Anda di halaman 1dari 12

AUDIT MEDIK

KLINIK HARAPAN BUNDA


JL. MERDEKA NO. 33, MAMULLU
TANA TORAJA
AUDIT MEDIS KLINIK HARAPAN BUNDA
A.Definisi
Audit Medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang
diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi
medis (PMK Nomor 755 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 11).

B.Tujuan
1. Mengatur tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis
dan keselamatan pasien di klinik lebih terjamin dan terlindungi
2. Mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap Fasilitas Kesehatan dalam rangka
peningkatan profesionalisme staf medis
3. menjaga kendali mutu dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan

C.Dasar Hukum
1. UU Kedokteran Pada Pasal 49
1. ayat (1) setiap dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
2. Ayat (2) dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan Audit Medis
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medis di Klinik, menjelaskan bahwa Audit Medis adalah upaya
evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien
dengan menggunakan rekam medisnya, yang dilaksanakan oleh profesi medis.
3. UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 66 menekankan untuk
mewajibkan kepada tenaga medis patuh terhadap standar profesi dan standar prosedur
operasional
4. Permenkes Nomor 1438/Menkes/PER/IX/2010,
1. Pasal 1 Ketentuan Umum; Tentang Standar Pelayanan Kedokteran “Standar
Pelayanan Kedokteran adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter
gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran”
2. Pasal 4 Ayat 3Standar Pelayanan Kedokteran harus sahih pada saat ditetapkan,
mengacu pada kepustakaan terbaru dengan dukungan bukti klinis, dan dapat
berdasarkan hasil penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan atau institusi pendidikan kedokteran.
D.Pelaksanaan Audit Medis dilakukan oleh 2 Lembaga yang
Berbeda yakni oleh
1. Komite medis di Klinik ; sebagai bahan evaluasi dari semua tindakan medis yang
dilakukan oleh dokter
2. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ; berdasarkan, pada pengaduan ketika terjadi kasus atau
penyimpangan yang diduga dilakukan oleh pihak dokter itu sendiri

E.Pembahasan Kasus untuk Audit Medik meliputi


1. kasus kematian atau yang lebih dikenal dengan istilah death case, 
2. kasus sulit,
3. kasus langka,
4. kasus kesakitan,
5. kasus yang sedang dalam tuntutan pasien atau sedang dalam proses pengadilan
6. dan lain sebagainya

Tahapan Audit

F.Langkah-Langkah Persiapan Pelaksanaan Audit Medik


1. Sub Komite Mutu Profesi  yang telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur  
melaksanakan koordinasi untuk menetapkan indikasi dan kriteria dilaksanakannya audit
medik
1. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit. Tahap pertama dari audit medik
adalah pemilihan topik yang akan dilakukan audit. Pemilihan topik tersebut bisa
berupa penanggulangan penyakit tertentu di klinik (misalnya: thypus
abdominalis), penggunaan tertentu (misalnya : penggunaan antibiotik), tentang
prosedur atau tindakan tertentu, tentang infeksi nosokomial di klinik, tentang
kematian karena penyakit tertentu, dan lain-lain.  Pemilihan topik ini sangat
penting, dalam memilih topik agar memperhatikan jumlah kasus atau
epidemiology penyakit yang ada di klinik dan adanya keinginan untuk melakukan
perbaikan
2. Penetapan standar dan kriteria. Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan
kriteria atau standar profesi yang jelas, obyektif dan rinci terkait dengan topik
tersebut. Misalnya topik yang dipilih Katarak Senilis Mature  maka perlu
ditetapkan prosedur pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan Katarak Senilis
Mature. Penetapan standar dan  prosedur ini oleh peer-group ( Staf Medik
Fungsional  terkait ) dan atau dengan ikatan profesi setempat. Ada dua level
standar dan kriteria yaitu must do  yang merupakan absolut minimum kriteria
dan should do  yang merupakan tambahan kriteria yang merupakan hasil
penelitian yang berbasis bukti. 
3. Penetapan jumlah kasus/sampai yang akan diaudit. Dalam mengambil sampel
bisa dengan menggunakan metode pengambilan sampel tetapi bisa juga dengan
cara sederhana yaitu menetapkan kasus Katarak Senilis Mature yang akan di audit
dalam kurun waktu tertentu
4. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan. Sub
Komite Mutu Profesi  mempelajari rekam medik untuk mengetahui apakah
apakah kasus-kasus yang dipelajari sudah sesuai dengan kriteria dan standar
prosedur yang berlaku. Data tentang  kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan untuk di analisa. Misalnya dari
200 kasus ada 20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau standar maka 20 kasus
tersebut agar dipisahkan dan dikumpulkan 
5. Melakukan analisa kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria. Sub Komite
Mutu Profesi  menyerahkan ke 20 kasus tersebut pada “peer-group” atau Staf
Medik Fungsional  untuk dinilai lebih lanjut. Kasus-kasus tersebut di analisa dan
didiskusikan apa kemungkinan  penyebannya dan mengapa terjadi ketidak
sesuaian dengan standar. Hasilnya : bisa jadi  terdapat (misalnya) 15 kasus yang
menyimpang terhadap standar adalah “acceptable” karena penyulit atau
komplikasi yang tak diduga  sebelumnya (unforeseen). Kelompok ini disebut
deviasi (yang acceptable). Sisanya yang 5 kasus adalah deviasi
yang unacceptable, dan hal ini dikatakan sebagai “defisiensi”. Untuk  melakukan
analisa kasus tersebut apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau
pakar dari luar, yang biasanya dari klinik pendidikan.  
6. Tindakan korektif. Peer group melakukan tindakan korektif terhadap kelima
kasus yang defisiensi tersebut. Secara kolegial, dan menghindari “blaming
culture”,  membuat  rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara pencegahan dan
penanggulangan, mengadakan program pelatihan, penyusunan dan perbaikan
prosedur yang ada dan lain sebagainya. 
7. Rencana re-audit . Mempelajari lagi topik yang sama di waktu kemudian,
misalnya setelah 6 (enam) bulan kemudian. Tujuan re-audit dilaksanakan adalah
untuk mengetahui apakah sudah ada upaya perbaikan. Hal ini bukan berarti topik
audit adalah sama terus menerus, audit yang dilakukan 6 (enam) bulan kemudian
ini lebih untuk melihat upaya perbaikan. Namun sambil melihat upaya perbaikan
ini, Sub Komite Mutu Profesi  dan peer group dapat memilih topik yang lain
2. Apabila dalam evaluasi pelayanan medik didapatkan adanya masalah, maka perlu
dilakukan analisa penyebab terjadinya masalah dengan menggunakan fish bone diagram.
Setelah masalah dapat diidentifikasi, selanjutnya dilakukan upaya perbaikan dengan
menggunakan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action).

Persyaratan Audit Medik


a. Audit medik harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan bukan untuk menyalahkan atau menghakimi seseorang. 
b. Pelaksanaan audit medik harus obyektif, independen dan memperhatikan aspek
kerahasiaan pasien dan wajib simpan rahasia kedokteran. 
c. Pelaksanaan anlisa hasil audit medik harus dilakukan oleh Staf Medik Fungsional  terkait
yang mempunyai kompetensi, pengetahuan dan keterampilan  sesuai bidang pelayanan
dan atau kasus yang di audit. 
d. Publikasi hasil audit harus tetap memperhatikan spek kerahasiaan pasien dan citra klinik
di masyarakat. 

G.Perencanaan audit yang meliputi 


1.Design Audit 
Design audit sangat penting dan harus sudah disusun sebelum audit dilaksanakan.  Design audit
meliputi :

 Tujuan audit harus jelas. Apa yang ingin diketahui dari audit harus jelas dan ditetapkan
dalam menyusun design audit tersebut. 
 Bagaimana menetapkan standar/kriteria. Penetapan standar/ kriteria sangatlah penting
karena itu harus tercantum dalam design audit. Standar/kriteria dapat dibagi dua yaitu
kriteria wajib dan kriteria tambahan.  
 Bagaimana melakukan pencarian literatur. Pencarian literatur penting dilakukan untuk
menetapkan standar/kriteria dan sebagai acuan dalam melakukan analisa data. 
 Bagaimana menjamin bahwa audit dapat mengukur pelayanan medik. Karena itu
pemilihan topik yang akan di audit harus jelas sehingga keluaran dari audit juga jelas. 
 Bagaimana menetapkan strategi untuk pengumpulan data dan dari mana saja data tersebut
dikumpulkan  
 Bagaimana menetapkan sampel dari pasien yang layak  
 Bagaimana data yang dikumpulkan  di anlisa dan di presentasikan  
 Susun perkiraan waktu audit, waktu mulai  dilakukan audit sampai audit tersebut selesai.

2.Pengumpulan data 
 Untuk melakukan pengumpulan data, pada tahap pertama perlu melakukan uji coba
atau pilot study. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan
mudah untuk dinilai dan mudah dikumpulkan. 
 Dalam melakukan pengumpulan data dapat dengan menggunakan komputer. 
 Kumpulkan data yang dibutuhkan atau diperlukan saja.  
 Menjamin untuk kerahasiaan 

3.Hasil audit (result) 


 Apakah mutu pelayanan yang diukur, hasilnya telah memenuhi standar.
 Perlu ada kesepakatan bagaimana mengubah praktik tenaga medik agar dapat mencapai
mutu pelayanan terbaik

H.Mekanisme Audit Medik :


Mekanisme rapat audit medik ditingkat Komite Medik
atau second party audit
1. Rapat dimulai dengan presentasi dari dari Ketua Komite Medik tentang angka kesakitan,
kematian di klinik latar belakang atau dasar pemilihan topik. Presentasi perlu dibatasi,
hanya beberapa menit dan diikuti dengan diskusi
2. Ketua KSM melakukan Presentasi hasil audit dan didiskusikan secara bebas
3. Sekretaris Komite Medik membuat kesimpulan dalam notulen rapat harus jelas,
sederhana dan lengkap.
4. Ketua Komite Medik membahas audit medik ditutup dengan melakukan review dan
menetapkan rencana presentasi yang akan datang

Tingkat Staf Medik Fungsional  – First Party Audit 


 Pimpinan; Ketua Staf Medik Fungsional  
 Sekretaris; Sekretaris Komite Medik 
 Penyaji; Ketua Sub Komite Mutu Profesi  
 Peserta; Seluruh anggota Staf Medik Fungsional  dan wakil dari penanggung jawab
pelayanan medik  
 Hasil : alternatif pemecahan masalah salinan dikirim ke Komite Medik, rencana audit &
presentasi yang akan datang 

Tingkat Komite Medik – second Party Audit.

 Pimpinan; Ketua Staf Medik Fungsional  


 Peserta; Seluruh anggota Staf Medik Fungsional, minimal  dari  Staf Medik
Fungsional  terkait dan Direktur Pelayanan atau yang mewakili  
 Hasil; alternatif pemecahan masalah, salinan dikirim ke Komite Medik, rencana audit &
presentasi yang akan datang 
Kesimpulan :

Saran :
AUDIT KLINIS DEMAM THYPOID (JANUARI 2022 - JULI 2022)

A. PENDAHULUAN
Salah satu perangkat bagi fasilitas kesehatan dalam hal peningkatan mutu pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan. Salah satu acuan untuk memecahkan masalah pelayanan yang ada.

B. LATAR BELAKANG
1. Demam tifoid termasuk 10 besar penyakit yang ada di unit rawat inap.
2. Ada beberapa rekam medik rawat inap demam tifoid yang tidak diisi lengkap.
3. Laporan rutin unit rekam medik diagnose demam tifoid masuk sepuluh besar rekam medik
tidak lengkap dalam hal pengisian.
4. Adanya kelengkapan SOP demam tifoid

C. TUJUAN
Mengetahui apakah penatalaksanaan pasien dengan demam tifoid sudah sesuai dengan SOP
yang ada.

D. METODE
1. Pengumpulan sampel : Januari - Juli 2022
2. Penentuan sampel : Sampel non statistik
3. Analisis data : data diolah dengan kriteria proses yaitu dibandingkan dengan standar atau
SOP yang sudah ada

SOP DEMAM THYPOID


A. PENGERTIAN
Penyakit sistematik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman salmonella typhi atau salmonella
paratyphi.

B. DIAGNOSIS
1. Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu)atau remiten pada minggu kedua ,demam terutama sore/malam hari,sakit
kepala,nyeri otot,anoreksia,mual muntah,obtipasi atau diare.
2. Pemeriksaan fisik : febris,kesadaran berkabut,bradikari rekative (peningkatan suhu 1 oc tidak di
ikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit),lidah yang berselaput (kotor di tengah,tepi
ujung merah,serta tremor).hepatomegali,splenomegaly,nyeri abdomen,reseolae (jarang pada
orang Indonesia).
3. Laboraorium : dapat ditemukan leukopeni,leukositosis,atau leukosit
normal,aneosinofilia,limfopenia,peningkatan LED,anemia ringan ,trombositopenia,gangguan
fungsi hati,kultur darah(biakan empedu)positif atau peningkatan titer uji widal> 4 kali lipat
setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negative tidak menyingkirkan
diagnosis uji widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 Atau H 1/640 disertai gambaran klinis
khas menyokong diagnosis.
4. Hepatitis tifosa
5. Bias memenuhi 3 atau lebih criteria khosia (1990),hepatomegaly,ikterik,kelainan laboratorium
(antara lain: bilirubin >30,6 umol/1,peningkatan SGOT/SGPT,penurunan indeks PT),kelainan
histopatologi
6. Thypoid karier
7. Ditemukannya kuman salmonella typhi dalam biakan feses atau urine pada seseorang tanpa
tanda klinis infeksi pada sesorang setelah 1 tahun pasca demam thypoid.

C. DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus,Malaria

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pembuluh darah perifer lengkap,tes fungsi hati,serologi,kultur darah (biakan empedu)

E. TERAPI
1. Non farmakologis,tirah baring,makanan lunak,rendah serat
2. Farmakologi : simptomatis dan antimikroba
3. Antimikroba pilihan utama : klorafenikol 4x500mg sampai dengan 7 hari bebas panas
4. Antimikroba alternatif lain :
a. Tiamphenicol 4x500mg komplikasi hematologi lebh rendah dibandingkan klorampenicol
b. Kontrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu
c. Ampicillin dan amoxicillin 50-150mgkgBB selama 2 minggu
d. Cephalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah ceftriakson 3-4 gram dalm
dekstrose 100cc selama setegah jam per infus sekai sehari selama 3-5 hari
e. Dapat pula diberikan cefotaxim 2-3x 1 gram,cefoperazon 2x 1 gram.
f. Fluorokuinolon demam biasanya lisis pada hari ke III atau menjelang hari ke IV
g. Norfloksasin 2x400mg per hari selama 14 hari
h. Ciprofloksasi 2x500mg per hari selama 6 hari
i. Ofloksasin 2x40mg per hari selama 7 hari
j. Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
k. Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari
5. Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan
neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal) langsung
diberikan kombinasi kloramfenikol 4x500mg dengan ampicillin 4x1gr dan dexametazone 3x5mg,
6. Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toxic tifoid,peritonitis atau perforasi,renjatan
septic
7. Steroid hanya diindikasikan pada toxic tifoid atau demam tifoid yang mengalami renjatan septk
dengan dosis 3x5mg.
F. KASUS THYPOID KARIER
1. Tampa kolelitiasis pilihan regimen terapi selama 3 bulan
2. Ampicillin 100mg/kkBB/hri+probenesid 3omg/kkBB/hari
3. Amoxicillin 100mg/kkBB/hari+ probenesid 30mg/kkBB/hari
4. Kontrimoksasol 2x2 tablet per hari.
5. Dengan kolelitiasis kolesistektomi +regimen tersebut di atas selama 28 hari atau
kolesistektomi + salah satu regimen berikut :
6. Ciprofloksasin 2x750mg/hari
7. Norfloksasin 2x400mg/hari
8. Dengan infeksi shistozoma haematobium pada traktus urinarius eradikasi schistozoma
haematobium
9. Praziquantel 40mg/kkBB Dosis tunggal atau
10. Metrifonat 7,5-10mg/kgBBbila perlu diberikan 3 dosis,interval 2 minggu
11. Setelah eradikasi berhasil diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti diatas

G. HASIL
Analisis Data :
1. Sebagian besar dari rekam medik tidak terisi sepenuhnya,banyak yang kosong
2. Proses penegakan diagnosis dalam hal anamnesa belum memenuhi syarat diagnosis demam
thypoid,atau belum sesuai dengan SOP yang ada
3. Penegakan diagnosis demam thypoid masih dominan berdasar pada hasil laboratorium
widal
4. Kolom pemeriksaan fisik sering kali kosong dan hanya ‘’dbn/dalam batas normal”

H. SARAN/REKOMENDASI
1. Perlunya kesepakatan bersama tentang pentingnya kelengkapan penulisan rekam medik
2. Mengingatkan dokter atau mengembalikan lagi rekam medik apabila ada rekam medik yang
penulisannya belum lengkap
3. Perlunya kesepakatan bersama tentang pentingnya penerapan SOP yang sudah disepakati
bersama

PENANGGUNG JAWAB AUDIT MEDIS

( )

Anda mungkin juga menyukai