Anda di halaman 1dari 2

Di 

Kepulauan Maluku, terdapat dua kesultanan besar yang terkenal, yaitu Ternate dan Tidore yang


berpusat di wilayah yang saat ini termasuk dalam wilayah Maluku Utara.[67] Wilayah Ternate pada
masa kejayaannya, yaitu pada abad ke-16, mencakup Pulau Ternate, sebagian kecil Pulau
Halmahera, Kepulauan Maluku bagian tengah, Pulau Sulawesi bagian utara dan timur, hingga
ke Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, Tidore pada masa kejayaannya yang juga pada abad ke-
16 meliputi Pulau Tidore, sebagian besar Pulau Halmahera, hingga ke Papua Barat.[68] Beberapa
kesultanan yang juga pernah berdiri di Kepulauan Maluku, yaitu Jailolo, Bacan, Tanah Hitu, Iha,
dan Huamual.
Kesultanan-kesultanan yang pernah berdiri di Kepulauan Nusa Tenggara,
yaitu Bima, Sumbawa, Adonara, Dompu, Selaparang, Sanggar, dan Lamakera. Sementara
kesultanan-kesultanan yang pernah berdiri di Papua adalah Sekar, Patipi, Fatagar, dan Kaimana.
Kejayaan kesultanan-kesultanan Islam mulai memudar setelah bangsa-bangsa asing masuk dan
menerapkan kolonialisme di Nusantara. Sebagian di antaranya dibubarkan oleh pemerintah kolonial
setelah mengalami kekalahan perang, dan sebagian lainnya menjadi daerah swapraja (zelfbestuur)
di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial.[69]
Kerajaan Kristen
Artikel utama: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Kristen
Kekristenan dibawa oleh para misionaris dari Dunia Barat. Kristen Katolik umumnya dibawa ke
Indonesia oleh bangsa Portugis, sementara Kristen Protestan umumnya dibawa oleh bangsa
Belanda. Selama kolonialisme Barat, beberapa kerajaan bercorak Kristen muncul sebagai akibat
penyebaran dan pembaptisan oleh para misionaris pada rakyat dan keluarga bangsawan di
kerajaan-kerajaan tersebut.[70]
Masuknya Agama Kristen di Sulawesi dan Maluku, khususnya wilayah yang saat ini dalam
Provinsi Sulawesi Utara, diawali dengan kedatangan bangsa Portugis yang membawa Katolik pada
abad ke-16, tetapi kemudian digantikan oleh Protestan yang dibawa oleh misionaris Belanda,
setelah orang-orang Portugis diusir oleh pasukan Belanda pada abad ke-17. Kerajaan-kerajaan
Kristen yang terbentuk di Pulau Sulawesi adalah Bolaang
Mongondow, Manganitu, Manado, Moro, Siau, Soya, dan Tagulandang.[71]
Di wilayah Nusa Tenggara, khususnya di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kristen
Katolik dibawa oleh bangsa Portugis yang terusir ke wilayah Pulau Flores dan Pulau Timor setelah
wilayah Kepulauan Maluku dikuasai oleh bangsa Belanda pada awal abad ke-17. Para misionaris
Portugis yang juga ikut terusir kemudian melakukan misi di negara-negara di wilayah tersebut.
Beberapa negara yang menjadi kerajaan Katolik adalah Amanatun, Larantuka, dan Sikka.[72]

Periode kolonial
Upaya kolonisasi oleh Portugal
Artikel utama: Imperium Portugal di Nusantara
Tanaman pala menjadi salah satu komoditas yang mendorong bangsa-bangsa Eropa melakukan penjelajahan
dunia, hingga sampai di Nusantara.
Sejak terputusnya jalur perdagangan Laut Tengah karena jatuhnya Konstantinopel ke tangan
bangsa Turki Utsmani pada tahun 1453, bangsa-bangsa Eropa sejak saat itu berusaha mencari jalur
alternatif lain untuk memperoleh komoditas rempah-rempah yang dibutuhkan. Berkembangnya
teknologi pelayaran pada abad ke-16 membuat bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspedisi jalur
laut besar-besaran untuk mencari dan menguasai wilayah-wilayah yang kaya akan rempah-rempah.
[73]

Sebagai salah satu bangsa yang merintis gelombang ekspedisi dan kolonialisme di Dunia Timur,
armada Portugis di bawah kepemimpinan Afonso de Albuquerque, yang telah menguasai Goa pada
saat itu, melanjutkan ekspedisinya ke timur hingga sampai di Kepulauan Nusantara.[74] Pada tahun
1511, armada Portugis yang sampai di Melaka kemudian menyerang dan menduduki negara
tersebut. Penyerangan ini menjadi titik awal dimulainya kolonialisme di Nusantara.[75]Negara-negara
sekitar yang merasa terancam kemudian mengecam penyerangan tersebut. Setahun setelah
peristiwa tersebut, Demak mengirimkan armada laut ke Melaka untuk menyerang balik armada
Portugis, tetapi usaha tersebut gagal.[74]
Pada tahun 1512, Albuquerque mengirimkan armada yang dipimpin oleh António de
Abreu dan Francisco Serrão menuju Kepulauan Maluku demi memonopoli
perdagangan cengkih dan pala.[76] Pasukan tersebut disambut baik oleh Sultan Ternate saat itu,
yakni Bayanullah. Ia mengizinkan armada Portugis untuk membangun benteng dan mendapat hak
monopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate, dengan imbalan bantuan kekuatan militer untuk
Ternate, karena pada saat itu Ternate sedang bermusuhan dengan Tidore.[74] Benteng tersebut kini
menjadi situs reruntuhan bernama Benteng Kastela.

Anda mungkin juga menyukai