Anda di halaman 1dari 3

Diskusi 6

1) Jelaskan secara umum apa yang dimaksud dengan iman?


Jawab :
Bersumber dari materi sesi 6 :
Iman menurut arti bahasa adalah membenarkan dalam hati dengan mengandung ilmu bagi
orang yang membenarkan itu. Sedangkan pengertian iman menurut syari’at adalah
membenarkan dan mengetahui adanya Allah dan sifat-sifat-Nya disertai melaksanakan
segala yang diwajibkan dan disunahkan serta menjauhi segala larangan.

2) Mengapa Islam menganjurkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan selama hidup


di dunia?
Jawab :

Bersumber dari MKDU4221 – Pendidikan Agama Islam :


Salah satu perintah Allah bagi hamba-hamba-Nya ialah kewajiban menuntut
ilmu pengetahuan sebagaimana yang tersurat dalam Al-quran Surat At-taubah QS. 9: 122;

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
Pengertian yang kita petik dari ayat ini bahwasanya menuntut ilmu pengetahuan
adalah suatu perintah (amar) sehingga dapat dikatakan suatukewajiban. Yang
dimaksud ilmu pengetahuan di sini adalah ilmu agama.Akan tetapi harus kita sadari
bahwa agama adalah merupakan pedoman bagi kebahagiaan dunia akhirat, sehingga ilmu
yang tersimpul dalam agama tidak semata ilmu yang menjurus kepada urusan
ukhrawi, tetapi juga ilmu yang mengarah kepada duniawi. Dengan kata lain bahwa
Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk menuntut ilmu pengetahuan tentang
urusan keduniaan sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama, yakni
untuk kebahagiaan dan kemaslahatan. Pengertian ini kita dasarkan atas kenyataan
bahwa dunia merupakan ajang perjuangan hidup dan kehidupan dalam
menghadapi persoalan yang harus dipecahkan dan memerlukan kontribusi
ilmu pengetahuan.
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang dibarengi dengan iman diberikan
derajat atau status. Namun dibalik itu dituntut mampu berpikir dalam memecahkan
persoalan kehidupan.

3) Bagaimana pandangan Islam terhadap perkembangan teknologi?


Jawab :
Bersumber dari MKDU4221 – Pendidikan Agama Islam :
Teknologi dan hasil-hasilnya di samping harus mengingatkan manusia kepada Allah,
juga harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala
yang berada di alam raya ini. Kalaulah alat atau mesin dijadikan sebagai
gambaran konkret teknologi, dapat dikatakan bahwa pada mulanya teknologi merupakan
perpanjangan organ manusia. Ketika manusia menciptakan pisau sebagai alat
pemotong. Alat ini menjadi perpanjangan tangannya. Alat tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan dan organ manusia. Alat itu sepenuhnya tunduk kepada si
pemakai, melebihi tunduknya budak belian. Kemudian teknologi berkembang,
dengan memadukan sekian banyak alat sehingga menjadi mesin. Kereta, mesin
giling dan sebagainya, semuanya berkembang. Khususnya ketika mesin tidak lagi
menggunakan sumber energi manusia atau binatang, melainkan air, uap, api, angin,
dan sebagainya. Pesawat udara, misalnya adalah mesin. Kini pesawat udara tidak lagi
menjadi perpanjangan organ manusia, tetapi perluasan atau penciptaan organ baru
manusia. Bukankah manusia tidak memiliki sayap yang memungkinkannya mampu
terbang? Tetapi dengan pesawat ia bagaikan memiliki sayap. Alat atau mesin tidak
lagi menjadi budak, tetapi telah menjadi kawan manusia.
Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesin-mesin tersebut
melalui daya akan manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga
semakin kompleks serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang. Tetapi akhirnya
mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mestidilakukan oleh banyak orang. Pada
tahap ini mesin telah menjadi semacam seteru manusia, atau lawan yang harus
disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia. Dewasa ini telah lahir -
khususnya di bidang rekayasa genetika- yang dikhawatirkan dapat menjadikan
alat sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal majikan yang akan
diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, ini jelas bertentangan dengan
kedua catatan yang disebutkan terdahulu. Berdasarkan petunjuk kitab sucinya,
seorang muslim dapat menerima hasil-hasil teknologi yang sumbernya netral dan tidak
menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia baik mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan unsur “debu tanah” manusia maupun unsur “ruh Ilahi”
manusia.
Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir
dan tafakur serta mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan
maka ketika itu bukan hasil teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus
memperingatkan dan mengarahkan manusia yang menggunakan teknologi itu. Jika
hasil teknologi sejak semula diduga dapat mengalihkan manusia dari jati diri dan
tujuan penciptaan sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh islam. Karena itu
menjadi suatu persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara memadukan
kemampuan mekanik demi penciptaan teknologi dengan pemeliharaan nilai-nilai
fitrahnya.

4) Coba Anda jelaskan pengertian berpikir ilmiah!


Jawab :
Bersumber dari MKDU4221 – Pendidikan Agama Islam :
Yaitu bersikap kritis dalam menerima informasi, terutama dalam memahami nilai-
nilai dasar keislaman. Hal ini diperlukan, agar terhindar dari berbagai fitnah. QS.
Ali Imran (3): 7. Atas dasar pemikiran tersebut hendaknya seseorang tidak
dibenarkan menyatakan sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih
dahulu permasalahannya, sebagaimana dinyatakan di dalam Alquran antara lain QS. Al-
Israa‟ (17) : 36; Artinya: Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak
ada ilmupadanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
akan ditanya

5)    Kendala berpikir ilmiah di Indonesia pada masa kini, yaitu masih kokohnya
keyakinan yang menentukan sikap keagamaan secara tradisional. Bagaimana strategi
untuk mengantisipasi kendala tersebut, jelaskan?
Jawab :
Berfikir ilmiah pada dasarnya pengambilan kesan didukung dengan kaidah –kaidah
berfikir umum, dan hasilnya dapat diterima dengan akal. Dalam kaitannya dengan
karakteristik berpikir ilmiah, yang rasional akan  berbenturan dengan doktrin teologis
tradisional jabariah (fatalisme), yaitu paham yang berkeyakinan bahwa apapun serba
mungkin, jika Tuhan menghendaki. Faham seperti ini yang banyak terdapat di Indonesia
yang mengedepankan sikap keagamaan secara tradisional. Dalam tinjauan Islam, jika
konsekuen dengan Al Qur’an semestinya keyakinan tersebut tidak akan muncul dan jika
ada harus segera di kubur, karena bertentangan dengan prinsip berfikir secara ilmiah.
Tidak ada strategi khusus untuk mengantisipasi kendala tersebut, hanya saja sebagai umat
muslim selalunya kita dianjurkan menggunakan akal kita untuk berfikir secara logis yang
sebagaimana merupakan tuntunan dari Allah.

Anda mungkin juga menyukai