hari dan deretan gagasan
yang mengisi kesadaran manusia. Hal ini tidak akan melampaui pelaksanaan yang
tidak rasional atau tidak mungkin, dan tidak terbatas pada penyelesaian segala suatu
masalah. Dalam berfikir imajinatif fantasi di susun secara urutan dan konstruktif.

c. Pikiran Rasional atau Konseptual

Pikiran ini menggunakan logika untuk menyelesaikan masalah, tanpa dicampur


dengan fantasi. Hal ini merupakan pristiwa yang kompleks untuk mengenali dan
menggolongkan suatu masalah sehingga dapat digunakan akal untuk menyelesaikan.
22

3. Dasar Anatomi
Dibutuhkan keutuhan dari semua pancaindra dan jalur saraf periferi maupun pusat
dan intraserebral agar dapat menyerap semua rangsang dari luar dan akhirnya
disalurkan ke kortex serebri, di situ dengan daya ingat, pengalaman dan nalar, orang
dapat mempunyai buah pikiran yang berguna untuk menghadapi kehidupan yang
penuh tantangan ini.

Hemisferium otak kiri merupakan lokasi dari pikiran dan ucapan dan merupakan
tempat untuk berpikir dengan dibantu oleh girus angularis, di sini bertautnya semua
asosiasi pikiran dan tanggapan panca indra memberi kesan rumitnya semua proses
dengan hasil yang menakjubkan bagi manusia untuk mengambil kesimpulan dari
semua yang ia terima.

C. Gangguan Pikir

1. Macam-macam Gangguan Pikir


a. Percepatan Berpikir (Acceleration of Thinking)

Percepatan arus pikir terjadi pada loncat pikir (gagasan) (flight of ideas). Dalam
hal ini, terdapat kaitan logik (logical bridges) antara dua alur gagasan yang
diekspresikan. Namun, tujuan pikiran itu tidak dipertahankan untuk jangka lama. Ia
selalu berubah karena akibat afek yang gegap gempita dan daya alih tingkat tinggi.
Faktor penentu menjadi lemah, tetapi asosiasi selalu terbentuk secara normal.
Kecepatan dari pembentukan asosiasi, dan juga pola pikir, jadi amat dipercepat.

b. Retardasi atau Hambat Pikir

Pada retardasi (seperti terjadi pada depresi), pikiran berjalan amat lamban,
walaupun terarah, dengan preokupasi yang terganggu (morbid) penuh dengan
23

pikiran yang buruk, dan seolah menyatakan bahwa sang pasien besar kemungkinan
gagal dalam usahanya. Pasien amat sedikit inisiatifnya, tidak ada lagi perencanaan ke
depan atau kegiatan spontan. Bila ditanya, ia akan berpikir dalam, tetapi karena tidak
ada gagasan yang muncul, ia tidak memberi respons apapun. Akhirnya, setelah
mengalami kelambatan lama, jawaban itu biasanya muncul. Pasien sulit membuat
keputusan, semudah apapun, juga sulit berkonsentrasi, hilang kejernihan pikirannya,
kesulitan merekam semua peristiwa yang perlu diingat. Retardasi pikiran, sering
terkait dengan depresi, bisa juga terjadi pada agitasi perasaan, bisa terjadi situasi yang
kompleks dengan ganguan konsentrasi akibat retardasi dan perasaan subjektif yang
gelisah, dan pikiran yang cemas.

c. Pikiran Sirkumstansial (Circumstanciality of Thinking)

Pada kedua keadaan tersebut di atas loncat pikir (flight of ideas) dan retardasi, afek
mempengaruhi kecepatan berpikir, hal itu akan menentukan arah gagasan yang akan
diambil, tetapi bisa juga mengganggu daya mempertimbangkan (distort judgement).
Pada sirkumsialitas, arus pikiran yang lamban bukan ditahan oleh afek, tetapi oleh
gangguan daya tanggap intelektual, suatu kegagalan membedakan gambar, masalah
yang menonjol dari latar belakangnya (figure ground). Peristiwa ini merupakan
gangguan persepsi yang susah dibedakan atau sulit dipisahkan objeknya yang jelas
menonjol dari latar belakang yang lebih samar (a failure of differntiation of the most
distinct percept the figure and the least distinct the ground). Yang lebih karakteristik
terjadi pada epilepsi, pada gangguan organik lain, dan pada kasus subnormalitas.
Proses yang hampir sama terjadi pada kepribadian obsesif, tetapi pada kasus ini
kelebihan detail dikerjakan secara cemas untuk menghindarkan kemungkinan hapus
(omission). Bila ditanya, pasien akan menjawab dengan segudang rincian yang tidak
perlu, bahkan membuat samar jawaban pada pertanyaan itu. Segala macam asosiasi
pikiran yang tidak perlu dikemukakan sampai habis habisan sebelum pasien kembali
24

pada pokok pembicaraan yang semula. Pembicaraannya mengandung penuh dengan


tanda kutip dan predikat yang tidak perlu. Ia juga akan minta maaf atas penjelasan
yang penuh dengan penyimpangan sebelum ia sampai pada pokok pembicaraan.
Namun, kecenderungan penentu (determining tendency) tetap, dan ia akan menjawab
pokok pertanyaan semula. (roan, 2017, p. 88)

d. Henti Pikir (Inggris: Thought Blocking, jerman: Sperrung)

Henti pikir merupakan pengalaman yang khas dari arus pikir pasien skizofrenik,
yang berhenti secara mendadak, tidak terduga dan tidak berkehendak. Hal itu terjadi
di tengah membahas satu masalah atau di tengah kalimat. Tidak disebabkan oleh
pengalihan dari pikiran lain, saat diteliti pasien dapat memberikan penjelasan yang
sesuai, katanya hal itu terjadi begitu saja. Istilah lain yang digunakan ialah blokade
pikir, thought blocking, suatu istilah yang tidak begitu tepat. Pasien mungkin dapat
menjelaskan sebagai pikiran yang disedot keluar, thought withdrawal, “Pikiranku
terhenti karena pikiran itu mendadak diambil keluar dari kepalaku”.

e. Gangguan Daya Mempertimbangkan (Disturbance of Judgement)

Daya mempertimbangkan merupakan satu pikiran yang menyatakan pandangan


tentang realitas. Istilah itu digunakan dalam arti “menurut pertimbanganku lebih
bijaksana bila kita tidak pergi, karena banjir besar melanda daerah itu”. Untuk
menilai terjadinya gangguan, orang harus mengukurya terhadap satu fakta objektif
sebagai perbandingan. Hal ini bisa menjadi satu soal yang sulit,
mungkin membutuhkan konsultasi dengan pakarnya yang sebidang dengan pasien.
Penilaian dari gangguan daya pertimbangan tidak dibuat atas dasar keyakinan atau
argumentasi saja, tetapi atas dasar beberapa opini dan perilaku pasien, pengakuan
seorang laki yang mengaku dirinya sebagai anggota keluarga ningrat merasa dikejar
25

oleh seorang Marxist mungkin bisa benar. Namun keyakinan itu bisa terganggu,
dapat dinilai bila timbul mendadak. Waham, tentunya suatu gangguan daya
mempertimbangkan. Berbagai bentuk gangguan daya pikir dan defisit intelek bisa
terjadi sebagai akibat gangguan daya pertimbangan ini. (roan, 2017, p. 86)

f). Hambatan pada Arus Pikir (Interruption to the Flow of Thought)

Banyak macam hambatan pada kelangsungan arus pikir Carl Schneider (1930)
telah mengemukakan berapa abnormalitas (dalam bahasa Jerman)

l.Verschmelzung fusion, secara harfiah berarti meleleh, di sini berarti peleburan;

2.Faseln muddling, berarti kusut, ngaco, bahasa jawa : ngawur, semerawut, cuntel

3.Entgleiten snapping off, berarti berhenti mendadak,

4.Entgleisen derailment, berarti penyimpangan keluar jalur;

Proses ini dan yang lain terjadi bersama membuat pasien menjadi bingung dan
kehilangan akal. Ia akan mengeluh ternganga keheranan, kurang konsentrasi, dan
waswas tentang sesuatu yang tidak ia ketahui. Ia tidak dapat menggambarkan secara
tepat perubahan pada pikirannya dan akibat pada daya bicaranya.

Pada berpikir keluar jalur (derailment) terdapat gangguan asosiasi, tampaknya ada
sisipan pada pikiran (interpolation of thought) dengan akibat tidak dapat dimengerti
hubungan dengan alur pikir semula, “Lalu lintas hiruk-pikuk sepanjang jalan raya.
Mereka menuju ke Utara. Mengapa anak perempuan selalu bermain pantomim
tentang kepahlawanan”. Cuplikan dari pembicaraan seorang pasien skizofrenik yang
tidak ada artinya, juga bagi pasien sendiri. Dengan derailment ini, pasien tidak dapat
mengkaitkan gagasan itu dan menggambarkan perubahan arah pikirannya sendiri.

Dengan fusi atau peleburan, masih terdapat keutuhan asosiasi alur pikir, tetapi
terjadi pencampuran dan peleburan dari berbagai unsur pikirannya. Hal ini
26

membentuk satu kaitan yang tidak tampak sebagai satu alur pikir yang logik dari
pokok pembicaraan aslinya menuju satu tujuan semula.

g. Pikiran Konkret (Concrete Thinking)

Proses pikir yang abnormal pada skizofrenia dan beberapa kondisi organik lainnya
secara nyata dapat dimengerti secara harfiah oleh orang lain. Abstraksi dan lambang
(symbol) diterjemahkan secara superfisial tanpa kebijakan dan keharusan
(tact dan finesse), sang pasien tidak dapat membebaskan dirinya dari arti harfiah
ungkapan kata itu, juga meniadakan isi dari gagasan yang lebih abstrak yang terbawa
dengan ungkapan itu. Abnormalitas pikir ini disebut sebagai “pikiran yang konkret”
(concrete thinking). Sulit kiranya untuk menciptakan satu uji psikologik untuk
menunjukkan dan mengukur betapa konkretnya hal itu. Namun secara klinis dapat
dikenali, sering pula lebih dramatik. Contoh, seorang pasien perempuan skizofrenik
datang ke ruang periksa untuk wawancara dan segera ia mencopot sepatunya, sambil
berkata, “aku selalu suka kakiku berpijak di atas tanah saat aku bicara” 3 Pasien
skizofrenik lainnya diamati oleh dokternya sedang berjalan di sepanjang sisi koridor.
Ketika ditanya sebab mengapa ia jalan begitu, ia menjawab bahwa itu “disebabkan
oleh efek samping”. Ketika di tanya apa arti “Tidak semua benda yang bergemerlapan
adalah emas (Not all that glitters are gold!) dijawab oleh pasien, “memang barang
logam tidak semua bersinar dan memang emas kuning”, ditanya apa arti “Tong
kosong nyaring bunyinya”, jawab “Ya gentong berisi air tidak nyaring bunyinya”.
Padahal kedua ungkapan itu ada arti pepatahnya (tidak semua benda atau orang yang
bagus di luarnya, baik di dalam hatinya). “Orang yang banyak bicara biasanya tidak
berisi ilmu”.

Hakikat pikiran konkret itu penting dalam membuat perbedaan psikopatologik


antara gangguan pikiran pada pasien skizofrenik dan gambaran dari penghayatan
internal dari seorang dengan keyakinan agama yang amat kuat. Watson (1982)
27

menganggap hal ihwal beberapa penghayatan keagamaan sama dengan gejala


skizofrenia. Namun demikian, juga ada beberapa perbedaan yang penting menurut
Sims, 1986 :

1. Pengalaman keagamaan biasanya dianggap oleh pemeluknya sebagai metaforik


atau spiritual, batas fisik dari dirinya tidak dilampaui. Sebenarnya, perbedaan yang
disebut oleh orang Kristiani ialah ia merupakan seorang yang lebih bebas, lebih
mandiri dari pengaruh eksternal dari sebelumnya ketika Kristus “hidup di dalam
dirinya”.

2. Penghayatan keagamaan menimbulkan kegiatan yang penuh arti secara terus-


menerus, bertujuan, sedangkan perilaku skizofrenik sering tidak masuk akal dan
tidak mengikuti pengalaman itu secara logik, amat bizar atau aneh dalam
mengecam kebiasaan yang sering dilakukan orang banyak, dan konkret dalam
membuat hal yang spiritual menjadi fisik, dan cenderung mengecilkan peristiwa
Ilahi. Seorang pasien skizofrenik membaca Alkitab, “Bila tangan kanan mu
melukai hatimu, potonglah”, dan ia mencoba memotongnya dengan meninggalkan
bekas luka panjang dan permanen di lengannya.

3. Waham dan halusinasi skizofrenik terkait dengan kehilangan batas lingkar ego
(ego boundaries) dan atas dasar wahami, tetapi bagi pemeluk agama tidak ada
perubahan pada batas lingkar dirinya di luar keyakinan keagamaan, dan
keyakinannya didasarkan atas sumber pedoman agamanya.

4. Keyakinan agama dipegang teguh di samping kemungkinan keraguan tentang


agama itu, dalam hal ini seperti juga konsep abstrak. Waham dan halusinasi
skizofrenik diterima tanpa ragu, serupa dengan realitas konkret, seorang tidak ragu
tentang keberadaan sebuah kursi yang ia duduki. (roan, 2017, pp. 89-90)
28

2. Waham Pengendalian Pikiran (Delusions Of The Control Of Thought)


Pengendalian pikiran bisa menjadi kacau tidak terorganisasi (disorganized)
sehingga membuat pasien beranggapan proses pikirannya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar. Gangguan subjektif dalam pikiran pada skizofrenia dirasakan
sebagai pasivitas. Sang penderita merasakan pikirannya sebagai asing dan bukan
berasal dari dirinya (foreign and alien), tidak terpancar dari dirinya dan juga tidak
dibawah kendalinya. Terjadi suatu gangguan dari cara berpikirya tentang lingkar
batas dirinya (ego boundary) dari dunia luarya, sehingga ia tidak dapat
lagi secara tepat membedakan antara keduanya. Ia akan melukiskan tentang rasa
pasivitas pikirannya (passivity of thought), pikiran yang disedot keluar (thought
withdrawal), sisip pikir ( thought insertion) dan siar pikir (thought broa casting),
kesemua ini merupakan gejala peringkat pertama skizofrenia (Schneider, 1959).

Berbagai bentuk dari pasivitas pikiran telah dilukiskan, Pasien kadang merasa
membagi pikiran dengan orang lain, pikirannya dikendalikan atau dipengaruhi dari
luar dirinya. Waham dikendalikan ini (delusion of control) sering terkait dengan
penjelasan wahami tentang cara alam pikirannya dapat dikendalikan. Contoh : alat
elektronik, komputer, telepati. Sisip pikir dilukiskan sebagai suatu keyakinan bahwa
pikirannya telah dimasukkan dari dalam dirinya. Sejalan dengan itu ia juga dapat
menggambarkan bahwa pikirannya dapat diambil atau ditarik atau disedot keluar dari
dalam otaknya tanpa persetujuannya, sedot pikir (thought withdrawal). Hal ini
dapat menjelaskan bila pikiran itu mendadak terhenti (thought blocking) dan
pikirannya mendadak menjadi kosong hampa. Sisip pikir dan sedot pikir merupakan
gejala peringkat pertama dari skizofrenia. Sedangkan henti pikir (thought blocking)
bukan gejala peringkat pertama skizofrenia, karena sulit untuk menentukan kebenaran
dari henti pikir itu, atau ia merupakan semacam bentuk hambatan atau kesulitan
dalam berpikir, dan henti pikir secara objektif mirip dengan (absence epileptique).
Siar pikir terjadi pada skizofrenia saat pasien menyatakan pikirannya seolah
meninggalkan dirinya dan secara luas memancar tanpa dapat dikendalikan peristiwa
29

ini sebenarnya juga suatu pengalaman pasivitas dan gejala peringkat pertama
skizofrenik.

Gejala subjektif lain yang terkait dengan pikiran dan peringkat pertama untuk
skizofrenia ialah pikiran yang bernada keras atau bergema (audible thought)
mendengar pikirannya sendiri berkumandang. Pasien menyadari bahwa suara itu
adalah pikirannya, tetapi ia mendengamya secara jelas saat ia memikirkannya, sesaat
sebelumnya, atau sesaat sesudahnya. Peristiwa ini sebenarnya suatu gangguan
persepsi.

Karena gangguan pikir ini kita menemukan hasil bahwasannya gangguan alam
pikiran ini menyebabkan hilangnya kemampuan untuk berpikir secara jernih, sering
disebut sebagai pasivitas. Pasien akan merasa bahwa otaknya telah ditukar dengan
segumpal serat wool atau karet yang kusut. Pikirannya menjadi kacau (jumbled),
kusut (muzzy), samar (vague), kabur (blumd). (roan, 2017, p. 94)

3. Alam Pikir Skizofrenik

a. Teori Personal Construct

Gangguan bentuk pikir (formal thought disorder) berarti suatu gangguan pikiran
konseptual, abstrak, dan bentuk, hal ini terjadi pada keadaan gangguan organik dan
juga pada skizofrenia. Bannister dan Salmon (1966) telah mengembangkan satu
metode untuk menyelidiki gangguan pikiran skizofrenik atas dasar
teori personal construct yang awalnya dikemukakan oleh Kelly (1955). Kelly
mengemukakan bahwa proses pikir dapat dianggap sebagai urutan sistem constructs
yang di dalam tiap construct terdapat range of convenience (jangkauan kemudahan)
yang berbeda dan terbatas.
30

Untuk mudahnya, sebuah constructs umumnya kata sifat, sedangkan unsur


element adalah kata benda jadi kata suatu constract yang dikotomus, kasar atau halus
(tufed smooth) dapat dikemukan sebagai contoh : jangkauan kemudahannya (range of
convenience) termasuk, permadani (camets), dagu dan burung. Tiga kata benda ini
adalah unsur, jangkauan kemudahan (range of convenience) tidak termasuk
perasaan saat bertemu dengan orang, atau kartu pos, hari selasa, dan sebagainya. jadi
tidak dapat digunakan pada unsur tersebut. Kata macam-macam yang digunakan
seseorang dapat ditunjukkan bahwa hal itu berhubungan secara artian yang khas bagi
orang tersebut dan sampai jarak tertentu dapat diduga sebelumnya.

Pada skizofrenia, gangguan pikirannya tersebar luas, mengenai herbagai wawasan


dan aspek dari pikiran itu. Untuk menggunakan teori personal constructs, pasien
skizofrenik menilai orang dan benda dalam bentuk yang longgar dan tidak terduga.
Ternyata terdapat proses serial invelidetion dalam arti perilaku unsur
terhadap constructs arus dapat meramalkan perilaku dari unsur berikutnya yang
dipersembahkan pada pasien, tetapi hal ini tidak terjadi secara benar dalam pikiran
seorang pasien skizofrenik, yang hubungan antar unsur dan constructs di situ
terganggu. Contoh : bila menggunakan unsur paman Bill dan constructnya
adalah dermawan dinilai positif, maka construct baik hati untuk unsur itu, akan
dianggap sebagai positif, tetapi construct bermusuhan sebagai negatif. Serial
invalidation berarti bahwa kaitan (links) antara unsur dan constructs, yang memberi
peluang untuk meramal unsur yang akan datang kemudian, ternyata diterusakkan.
Bannister dan Salmon beranggapan bahwa hal ini timbul akibat keraguan pasien
skizofrenia tentang kemantapan (consistency) dari unsur itu sendiri. Pada contoh di
atas, Paman Bill bisa ditafsirkan sebagai dermawan dan bermusuhan. Bannister dan
Salmon beranggapan bahwa penderita skizofrenik beradaptasi terhadap situasi
keraguan itu dengan membuat constructs yang kurang jelas diformulasikan, dan oleh
sebab itu, membuat mereka tidak cenderung menjadi invalidasi. Dalam melakukan
eksperimen dengan refortory grid test para penderita skizofrenik ternyata tidak dapat
31

dipercaya penafsirannya dibandingkan dengan orang dari pada nyata dengan


penafsiran tentang orang dari pada benda. Gangguan alam pikiran ini tidak mengenai
secara merata semua bidang pikiran itu, tetapi lebih buruk pada bidang antar
manusia (interpersonal).

b. Gejala Negatif dan Positif Skizofrenik

Paendekatan lain terhadap kepada penyelidikan gangguan skizofrenia ialah


dengan membandingkan abnormalitas penderita skziofrenia dengan gejala positif
(halusinasi, waham dan gangguan alam pikiran) dengan mereka yang menderita
gejala negatif (mutisma, penarikan diri, apati dan anergia). Beda antara gejala positif
dan negatif awalnya diperkenalkan oleh Reynolds (1828-1896) dan tidak disertai oleh
penjelasan teoretik (Berios, 1985). Frith (1977) beranggapan bahwa mereka yang
mengidap gejala negatif mempunyai ketekunan yang amat kurang untuk bergerak,
dan hal ini menghambat mereka untuk melaksanakan testing. Seseorang tidak dapat
mengetahui hasil yang akan dicapai bila mereka mampu melaksanakan tugas testing
itu. Pasien dengan gejala positif menunjukkan ketekunan yang normal (normal
persistence) namun responnya abnormal.

Gejala positif amat menonjol pada skizofrenia akut. Diagnosis biasanya


ditegakkan atas dasar gejala ini dan hasil yang memuaskan dengan terapi seperti
zat turunan fenotiazin dan butirofenon dapat menghilangkan gejala tersebut. Gejala
negatif amat menonjol pada skizofreni kronik dan keadaan ini sulit untuk
direhabilitasi.

c). Gejala Peringkat Pertama Skizofrenik (First Rank Symptoms of


Schizophrenia)
32

Aliran psikiatri saat ini mendasarkan penegakan diagnosis skizofrenia pada daftar
emperik gejala peringkat pertama, dan hal ini terbukti berguna pada berbagai budaya
di Barat atau di Timur, seperti di Sri Lanka (Chandrasena dan Rodrigo, 1979).
Menurut Schneider, satu gejala peringkat pertama atau lebih tanpa penyakit organik
dapat digunakan sebagai pertanda adanya skizofrenia.

seseorang diakui sebagai peringkat pertama harus memenuhi syarat seperti berikut :

1. Hal itu harus terjadi dalam frekuensi yang cukup sering pada skizofrenia.

2. Hal itu biasanya tidak terjadi pada kondisi yang bukan skizofrenia

3. Hal itu seyogyanya tidak sukar untuk menentukan ada atau tidak adanya gejala.

1. Tuna Perhatian pada Skizofrenik (Schizophrenic Inattention)

McGhic telah menekuni gangguan daya perhatian (function of attention) pada


pasien skizofrenik, bahwa mereka tidak dapat menyaring dan menimang data
sensorik (unable to filter and discount sensory data) yang tidak relevan terhadap
tugas yang dilakukan. Ia menunjukan bahwa kinerja pasien skizofrenik ternyata buruk
dibandingkan dengan orang normal, tetapi mereka tidak mudah dialihkan
perhatiannya oleh rangsang audiotorik dan visual eksternal seperti orang normal.
Terutama pasien hebefrenik menunjukkan lebih tidak responsif terhadap rangsang
pengalihan (less responsive towards distraction), juga lebih buruk pada persepsi dan
reproduksi dari informasi visual. Penderita hebefrenik dianggap mengandung sifat :
Tidak mampu menyaring informasi ekstemal yang tidak relevan terutama bila situasi
itu menuntut suatu daya memproses yang cepat dan daya penyimpanan informasi
jangka pendek. Pengalaman ini dilukiskan secara subjektif sebagai berikut “bila orang
berbicara padaku saat ini, tampaknya seperti bahasa lain. Tampaknya terlalu banyak
informasi yang mesti diserap. Kepalaku rasanya sudah terlalu penuh dan aku tidak
dapat mengerti hal yang dipercakapkan orang”. Rasanya kita dibuat lupa perihal yang
33

baru saja didengarkan karena rasanya kita tidak diberi kesempatan cukup untuk
mendengarkan. Tampaknya semua dalam bentuk potongan yang berbeda yang harus
kita padukan di dalam kepala kita sepertinya kata-kata diudara kecuali anda dapat
membayangkannya dari wajah mereka.

Akibat dari gangguan (tuna) daya perhatian ini (inattention) pada kehidupan social
yang biasa, telah diamati dengan seksama dan dilukiskan oleh Marga (1977), yang
pernah hidup bersama secara dekat selama 3 minggu dengan dua orang
skizofrenik kronik Dalam kasus si Vine, hubungan kita rasanya biasa saja, tetapi aku
mulai dapat mengerti sedikit lebih baik tentang ketidakmampuannya, dan ini amat
membantu. Ia selalu akan kehilangan jejak alur pikirnya, sampai derajat tertentu
dalam pembicaraan, lebih nyata lagi dalam tindakannya. Contoh, walau kita telah
melalui urutan berbagai test rutin sampai 500 kali bersama, ia tidak pernah dapat
menyelesaikan satu putaran tugasnya, tiap kali ia harus diingatkan segala hal yang
akan muncul dan yang tersisa yang masih harus ia selesaikan. Kesulitan utama si
Vine mempakan sesuatu yang aneh juga. Aku berkata padanya, contoh, “Mari kita
buat soal tes-nya terlebih dulu dan baru kemudian kau cuci piring”, dan aku heran
ketika respons-nya langsung ia pergi ke tempat cucian dan mencuci piring mangkuk
itu. Akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa ia mempunyai defek pada atensinya
Ia sering terkejut seperti lompatan seekor kelinci saat ia sadar bahwa dirinya sedang
diajak bicara, aku berkesan bahwa saat ia menyadari dan pulih daya perhatiannya,
setengah dari ucapan kalimatku sudah jauh, dan yang ia dengar hanya bagian
akhir saga dari ucapan itu. Aku yakin bahwa dengan menyisipkan sebuah ungkapan
preliminer, aku akan mendapatkan respons yang lebih mantap.

2. Pikiran dengan Cakupan Berlebih


34

Pikiran dengan cakupan berlebih yaitu gagasan yang jauh sekali dengan konsep
yang sedang dibicarakan dan menyelusup kedalam pikiran yang sedang di bicarakan
dan sedang dilakukan oleh pasien.

Pikiran dengan cakupan berlebih hanya terjadi pada setengah pasien skizofrenik,
terutama yang penyakitnya masih akut, dan setengah lainnya terjadi pada skizofrenik
kronik.

3. Halusinasi Audiotorik

Tiga jenis halusinasi yang dianggap sebagai peringkat pertama, yaitu : pikiran
yang bernada keras atau bergema (audible tought, echo de la pensée,
gedankenlautwerden), suara yang terdengar sedang bertengkar (voices heard arguing),
dan suara yang memberi komentar (voices giving a running commentary).

a). Mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras atau bergema

Yaitu pikiran yang bemada keras atau bergema diartikan seolah pasien mendengar
pikirannya sendiri diucapkan keras. Dalam bahasa psikiatri Jerman sering disebut
sebagai Gedankenlautwerden, atau Perancis, echo de pensées. Pasien seolah bisa
mendengar orang mengulangi pikirannya dengan suara keras seperti berkumandang,
suatu saat setelah ia berpiki, atau menjawab pikirannya membicarakan soal yang
diucapkan dan membahasnya atau mengucapkan dengan suara keras sesuatu yang ia
akan pikirkan sehingga pikirannya seolah mengulang suara yang ada. Sering pasien
menjadi jengkel atas gerecokan ke dalam hidup pribadinya dan prihatin dirinya tidak
dapat mengendalikan bagian dari dirinya lagi, termasuk pikirannya sekalipun.

b). Halusinasi dalam bentuk pernyataan dan jawaban

Banyak suara terdengar bertengkar satu dengan lainnya, hal ini menyatakan dua
atau lebih suara halusinasi yang sedang bertengkar atau membahas sesuatu, seorang
35

dengan lainnya. Pasien biasanya berperan sebagai orang ketiga (dia, he, she, they)
dalam tema perbincangan itu. Gejala itu tidak muncul sendiri secara spontan begitu
saja dalam bentuk ini, pasien itu sebenamya tidak mengatakan, “Aku mendengar
suara yang bertengkar dan membahas satu dengan lainnya”.gejala itu baru dapat
diketahui dengan ditanyakan secara halus dan hati-hati.

Contoh:

Seorang pemuda 24 tahun melaporkan mendengar suara berasal dari kantor perawat.
Satu suara yang nadanya rendah dan kasar mengatakan secara berulang, “G.T. adalah
seorang penentang yang keji”, dan lainnya, suara lebih bernada tinggi mengatakan,
“Dia begitu, ia harus diborgol dan disekap”. Suara seorang wanita sewaktu-waktu
nyeletuk, katanya, “Dia tidak begitu, dia orangnya cukup menyenangkan”. (Mellor,
1970)

c). Suara halusinasi dalam bentuk komentar

Suara halusinasi yang memberi komentar tentang perilaku pasien merupakan


gejala peringkat pertama. Urutan waktu dari komentar itu begitu pula terjadi sesaat
sebelumnya, pada saat bersamaan atau sesaat setelah gerakan pasien. Sekali lagi
gejala itu tidak secara spontan disebutkan oleh pasien tetapi sering disimpulkan dari
keluhan pasien terhadap suaranya itu. Bagi sang pewawancara, selalu terdapat
masalah dalam cara menanyakan begitu rupa sehingga seolah ia dipersilahkan masuk
dari sisi dalam. Ia menanyakan sesuatu tentang persepsi yang sangat nyata bagi
pasien. Sang pasien tidak tahu bahwa dirinya sebenamya unik, bahwa orang lain tidak
punya penghayatan persepsi seperti dia. Jadi sang pewawancara punya kesulitan
untuk bertanya sesuatu yang ia sendiri belum pernah mengalaminya, sang pasien
harus menjawab pertanyaan yang karena situasi itu merasa tidak ada gunanya. Hal
yang abnormal tentang suara yang berkomentar itu harus dihayati sebagai persepsi
dan berasal dari luar dirinya, banyak orang normal punya pikiran yang dikenali
sebagai milik dirinya, berkomentar pada perilakunya.
36

4. Penghayatan Pasivitas
Penghayatan psivitas merupakan peristiwa dalam bidang sensasi, perasaan,
dorongan dan kehendak yang dialami sebagai sesuatu yang dibuat orang lain (made
feelings) atau dipengaruhi oleh orang lain (influenced by others). Hal itu telah
digambarkan dengan baik dengan istilah waham dikendalikan (delusion of control),
karena penghayatan pasien tentang peristiwa itu seolah dibuat oleh orang lain
sehingga berbentuk waham. Istilah seperti gangguan pasivitas, gangguan
pasivitas (disorders ofpassivity), penghayatan yang seolah dibuat oleh orang lain
(made experiences) , waham dikendalikan (delusion of control) dan gangguan
perilaku pribadi (disorders of personal activity) sebenamya dalam praktik sama atau
sinonim dan istilah itu dapat dipertukarkan (interchangeable). Peristiwa itu dihayati
sebagai sesuatu yang asing (alien) bagi pasien karena tidak dihayati sebagai miliknya,
tetapi disisipkan ke dalam dirinya dari luar.
5. Sisip Pikir (thought instion)
Pada sisip pikir, ia merasakan bahwa pikirannya itu terasa tidak akrab seperti
biasa (do not have the feeling of familiarity), seolah bukan miliknya, tetapi ia
merasa bahwa pikiran itu telah dimasukkan dari luar dirinya ke dalam pikirannya
tanpa diinginkan.
6. Pada Siar Pikir (thought broadcasting)
pasien merasa pikirannya ditarik keluar dari benaknya dan kemudian, dengan
suatu cara tertentu, diumumkan ke khalayak ramai dan disorotkan ke wilayah yang
luas. Penjelasannya yang diberikan dengan timbulnya hal ini ialah isi waham yang
sesuai dengan latar belakang budaya dan minat yang menonjol.
7. Pasivitas dari Implus
Pada pasivitas dari implus, pasien merasakan suatu dorongan yang dirasakan
sebagai asing (alien) untuk melakukan gerakan motorik, implus itu di lakukan tanpa
sang pelaku merasa melakukan itu. Jadi sepelaku merasa kalau itu bukanlah
kehendaknya sendiri.
8. Pasivitas Sometik (somatic passivity)
37

pasivitas somatik ialah keyakinan bahwa pengaruh dari luar telah


mempermainkan tubuh kita. Hal itu tidak sama dengan halusinasi haptik, tetapi
merupakan suatu keyakinan wahami bahwa tubuhnya telah dipengaruhi dari luar
dirinya. Hal itu dapat berkaitan dengan berbagai halusinansi somatik. (roan, 2017,
pp. 90-96)

Jadi semua itu adalah gejala peringkat pertama yang dialamai oleh penderita
skizofrenik
38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa :
1. a. “Psikologi” berasal dari kata yunani “Psyche” yang artinya jiwa, dan “logos”
yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata)
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-
macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.
b. Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.
c. menurut kesimpulan dari beberapa ahli psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, yang mana individu
tersebut tidak dapat di pisahkan dari lingkungannya.
2. Pikiran merupakan alur gagasan, perlambangan, dan asosiasi (flow of ideas,
symbols, and associations) yang dicetuskan oleh suatu masalah atau tugas
sehingga menuju pada suatu kesimpulan realistik.
3. Gangguan pikir adalah suatu proses berfikir dimana alur gagasan, perlambangan,
dan asosiasi (flow of ideas, symbols, and associations) mengalami penyimpangan
dan tidak terarah pada tujuan.
Adapun gangguan pada pikiran itu :
1. Percepatan Berpikir (Acceleration of Thinking),
2. Retardasi atau Hambat pikir,
3. Pikiran Sirkumstansial (Circumstanciality of Thinking),
4. Henti Pikir (Inggris: Thought Blocking, jerman: Sperrung),
5. Gangguan Daya Mempertimbangkan (Disturbance of judgement),
6. Hambatan pada Arus Pikir (Interruption to the Flow of Thought),
7. Pikiran Konkret (Concrete Thinking).
4. Adapun gangguan alam pikiran pada skizofrenik :

39
40

1. Tuna Perhatian pada Skizofrenik (Schizophrenic Inattention),


2. Pikiran dengan Cakupan Berlebih,
3. Halusinasi Audiotorik,
4. Penghayatan Pasivitas,
5. Sisip Pikir (thought insertion),
6. Pada Siar Pikir (thought broadcasting),
7. Pasivitas dari Implus,
8. Pasivitas Sometik (somatic passivity).

B. Saran
Kepada seluruh pembaca diharapkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
yang maha kuasa, agar anda dapat terhindar dari penyakit pikir ini, dan apabila kita
telah terkena penyakit pikir maka disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter dan
terus tetap ikhtiar kepada Tuhan.
Dengan ini sang penulis berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan
kritikan serta saran-saran kepada sang penulis agar sang penulis dapat
mengembangkan tulisannya dengan baik.
41

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu. 1998. Psikologi Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Cet.1

Farida Ida. 2010. Psikologi Perpustakaan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Martin Witjaksana Roan. 2017. Psikopatologi & Fenomenologi. Jakarta : Buku


kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai