Anda di halaman 1dari 37

RESUME

PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN


DI DUNIA MUSLIM

Dosen Pengampu :
Drs. Edi Mulyadi, M.pd

Disusun oleh :
Kelompok 1
Administrasi Bisnis 3B

Reni Uniana (1930811049)


Naufal Agung Ferdiana (1930811053)
Alicia Puteri Herdiany (1930811059)
Harry Prima (1930811062)
Yoga Mudofar Bahri (1930811075)
Bayu Marga Nurmaulana Herwanto (1930811081)

ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
Tahun Ajaran 2020/2021
A. Kemajuan Peradaban Islam Di Berbagai Bidang

Pemerintahan Dinasti Umayyah dianggap sebagai masa penyebaran benih


kebudayaan yang berkembang subur di masa Dinasti Abbasiyyah. Banyak ilmu
pengetahuan yang berkembang pada masa Dinasti Umayyah, seperti ilmu-ilmu keagamaan
(ilmu qira’at, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa)
dan juga ilmu arsitektur
Selain banyaknya ilmu pengetahuan yang berkembang dan memunculkan ulama-
ulama besar di berbagai bidang, Dinasti umayyah juga berperan besar dalam
perkembangan Islam di dunia. Karena pada masa inilah, pemerintahan Islam berhasil
menaklukan wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Romawi dan
Byzantium. Bahkan pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, wilayah kekuasaan Islam
terbentang sampe ke Andalusia, Afrika Utara, Persia, Asia Tengah dan wilayah Hindia.
Keberhasilan Dinasti Umayyah dalam melakukan futuhat atau perluasan wilayah,
tidak bisa dilepaskan dari kemajuan bidang politik dan militer Dinasti Umayyah pada
waktu itu. Kekuatan militer dan kebijakan-kebijakan politik yang dijalankan oleh para
pemimpin Dinasti Umayyah sangat berperan penting pada saat itu. Oleh karena itu, pada
masa Dinasti ini, bidang politik dan militer merupakan bidang yang paling diperhatikan.
Dengan perhatian pemerintah terhadap dua bidang ini, Islam bisa masuk dan menaklukan
wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Romawi dan Byzantium.

B. Sebab Sebab Kemunduranya


1. Pemimpin yang tidak bertanggung jawab.
2. Pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengincar kekuasaan
3. Pengaruh negative dari aliran-aliran alam pikiran Islam periode sebelumnya
4. Pengaruh perang bumi hangus yang dilancarkan oleh bangsa Tartar dari Timur dan
serangan Tentara Salib Nasrani dari Barat.
5. Garis perpecahan antara arab dan non arab, muslim arab dan muslim non arab, antara
muslim dengan kaum dzimmi.

C. Pemurnian Dan Pembaharuan Di Dunia Muslim

Pembaharuan dalam Islam, istilah lainnya pemurnian, modernisasi,  aliran salaf, 


gerakan kaum muda, memiliki banya bentuk, berbagai penyebab, dan tempat serta waktu
yang berbeda-beda. Pembaharuan bisa dalam bentuk pemurnian dalam arti
mengembalikan faham dan praktek agama kepada dua sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi dengan meninggalkan pertengkaran mazhab dan bid’ah yang disisipkan
orang ke dalamnya. Pemikiran dan gerakan seperti ini misalnya terlihat pada pembaharuan
yang dilakukan oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab di Semenanjung Arabia dan Syah
Waliullah di anak benua India. Pembaharuan juga bisa dalam bentuk modernisasi yaitu
pikiran/aliran/gerakan/usaha merubah faham, adat, lembaga lama,  untuk disesaikan
dengan suasan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Pembaharuan yang demikian jelas terlihat dalam pemikiran dan gerakan 
Muhammad Ali Pasya sampai Muhammad Abduh di Mesir, Ahmad Khan sampai Ali
Jinnah di India, dan Sultan Mamud II sampai Mustaf Kemal Pasya di Turki. Pembaharuan
bisa juga berlangsung dalam bentuk gabungan, pemurnian sekaligus modernisasi
sebagaimana jelas terlihat pad usaha-usaha yang dilakukan oleh K. H. Ahmad Dahlan
dengan gerakan Muhammadiyahnya di Indonesia.
Pemurnian dan pembaharuan perlu dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya kalangan
Muslim dalam untuk menentukan masa depannya. Abduh berpendapat bahwa untuk
memulai pembaharuan dalam kalangan umat Islam, harus mengembalikan pada pokok
pokok keimanan yang dipandang sebagai Islam yang sebenarnya. Abduh juga
mengumandangkan agar tidak mengimitasi buta segala bentuk kebudayaan Eropa yang
telah mewabah ke segala sektor.
Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan ajaran-
ajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam kembali dan berpegang kepada
AlQur’an yang sudah pasti menggambarkan semua syariat Allah atas kehidupan manusia.
Sebab Al-Quran secara gamblang menerangkan siklus kemunduran, kehancuran, kejayaan,
dan kebinasaan suatu bangsa.
Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu melihat
keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia lakukan dikemudian
hari. Disamping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran Nabi yang telah Beliau
sampaikan kepada umatnya. Maka disinilah tugas para pembaharu untuk selalu
mengedepankan pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari
keterpurukannya yang sudah begitu lama.
Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum Muslim di
berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan untuk menentukan atau
merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu sekali ditekanan kepada Al-
Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan membangun dengan gagasan-gagasan
Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan nyata terhadap peradaban Islam yang besar. Maka
dari situlah. Muslim akan mampu kembali bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah
dicapai oleh generasigenerasi sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya.

D. Tokoh-Tokoh Pembaharu Dalam Dunia Islam


Berawal dari kemunduran yang di alami oleh umat Islam dan Barat, semakin
menunjukan Eksistensinya sebagai pusat peradaban. Akhirnya munculah banyak pemikir-
pemikir Islam yang tersadar bahwa keadaan umat Islam saat itu sangat terbelakang. Maka
mereka melakukan suatu gerakan yang menghasilkan gagasan untuk membangkitkan umat
Islam dari keterpurukan itu. Dan sangat banyak tokoh-tokoh yang memberikan jasa nya
pada masa itu. Berikut tokoh-tokoh tersebut :
1. Muhammad bin Abdul Wahhab
Muhammad bin Abdul Wahhab lahir di Nejad Arab Saudi pada tahun 1115
Hijriah atau 1703 Masehi. Dan wafat di Daryah tahun 1206 H (1793M). Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Abd Al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin Al-Masyarif At-
Tamimi Al-Hambali An-Najdi. Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan seorang ahli
teologi agama Islam. Dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah
menjabat menjadi mufti Daulah Su’udiyyah. Yang kemudian berubah menjadi Kerajaan
Arab Saudi seperti saat ini
Pemikran Muhammad bin Abdul Wahhab
Salah satu pembaharu dalam dunia Islam arab adalah aliran yang bernama
Wahabiyah. Yang sangat berpengaruh di abad ke-19, pelopornya adalah Muhammad
Abdul Wahab. Pemikiran yang dikemukakan oleh Muhammad Abdul Wahab adalah
cara memperbaiki kedudukan umat Islam. Terhadap pemahaman tauhid yang terdapat
di kalangan umat Islam masa itu.
Pemahaman tauhid penduduk umat Islam pada waktu itu. Sudah tercampur
dengan ajaran-ajaran yang tarikat sejak abak ke-13 dan tersebar luas di dunia Islam.
Permasalahan tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar dalam Islam. Maka
dari itu, tidak mengherankan apabila Muhammad Abdul Wahab memusatkan
perhatiannya pada persoalan ini.
Muhammad Abdul Wahab merupakan pemimpin yang aktif untuk mewujudkan
pemikiranya. Dia mendapat dukungan dari Muhammad Ibn Su’ud dan putranya Abdul
Aziz. Pemahaman-pemahaman Muhammad Abdul Wahab tersebar luas dan
pengikutnya bertambah banyak. Sehingga di tahun 1773 M mereka dapat menjadi
mayoritas di Kota Ryadh. Di tahun 1787 M beliau meninggal dunia. Tetapi ajaran-
ajarannya tetap hidup dan memegang aliran yang dikenal dengan nama Wahabiyah.

2. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten Al-
Buhairah, Mesir. Pada tahun1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong
kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Nama lengkap beliau adalah Muhammad
bin abduh bin hasan khairullah. Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga
dari petani di pedesaan. Namun, ayahnaya dikenal sebagai orang yang terhormat dan
suka memberi pertolongan di desanya. Semua saudaranya Muhammad Abduh
membantu ayahnya untuk mengelola usaha pertanian. Tapi Muhammad Abduh di
tugaskan oleh ayahnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Mungkin karena Muhammad
Abduh sangat dicintai oleh kedua orang tuanya, sehingga dia disuruh menuntut ilmu.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh
a) Ijtihad
Menurut Muhammad Abduh ijtihad adalah hakikat hidup dan keharusan
pergaulan manusia. Karena kehidupan terus berproses dan berkembang maka
ijtihad merupakan alat ilmiah. Serta pandangan yang diperlukan untuk
menghampiri berbagai segi kehidupan yang baru dari segi ajaran Islam. Agar kelak
kita tidak terisolasi oleh pemikiran ulama tempo dulu. Ijtihad menurut Muhammad
Abduh, tidak hanya boleh bahkan perlu dilakukan. Tapi, menurut dia bukan berati
setiap orang boleh berijtihad. Hanya orang-orang tertentu dan memenuhi syarat
untuk melakukan ijtihad lah yang boleh melakukan ijtihad tersebut. Ijtihad
dilakukan langsung terhadap Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber dari ajaran
Islam.
b) Modernisasi Pendidikan
Dalam melakukan modernisasi pendidikan Muhammad Abduh berusaha
menggabungkan antara ilmu umum dan ilmu agama. Dia tidak menuntut adanya
pemisah antara dua ilmu tersebut. Hal ini didasarkan atas kesadarannya akan
pentingnya ilmu pengetahuan sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi
tantangan di era modern. Modernisme dalam bidang pendidikan merupakan bagian
terpenting dari modernisme sosial, ekonomi, dan politik. Maksudnya untuk
membangun suatu tatanan masyarakat yang modern, maka pendidikan merupakan
saranan yang amat penting. Untuk sebagai media transformasi nilai budaya
maupun pengetahuan.
3. Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan As’adabad dekat Kanar di Distrik Kabul,
Afghanista, pada tahun 1838 M (1254 H). Masa kecilnya dia habiskan untuk belajar Al-
Qur’an. Hingga Pada usia 8 tahun Jamaluddin Al-Afghani telah memperlihatkan
kecerdasannya yang sangat luar biasa. Dia sangat tekun mempelajari bahasa Arab,
sejarah, matematika, filsafat, dan ilmu-ilmu keislaman. Hingga akhirnya Jamaluddin
Al-Afghani dikenal karena kejeniusannya dalam ensiklopedia.
Sejak tahun 1897, Jamaluddin Al-Afghani merupakan salah satu tokoh yang
pertama kali menyatakan kembali tradisi Islam. Dengan cara yang sesuai beserta
berbagai masalah penting yang muncul akibat westernisasi. Yang semakin mengusik
dunia Timur Tengah di abad-19. Dengan menolak tradisionalis murni yang
mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis disatu pihak. Dan peniruan membabi
buta terhadap budaya barat dilain pihak.
Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
Konsep pemikiran Jamaluddin Al-Afghani bermula dari perjalanan panjang
dalam melaungkan perubahan diberbagai negeri Islam. Yang umumnya mempunyai
permasalahan umum, yaitu mengalami penjajahan, keterbelakangan pendidikan serta
dekadensi akidah. Awalnya Jamaluddin Al-Afghani memperjuangkan Nasionlisme
tanah air (bersifat kedaerahan). Kemudian berubah menjadi Pan Islamisme (Jamia
Islamiyah) yang berasaskan pada kesatuan politik dan kekuasaan. Namun akhirnya Pan
Islamiyah ditujukan pada nasionalisme agama dan nasionlisme tanah air.

4. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot pada 22 februari 1873. Dia lahir dari
keluarga yang nenek moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Beliau memulai
pendidikannya kepada ayahnya sendiri yang bernama Nur muhammad, Ayahnya ini
dikenal sebagai seorang ulama’. Setelah menamatkan sekolah dasar di Kampungnya,
Muhammad Iqbal ini melanjutkan perjalananya ke Lahore. Di kota ini dia mendapatkan
binaan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh maulana mir hasan. Seorang ulama’ di
Lahore yang merupakan teman ayahnya.
Ulama’ ini memeberikan dorongan dan semangat yang mewarnai jiwa
muhammad iqbal dengan ruh agama. Yang senantiasa bersemayam dalam jiwa,
menggelora dalam hati dan menentukan gerak, langkah dan tujuan arah. Selain itu
dikota ini Muhammad Abduh juga bergabung dengan perhimpunan satrawan yang
sering diundang musya’arah. Dalam perhimpunan ini, dimana sastra Urdu berkembang
pesat dan bahasa Persia semakin terdesak. Pada usia mudanya Muhammad Iqbal
membacakan sajak-sajaknya. Selanjutnya Muhammad Iqbal juga memberanikan
dirinya. Untuk membacakan sajaknya tentang Himalaya dihadapan para anggota
terkemuka organisasi sastra di Lahore. Setelah membacakan sajak-sajaknya, namanya
semakin terkenal dan menjadi sangat populer di seluruh tanah air. Sajak-sajaknya juga
dimuat dalam majalah Maehan, suatu majalah bahasa Urdu.
Pemikiran Muhammad Iqbal
Sebagai seorang yang berjiwa idealis serta berhati patriot. Muhammad Iqbal
senantiasa menyalakan semangat idelisme kedalam hati pemuda muslim. Diantara
pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal yang menarik adalah tentang pentingnya arti
dinamika dalam hidup. Tujuan akhir setiap manusia adalah hidup, keagungan,
kekuatan, dan kegairahan. Sehingga semua kemampuan manusia harus berada dibawah
tujuan ini. Dan nilai segala sesuatu harus ditentukan sesuai dengan keahlian yang
dihasilkan.
Menurut beliau, mutu seni yang tinggi ialah kualitas yang dapat menggunakan
kemajuan. Yang sedang tidur mendorong manusia untuk menghadapi segala macam
cobaan. Selain itu, suatu kemerosotan yang membuat seseorang menutup mata terhadap
kenyataan disekeliling. Maka itu merupakan sesuatu yang akan menjerumuskan
seseorang kedalam kehancuran dan maut

5. Rasyid Ridha
Rasyid Ridha dilahirkan pada tahun 1865 di Qalamun, suatu desa di Lebanon
yang letaknya tidak jauh dengan kota Tripoli (Suria). Rasyid Ridha adalah murid
Muhammad Abduh yang terdekat. Menurut keterangan dia berasal dari keturunan Al-
Husain, cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, dia memakai gelar Al-Sayyid di
depan namanya. Semasa kecil, ia dimasukkan ke Madrasah tradisional di Al-Qalamun
untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Al- Qur’an. Pada tahun 1882, dia
meneruskan belajarnya di Madrasah Al-Wataniah Al- Islamiah (Sekolah Nasional
Islam) di Tripoli. Di Madrasah ini, selain dari bahasa Arab diajarkan pula bahasa Turki
dan Perancis,. Dan di samping pengetahuan-pengetahuan agama juga pengetahuan-
pengetahuan modern
Pemikiran Rasyid ridha
Beberapa pemikiran Rasyid Rida tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut :
a) Sikap aktif dan dinamis di kalangan umat Islam harus ditumbuhkan.
b) Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum Jabariyah.
c) Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa meninggalkan
prinsip umum.
d) Umat Islam menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.
e) Kemunduran umat Islam disebabkan banyaknya unsur bid’ah dan khurafat yang
masuk ke dalam ajaran Islam.
f) Kebahagiaan dunia dan akhirat diperoleh melalui hukum yang diciptakan Allah Swt.
g) Perlu menghidupkan kembali sistem pemerintahan khalifah.
h) Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan
politik
i) Khalifah haruslah seorang mujtahid besar dengan bantuan para ulama dalam
menerapkan prinsip hukum Islam sesuai dengan tuntutan zaman.
RESUME
SEJARAH MUHAMMADIYAH

Dosen Pengampu :
Drs. Edi Mulyadi, M.pd

Disusun oleh :
Kelompok 1
Administrasi Bisnis 3B

Reni Uniana (1930811049)


Naufal Agung Ferdiana (1930811053)
Alicia Puteri Herdiany (1930811059)
Harry Prima (1930811062)
Yoga Mudofar Bahri (1930811075)
Bayu Marga Nurmaulana Herwanto (1930811081)

ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
Tahun Ajaran 2020/2021
A. Faktor Obyektif (kondisi sosial dan keagamaan bangsa Indonesia pada zaman
kolonial)
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi
kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram
dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun
bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung
sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik
maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi
Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-
dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama
mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi
maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia
Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin
menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad
Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

B. Faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan K.H. Ahmad Dahlan terhadap


umat dan bangsa)

Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor
penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA.
Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji
kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka
melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat
82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti
ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 "Dan
hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah
masyarakat kita.
C. Biografi dan Profil KH. Ahmad Dahlan

Nama Lengkap : K.H. Ahmad Dahlan


Alias : Muhammad Darwis
Agama : Islam
Tempat Lahir : Kauman, Yogyakarta
Tanggal Lahir : Sabtu, 1 Agustus 1868
Warga Negara : Indonesia
Istri : Siti Walidah, Nyai Abdullah, Nyai Rum, Nyai Aisyah Cianjur, Nyai Yasin
Pakualam Yogyakarta
Anak : Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah,
Dandanah

Biografi :
K.H. Ahmad Dahlan merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang lahir di
suatu daerah bernama Kauman yang tepatnya berada di Yogyakarta pada tanggal 1
Agustus 1868. Beliau merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara dengan ayah
bernama K.H. Abu Bakar. Ibu beliau bernama Siti Aminah yang merupakan putri dari H.
Ibrahim yang pada masa itu menjabat sebagai penghulu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. K.H. Ahmad Dahlan lahir dengan nama kecil Muhammad Darwis. Beliau
adalah generasi ke-12 dari salah seorang walisongo yang terkemuka dalam
mendakwahkan Islam di daerah Gresik yang bernama Maulana Malik Ibrahim.
K.H. Ahmad Dahlan telah menunaikan haji ketika beliau masih berusia 15 tahun dan
menetap di kota Mekah selama 5 tahun. Selama di Mekah, beliau memperdalam ilmu
agama dan juga berinteraksi dengan Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan
Ibnu Taimiyah yang memiliki pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam. Pada tahun
1888 beliau kembali ke kampung halaman dan mengubah nama beliau dari Muhammad
Darwis menjadi Ahmad Dahlan. Beliau kembali ke Mekkah dan menetap selama dua
tahun di sana pada tahun 1903. Selama dua tahun di Mekkah, beliau sempat berguru
kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga merupakan guru dari K.H. Hasyim Asyari, pendiri
NU.
Sekembalinya beliau dari Mekkah pada tahun 1912, beliau mendirikan
Muhammadiyah di kampung halamannya, Kauman, Yogyakarta. Baru pada tahun 1921
Muhammadiyah diberi izin oleh pemerintah untuk mendirikan cabangnya di daerah lain.
Kemudian beliau melakukan banyak usaha besar yang terarah, seperti mendirikan rumah
pengobatan, rumah sakit, panti asuhan, pemeliharaan kaum miskin, sekolah, serta
madrasah setelah Muhammadiyah kukuh berdiri. Sebelum beliau mendirikan
Muhammadiyah, beliau pernah tercatat dalam anggota Boedi Utomo dan Sarekat Islam.
Pada tahun 1896, nama K.H. Ahmad Dahlan menjadi pembicaraan khususnya di
Yogyakarta, karena beliau melakukan pembetulan terhadap arah kiblat pada langgar-
langgar dan masjid-masjid di Yogyakarta. Pada masa itu kebanyakan tempat ibadah
menghadap ke arah Timur dan banyak orang yang melakukan sholat menghadap lurus ke
Barat. Beliau melakukan pembetulan tersebut dengan Ilmu Falak yang beliau kuasai.
Berdasarkan Ilmu Falak tersebut, arah kiblat Pulau Jawa seharusnya condong ke Utara
kira-kira 24,5 derajat.
Dalam perjalanan hidup K.H. Ahmad Dahlan, beliau sempat menikah sebanyak lima
kali. Dari istri pertama beliau yang bernama Siti Walidah yang juga sepupu beliau sendiri,
beliau mendapatkan enam keturunan. Anak-anak beliau dari Siti Walidah adalah
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah. Istri
pertama beliau, Siti Walidah,juga merupakan seorang Pahlawan Nasional yang juga
pendiri Aisyiyah dan lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Dalam pernikahan yang
kedua, beliau menikahi Nyai Abdullah janda dari H. Abdullah. Pernikahan ketiga beliau
dengan adik dari Kyai Munawwir Krapyak yang bernama Nyai Rum. Dari pernikahan
beliau yang keempat dengan Nyai Aisyah Cianjur adik Adjengan Penghulu, beliau
dianugerahi seorang putra yang diberi nama Dandanah. Pernikahan beliau yang terakhir
adalah dengan Nyai Yasin Pakualam Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan mengalami gangguan kesehatan sejak tahun 1922 karena
mobilitas beliau yang begitu tinggi. Dengan saran dokter, pada tahun 1923, beliau
menyempatkan diri untuk beristirahat di Gunung Tretes, Malang, Jawa Timur, sebelum
akhirnya beliau kembali ke Yogyakarta untuk menghadiri rapat tahunan Muhammadiyah.
Dalam pembukaan rapat tahunan tersebut, beliau masih sempat untuk memberikan
sambutan. Kesehatan beliau terus menurun hingga akhirnya beliau meninggal pada tanggal
23 Februari 1923 dan dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta, serta diberi gelar
Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pendidikan : Pendidikan Pesantren
Karir : Pendiri Muhammadiyah
Penghargaan : Pahlawan Nasional

D. Pemikiran – Pemikiran KH. Ahmad Dahlan


1. Pembaharuan Lewat Politik
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai
kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid
Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat
dalam usianya yang relatif muda sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari
jabatan serupa[11]. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim
Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang
tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah
mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah
hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga
Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat,
penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat
ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis
Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar
manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan
kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya
selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah
dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7
orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan
Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo
tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam
kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar)
Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo
memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO).
Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya
kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya
Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad
Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi
anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut
serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di
atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh
kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari
berbagai pihak, yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan
mendirikan wadah gerakan bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”

2. Pembaharuan Lewat Pendidikan


Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657
tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran
Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan
beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
Usahanya `memberi warna” pada Budi Utomo yang cenderung kejawen dan
sekuler, tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para
muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan organisasi
pendukung.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan pesantren yang biasanya ikut
mati jika kiainya meninggal. Maka pada 18 Nopember 1912 berdirilah sekolah
Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di
ruang tamu rumahnya sendiri ukuran 2,5 x 6 M di Kauman.
Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh
pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern
seperti; bangku, papan tulis, kursi (dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan
tempat duduk panjang), dan sistem pengajaran secara klasikal.
Cara belajar seperti itu, merupakan cara pengajaran yang asing di kalangan
masyarakat santri, bahkan tidak jarang dikatakan sebagai sekolah kafir. Pernah dia
kedatangan seorang tamu guru ngaji dari Magelang yang mengejeknya dengan sebutan
kiai kafir, dan kiai palsu karena mengajar dengan menggunakan alat-alat sekolah milik
orang kafir. Kepada guru ngaji yang mengejeknya itu Dahlan sempat bertanya, “Maaf,
Saudara, saya ingin bertanya dulu. Saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau
memakai kereta api?”
“Pakai kereta api, kiai,” jawab guru ngaji. “Kalau begitu, nanti Saudara pulang
sebaiknya dengan berjalan kaki saja,” ujar Dahlan. “Mengapa?” tanya sang tamu
keheranan. “Kalau saudara naik kereta api, bukankah itu perkakasnya orang kafir?”
kata Dahlan telak.
Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi
penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-
lembaga pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas.
Apabila umat Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima
informasi lewat tulisan mengenai agamanya.

3. Pembaharuan Pemikiran Budaya


Ketika Grebeg Hari Raya dalam tradisi Kraton Yogyakarta jatuh sehari sesudah
hari raya Islam, Kiai meminta menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tengah
malam, diantar Kanjeng Kiai Penghulu, Dahlan diterima Sang Raja dalam sebuah ruang
tanpa lampu. Setelah Dahlan menyampaikan usul agar Grebeg diundur sehari, Raja
bersabda bahwa Grebeg dilaksanakan sesuai dengan tradisi Jawa, Dahlan dipersilakan
menyelenggarakan shalat Hari Raya sehari lebih dahulu.
Kiai begitu terkejut mendapati ruang paseban penuh dengan pangeran dan pejabat
kerajaan mendampingi Raja saat lampu ruang paseban dinyalakan. Sang Raja kembali
bersabda bahwa pemadaman lampu itu sengaja dilakukan agar Dahlan tidak merasa
kikuk saat menyampaikan usulnya kepada Raja.
Hubungan harmonis Dahlan dan pusat kekuasaan Jawa cukup unik dan menarik
dikaji ketika kerajaan dipandang sebagai pusat tradisi Kejawen yang penuh mistik.
Kelahiran Muhammadiyah sendiri berkait dengan kebijakan Hamengku Buwono VII
dan VIII. Kepergian Dahlan naik haji dan bermukim di Mekkah adalah perintah
langsung Sri Sultan Hamengko Buwono VII. Raja memandang penting Raden Ngabei
Ngabdul Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) belajar Islam dari asal kelahirannya.
Sepulang haji, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintahkan Dahlan bergabung
dalam Boedi Oetomo. Reformasi Islam pun mulai berlangsung dari sini.
Konflik keras justru muncul dalam komunitas Kauman dari ulama senior dan Kiai
Dahlan. Disharmoni Muhammadiyah dan pusat kekuasaan Jawa mulai muncul ketika
gerakan ini memperkuat ortodoksi Fikih sesudah pendirinya wafat tahun 1923. Gerakan
pembaruan Islam kemudian berkembang berhadap-hadapan dengan pusat kekuasaan
Jawa.
Suasana sosial politik yang melingkupi kehidupan Dahlan di atas berbeda dengan
pembaru Islam Saudi Arabia, Mesir, Iran, Afganistan, Aljazair, Pakistan, atau India.
Jika para pembaru itu banyak berhubungan dengan pusat kebudayaan Eropa (Perancis
dan Inggris), Kiai memperoleh pendidikan di lingkungan kerajaan. Interaksinya dengan
elite kerajaan, pejabat kolonial, priayi Jawa, pendeta, dan pastor memberi ruang lebih
luas menjelajahi berbagai persoalan dunia global atau nasional dan lokal.

4. Pembaharuan Pemikiran Ekonomi


Tulisan pembaharuan pemikiran ekonomi Ahmad Dahlan, penulis kurang
mendapat reverensi buku yang cukup untuk mengupasnya. Untuk itu penulis
mengambil inisiatif mengambil dan menyampaikan kembali artikel Sutia Budi yang
berjudul “Gerakan Ekonomi Muhammadiyah; Sebuah Gugatan” 3 September 2007[13],
dengan sentuhan pikiran penulis.
Jiwa ekonomi terlihat dari profil kehidupan KH. Ahmad Dahlan yang bekerja
sebagai pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan sehari-harinya sebagai
guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan sering melakukan perjalan-an ke berbagai
kota untuk berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu
membawa misi dakwah Islamiyah.
Kepada para aktivis organisasi dan para pendukung gerakannya, KH. Ahmad
Dahlan berwanti-wanti: “Hidup-hidupilah Muhammad-iyah, dan jangan hidup dari
Muhammadiyah”. Himbauan ini menimbul-kan konsekuensi tertentu. Menurut Dawam
Raharjo mengatakan, konsekuensi yang lain adalah bahwa untuk memperjuangkan
kepentingan ekonominya, mereka harus memajukan usahanya agar bisa membayar
zakat, shadaqah, infaq atau memberi wakaf, warga Muhammadiyah harus menengok ke
organisasi lain. Pada waktu itu, yang bergerak di bidang sosial-ekonomi adalah Sarekat
Dagang Islam (SDI), kemudian bernama Sarekat Islam (SI) itu. Itulah sebabnya warga
Muhammadiyah sering berganda keanggotaan, Muhammadiyah dan Sarekat Islam.
Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat,
salah satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun
1930. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah
Muhammadiyah di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah. Program-program
ekonomi yang dirancang ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis
Ekonomi Muhammadiyah.
Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif (2005:223), dalam persoalan ekonomi
ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi dilematis. Di satu sisi, visi
ekonomi ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan
pada profesionalisme. Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu
biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini
tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-
katan menjadi agenda utama.

5. Pembaharuan Bidang Sosial


Praktek amal nyata yang fenomenal ketika menerapkan apa yang tersebut dalam
surah Al Maun yang secara tegas memberi peringatan kepada kaum muslimin agar
mereka menyayangi anak-anak yatim dan membantu fakir miskin. Aplikasi surah al
Ma’un ini adalah terealisirnya rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang
miskin.
Ketika menerapkan Al Qur’an surah 26 ayat 80, yang menyatakan bahwa Allah
menyembuhkan sakit seseorang, maka didirikannya balai kesehatan masyarakat atau
rumah sakit-rumah sakit. Lembaga ini didirikan, selain untuk memberi perawatan pada
masyarakat umum, bahkan yang miskin digratiskan, juga memberi penyuluhan, betapa
pentingnya arti sehat.
RESUME
DAKWAH ISLAM DI NUSANTARA
DAN ASAL USUL MUHAMMADIYAH

Dosen Pengampu :
Drs. Edi Mulyadi, M.pd

Disusun oleh :
Kelompok 1
Administrasi Bisnis 3B

Reni Uniana (1930811049)


Naufal Agung Ferdiana (1930811053)
Alicia Puteri Herdiany (1930811059)
Harry Prima (1930811062)
Yoga Mudofar Bahri (1930811075)
Bayu Marga Nurmaulana Herwanto (1930811081)

ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Teori Masuknya Islam Di Nusantara

Pembahasan tentang teori kedatangan islam di Nusantara, memiliki beberapa


pendapat di kalangan beberapa ahli. Pendapat tersebut berkisar pada tiga masalah pokok,
yakni asal-muasal islam berkembang di wilayah Nusantara, pembawa dan pendakwah
islam dan kapan sebenarnya islam mulai muncul di Nusantara. Berikut teori-teorinya.

1. Teori Gujarat
Teori ini dikemukaka oleh sejumlah sarjana Belanda, antara lain Pijnappel,
Snouck Hurgronje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa Islam yang berkembang
di Nusantara buka berasal dari Persia atau Arabia, melainkan dari orang-orang Arab
yang bermigrasi dan menetap di wilayah India dan kemudian membawanya ke
Nusantara. Teori Gujarat ini mendasarkan pendapatnya melalui teori mazhab dan
teori nisan. Menurut teori ini, ditemukan adanya persamaan Mazhab yang dianut oleh
umat Islam Nusantara dengan umat Islam di Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua
komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafi’i. Pada saat yang bersamaan teori mazhab
ini dikuatkan oleh teori nisan, yakni ditemukannya model dan bentuk nisan pada
makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan di Gresik, yang bentuk dan
modelnya sama dengan yang ada di Gujarat. Karena bukti-bukti itu, mereka
memastikan Islam yang berkembang di Nusantara pastilah berasal dari sana.

2. Teori Bengal
Teori ini mengatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari daerah Bengal. Teori
ini dikemukakan oleh S.Q.Fatimi. Teori Bengalnya Fatimi ini juga didasarkan pada
teori nisan. Menurut Fatimi model dan bentuk nisan  Malik Al-Shalih, raja Pasai,
berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat. Bentuk dan model
dari nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang ada di Bengal. Oleh karena itu,
menurutnya pastilah Islam juga berasal dari sana. Namun demikian teori nisan Fatimi
ini kemudian menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori
Mazhab, ternyata terdapat perbedaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Bengal yang
bermazhab Hanafi, sementara Islam Nusantara menganut Mazhab Syafi’i. Dengan
demikian teori Bengal ini menjadi tidak kuat.

3. Teori Coromandel dan Malabar


Teori ini dikemukakan oel Marrison dengan mendasarkan pada pendapat yang di
pegangi oleh Thomas W.Arnold. Teori Coromandel dan Malabar yang mengatakan
bahwa Islam yang berkembang di Nusantara berasal dari Coromandel dan Malabar
adalah juga dengan menggunakan penyimpulan diatas teori mazhab. Ada persamaan
Mazhab yang dianut umat Islam Nusantara dengan umat Islam Coromandel dan
Malabar yaitu Mazhab Syafi’i. Dalam pada itu menurut Marrison, ketika terjadi
islamisasi Pasai tahun 1292, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Untuk itu tidak
mungkin kalau asal-muasal penyebaran Islam berasal dari Gujarat.
4. Teori Arabia
Masih menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar nukam satu-satunya
tempat asal Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat - Timur sejak awal-
awal abad Hijriah atau abad ke-7 atau 8 Masehi. Hal ini didasarkan pada sumber-
sumber Cina mengatakan bahwa menjelang akhir abad ke-7 seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab-Muslim di pesisir pantai Barat-Sumatra.

5. Teori Persia
Teori ini mendasarkan pada teori mazhab. Ditemukan adanya peninggalan
mazhab keagamaan di Sumatra dan Jawa yang bercoral Syi’ah. Juga disebutkan adanya
ulama fiqih yang dekat dengan Sultan yang memiliki keturunan Persia.Seorang berasal
dari Shiraz dan seorang lagi berasal dari Lifaham.

6. Teori Mesir 
Teori yang dikemukakan oleh Kajizer ini uga mendasarkan pada teori mazhab,
dengan mengatakan bahwa ada persamaan mazhab yang dianut oleh penduduk Mesir
Nusantara, yaitu mazhab Syafi’i. Teori Arab-Mesir ini juga dikuatkan oleh Niemann
dan de Hollander. Tetapi keduanya memberikan revisi, bahwa bukan Mesir sebagai
sumber Islam Nusantara, melainkan Hadramaut. Sementara itu dalam seminar yang
diselenggarakan tahun 1969 dan 1978 tentang kedatangan Islam ke Nusantara
menyimpulkan bahwa Islam langsung datang dari Arabia, tidak melalui dari India.

7. Teori Da’i
Penyebar Islam adalah para guru dan penyebar profesional (para da’i). Mereka
secara khusus memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Kemungkinan ini
didasarkan pada riwayat-riwayat yang dikemukakan historiografi Islam klasik, seperti
misalnya hikayat raja-raja Pasai (ditulis setelah 1350), sejarah Melayu (ditulis setelah
1500) dan Hikayat Merong Mahawangsa (ditulis setelah 1630).

8. Teori Pedagang
Islam disebarkan oleh para pedagang. Mengenai peran pedagang dalam
penyebaran Islam kebanyakan dikemukakan oleh sarjana Barat. Menurut mereka para
pedagang Muslim menyebarkan Islam sambil melakukan usaha perdagangan.Elaborasi
lebih lanjut dari teori pedagang adalah bahwa para pedagang Muslim tersebut
melakukan perkawinan dengan wanita setempat dimana mereka bermukim dan
menetap.Dengan pembentukan keluarga Muslim, maka nukleus komunitas-komunitas
Muslim pun terbentuk.

B. Perkembangan Wilayah Islam Di Nusantara

Proses perkembangan wilayah Islam Nusantara dapat dilakukan antara lain melalui
beberapa jalur, sebagai berikut :

1) Jalur perdagangan
Para pedagang Muslim dari Arab, Gujarat, Persia yang berdatangan di wilayah
Nusantara umumnya tinggal selama berbulan-bulan di pusat-pusat perdagangan. Sambil
menunggu angina musim yang baik untuk berlayar kembali ke Negara asal,kesempatan
itu dimanfaatkan untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang setempat.

Pusat perdagangan di pantai atau pelabuhan merupakan terminal dan tempat


penghubung dengan daerah-daerah pedalaman. Pelabuhan pada umumnya terletak di
muara sungai, karenanya hubungan dagang dengan daerah pedalaman lebih banyak
dilakukan melalui sungai. Mula-mula para pedagang hanya menyebarkan Islam pada
masyarakat pelabuhan, tetapi karena transaksi dagang masyarakat pedalaman dengan
masyarakat pesisir berlangsung terus menerus,maka lama kelamaan dakwah Islamiyah
dapat disampaikan hingga ke wilayah masyarakat pedalaman. Misalnya, terdapatnya
pemukiman masyarakat Muslim di lokasi berdirinya pusat pemerintahan Majapahit.

2) Jalur Dakwah

Pusat-pusat perdagangan di pesisir Utara Jawa, yakni Gresik, Jepara, Cirebon,


Banten, sejak akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke 16 M telah menunjukkan
kegiatan keagamaan oleh para wali di Jawa, hingga kemudian lahirnya kerajaan Islam
Demak. Sejak itu, erkembangan wilayah pengaruh Islam di Jawa telah dapat berperan
secara politik.

Sesuai dengan ajaran agama Islam, setiap Muslim adalah “dai”. Para muballigh,
guru agama Islam mempunyai tugas khusus menyiarkan agama Islam . Keberadaan
mereka secara khusus telah mempercepat rposes berkembangnya wilayah pengaruh
Islam, antara lain melalui strategi mendirikan pesantren Islam. Di Pulau Jawa,
penyiaran agama Islam dilakukan terutama oleh para wali yang dikenal dengan sebutan
Walisongo. Strategi dakwah yang mereka terapkan telah berhasil meluaskan wilayah
pengaruh Islam ke Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore, serta Lombok.

3) Jalur Perkawinan

Semakin berkembangnya perdagangan, semakin banyak pula para pedagang


Islam dari Persia, Arab, Gujarat yang datang ke Nusantara, bahkan banyak di antara
mereka yang kemudian menetap di berbagai wilayah Nusantara.

Tokoh yang kemudian dikenal Dato’ ri Bandang ini adalah salah seorang tokoh
Ulama asal Minangkabau bernama Abdul Ma’mur Chotib tunggal (abdurrazak Daeng
patunru, Sedjarah Gowa, (Makassar, Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan,1969). Dua
temannya Chotib Sulaiman yang kemudian bergelar Dato’ ri Pattimang, mengislamkan
daerah Luwu danseorang temannya lagi,chotib Bungsu mengajarakan Tasauf
danmengislamkan daerah Tiro,sehingga ia lebih dikenal dengan nama Dato’ ri Tiro
(Ibid). Nama Dato’ ri Bandang juga dikenal di uton, Selayar, ima,dan Lombok sebagai
penyebar Islam di daeah tersebut disebut Pekojan. Banyak di antara mereka kemudian
menikah dengan anggota masyarakat setempat. Jika wanita yang dinikahinya itu berasal
dari golongan elite, setidaknya akan berpengaruh dan mendukung bagi proses dakwah
Islamiyah terhadap masyarakat.

4). Jalur Kesenian

Penyebaran agama Islam dengan menggunakan sarana kesenian, disesuaikan


denagan kondisi pada masanya. Saat itu kebudayaan pra Islam (pra Sejarah, klasik)
masih sangat kuat dan menyebabkan para mubaligh memanfaatkan kesenian sebagai
sarana syiar agama. Misalnya, di Jawa menggunakan wayang kulit, gamelan, dan
sebagainya.

Melalui jalur-jalur di atas setidaknya proses perluasan wilayah Muslim di


Nusantara mengalami perkembagan, hingga kemudian Islam sebagai agama sebagai
mayoritas panutan bagi masyarakat di wilayah budaya Nusantara.

C. Corak Islam Nusantara

Nama orang Islam di Indonesia tidak selalu berbahasa Arab, bisa dari bahasa
Sansekrit sebagai pengaruh era Hindu, dan berpendidikan secara modern, Soekarno
contohnya. Seseorang juga tidak mudah melepaskan diri dari pengaruh dan budaya
etnisnya. Intinya pada diri seseorang, apapun agamanya tidak pernah memiliki identitas
yang tunggal, karena sejak lahir ia dibentuk baik secara kesadaran, karakter dan budaya
dalam lingkungan yang dipengaruhi berbagai warisan dan budaya yang multikultural dan
multihistoris. 
Kenyataan ini menunjukkan corak-corak keislaman yang beragama di Indonesia.
Karena beragam, para sejarahwan dan peneliti pun berbeda pendapat terkait teori
masuknya Islam ke Nusantara.   

Teori Corak Keislaman Nusantara

Corak keislaman yang tidak tunggal di Nusantara, telah melahirkan sejumlah teori
masuknya Islam dari asal-asal yang berbeda. Paling tidak ada 4 teori asal-usul masuknya
Islam ke Nusantara seperti yang dirangkum oleh Agus Sunyoto dalam “Atlas Wali Songo”.
1. Teori India (Gujarat, Malabar, Deccan, Coromandel, Bengal) hal ini berdasarkan
asumsi persamaan madzhab Syafii, batu-batu nisan dan kemiripan tradisi dan arsitektur
India dengan Nusantara. (Para peneliti yang mengajukan “teori India” seperti JP
Mosquette, C. Snouck Hurgronje dan S.Q. Fatimy).
2. Teori Arab (Mesir dan Hadramaut Yaman), berdasarkan persamaan dan pengaruh
madzhab Syafii. (Para peneliti: John Crawfurd dan Naguib Al-attas)
3. Teori Persia (Kasan, Abarkukh, Lorestan), berdasarkan kemiripan tradisi dengan
muslim Syiah, seperti Peringatan Asyura (10 Muharram), mengeja aksara Arab jabar
(fathah), jer/zher (kasrah), fyes (dhammah), pemuliaan terhadap keluarga Nabi
Muhammad Saw (Ahlul Bayt) dan keturunannya. Penyebutan kata, rakyat (dari
ra’iyyah), masyarakat (musyawarah), serikat (syarikah). (Para peneliti: Husein
Djajadiningrat, Hasjmi dan Aboe Bakar Atjeh).
4. Teori Tiongkok/Cina yang berdasarkan asumsi pengaruh budaya Cina dalam sejumlah
kebudaaan Islam Nusantara, dan sumber kronik dari Klenteng Sampokong di Semarang
(Para peneliti: De Graaf dan Slamet Muljana).
Keragaman teori masuknya Islam ke Nusantara ini bukan menunjukkan mana yang
paling benar tapi keragaman itu sesuai dengan kenyataan keragamaan corak keislaman
yang ada di Nusatara. Sehingga tidak ada satu teori yang monolitik yang bisa mewakili
semua kenyataan yang ada. Pada kenyataannya, baik teori India, Arab, Persia, hingga
Tiongkok bisa didukung dan dibenarkan adanya pengaruh budaya dalam masyarakat
muslim di Nusantara. 
Meskipun dipercaya Islam sudah tiba di Nusantara sejak abad ke-7 M dan ditemukan
makam-makam sultan yang merujuk pada abad ke-12, khususnya di Aceh, namun Islam
belum menjadi agama yang mayoritas dipeluk di Nusantara ini. 

Perkembangan Dan Corak Islam Nusantara

1. Dakwah Islam “Para Sufi Pengembara”


Gelombang Islamisasi baru tampak pada abad ke-15 di wilayah pesisir Jawa.
Perubahan ini bukan karena motif ekonomi yang menjadi landasan pola perdagangan
melalui jalur laut saat itu, atau bukan karena para penguasa sudah berubah agamanya
maka rakyatnya ikut berubah, namun karena fenomena yang disebut sebagai “para sufi
pengembara”. Para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, menekankan
kesesuaian dan kontinuitas Islam dengan kepercayaan dan praktik agama lokal
ketimbang aspek perubahan. Kunci kesuksesan dakwah para sufi pengembara itu
terletak pada subtansi dan karakter ajaran para sufi pengembara itu: tasawwuf. 
“Mereka (para sufi pengembara) berkelana ke seluruh dunia yang mereka kenal,
yang secara sukarela hidup dalam kemiskinan; mereka sering berkaitan dengan
kelompok-kelompok dagang atau kerajinan tangan, sesuai dengan tarekat yang mereka
anut; mereka mengajarkan teosofi sinkretik yang kompleks yang umumnya dikenal
baik orang-orang Indonesia; mereka menguasai ilmu magis, dan memiliki kekuatan
yang menyembuhkan; mereka siap memelihara kontinuitas dengan masa silam, dan
menggunakan istilah-istilah dan unsur-unsur kebudayaan pra-Islam dalam konteks
Islam.” (Azra: 2005, 14-15).

2. Adhesi bukan Koversi: “Islamisasi Terbatas”


Dalam pengamatan lain Azra - dengan meminjam istilah Nock - menggunakan
istilah “adhesi” daripada “konversi” sebagai fenomena Islamisasi masyarakat Nusantara
pada periode ini. “Adhesi” yakni perubahan keyakinan pada Islam tanpa meninggalkan
kepercayaan dan praktik keagamaan yang lama, sedangkan “konversi” mengisyaratkan
perubahan yang total dan ketertundukan yang penuh pada Islam dengan menyingkirkan
anasir-anasir lokal. Sebagai seorang “modernis” Azra menambahkan bahwa “Wali
Sanga di Jawa mengenalkan Islam kepada penduduk lokal bukan dalam bentuk yang
ekslusivitas profetik, melainkan umumnya dalam bentuk kompromi-kompromi dengan
kepercayaan-kepercayaan lokal yang mapan yang banyak diwarnai takhayul atau
kepercayaan-kepercayaan animistik lainnya. Dalam banyak kasus, mereka menarik
banyak orang untuk memeluk Islam dengan menggunakan jimat, pesona ilmu kesaktian
dan trik-trik supernatural lainnya. Azra: 2002, 20-21).

3. Wali Sanga, Islam Sufistik dan Nusantara


Menurut Agus Sunyoto kesuksesan islamisasi di tanah Jawa pada abad ke-15  H
dengan kedatangan rombongan muslim dari Champa, Raden Rahmat (Sunan Ampel)
sekitar tahun 1440 yang memiliki bibi yang diperistri Raja Majapahit. Selanjutnya
Islamisasi dimulai melalui jaringan para juru dakwah (wali) secara terorganisir dan
sistematis, mereka memanfaatkan jaringan kekeluargaan, kekuasaan, kepiawaian
mereka merebut simpati masyarakat. Kekuatan gerakan ini terletak pada: (1) ajaran
sufisme, (2) asimilasi dalam pendidikan, (3) dakwah lewat seni dan budaya dan (4)
membentuk tatanan masyarakat muslim Nusantara. 
1. Sufisme yang dimaksud adalah ajaran wahdatul wujud (kesatuan wujud)
dan wahdatus syuhud (kesatuan pandangan) sehingga tidak terlalu asing dengan
kepercayaan lokal yang mengakui banyak arwah di mana-mana, dan dalam
memandang benda-benda alam terpengaruh aura ketuhanan. 
2. Asimilisasi pendidikan adalah pembangunan pesantren yang mendidik generasi-
generasi pelanjut dakwah Islam, dalam konteks Raden Rakhmat (Sunan Ampel)
terlihat peran anak dan muridnya dalam perkembangan Islam di Jawa, seperti Sunan
Bonang dan Raden Fatah sebagai sultan dari kerajaan Islam pertama di Jawa,
Demak. 
3. Gerakan dalam seni dan budaya dalam bentuk wayang yang disesuaikan dengan
kisah dan nafas Islam, juga keterlibatan para wali dalam menyusun tembang, kidung,
musik, hingga permainan anak-anak yang bernafaskan Islam. Asimilasi juga tampak
pada arsitektur, misalnya bentuk atap masjid yang berundak tiga (simbol: iman,
islam, ihsan) merupakan perubahan terhadap atap berundak tujuh yang dikenal
dalam bangunan Hindu. Arsitektur Hindu masih tampak pada gerbang-gerbang
masjid, juga ornamen-ornamen yang berasal dari kesenian Tionghoa. 
4. Tatanan masyarakat muslim dimulai dari kediaman wali yang menjadi pusat
masyarakat, dengan masjid dan pesantren serta sebagai pemimpin dan sosok yang
dituakan dan dihormati di masyarakat itu. Pengaruh wali yang nantinya terlihat pada
Kyai, tidak hanya pada dunia pesantren, namun juga pada masyarakat sekitarnya.
Selain sufisme Wali Sanga yang berpengaruh pada Jawa, sufisme juga sangat
berpengaruh terhadap gerakan islamisasi di kawasan-kawasan lain di Nusantara. Pada
abad 16, Buton menerima Islam yang toleran dengan tradisi lokal. Proses Islamisasi di
Gowa (1602) yang dilakukan oleh Khatib Bungsu yang tasawwufnya bercorak
wahdatul wujud. Demikian pula di Banjar, Kalimantan Selatan, Palembang, Sumatera
Selatan (Miftah Arifin: 2015).
 
4. “Sintesis Mistik”
Proses islamisasi terbatas dan bukan arabisasi menjadi kunci sukses gerakan
dakwah para Wali Sanga ini menghasilkan fenomena keislaman yang unik dan khas
yang disebut oleh Ricklefs sebagai “Sintesis Mistik”. 
Ajaran Islam dan kepercayaan lokal tidak berhadap-hadapan dan bertentangan
dalam pola kepercayaan lokal (tesis) dan ajaran Islam sebagai anti-tesis, namun ada
upaya untuk menemukan sintesis dari keduanya, inilah cikal-bakal dari Islam
Nusantara. Dalam menerangkan “Sintesis Mistik” ini, menurut Ricklefs ada tiga pilar
utama
1. Kesadaran identitas Islami yang kuat: menjadi orang Jawa berarti menjadi muslim; 
2. Pelaksanaan lima rukun ritual dalam Islam: syahadat, shalat lima kali sehari,
membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang
mampu; 
3. Terlepas dari kemungkinan munculnya kontradiksi dengan dua pilar pertama,
penerimaan terhadap realitas kekuatan spiritual khas Jawa seperti Ratu Kidul, Sunan
Lawu (roh Gunung Lawu yang pada dasarnya adalah dewa angin) dan masih banyak
lagi makhluk adikodrati yang lebih rendah. Intinya telah terjadi adaptasi dan
akulturasi antara kepercayaan terhadap ajaran Islam dan kepercayaan lokal yang
terwujud juga dalam praktik sehari-hari. 
Meskipun ada perbedaan antara “Islam Pedalaman” dan “Islam Pesisir” namun
“Sistesis Mistik” ini tetap dikenal dalam dua masyarakat itu, kepercayaan pada arwah
dan makhluk-makhluk gaib misalnya, Ratu Laut Selatan dikenal oleh masyarakat Pantai
Selatan dan tidak dikenal oleh Pesisir Utara, namun bukan berarti masyarakat Pesisir
Utara tidak mengenal roh-roh di Laut Utara, mereka tetap meyakini ada. Peziarahan
yang dikenal di Jalur Selatan adalah makam-makam yang tidak jelas identitas
keislamannya, sementara tujuan-tujuan peziarahan di Pesisir Utara adalah para wali dan
tokoh-tokoh yang dikeramatkan (Islam Pesisir, Nur Syam: 2005). 

5. “Neo-Sufisme”
Dalam perkembangan selanjutnya, mulai abad ke-17 M muncul fenomena
pembaruan yang bisa dipahami semacam upaya pemurniaan terhadap “Sistesis Mistik”
ini. Gejala ini berupa ortodoksi keislaman dalam bentuk “neo-sufisme” yang
dipengaruhi telaah hadits, pengaruh ilmu syariat (dalam hal ini fiqih) yang merupakan
bentuk lain dari “sintesis baru” antara tasawwuf dan syariat yang telah didamaikan oleh
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin setelah sebelumnya dua aspek ini
(tasawwuf dan syariat) terjadi pertentangan dan pertarungan misalnya dalam kasus Al-
Hallaj dan Suhrawardi al-Maqtul, dua tokoh sufi yang dihukum mati oleh para ulama
fiqih dengan tuduhan melanggar syariat. Dan untuk kasus tanah Jawa, munculnya
Syaikh Siti Jennar yang dikabarkan dihukum mati oleh para Wali Sanga karena
mengajarkan tasawwuf yang bertentangan dengan syariat. 
“Sintesis Mistik” sebagai corak pertama Islam Nusantara merupakan ajaran
tasawwuf “falsafi” yang bersambungan dengan kepercayaan-kepercayaan lokal. Namun
munculnya “neo-sufisme” yang bisa disebut tasawwuf “sunni” yang merupakan
perkawinan silang antara tasawwuf dan syariat (fiqih)—bukan lagi kepercayaan lokal—
yang tokoh-tokoh gerakan “Neo-Sufisme-Syariat” ini berasal dari para pelajar
Nusantara yang baru datang dari Haramayn (Makkah dan Madinah). 
Meskipun para pelajar itu ke Haramayn membawa “sistesis mistik” alias corak
pertama Islam Nusantara dari daerah masing-masing, akan tetapi di Haramayn telah
menjadi semacam “melting pot” (panci pelebur) dari tradisi-tradisi “sintesis mistik”
lama dan terbentuklah suatu “sistesis baru” yang condong pada “tradisi besar” (neo-
sufisme: sintesis tasawwuf dan syariat). 
Salah satu dampak dari gerakan “neo-sufisme” ini, Nuruddin Ar-Raniri di Aceh
mulai melarang ajaran-ajaran Hamzah Fansuri dan Abd Samad al-Sumatrani, demikian
pula di Jawa Tengah pada kasus Kyai Mutamakkin yang diserang oleh Ketib Anom
Kudus. Abd Shamad al-Palimbani “memurnikan” ajaran tasawwuf di Palembang,
Muhammad Arsyad Banjari di Kalimantan Selatan, Yusuf al-Makassari di Sulawesi
Selatan, dan Sayyid Alawi di Buton dan lain-lainnya.  
Namun yang perlu dicatat, perubahan dan pembaruan ini lebih banyak dalam
proses damai, gradual, dan terbatas, tidak dalam konteks yang radikal, ekstrim dan
menggunakan kekerasan (kecuali contoh kasus Syaikh Siti Jennar di Jawa dan Haji Abd
Hamid di Kalimantan Selatan yang lebih kental karena alasan politik). 
Meskipun perubahan itu dilakukan oleh jaringan ulama dengan cara yang tidak
radikal namun efektif, karena menggunakan pola relasi dan pengaruh kyai terhadap
santri-santrinya (dalam pesantren dan masyarakat), antara syaikh dan para muridnya
(dalam tarekat), dan yang lebih efektif lagi menjadikan dan mengajarkan kitab-kitab
standar yang berhaluan mendamaikan tasawwuf dan syariat (neo-sufisme) yang
dipelajari di pesantren-pesantren dan masyarakat dengan menyingkirkan kitab-kitab
lama (kitab-kitab yang berhaluan tasawwuf wahdatul wujud). 

6. Polarisasi “Putihan” Vs “Abangan”


Fenomena ini berlangsung berabad-abad sehingga nantinya muncul polarisasi dua
aliran dalam masyarakat, yang dikenal sebagai “putihan” dan “abangan”. Yang pertama,
ingin terus melakukan perubahan dari yang bertahap hingga yang radikal, dan sering
disebut kalangan santri. Sedangkan kedua tetap ingin menekankan kontinuitas dengan
lokalitas dan bersikap longgar dalam bersyariat. Selain faktor di atas, sikap politik
terhadap pemerintah kolonial Belanda menjadi salah satu tanda terpenting dari
perbedaan dua golongan ini.
Kolonialisme Belanda ikut memperuncing polarisasi “putihan” dan “abangan”
dengan kebijakan politiknya. Golongan yang sering disebut “priyayi” yang lebih dekat
dengan kelompok “abangan” dari sisi kepercayaan dan tradisi, namun berbeda dalam
kelas sosial (priyayi: elit, abangan: awam/jelata) memperoleh perlakuan-perlakuan yang
istimewa dari Belanda. Sementara kalangan “putihan” yakni kalangan santri
menunjukkan sikap yang bermusuhan terhadap Belanda. Perang Dipanegara dianggap
sebagai perlawanan kaum “putihan”.
Fenomena polarisasi “abangan” dan “putihan” tidak khas Jawa saja, bisa
ditemukan di luar Jawa dengan perbedaan istilah, misalnya kelompok “adat” yang
semisal “abangan” di Jawa, dan istilah “santri” untuk kalangan “putihan”. Dalam
banyak kasus di Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Aceh, Kalimantan, dan NTB,
kalangan “adat” memiliki sikap politik, kalau tidak sampai berkolaborasi, mereka tidak
menunjukkan sikap yang bermusuhan dengan pemerintah kolonial Belanda   
Golongan yang ingin melakukan perubahan ekstrim adalah Kaum Padri di
Sumatra Barat yang dimulai dari Tuanku Nan Renceh yang mendapat dukungan dari
tiga haji yang kembali dari Makkah pada 1218/1803 :  Haji Miskin, Haji Sumanik, dan
Haji Piobang. Perjalanan haji mereka bersamaan dengan dikuasainya Makkah oleh
kaum Wahhabi. Karena itu cukup beralasan jika mereka dianggap dipengaruhi ajaran-
ajaran Wahhabi yang menginginkan perubahan secara radikal di wilayah
Minangkabau. 
Kelompok ini meneriakkan jihad pada kaum muslim lain yang tidak mau
mengikuti ajaran mereka (persis seperti yang dilakukan Kaum Wahhabi di Najd dan
Hijaz) akibatnya perang saudara meletus di tengah masyarakat Minangkabau, surau-
surau yang dianggap kubu-kubu bid’ah diserang dan dibakar hingga rata dengan tanah,
dan inilah yang memancing campur tangan Belanda. Pecahlah Perang Padri yang baru
berakhir 1830 M. (Azra: 2005, 371). 
Peristiwa Perang Padri ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa dampak dari
gerakan pembaruan yang radikal dan ekstrim tidak menyebabkan Islam makin tersebar
dan kuat, tapi malah memantik perang saudara antar sesama muslim.

Sebagai penutup berdasarkan kutipan pendapat dari K.H.Abdurrahman Wahid tentang


model hubungan Islam dengan kekuasaan dan budaya lokal yang terbagi menjadi empat
model di Nusantara diantaranya sebagai berikut:
1. Pertama, model Aceh yang mengenal kerajaan-kerajaan Islam yang kuat dan besar, di sana
adat ditundukkan oleh syariat Islam yang ditafsirkan sesuai kitab-kitab fiqih yang diakui. 
2. Kedua, model Minangkabau, dalam hal kekuatan adat dan syariat sama-sama berimbang
yang termaktub dalam falsafah di sana “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. 
3. Ketiga model Jawa yang mengenal relasi multikratonik, terjadi keragaman pola kehidupan
antara negara (kraton-kerajaan) dan pesantren. Selama pihak kedua mengakui kraton
sebagai pusat kekuatan mereka dapat menjalankan progam-program seperti yang zaman
sekarang disebut LSM (kelompok civil society). Pesantren basis santri sementara Keraton
simbol Kejawen. 
4. Keempat, model Gowa yang merupakan asimilasi antara adat-adat pra-Islam dan Islam
secara damai. Budaya-budaya lokal tetap menjadi identitas penting dalam berislam. 
Model pertama, syariat mengalahkan budaya (islamisasi total), model kedua, syariat
dan budaya berdampingan dan otonom, ini ditunjukkan masih berlakunya prinsip matrilineal
(keturunan dari garis ibu) di daerah Minangkabau, model ketiga, “sintesis mistik” antara
syariat dan budaya, model keempat, budaya yang berbalut syariat. 
A. Kedatangan Dan Penjajahan Bangsa Barat di Nusantara

Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat di Nusantara


Jatuhnya konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani, maka berakhirlah
kekuasaan kerajaan Romawi Timur. Berakibat tertutupnya perdagangan di Laut Tengah
bagi orang-orang Eropa. Bangsa Turki menjalankan politik yang mempersulit pedagang
Eropa yang beroperasi di daerah kekuasaanya yang menyebabkan perdagangan antara
dunia timur dengan Eropa menjadi mundur, sehingga barang-barang yang sangat
dibutuhkan oleh orang-orang Eropa menjadi berkurang di pasaran Eropa, terutama
rempah-rempah. Pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16, pelaut-pelaut bangsa
Eropa berhasil menjelajahi samudra yang luas dan sampai ke negeri-negeri yang baru
seperti Amerika, Afrika, Asia Timur termasuk Indonesia. Faktor-faktor yang mendorong
orang-orang Eropa mengadakan penjelajahan Samudra pada akhir abad ke-16, antara lain:
1. Jatuhnya kota Konstantinopel tahun 1453 ke tangan penguasa Turki Usmani.
2. Kisah perjalan Marcopolo ke dunia timur, yaitu perjalan kembalinya Marcopolo dari
negeri Cina melalui pelayaran atau lautan.
3. Penemu Copernicus didukung oleh Galileo, yang menyatakan bahwa bumi ini bulat.
4. Penemuan kompas
5. Semangat Reconcuesta

Adapun tujuan bangsa Eropa ke dunia Timur adalah sebagai berikut :


1. Gold : Memburu kekayaan dan keuntungan dengan mencari dan mengumpulkan emas,
perak dan bahan tambang serta bahan-bahan lain yang sangat berharga. Waktu itu yang
dituju terutama Guinea dan rempah-rempah dari Timur
2. Glory : Memburu kejayaan, superioritas, dan kekuasaan. Dalam kaitan ini mereka
saling bersaing dan ingin berkuasa di dunia baru yang ditemukannya.
3. Gospel : Menjalankan tugas suci untuk menyebarkan agama.

Asal Mula Kedatangan Bangsa Barat

No Bangsa Rute Perjalanan


.
1. Spanyol Christophorus Columbus dari Lisbon berlayar kearah barat
menyeberangi samudra Atlantik. Pada tahun 1492 berhasil
menemukan benua Amerika. Pada tahun 1519 dilanjutkan Ferdinand
Magelhaens dan Juan Sebastian del Cano dengan menempuh rute
yang pernah dilalui oleh Christophorus Columbus. Pada tahun 1521
sampai dikepulauan Massava (sekarang Filipina). Setelah Ferdinand
Magelhaens meninggal, pelayaran dilanjutkan oleh Juan Sebastian
del Cano dari Filipina menuju arah selatan, maka sampailah
dikepulauan Maluku tahun 1522 masehi.

2. Portugis Rute pejelajahan samudra yang ditempuh oleh bangsa Portugis


dimulai dari kota Lisabon (1486 dan 1497 ), menyusuri pantai barat
Afrika, semenanjung Harapan, pantai timur Afrika berlayar kearah
timur menuju ke Calicut (India) pada tahun 1498 masehi. Di India
Vasco da Gama mendirikan kantor dagang. Kemudian pada tahun
1511 Alfonso d’Albuquerque yang menggantikan Vasco da Gama
berhasil menguasai selat Malaka. Setelah menguasai Malaka, bangsa
Portugis melanjutkan pelayarannya kearah timur menuju Indonesia.
Pada tahun 1512 masehi berhasil menanamkan pengaruhnya di
Maluku.
3. Belanda Tahun 1595 masehi Cornelis de Houtman, menempuh jalur pelayaran
bangsa Portugis. Setelah melewati semenanjung Harapan, samudra
Hindia dan selat Malaka, rombongan Cornelis de Houtman sampai di
pelabuhan Banten pada tahun 1596 masehi. Dari Banten Cornelis de
Houtman melanjutkan pelayarannya kearah Indonesia bagian timur,
untuk memperoleh rempah-rempah. Mereka singgah di Madura, Bali,
kemudian berlayar kearah utara sehingga sampai di kepulauan
Maluku pada tahun 1598 masehi.
4. Inggris Portugis berhasil menemukan kepulauan Maluku, perdagangan
rempah-rempah semakin meluas. Dalam waktu singkat Lisabon
berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Eropa
Barat. Dalam kaitan ini Inggris dapat mengambil keuntungan besar
dalam perdagangan rempah-rempah karena Inggris mendapatkan
rempah- rempah secara bebas dan relatif murah di Lisabon. Rempah-
rempah itu kemudian diperdagangkan di daerah-daerah Eropa Barat
bahkan sampai di Eropa Utara. Tetapi karena Inggris terlibat konflik
dengan Portugis sebagai bagian dari Perang 80 Tahun, maka Inggris
mulai mengalami kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah dari
pasar Lisabon. Oleh karena itu, Inggris kemudian berusaha mencari
sendiri negeri penghasil rempah-rempah. Dalam pelayarannya ke
dunia Timur untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah, Inggris
sampai ke India. Para pelaut dan pedagang Inggris ini masuk ke India
pada tahun 1600. Inggris justru memperkuat kedudukannya di India.
Inggris membentuk kongsi dagang yang diberi nama East India
Company (EIC). Dari India inilah para pelaut dan pedagang Inggris
berlayar ke Kepulauan Nusantara untuk meramaikan perdagangan
rempah- rempah.
5 Perancis Situasi politik Eropa sangat berpengaruh terhadap situasi penjajahan
di Indonesia. Pada tahun 1792-1802, di Eropa terjadi perang
revolusioner Perancis yang melibatkan Austria, Rusia, Inggris,
Belanda, dan Spanyol. Pada tahun 1795, Belanda dapat dikalahkan
oleh Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte karena telah
berhasil menyingkirkan Raja Willem van Oranje. Kaisar Napoleon
yang menjadi Raja Perancis menunjuk adiknya, Louis Napoleon,
menjadi Raja Belanda. Dengan demikian secara tidak langsung,
Indonesia sebagai daerah jajahan Belanda beralih ke tangan Perancis.

Pemerintahan Kolonial di Indonesia


1. Pemerintahan Spanyol
Setelah kedatangan Portugis dan sebelum kedatangan Belanda, Indonesia juga
pernah didatangi bangsa Spanyol. Spanyol tak sempat menguasai kerajaan-kerajaan
Nusantara. Di Indonesia, Spanyol hanya sempat bersaing dengan Portugis di Maluku.
Bahkan, Spanyol sebenarnya telah berlayar lebih dulu dibanding Portugis. Namun
pelayar Spanyol yang termahsyur, Christopher Columbus, tidak berhasil menemukan
'Kepulauan rempah-rempah'. Columbus hanya sampai ke benua Amerika. Meski sebuah
keberhasilan besar, Spanyol belum berhasil menemukan kepulauan rempah-rempah
yang dimaksud.
Maka Spanyol kembali menggelar ekspedisi di bawah pimpinan Fernando de
Magelhaens atau Ferdinand Magellan dengan kapten kapal Sebastian del Cano. Dikutip
dari Sejarah Indonesia: Masuknya Islam Hingga Kolonialisme (2020), pada 7 April
1521, Magellan dan awaknya tiba di Pulau Cebu, Filipina. Ia diterima baik oleh Raja
Cebu, sebab saat itu Cebu sedang bermusuhan dengan Mactan. Namun Magellan
terbunuh oleh Mactan di Filipina sehingga ekspedisi dilanjutkan del Cano. Di bawah
kepemimpinan del Cano, rombongan Spanyol akhirnya tiba di Tidore.
Kerajaan Tidore menyambut baik kedatangan Spanyol. Mereka menjadikan
Spanyol sebagai sekutu. Saat itu, Tidore tengah bermusuhan dengan Portugis yang
bersekutu dengan Ternate. Kedatangan Spanyol menjadi ancaman bagi Portugis. Sebab
saat itu Portugis memonopoli perdagangan di Maluku. Portugis dan Spanyol pun
bersaing dengan memanfaatkan permusuhan kerajaan lokal. Pada 22 April 1529,
keduanya bersepakat lewat Perjanjian Saragosa. Perjanjian Saragosa berisi: Spanyol
harus meninggalkan Maluku dan memusatkan kegiatannya di Filipina. Portugis tetap
melakukan aktivitas perdagangan di Maluku. Spanyol dengan dibantu Tidore, sempat
berperang melawan Portugis yang dibantu Ternate. Lalu Spanyol pada akhirnya angkat
kaki dan kekuasaan Portugis kembali ke tangannya untuk melaksanakan monopoli
perdagangan.

2. Pemerintahan Portugis
Bangsa Portugis yang datang ke Indonesia dipimpin oleh Alfonso d’
Albuquerque. Ia pada tahun 1511 berhasil menguasai Kerajaan Malaka. Kekuasaan
Portugis mengalami perkembangan yang pesat setelah menguasai Malaka. Mereka
selanjutnya memperluas kekuasaan ke daerah-daerah lainnya di Indonesia. Selain itu
orang Portugis biasanya mampu berbaur dengan masyarakat setempat seperti menikahi
perempuan pribumi. Ketika terjadi perselisihan di Maluku antara Hitu dan Seram,
Portugis memihak Hitu sehingga Portugis diterima di sana. Cara yang dilakukan
Portugis di Hitu juga diterapkan ketika datang ke Ternate, mereka diterima baik oleh
kerajaan Ternate untuk menghadapi Tidore. Ketika berhasil mengalahkan Tidore yang
dibantu pihak Spanyol, Portugis meminta imbalan untuk memonopoli perdagangan
cengkeh Keadaan itu menyebabkan rakyat Ternate tidak menyukai orangorang
Portugis. Mereka berusaha untuk membebaskan diri dari kekuasaan Portugis.
Pada tahun 1512, tibalah orang-orang Spanyol di Maluku. Tujuan kedatangan
mereka sama halnya dengan orang-orang Portugis, yaitu memonopoli dan menguasai
daerah sebagai tanah jajahan, serta untuk menyebarkan agama Nasrani (Nasrani
Katolik). Di Maluku, mereka singgah di Tidore, Bacan, dan Jailolo. Di tempat itu
mereka disambut baik oleh penduduk setempat. Kedatangan orang-orang Spanyol di
Maluku ternyata menimbulkan persaingan dengan orang-orang Portugis. Untuk
mengakhiri persaingan, ditandatanganilah Perjanjian Saragosa pada tahun 1535. Dalam
perjanjian itu diputuskan bahwa wilayah kekuasaan Portugis tetap di Maluku, sedang
wilayah kekuasan Spanyol di Filipina, sehingga orang-orang Portugis bebas
mengembangkan kekuasaannya di Maluku.
Setelah menguasai Maluku, Portugis selanjutnya ingin menguasai daerah-daerah
lain di kepulauan Indonesia, seperti:
b. Sumatra, Di Sumatra orang-orang Portugis tidak memperoleh hak monopoli
perdagangan lada, karena ditentang oleh Kerajaan Aceh. Bahkan mereka tidak diberi
kesempatan berdagang.
c. Jawa, Di Jawa orang-orang Portugis hanya bisa berdagang di Pasuruan dan
Blambangan karena sebagian daerah lain di Jawa telah dikuasai oleh kerajaan
Demak yang menjadi saingan berat Portugis. Bagi Demak dan kerajaan Islam
lainnya di Indonesia, jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511
merupakan ancaman langsung bagi perkembangan perdagangan Islam serta
penyebaran agama itu sendiri karena Portugis membawa misi gospel (penyebaran
Katolik).
d. Daerah lain di Indonesia Di daerah lainnya di Indonesia, kedudukan Portugis di
tempat-tempat yang telah dikuasainya mulai melemah. Hal ini disebabkan oleh
adanya perlawanan rakyat setempat, antara lain perlawanan rakyat Ternate pada
tahun 1533, perlawanan rakyat Hitu di Ambon, dan perlawanan rakyat Tidore.
Dengan demikian, usaha Portugis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di perairan
Indonesia mengalami kegagalan. Portugis hanya dapat menetap di Timor Timur
sampai tahun 1976. Tahun 1976 Timor-Timur masuk wilayah Indonesia.

3. Pemerintahan Belanda (Pada Masa VOC)


Tujuan awal kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang
dan mencari keuntungan dari berdagang rempah-rempah. Sejak Lisabon dikuasai oleh
Spanyol, Belanda tidak dapat lagi membeli dan menyalurkan rempah-rempah ke
negerinya ataupun ke negara Eropa lainnya. Hal itu disebabkan Belanda bermusuhan
dengan Spanyol yang telah berhasil menguasai Portugis sehingga Belanda tidak dapat
lagi mengambil rempah-rempah di Lisabon. Oleh sebab itu, para pedagang Belanda
berusaha mencari sendiri daerah penghasil rempahrempah ke timur.
Penjelajahan Belanda pertama dimulai pada tahun 1595 setelah empat buah kapal
Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman berangkat dari Amsterdam. Mereka
sampai di pelabuhan Banten pada tanggal 22 Juni 1596. Selanjutnya pelayaran yang
kedua dipimpin oleh Jacob van Neck, yang tiba di pelabuhan Banten pada tahun 1598.
Sikap bangsa Belanda tidak lagi kasar dan sombong sehingga mereka diterima dengan
baik oleh kerajaan Banten. Lagi pula, Kerajaan Banten sedang berselisih dengan
orangorang Portugis. Di Banten mereka mendapatkan lada. Perjalanan dilanjutkan
kembali menuju Tuban dan Maluku. Di tempat itu pun mereka diterima dengan baik
oleh raja dan masyarakat setempat.
Keberhasilan mereka membawa rempah-rempah dari kepulauan Indonesia
mendorong kapal-kapal dagang Belanda lainnya datang ke Indonesia. Terjadilah
persaingan dagang antara pedagang Belanda dan pedagang Eropa lainnya di Indonesia.
Selanjutnya untuk menguasai perdagangan dan memenangkan persaingan dengan
orang-orang Eropa, para pedagang Belanda mendirikan serikat dagang yang disebut
VOC pada tahun 1602. VOC singkatan dari Vereenigde Oost Indische Compagnie atau
Perserikatan Perusahaan Hindia Timur. Kemudian, diangkatlah seorang pimpinan
berpangkat gubernur jenderal untuk memperlancar kegiatannya. Gubernur jenderal
pertama adalah Pieter Both. Beberapa hak istimewa disebut hak octrooi yang diberikan
Pemerintah Belanda kepada VOC, antara lain:
 Hak monopoli perdagangan;
 Hak memiliki tentara sendiri;
 Hak menguasai dan mengikat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di daerah yang
dikuasai;
 Hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri;
 Hak mengumumkan perang dengan negara lain;
 Hak memungut pajak;
 Hak mengadakan pemerintahan sendiri.
Usaha pertama VOC untuk menguasai kerajaankerajaan di Indonesia adalah
dengan menguasai salah satu pelabuhan penting yang akan dijadikan pusat kegiatan
VOC. Pada tahun 1619, VOC berhasil merebut kota Jayakarta, dan mengubah namanya
menjadi Batavia. Dari Batavia, VOC dapat mengawasi daerah-daerah lainnya. Selain
itu, untuk menguasai kerajaan-kerajaan lain, VOC menjalankan politik devide et impera
(memecah belah) dan menguasai antara kerajaan satu dengan kerajaan lainnya. VOC
juga ikut campur dalam urusan pemerintahan kerajaan di Indonesia.
Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, VOC memaksakan hak
monopolinya. VOC juga melaksanakan Pelayaran Hongi, yaitu melakukan patroli
dengan perahu kora-kora yang dilengkapi senjata untuk mengawasi pelayaran dan
perdagangan di Maluku. Para petani yang melanggar peraturan monopoli diberi
hukuman ekstirpasi, yaitu pemusnahan tanaman rempah-rempah. Akibatnya banyak
kerajaan di Indonesia mengalami kehancuran dan kehidupan rakyat menderita.
Jika kita perhatikan hak - hak istimewanya, VOC dengan mudah menguasai
Indonesia. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan VOC tersebut, sebenarnya telah
membuktikan bahwa Belanda melaksanakan sistem penjajahan, yaitu imperialisme
perdagangan. Dengan imperialisme perdagangan mereka mudah merampas dan
menguasai perdagangan secara paksaan dan monopoli.
Setelah berkuasa selama kurang dari dua abad (1602-1799), akhirnya VOC
mengalami kehancuran. Hal tersebut disebabkan:
 Banyak pejabat VOC yang melakukan korupsi;
 Daerah kekuasaan VOC yang semakin meluas sehingga memerlukan biaya
pengelolaan yang lebih tinggi, dan;
 VOC banyak mengeluarkan biaya perang yang besar dalam menghadapi perlawanan
rakyat Indonesia.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, VOC berupaya lebih memeras rakyat
Indonesia dengan menerapkan beberapa peraturan baru, seperti Verplichte Leveranties
dan Contingenten. Verplichte Leveranties ialah peraturan yang mewajibkan rakyat
menjual hasil pertanian kepada VOC dengan standar harga ditentukan oleh VOC yang
nilainya amat rendah. Adapun Contingenten adalah penyerahan hasil pertanian dan
perkebunan kepada VOC dari daerahdaerah yang tanahnya berada dalam kekuasaan
VOC secara langsung. Dengan kedua peraturan tersebut, mereka dengan mudah dapat
memperoleh lada, beras, kapas, kayu dan barang lainnya seperti gula, ternak dan ikan.
Peraturan lainnya yang diberlakukan VOC adalah aturan preanger stelsel (sistem
wajib tanam kopi di daerah Priangan), yang bertujuan mendapatkan kopi sebanyak-
banyaknya dengan harga semurahmurahnya. Namun upaya-upaya tersebut tidak dapat
memperbaiki kondisi ekonomi VOC.
Sementara itu di negeri Belanda pada tahun 1795 terjadi revolusi yang
dikendalikan oleh Perancis yang menyebabkan terjadinya perubahan pemerintahan.
Dalam revolusi tersebut, raja Belanda berhasil digulingkan. Belanda berubah menjadi
republik dengan nama Republik Bataaf yang berada di bawah kekuasaan Perancis.
Selanjutnya Pemerintah Republik Bataaf membubarkan VOC pada tanggal 31
Desember 1799. Semua tanah jajahan dan utang-utang VOC diambil alih oleh
pemerintah Belanda. Pemerintah Republik Bataaf. Belum sempat menata keadaan
Indonesia karena pada tahun 1806 terjadi lagi perubahan pemerintahan di Belanda,
yaitu dibubarkannya Republik Bataaf. Belanda kembali menjadi kerajaan tetapi tetap di
bawah kekuasaan Perancis. Kaisar Napoleon yang menjadi Raja Perancis menunjuk
adiknya, Louis Napoleon, menjadi Raja Belanda. Dengan demikian secara tidak
langsung, Indonesia sebagai daerah jajahan Belanda beralih ke tangan Perancis.

4. Pemerintahan Perancis
Louis Napoleon, adik Kaisar Napoleon dari Perancis yang telah diangkat sebagai
Raja Belanda, pada tahun 1808 mengangkat Herman Willem Daendels sebagai
Gubernur Jenderal di Indonesia. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan
Indonesia, khususnya pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Untuk keperluan
tersebut, Daendels membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan yang
panjangnya kurang lebih 1.100 km, dan membangun pangkalan armada di Ujungkulon.
Agar pembangunan berjalan cepat dan murah, Daendels menerapkan rodi atau sistem
kerja paksa. Rakyat dipaksa bekerja keras tanpa istirahat dan makanan yang cukup,
serta tanpa upah. Daendels juga tidak memperhatikan kesehatan pekerja sehingga
banyak pekerja yang meninggal dunia, akibat kelaparan dan kesehatan yang buruk.
Untuk membiayai pertahanan menghadapi Inggris, Daendels kembali memaksa
rakyat Priangan menanam kopi yang hasilnya diserahkan kepada pemerintah kolonial
Belanda. Selain itu, Belanda menjual tanah rakyat yang oleh mereka dianggap milik
negara kepada perusahaan swasta asing.
Dalam menjalankan pemerintahannya Daendels berlaku keras dan disiplin, serta
cenderung bertangan besi. Sikapnya ini menimbulkan rasa tidak senang di kalangan
pejabat Belanda lainnya. Akibatnya para pejabat melaporkan kekurangan-kekurangan
Daendels kepada Raja Louis, terutama mengenai kebijaksanaannya menjual tanah
negara kepada pihak swasta asing.
Pada tahun 1811, Daendels dipanggil pulang dan kedudukannya digantikan oleh
Gubernur Jenderal Janssens. Ia kurang cakap dan lemah, sehingga langsung menyerah
ketika Hindia Belanda diserang Inggris. Janssens menandatangani perjanjian yang
menyatakan penyerahan kekuasaan Belanda atas Indonesia kepada Inggris. Perjanjian
itu dilakukan di Tuntang dekat Salatiga sehingga dikenal dengan nama “Perjanjian
Tuntang”.

5. Pemerintahan Inggris
Perhatian Inggris atas Indonesia sebenarnya sudah dimulai ketika pada tahun
1579 penjelajah Francis Drake singgah di Ternate, Maluku. Untuk mengadakan
hubungan dagang dengan kepulauan rempah-rempah di Asia, Inggris membentuk EIC
(East Indies Company). Pada tahun 1602 armadanya sampai di Banten dan mendirikan
loji di sana. Pada tahun 1604, dibuka perdagangan dengan Ambon dan Banda. Pada
1609, Inggria mendirikan pos di Sukadana (Kalimantan). Pada 1613, Inggris berdagang
dengan Makasar, dan pada tahun 1614, Inggris mendirikan loji di Batavia.
Dalam usaha perdagangan itu Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda.
Belanda tidak segansegan menggunakan kekerasan untuk mengusir Inggris dari
Indonesia. Setelah terjadi peristiwa Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari
Indonesia. Tetapi di daerah Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan
Burunei, Inggris memperoleh kesuksesan. Namun setelah diadakan Persetujuan
Tuntang pada tahun 1811, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris. Ia memegang
pemerintahan selama lima tahun (1811-1816).
Sebagai kepala pemerintahan di Indonesia, Inggris mengangkat Thomas Stamford
Raffles dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal. Pemerintahan Raffles ini sekaligus
untuk mewakili Lord Minto, Gubernur EIC di India. Pada masa pemerintahannya,
Raffles menjalankan kebijakan-kebijakan sebagai berikut.
o Jenis penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan kecuali di Priangan
(Prianger Stelsel) dan Jawa Tengah
o Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman tanpa unsur paksaan.
o Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan, dan penggantinya diangkat menjadi
pegawai pemerintah.
o Pemerintah kolonial adalah pemilik tanah dan petani sebagai penggarap (penyewa)
milik pemerintah.
Pemerintahan Raffles beranggapan bahwa semua tanah adalah milik negara
sehingga petani dianggap sebagai penyewa tanah negara. Mereka harus membayar
pajak kepada Pemerintah Inggris sebagai ganti uang sewa. Sistem yang diterapkan
Raffles ini dikenal dengan sistem Landrente atau pajak bumi.
Pada tahun 1813 terjadi perang Leipzig. Inggris dan sekutunya melawan Perancis,
dan dimenangkan oleh Inggris. Kekuasaasn Kaisar Napoleon di Perancis jatuh pada
tahun 1814. Dengan demikian, berakhir pemerintahan Louis Napoleon di Negeri
Belanda. Karena Belanda telah bebas dari kekuasaan Perancis, Inggris mengadakan
perdamaian dengan Belanda di Kota London. Perundingan damai itu menghasilkan
persetujuan yang disebut Konvensi London atau perjanjian London (1814). Isi
perjanjian itu antara lain menyebutkan bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah
dikuasai oleh Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali
daerah Bangka, Belitung, dan Bengkulu. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua
negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816. Akhirnya mulai tahun 1816, Pemerintah
Hindia Belanda kembali berkuasa di Indonesia.

6. Pemerintahan Kolonial Belanda Awal Abad ke-19 sampai Pertengahan Abad ke-20
Pada abad ke-19 ini, tepatnya setelah Belanda kembali menduduki Indonesia
sesuai dengan Perjanjian London (1814), Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan
dua kebijakan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua
kebijakan itu adalah Sistem Tanam Paksa dan UU Agraria 1870.
a. Sistem Tanam Paksa
Selama periode antara tahun 1816-1830, Pemerintah Hindia Belanda
mengalami kesulitan keuangan. Di bawah Gubernur Jenderal Van de Bosch,
Pemerintah Hindia Belanda berusaha menutupi kesulitan keuangan itu dengan
memberlakukan Cultuur Stelsel (Tanam Paksa). Adapun peraturan Tanam Paksa
tersebut adalah sebagai berikut:
o Setiap desa diharuskan menanam 1/5 dari tanahnya dengan tanaman seperti kopi,
gula, tembakau, dan nila.
o Hasil tanaman itu harus dijual pada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditentukan.
o Tanah garapan untuk tanaman ekspor dibebaskan dari pajak bumi. d. kegagalan
panen akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
o Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari/tahun di
perkebunan milik pemerintah.
Dengan ketentuan tersebut, sistem tanam paksa banyak mendatangkan
keuntungan bagi Belanda. Hal itu terlihat dari saldo keuntungan antara tahun 1832–
1867 diperkirakan mencapai angka 967 juta Gulden. Sehingga kas negara segera
terisi kembali, bahkan utang luar negeri Belanda dapat dilunasi dan sisanya dapat
digunakan untuk modal usaha-usaha industri di Belanda.
Akibat tanam paksa, timbullah reaksi rakyat Indonesia menentang pelaksanaan
Sistem Tanam Paksa. Pada tahun 1833, terjadilah huru-hara di perkebunan tebu di
daerah pasuruan. Pada tahun 1848 terjadi pembakaran kebun tembakau seluas tujuh
hektar di Jawa Tengah. Reaksi lain terhadap pelaksanaan Sistem Tanam Paksa juga
muncul di negeri Belanda.
Reaksi itu datang dari golongan humanis, yaitu orangorang yang menjunjung
tinggi asas-asas etika dan perikemanusiaan, seperti Douwes Dekker (Multatuli)
dalam bukunya Max Havelaar, secara terangterangan mengecam penyimpangan
tanam paksa dan penindasan terhadap rakyat yang dilakukan oleh pegawai Belanda
dan penguasa setempat.
Baron van Houvel sebagai pendeta melaporkan penderitaan rakyat Indonesia
dalam sidang perkebunan di Negeri Belanda. Sejak saat itu banyak orang Belanda
yang menentang tanam paksa, terutama anggota parlemen dari golongan liberal.
Atas desakan parlemen, pemerintah Belanda menghapuskan sistem tanam paksa, dan
sebagai gantinya dikeluarkanlah Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula
pada tahun 1870.

b. Undang-Undang Agraria Tahun 1870


Mulai tahun 1870 Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan politik liberal
yang dikenal dengan sebutan politik pintu terbuka. Dengan politik pintu terbuka ini
pihak swasta asing terutama pengusaha Eropa, mendapat kesempatan membuka
usaha di Indonesia. Bidang usaha yang dikelola oleh pihak swasta antara lain;
perkebunan kopi, tembakau, teh, kina, dan gula.
Untuk membuka perkebunan-perkebunan itu diperlukan lahan yang luas maka
perlulah disusun undang-undang yang mengatur sewa-menyewa tanah, Kemudian
Pemerintah Belanda mengeluaran UndangUndang Agraria (Agrarische Wet) pada
tahun 1870. Ketentuan UU Agraria 1870, antara lain menyebutkan:
 Pengusaha dapat menyewa tanah dari pemerintah untuk masa 75 tahun;
 Penduduk pribumi dijamin hak-hak miliknya atas tanah menurut hukum adat;
 Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual sawah.
Dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870, muncullah perkebunan-perkebunan
swasta asing di Indonesia, seperti perkebunan kina dan teh di Jawa Barat,
perkebunan tebu di Jawa Timur, dan perkebunan tembakau dan karet di Sumatera
Timur. Pemilik perkebunan-perkebunan swasta itu tidak hanya milik orang-orang
Belanda, tetapi ada milik bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti Inggris, Prancis dan
Belgia.
Pada pelaksanaannya, undang-undang tersebut tidak mengubah taraf hidup
rakyat Indonesia tetapi menimbulkan berbagai akibat seperti industri kerajinan
rakyat kalah bersaing dengan hasil produksi swasta. Tenaga rakyat (buruh) diperas
secara paksa oleh para pengusaha swasta, mereka diikat dengan kontrak sehingga
tidak dapat melepaskan pekerjaanya. Jika mereka melarikan diri akan mendapat
hukuman. Selain membawa dampak negatif, UU Agraria ini membawa dampak
positif, terutama masyarakat Indonesia mulai mengenal arti uang. Ada di antara
buruh perkebunan yang mendapatkan upah (uang) sebagai bayarannya.
Melihat realisasi UU Agraria 1870 yang tidak mampu memperbaiki nasib
rakyat dari keadaan sebelumnya, beberapa tokoh Belanda seperti Baron van Hoevel,
Eduard Douwes Dekker, dan van Deventer. mengusulkan kepada pemerintah
Kerajaan Belanda agar memperhatikan nasib rakyat Indonesia.
Dalam pandangan mereka, bangsa Belanda tidak ada keinginan untuk
memperbaiki rakyat Indonesia, padahal bangsa ini banyak jasanya bagi
pembangunan negeri Belanda. Oleh karena itu, sudah sepantasnya Pemerintah
Hindia Belanda untuk memperhatikan nasib dan kesejahteran bangsa Indonesia.
Akhirnya, melalui usulan dan kritikan tersebut muncullah Etische Politik atau Politik
Etis yang diprakarsai oleh van Deventer.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus Sujatmikod kk, 2018. Masuknya Islam ke Indonesia. Sumber dari


http://www.academia.edu/Documents/in/Makalah_Masuknya_Islam_Ke_Indonesia. Diakses
pada 24 September 2020.
Sulistiono, Budi. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara. Sumber dari
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39188/2/fulltex.pdf. Diakses pada
24 September 2020.
Romli, Guntur. Corak-Corak Islam Nusantara dari Wali Sanga Sampai Gus Dur (2). Sumber
dari https://www.gunromli.com/2018/07/corak-corak-islam-nusantara-dari-wali-sanga-
sampai-gus-dur-2/. Diakses pada 24 September 2020.

Rozi. Islam Nusantara Merupakan Corak Keislaman yang ada di Nusantara. Sumber dari
https://www.laduni.id/post/read/43501/islam-nusantara-merupakan-corak-keislaman-yang-
ada-di-nusantara. Diakses pada 24 September 2020.

Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia. Sumber dari


https://pendidikanmu.com/2020/03/kedatangan-bangsa-barat-ke-
indonesia.html#:~:text=Bangsa%20barat%20berbondong%2Dbondong%20datang,berubah
%20menjadi%20niat%20ingin%20berkuasa. Diakses pada 24 September 2020.

Kharti, Irene Swastiwi Viandari. Sejarah Kelas 11 | Perkembangan Kolonialisme dan


Imperialisme Eropa di Indonesia. Sumber dari https://blog.ruangguru.com/sejarah-kelas-11-
perkembangan-kolonialisme-dan-imperialisme-eropa-di-indonesia. Diakses pada 24
September 2020.

Indonesia Pada Masa Kolonial Eropa. Sumber dari


https://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/11_Bab_10.pdf. Diakses pada 24 September 2020.

Masa Kolonial di Indonesia. Sumber dari https://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/masa-


kolonial.pdf. Diakses pada 24 September 2020.

Penulis : Nibras Nada Nailufar, Editor : Nibras Nada Nailufar. Kedatangan Bangsa Spanyol
di Indonesia. Sumber dari
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/05/153000269/kedatangan-bangsa-spanyol-di-
indonesia?page=all. Diakses pada 24 September 2020.

Nailufar, Nibras Nada . Indonesia Dibawah Penjajahan Perancis. Sumber dari


https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/11/080000269/indonesia-di-bawah-penjajahan-
perancis?page=all. Diakses pada 24 September 2020.
Theresia, Putri. Sumber dari proses kedatangan prancis keindonesia
https://brainly.co.id/tugas/27106326#:~:text=Pada%20tahun%201795%2C%20Belanda
%20dapat,di%20bawah%20pimpinan%20Napoleon%20Bonaparte.&text=Perancis%20mulai
%20masuk%20ke%20Indonesia,resmi%20pada%20tanggal%201%20januari. Diakses pada
24 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai