Anda di halaman 1dari 9

International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS)

Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan


Agama Islam di Al-Andalus

Raden Ayu Halimaa,1,*, Muh. Nur Rochim Maksum b,2, Hakimuddin Salim c,3
*a
Mahasiswa Magister PAI UMS, Indonesia;
b
Magister PAI UMS, Indonesia;
c
Magister PAI UMS, Indonesia;

1
raden.gazza@gmail.com; 2mnr127@ums.ac.id; 3hs904@ums.ac.id
*Correspondent Author

ARTICLE INFO ABSTRACT

Al-Andalus is muslim name for Iberian Paninsula which was ruled


Article history
by muslim for more than seven hundred years. Al-Murabbithun is a
Received:
dakwa, education and jihad movement who ruled Al-Andalus and
xx-xx-xxxx
Revised: brought it’s people back to Al-Qur’an and As-Sunnah with right
xx-xx-xxxx understanding. The aim of this research is to know how Islamic
Accepted: Education was in Al-Andalus before the arrival of Al-
xx-xx-xxxx Murabbithun, how Islamic Education of Al-Murabbithun, the
impact of Al-Murabbithun in Al-Andalus and the wisdom which
can be taken from Al-Murabbithun goverment. The Method in this
Keywords research is literature study, whose data is taken by studying
Al-Andalus literature. Many changes include Islamic Education which succeed
Al-Murabbithun
Al-Qur’an
in repairing the andalusian people decadency so we can take the
As-Sunnah wisdom to be applicated in this time.
Islamic Education

ABSTRAK
Al-Andalus adalah sebutan umat Islam untuk wilayah semenanjung Iberia yang pernah
dikuasai umat Islam selama lebih dari tujuh ratus tahun. Al-Murabbithun merupakan salah
satu gerakan dakwah, pendidikan dan jihad yang pernah berkuasa di Al-Andalus,
membawa penduduknya kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman
yang benar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem
pendidikan Islam di Al-Andalus sebelum kedatangan Al-Murabbithun, bagaimana sistem
pendidikan Islam Al-Murabbithun, dampak kedatangan Al-Murabbithun terhadap sistem
pendidikan Islam di Al-Andalus dan hikmah yang bisa diambil dari pemerintahan Al-
Murabbithun di Al-Andalus . Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu
penelitian yang pengambilan datanya melalui sumber kepustakaan. Berbagai perubahan
termasuk sistem pendidikan Islam yang dilakukan Al-Murabbithun berhasil memperbaiki
kemerosotan umat Islam di Al-Andalus sehingga kita bisa mengambil hikmah untuk
diterapkan pada masa sekarang.

Kata Kunci: Al-Andalus; Al-Murabbithun; Al-Qur’an; As-Sunnah, Pendidikan Islam

Pendahuluan
Al-Andalus, atau Andalusia adalah sebutan umat Islam dalam literatur arab untuk
2 International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS)

menyebut wilayah Semenanjung Iberia. Nama itu berasal dari kata “Vandal” atau
“Wandal”. Kata ini adalah nama suku Jermanik Kuno yang berasal dari bagian Utara
Skandinavia dan kemudian bermigrasi melalui wilayah negara Polandia, Balkan, Italia,
lalu sempat menetap di Semenanjung Iberia sebelum akhirnya mendirikan kerajaan di
wilayah Tunisia sekarang. Sekarang, wilayah Semenanjung Iberia terbagi atas negara
Portugal dan Spanyol. [1]
Al-Andalus sempat dikuasai umat Islam selama lebih dari tujuh ratus tahun lamanya.
Umat Islam pertama kali datang ke Al-Andalus pada tahun 711 Masehi dibawah
pimpinan jenderal Islam dari kalangan bangsa Berber (Amazigh) yang bernama Thariq
bin Ziyad atas perintah gubernur provinsi Ifriqiyah saat itu yaitu Musa bin Nushair. Kisah
umat Islam ditanah ini akhirnya ditutup dengan diusirnya Sultan Abu Abdillah
Muhammad bin Al-Ahmar Ash-Shaghir pada tahun 1492 Masehi dari Al-Andalus oleh
penguasa kristen Raja Fernando dan Ratu Isabel setelah berbagai dinasti, generasi dan
penguasa muslim yang silih berganti memerintah disana. Diantara dinasti yang pernah
berkuasa disana adalah dinasti Al-Murabbithun. [1][2]
Dinasti Al-Murabbithun, atau dalam bahasa Inggris biasa disebut Almoravid,
merupakan dinasti yang berasal dari sebuah gerakan dakwah dan pendidikan Islam
untuk mengajarkan kepada umat Islam tentang agama mereka. Tokoh sentral gerakan
dakwah sunnah ini adalah ulama bernama Abdullah bin Yasin. Ia merupakan salah
seorang ulama ahli fiqih dari kalangan Madzhab Maliki dan suku Jazulah, salah satu suku
Berber Sanhaja. Dakwah beliau awalnya mendapat pertentangan yang sangat keras dari
masyarakat bangsa Berber pedalaman gurun sahara yang saat itu hanya tahu bahwa
agama Islam itu hanya syahadat, bahkan beliau diusir dan bahkan diancam akan dibunuh
oleh suku Berber Judalah karena yang beliau dakwahkan bertentangan dengan ajaran
nenek moyang mereka. [3]
Beliau pun pindah berdakwah ke suku Berber Lamtuna, dimana pemimpin mereka
menerima dakwah beliau. Suku ini memberikan beliau perlindungan dan kekuatan untuk
menyebarkan dakwah beliau.[3] Gerakan Al-Murabbithun ini akhirnya berhasil menyebar
di seluruh wilayah maghribil Islamiyah, termasuk wilayah “Sudan” (wilayah orang berkulit
hitam seperti Kekaisaran Ghana[4]) atau sekarang menjadi negara-negara modern Maroko,
Aljazair, Mauritania, Senegal, dan Mali. [5] Gerakan ini juga kemudian menyeberang ke
benua Eropa, memasuki wilayah Al-Andalus yang saat itu umat Islamnya sedang
terpecah-bela secara politik, lemah secara militer, terfitnah oleh musik, biduanita dan
khamr meskipun dianggap sebagai tempat yang paling maju dalam hal keilmuan di dunia
saat itu[6]. Diantara ilmu yang paling penting dalam Islam adalah Pendidikan Agama
Islam, dikarenakan ilmu ini dapat memperbaiki kemerosotan yang terjadi pada umat
Islam.
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan Islam di Al-
Andalus sebelum kedatangan kaum Al-Murabbithun, bagaimana sistem pendidikan
Islam yang diajarkan oleh Al-Murabbithun dan dampak kedatangan gerakan Al-
Murabbithun terhadap sistem pendidikan agama Islam di Al-Andalus serta hikmah yang
bisa kita ambil dari sistem pendidikan agama Islam gerakan Al-Murabbithun di Al-
Andalus untuk bisa kita terapkan pada masa sekarang.

Mukhlis (2021) menyebutkan sistem pendidikan yang diselenggarakan di Al-Andalus


dan As-Sisiliy adalah sistem kuttab yang mempelajari pengetahuan dasar dan menengah
(Al-Qur’an, fiqih, bahasa, kesenian dan lain-lain) dan sistem pada perguruan tinggi
mengarah kepada disiplin ilmu khusus seperti agama, sains dan teknologi. [7]

Pihak-pihak yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini diantaranya penulis
sendiri, keluarga penulis, pembaca, masyarakat dan seluruh umat Islam. Penelitian ini
dapat bermanfaat untuk umat Islam masa sekarang yang fitnah kehidupannya lebih

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS) 3

parah ketimbang umat Islam di Al-Andalus dahulu.

Metode
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang mengambil data
atau teknik pengambilan datanya dengan cara penelusuran bibliografis atau melalui
sumber kepustakaan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Uji keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas (validitas interbal), uji
tranferabilitas (validitas eksternal), uji dependabilitas (reliabilitas) dan konfirmabilitas
(objektivitas). Teknik anailsis data yang digunakan adalah metode studi lliteratur. Ada
empat tahap analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan verifikasi data.

Hasil dan Pembahasan


1. Kondisi Umat Islam dan Sistem Pendidikan Islam di Al-Andalus sebelum
Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun
Setelah penaklukan hampir selesai, Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair
meninggalkan Al-Andalus atas perintah khalifah Amirul Mukminin Al-Walid bin Abdul
Malik. Dimulailah periode para gubernur di Al-Andalus. Periode ini dipenuhi berbagai
konflik, pemberontakan dan ekspedisi ke Perancis. Sayangnya penaklukan Al-Andalus
tidak benar-benar dituntaskan, dimana sisa-sisa Kerajaan Kristen Visigoth mengungsi ke
Pegunungan Kantabria di Utara, diawali hanya 30 orang saja dan nantinya berhasil
mendirikan Kerajaan Asturias. Periode ini berakhir pada tahun 756 Masehi saat
Kekhalifahan Bani Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah, dan seorang pangeran
Bani Umayyah berhasil meloloskan diri ke Al-Andalus dimana ia memulai periode
Kekuasaan Bani Umayyah di Al-Andalus. Naik turun kejayaan Umat Islam silih berganti
pada periode ini, dimana puncak kejayaan ada saat Al-Andalus dipimpin oleh Amir-
Amir yang bernama sama dari Bani Umayyah, yaitu Abdurrahman Ad-Dakhil (Amir
Pertama), Abdurrahman Al-Wustho dan Abdurrahman An-Nashir (Amir terakhir, yang
kemudian menjadi Khalifah). [1]
Periode kekuasaan Bani Umayyah pada akhirnya berakhir pada tahun 1031 Masehi,
dimana sebelumnya sudah banyak wilayah yang memisahkan diri. Al-Andalus kemudian
masuk kedalam periode Al-Muluk At-Tawaif, atau Kerajaan-kerajaan kecil atau biasa
disebut sebagai Taifa, dimana Umat Islam di Al-Andalus terpecah menjadi 22 negara-
negara kecil yang sering bermusuhan bahkan berperang satu sama lainnya. Permusuhan
ini benar-benar merugikan dan melemahkan umat Islam, juga memberikan kesempatan
bagi kerajaan-kerajaan kristen di utara untuk menyerang umat Islam yang terpecah belah.
Pada masa ini seorang penguasa muslim bahkan tidak segan-segan untuk meminta
bantuan penguasa kristen dalam memerangi saudaranya sesama muslim, dalam beberapa
kasus saudara kandung sendiri. [1],[3]
Diantara fenomena yang terjadi pada periode ini adalah berkembangnya kerajaan-
kerajaan kristen. Pada awal periode perpecahan umat Islam, terdapat tiga kerajaan kristen
dari tiga suku bangsa yang berbeda. Kerajaan pertama yang terbesar adalah Kerajaan
Liyun (Leon), beribukota di Kota Liyun, merupakan kelanjutan langsung dari Kerajaan
Asturias yang sebelumnya dijelaskan, sehingga keturunan bangsa Visigoth menjadi
penguasa kerajaan ini. Kerajaan kedua adalah kerajaan Nabarrah (Navarre), kerajaan
suku bangsa Basque, suku bangsa tertua di Semenanjung Iberia, beribukota di Kota
Bamblunah (Pamplona). Negara kristen terakhir adalah Kadipaten Barshiluna (Barcelona)
beribukota di Kota Barshiluna (Barcelona), sebuah kadipaten suku bangsa Catalan yang
lebih mirip bangsa Occitia di Perancis. [1]

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
4 International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS)

Selain politik yang terpecah belah dan kekuatan militer yang lemah dan terkuras
akibat berperang sesama umat Islam, kaum Muslimin di Al-Andalus pada periode itu
juga mengalami kemunduran dalam menerapkan ajaran dan hukum Islam. Diantara hal
yang menyebabkan kemunduran dan kejatuhan adalah tersebarnya hidup mewah dan
berlebihan, urusan diserahkan kepada yang bukan ahilnya, munculnya fanatisme dan
rasialisme, dan adanya fenomena Ziryab dimana musik, biduanita dan khamr merajalela.
[1]
Ziryab adalah seorang penyanyi dari Baghdad yang pertama memperkenalkan musik
dan lagu-lagu yang tidak bermanfaat kepada masyarakat Al-Andalus, sehingga
melalaikan mereka dari Al-Qur’an. Musik yang dibawa oleh Ziryab ini kemudian menjadi
dasar musik yang khas di dunia barat Islam seperti negara Maroko, Aljazair dan Tunisia
sampai sekarang. [8],[9]
Ziryab datang ke Al-Andalus pada periode kekuasaan Bani Umayyah, tepatnya pada
masa Amir Abdurrahman Al-Wustho. Ajaran-ajaran yang dibawa Ziryab kemudian
semakin berkembang. Musik di Al-Andalus benar-benar merajalela setelah itu. Bahkan
hal ini dapat terlihat dengan adanya ulama besar dari Al-Andalus yang menghalalkan
musik secara mutlak, yaitu Imam Ibnu Hazm, seperti yang beliau bahas dalam kitab
karangan beliau yaitu Al-Muhalla bi Al-Asyar. Beliau memandang setiap dalil yang
mengharamkan musik terutama dari Al-Hadits sebagai dalil yang dhoif atau lemah. Tentu
saja hal ini sangat bertentangan dengan mayoritas ulama yang menganggap hukum
musik adalah haram, seperti Imam Asy-Syafi’i dalam kitab beliau al-Umm. Perbedaan
pendapat ini bukanlah perbedaan pendapat yang bolehnya seseorang memilih pendapat
yang ia yakini. Hal ini karena telah ada dalil yang jelas membatalkan pandangan Imam
Ibnu Hazm, dimana hadits yang dianggap beliau lemah ternyata merupakan hadits
shahih dan hukumnya disepakati oleh mayoritas ulama. [8],[10]

Imam Malik termasuk ulama yang mengharamkan musik, bahkan beliau


mengharamkan lagu yang dinikmati nyanyiannya saja. Madzhab Maliki merupakan
Madzhab yang masyur di Al-Andalus dan Islam bagian barat (Al-Maghrib) pada masa itu.
Sayangnya para ahli hukum Madzhab Maliki meninjau kembali tradisi mereka dibawah
dorongan kekuatan internal (perubahan sosial dan politik yang terpecah-bela) dan
kekuatan eksternal (pengaruh Madzhab hukum lainnya). Contoh hukum dalam madzhab
Maliki yaitu seseorang boleh menghadiahkan anggota keluarganya untuk mengelak dari
hukum waris yang kaku. Namun dibutuhkan ijab qabul dan saksi dalam pemberian
hadiah atau pemindahan kepemilikan terhadap suatu properti.[11],[12]

Sistem pendidikan agama Islam di Al-Andalus berpusat pada lembaga-lembaga


pendidikan yang bernama Kuttab. Kuttab- kuttab ini merupakan lembaga yang
mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti fiqih, bahasa dan sastra, musik
dan kesenian. Dalam ilmu fiqih, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya umat Islam di
Al-Andalus menganut Madzhab Maliki. Dalam ilmu bahasa dan sastra, bahasa arab
sebagai bahasa resmi umat Islam menjadi bahasa yang resmi diucapkan untuk
percakapan sehari-hari. Dalam musik dan kesenian, pengaruh Ziryab pengaruh Ziryab
yang merupakan aransemen musik yang handal dan piawai mengubah syair-syair lagu
yang dapat dikonsumsi oleh seluruh lapsian masyarakat dan seluruh tingkat umur.
Namun, hal ini juga yang nantinya dapat menurunkan minat untuk mempelajari ilmu
agama Islam.[7]
2. Dakwah, Jihad dan Sistem Pendidikan Islam dari gerakan Al-
Murabbithun
Pendakwah utama pada Al-Murabbithun adalah Abdullah bin Yasin. Ia
berdakwah menembus kawasan selatan Al-Jazair, kawasan utara Mauritania, dan

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS) 5

akhirnya tiba di bagian selatan negeri tersebut yang merupakan permukiman kabilah
atau suku Judalah. Agama di tengah-tengah mereka sangat minim, karena sebagian
mereka masih berperilaku seperti orang-orang jahiliyah. Sebagian mereka hanya
mengenal dua kalimat syahadat. Hanya itu yang mereka kenal dari ajaran-ajaran
agama. Namun beberapa tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang tertentu yang
memiliki kepentingan dari suku Judalah berani menghalangi dakwah mulia beliau,
meerka mengancam akan mengusir bahkan membunuh beliau. Sayangnya satu-
satunya pelindung Abdullah bin Yasin yaitu kepala suku Judalah, Amir Yahya bin
Ibrahim Al-Judali, sudah tidak sanggup melindungi beliau. [1]
Akhirnya untuk menyelamatkan nyawa setelah bertahun-tahun kesabaran dan
ketegaran, beliau memutuskan untuk pindah ke wilayah yang lebih menembus ke
selatan lagi, ke pedalaman benua Afrika. Di daerah terpencil di tepi sungai, beliau
mulai mengajarkan agama Islam kepada mereka yang mau belajar. Diantara mereka
yang mau belajar adalah beberapa orang terutama kaum muda dari suku Judalah
termasuk pemimpinnya Amir Yahya bin Ibrahim Al-Judali yang rela meninggalkan
kedudukannya. Selain itu, suku Lamtunah yang dipimpin oleh Yahya bin Umar dan
saudaranya Abu Bakar bin Umar menerima dakwah beliau untuk kembali ke ajaran
Islam yang benar. Semakin lama, pengikut beliau semakin banyak, semakin banyak
pula orang yang memiliki ilmu agama Islam yang komprehensif mengatur seluruh
urusan kehidupan. [1],[3]
Sistem pendidikan Islam yang ditiru oleh Abdullah bin Yasin adalah metode atau
manhaj yang dilakukan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬. Saat pengikutnya semakin banyak,
Abdullah bin Yasin mendapati kesulitan untuk menyampaikan ilmunya kepada
mereka semua. Karenanya ia membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil dan
masing-masing kelompok dipilih seorang ketua. Hal ini sebagaimana yang dilakukan
oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬membentuk majelis taklim bersama sahabat-sahabatnya di
Makkah untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Setelah peristiwa Bai’at Al-AqabahI
yang kedua , 72 orang penduduk Madinah oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬dibagi menjadi 12
kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 orang, beliau menunjuk seseorang sebagai
ketua kelompok. Kemudian beliau mengirim mereka sekali lagi ke Madinah Al-
Munawarrah hingga kaum muslimin berhasil mendirikan pemerintahan.[1]
Ketika jumlah pengikut orang-orang Murabithun mencapai seribu orang,
Abdullah bin Yasin menyuruh mereka menemui kaum mereka masing-masing guna
memberi peringatan kepada mereka, meminta mereka menghentikan tindakan-
tindakan bid’ah serta kesesatan-kesesatan dan mengikuti ketentuan ketentuan hukum
agama yang benar. Saat diantara para pembela kebathilan itu ada yang berani
memerangi mereka, Al-Murabbithun menyatakan perang secara terang-terangan
kepada mereka yang berani menentang. Kaum Al-Murabbithun kemudian, selain
Dakwah dan Pendidikan Agama Islam, juga melakukan Jihad dengan memerangi
beberapa negara dan suku-suku di sekitar mereka.[1]
Maksum (2018) menyatakan bahwa sesungguhnya Islam tidak dapat dipisahkan
dari jihad, dimana terdapat tiga tahapan yang mesti dilalui umat Islam untuk
mencapai kemenangan, yaitu iman, hijrah dan jihad.[13] Semua tahapan tersebut saat
ini sudah dilakukan oleh Abdullah bin Yasin dan Gerakan Al-Murabbithun. Dakwah
dan jihad yang dilakukan oleh kaum Al-Murabbithun berhasil menyatukan semua
suku-suku Berber Sanhaja seperti Lamtunah, Judalah dan Matunah, serta
membebaskan mereka dari para penguasa yang dzalim. [1] Dalam waktu cepat,
Gerakan Al-Murabbithun berhasil menguasai Sijilmasa di batas utara dan Awdaghust
di batas selatan, menguasai gurun sahara dan wilayah di selatan gurun itu, sehingga
wilayah perdagangan gurun dapat secara penuh dikuasai. [14]

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
6 International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS)

Jalur Perdagangan gurun sahara adalah salah satu jalur perdagangan yang sangat
penting. Barang barang dari selatan gurun sahara seperti emas, gading dsb dibawa ke
pantai mediterrania di utara melalui gurun ini begitu juga sebaliknya. Penguasaan
semua jalur perrdagangan yang kaya raya ini memberikan kekuatan ekonomi bagi
gerakan Al-Murabbithun untuk terus menyebarkan kebaikan dan kebenaran. [15]
Pada tahun 1057 Yahya bin Umar gugur, sehingga Abdullah bin Yasin
mengangkat saudaranya Abu Bakar bin Umar sebagai pemimpin. Dibawah
kepemimpinannya, Al-Murabbithun kemudian mulai menyebar ke balik gurun pasir
dan memasukkan suku-suku di pegunungan Atlas di dalam perjuangan ini. Pada
tahun 1058 mereka menguasai kota perdagangan Aghmat, dan menjadikannya
ibukota sementara negara gerakan Al-Murabbithun. Mereka kemudian berhubungan
dengan suku Berber Barghawata, sebuah suku yang mengikuti aliran sesat Shalih bin
Tharif tiga abad sebelumnya. Dalam perang antar kedua negara Bangsa Berber ini,
Abdullah bin Yasin gugur sehingga kepemimpinan gerakan Al-Murabbithun secara
penuh dipegang oleh Abu Bakar bin Umar. Suku Barghawata akhirnya bertaubat
kembali ke jalan Agama yang benar dan bergabung dengan gerakan Al-Murabbithun.
[14][15]
Pada tahun 1061, Abu Bakar ibn Umar membagi kekuatan gerakan Al-Andalus
menjadi dua, wilayah utara yang lebih berpenduduk dipegang oleh sepupunya Yusuf
bin Tashfin untuk menyebarkan dakwah dan jihad ke wilayah utara, sedangkan ia
sendiri fokus ke arah selatan dimana orang-orang berkulit hitam, atau diliteratur arab
disebut Sudan.[4] Di setiap wilayah yang mereka kuasai, gerakan Al-Murabbithun
menerapkan sistem pendidikan agama Islam yang diajarkan oleh Abdullah bin Yasin
sesuai contoh dari Rasulullah ]1[ . ‫ﷺ‬Gerakan Al-Murabbithun bukan hanya
mendirikan kota baru seperti Marrakesh, tapi juga menerapkan hukum Islam yang
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah disetiap wilayah yang dikuasai, sehingga
para pembenci Islam memberikan sebutan-sebutan seperti radikal dan puritan
terhadap gerakan yang mulia ini.[14]
3. Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun di Al-Andalus dan Dampak yang
ditimbulkan bagi Sistem Pendidikan Islam di Al-Andalus
Yusuf bin Tashfin, pemimpin wilayah utara gerakan Al-Murabbithun, seperti yang
disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam An-Nubala’, adalah
seorang yang terkenal pemaaf, dekat dengan para ulama, berkulit hitam manis, bersuara
lembut, dan bersifat teguh serta pernah berpidato di hadapan Khalifah Bani Abbasiyah di
Iraq”. Yusuf bin Tashfin jugalah yang akan terkenal membawa gerakan Al-Murabbithun
ke tanah Al-Andalus.[1]
Umat Islam di Al-Andalus tengah mengalami kesedihan yang besar. Kota
Thulaythulah (Toledo) yang dulunya merupakan ibukota kerajaan Visigoth sebelum Islam,
jatuh kembali ke tangan orang-orang kafir. Padahal Toledo adalah salah satu kerajaan/
Taifa terbesar dan terkuat umat Islam di Al-Andalus. Musibah ini terjadi pada tahun 1085
Masehi. Raja Alfonso VI dari Kerajaan Liyun ( beserta Jaliqiyah dan Qastiliyah),
merupakan orang yang tidak tahu balas budi. Kebaikan Raja Muslim dari Thulaythulah
yang membantunya saat ia diusir kakaknya Raja Sancho malah dibalas air tuba. Saat ia
berkuasa ia malah mengusir penolongnya sehingga Raja Al-Qadir Billah Yahya bin Ismail
bin Yahya bin Dzun-Nun dari Thulaythulah mengungsi ke kota Balansiyah (Valencia) dan
menjadi Raja di kota yang merupakan bagian dari kekuasaannya itu.[1]
Selain Balansiyah, terdapat 10 kerajaan muslim lain saat itu yang masih tersisa, yaitu
Bathaliwas (Badajoz), Ishbilliyah (Sevilla), Gharnathah (Granada), Malaqoh (Malaga), Al-
Mariyah (Almeira), Laridah (Larida), Saraqusthah (Zaragozza), Al-Bunt (Alpuente),
Santa(Albarracin) dan Mayurqah (Majorca). Jatuhnya kota Thulaythulah membuat semua
kerajaan muslim menjadi terbuka dan terancam untuk dihabisi oleh Raja Alfonso VI.

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS) 7

Adalah Al-Mu’tamid ‘alallah Abu Al-Qasim Muhammad bin Abbad, raja Ishbilliyah,
penguasa Al-Andalus yang mengundang Al-Murabbithun. Ishbilliyah adalah kerajaan
terbesar kala itu, bahkan menguasai kota Qurthubah (Cordoba), ibukota Al-Andalus.
Namun Ishbilliyah juga merupakan sasaran empuk bagi Raja Alfonso VI yang berniat
menguasai seluruh Semenanjung Iberia. Ia bahkan menggelari dirinya “Kaisar seluruh
hispania”. Hispania, atau dalam bahasa Arab Ishbaniyyah, adalah sebutan orang romawi
untuk Semenanjung Iberia. [1]
Ide untuk mengundang gerakan Al-Murabbithun sebenarnya pertama kali keluar dari
para pikiran ulama atas petunjuk Allah, namun belum mendapat perhatian oleh para
penguasa yang sudah terfitnah oleh dunia hingga jatuhnya kerajaan Thulaythulah.
Akhirnya berbodong-bondong para penguasa itu memberikan surat undangan untuk
Yusuf bin Tashfin untuk melindungi mereka dari Raja Alfonso VI. [1]
Yusuf bin Tashfin akhirnya memimpin orang-orang Al-Murabbithun untuk
menyebrangi lautan sempit dan memasuki tanah Al-Andalus. Pasukan jihad Al-
Murabbithun akhirnya tiba di Ishbilliyah, sebelum melanjutkan perjalanan ke Bathaliwas
dikarenakan pasukan Raja Alfonso sudah mengepung kerajaan itu. Kaum Muslimin dari
berbagai tempat di Al-Andalus juga berdatangan untuk bergabung dengan kaum Al-
Murabbithun untuk bersama membantu melawan Raja Alfonso. Bertemulah kedua
pasukan ini di sebuah tempat yang didalam literatur Islam disebut Zallaqoh, atau dalam
literatur barat disebut Sagrajas. [1]
Pertempuran Zallaqoh merupakan kekalahan yang paling pahit bagi Raja Alvonso VI
dan kaum kristen dari utara. Namun sayangnya kemenangan ini tidak diikuti dengan
penaklukan kembali kota Thulaythulah. Hal ini dikarenakan gugurnya Amir Abu Bakar
bin Umar Al-Lamtuni pada tahun 1087 di medan Jihad membuat Yusuf bin Tashfin harus
kembali ke Marrakesh dimana beliau menjadi pemimpin Al-Murabbithun secara
keseluruhan. Bantuan yang diberikan oleh Al-Murabbithun dibawa pimpinan Yusuf bin
Tashfin ternyata tidak membuat kaum muslimin di Al-Andalus bertaubat. Mereka tetap
saling bermaksiat, saling memusuhi dan berperang satu sama lain. Hal inilah yang
membuat Amir Yusuf ibn Tashfin membuat keputusan untuk menyatukan seluruh
wilayah umat Islam di Al-Andalus dibawah kepemimpinan Al-Murabbithun mulai tahun
1090 sampai wafatnya beliau pada tahun 1106 di usia yang lebih dari 100 tahun. Maka
dimulailah periode Al-Murabbithun di Al-Andalus. [1]
Gerakan Al-Murabbithun membawa perubahan dalam berbagai bidang di Al-
Andalus, mulai dari ditegakkannya kembali hukum Syariat, seperti pengharaman
terhadap hal-hal yang haram namun telah lama dilakukan oleh masyarakat Al-Andalus.
Banyak masyarakat ahlul bid’ah yang sebenarnya menentang pemerintahan Al-
Murabbithun, namun mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk memberontak. Para
Qadi/ hakim menegakkan keadilan di negeri Al-Andalus yang sekarang mengikuti Al-
Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar. [16][17]
Dikarenakan Islam hanya melarang musik, dan tidak sya’ir, maka kesenian bersya’ir
menjadi pilihan masyarakat terutama yang selama ini terbuai oleh musik dan lagu-lagu
yang tidak bermanfaat. Pemerintahan Al-Murabbithun bahkan memanfaat sya’ir untuk
dakwah dan pendidikan keIslaman di Al-Andalus. [18][19] Pendidikan keislaman yang
sesuai dengan contoh Rasulullah ‫ ﷺ‬kembali digalakkan pada masa Al-Murabbithun.
Pelajaran yang tidak sesuai Islam seperti musik ditiadakan dan diganti dengan sya’ir. [20]
Kesenian Islami yang dibawa oleh Al-Murabbithun ini nantinya akan banyak diadopsi
oleh pemerintahan pada periode selanjutnya, yaitu Al-Muwahhidun. [21]
4. Hikmah yang Bisa Diambil dari Sistem Pendidikan Islam pada Masa
Pemerintahan Dinasti Al-Murabbithun di Al-Andalus
Perkembangan agama dan pendidikan pada masa Al-Murabbithun terlihat pada

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
8 International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS)

wewenang yang diberikan kepada para ahli fiqih untuk mengurusi masalah pengadilan
serta mengangkat derajat masyarakatnya. Bagi kaum Al-Murabbithun, masjid tidak
hanya sebagai sarana pengajaran agama Islam, tetapi juga sebagai tempat untuk
membina akhlak mereka. Kebijakan ini diterapkan oleh Yusuf ibn Tasyfin dan kemudian
dilanjutkan oleh anaknya. Sehingga, bagi kaum Al-Murabbithun “Tidak ada Islam tanpa
masjid. Apabila kalian ingin mendapatkan pengetahuan yang luas tentang Islam, maka
dirikanlah masjid-masjid.” Dengan adanya masjid pada kaum Al-Murabbithun,
kebodohan-kebodohan jahiliyah mulai menghilang. Al-Murabbithun memfokuskan
kepada ilmu takwil Al-Quran dan memperhatikan fiqih praktis agama Islam. Dengan
adanya kaum Al-Murabbithun, perkembangan intelektual di Andalusia semakin
berkembang pesat dan terarahkan ke jalan yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Berbagai suku, ras, dan budaya bersatu pada Al-Andalus dan menyebabkan banyak
buku-buku dalam berbagai bidang tersebar luas di Al-Andalus, seperti contohnya bidang
ilmu sains, matematika, astronomi, pengobatan, filsafat, sastra, dan sebagainya.
Cendekiawan-cendekiawan terkenal juga terlahir pada masa ini, yaitu Ibnu Bajjah dari
Saragosa, Ibu Thufail dari Granada, abu Marwan Abdul Al-Malik Ibn Zuhr, Ibnu Rusyid,
dan Abdullah Idris. Pendidikan agama Islam dengan sistem yang baik dan benar sesuai
contoh Rasulullah ‫ ﷺ‬akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang mumpuni dan
membawa keadilan untuk umat Islam. Dari sini kita belajar jika umat Islam dipimpin
oleh Pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
pemahaman yang benar, maka umat Islam akan kembali berjaya sebagaiman pada masa-
masa terdahulu.

Kesimpulan

Dari penelitian dapat disimpulkan pendidikan agama Islam haruslah berdasarkan Al-
Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar. Setiap pemahaman yang
menyimpang hanya akan membawa kepada keburukan dan kehancuran, sebagaimana
yang terjadi di Al-Andalus. Adanya Ulama yang memperbolehkan musik, sehingga
masyarakat menjadi terlena dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan melenakan.
Masyarakat yang terlena akan menjadi terpecah-belah, lemah dan mudah untuk dikuasai
oleh musuh-musuh Islam yang senantiasa mengincar. Sepanjang sejarah, terdapat
gerakan demi gerakan yang berusaha mengembalikan Islam yang murni sesuai dengan
yang diajarkan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬. Contoh gerakan yang mulia ini adalah gerakan Al-
Murabbithun yang diawali dengan dakwah Seorang Ulama Abdullah bin Yasin,
kemudian hijrah ke tempat yang lebih menerima, kemudian berjihad memperjuangkan
agama, sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabat
r.hum. Dari sini kita belajar jika umat Islam dipimpin oleh Pemerintahan yang sesuai
dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, maka umat
Islam akan kembali berjaya sebagaiman pada masa-masa terdahulu.

uReferensi

[1] As-Sirjani,R. (2015). Bangkit dan Runtuhnya Andalusia (M. Ihsan, A.R.Shiddiq, Terjemahan).
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
[2] Thalib, MD. (2018). Kemunduran dan Hapusnya Islam di Andalusia Spanyol.Jurnal Al-Ibrah.
7(2), 155-159.
[3] Noris, H.T. (1971). New Evidence on the Life of Abdullah B. Yasin and the origins of the
Almoravids Movement. The Journal of African History. 12, 255-268.
https://doi.org/10.1017/S0021853700010665

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)
International Conference on Islamic and Muhammadiyah Studies (ICIMS) 9

[4] Conrad D, Fisher H. (1982). The Conquest that Never was: Ghana and the Almoravids, 1076. I.
The External Arabic Sources. History in Africa. 9, 21-59. https://doi.org/10.2307/3171598
[5] Conrad D, Fisher H. (1983). The Conquest that Never was: Ghana and the Almoravids, 1076. II.
The Local Oral Sources. History in Africa.10, 53-78. https://doi.org/10.2307/3171690
[6] Benaboud, M. (1988). The Rise and Fall of the Party-Kings, Politics and Society in Islamic Spain,
1002-1086: A Bibliographical Critique. Islamic Studies. 27, 251-258.
[7] Mukhlis, A. (2021). Telaah Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia.
Jurnal Studi Islam: Pancawahana. 16(2), 91-107.
[8] Schuyler, P. D. (1978). Moroccan andalusian music. The World of Music, 20(1), 33-46.
[9] Cardoso, E. (2013). Ziryab en el Muqtabis II: la orientalización de Córdoba de Abd'ar-Rahman
II: de los perfumes al funcionalismo de la corte. Historias del Orbis Terrarum, (11), 50-65.
[10] Yusram, M., Wijaya, H., Iskandar, A., & Fadli, M. (2020). Analisis Komparasi Pemikiran Ibnu
Hazm dan Syafi’i terhadap Hukum Musik. BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum
Islam, 1(4), 627-649. https://doi.org/10.36701/bustanul.v1i4.280
[11] Fierro, M. (2000). Islamic law in Al-Andalus. Islamic Law and Society, 7(2), 119-121.
https://doi.org/10.1163/156851900507599
[12] Shatzmiller, M. (1995). Women and property rights in Al-Andalus and the Maghrib: social
patterns and legal discourse. Islamic Law and Society, 2(3), 219-257.
https://doi.org/10.1163/1568519952599204
[13] Maksum, M. N. R. (2019). MODEL PENDIDIKAN JIHAD PONDOK PESANTREN TA’MIRUL
ISLAM SURAKARTA DAN PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH
BOYOLALI. Profetika: Jurnal Studi Islam, 19(1), 20-26.
https://doi.org/10.23917/profetika.v19i1.7750
[14] Rollman, W. J. (2014). The Almoravids and the meanings of Jihad.
https://doi.org/10.1080/13629387.2013.837589
[15] Miller, J. (2001). Trading through Islam: the interconnections of Sijilmasa, Ghana and the
Almoravid movement. The Journal of North African Studies, 6(1), 29-58.
https://doi.org/10.1080/13629380108718420
[16] El Hour, R. (2000). The Andalusian qāḍī in the Almoravid period: political and judicial
authority. Studia Islamica, 67-83. https://doi.org/10.2307/1596165
[17] Pak, M. R. (2001). The Transformation of Philosofical-Theological Thoughts in the al-Murabitun
Period. History of Islam, 2(8), 45-70.
[18] Monroe, J. T. (1973). Hispano-Arabic Poetry of the Almoravid Period: Theory and
Practice. Viator, 4, 65-98. https://doi.org/10.1484/J.VIATOR.2.301641
[19] )2019( .‫ سالم علي حمادي الفالحي‬.‫د‬. The Supreme Praises in Andalusia at Almoravid and Beni Al
Ahmar descriptive study. journal of the college of basic education, 25(103/‫)انساني‬.
[20] El Hamel, C. (1999). The transmission of Islamic knowledge in Moorish society from the rise of
the Almoravids to the 19th century. Journal of Religion in Africa, 29(1), 62-87.
https://doi.org/10.1163/157006699X00241
[21] de Montêquin, F. A. (1988). Muslim Spain and the Maghrib: the artistic relationship in the
Almoravid and Almohad periods. British Society for Middle Eastern Studies. Bulletin, 14(2),
162-171. https://doi.org/10.1080/13530198808705463

Raden Ayu Halima et.al (Dampak Kedatangan Gerakan Al-Murabbithun terhadap Sistem Pendidikan Agama Islam di
Al-Andalus)

Anda mungkin juga menyukai