Anda di halaman 1dari 4

CINA MUSLIM DI INDONESIA

Secara garis besar, sejarah Tionghoa Muslim di Indonesia dapat dikelompokkan dalam lima
periode. Dalam setiap periode menunjukkan transformasi kaum Tionghoa Muslim. Sejarah
Tionghoa Muslim di Indonesia bisa ditarik dari periode budaya hibrida Tionghoa-Jawa
Muslim pada abad ke-15 dan 16 hingga kemerosotannya selama periode kolonial Belanda.
Kemudian periode pengorganisasian perkumpulan-perkumpulan Tionghoa Muslim selama
periode awal kemerdekaan hingga penghapusan segala sesuatu yang berbau Tionghoa di
bawah rezim Orde Baru. Serta yang paling belakangan adalah kemunculan ekspresi budaya
Tionghoa Muslim di Indonesia pasca 1999.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Tionghoa Muslim dan keterlibatan


mereka dalam penyebaran Islam di Jawa sudah ada sejak awal abad ke-15. Sejarawan
Lombard dan Salmon (2001) mengungkapkan interaksi antara orang-orang Tionghoa dan
budaya lokal pada saat itu digambarkan dalam gaya arsitektur masjid. Dengan menyebutnya
sebagai “subkultural Muslim Peranakan”, mereka melihat interaksi tersebut sebagai bentuk
“persekutuan suci” kosmopolitan, yang mengombinasikan antara peran-peran positif teologi
Islam dan teknik-teknik Tionghoa.

A. Sebelum masa kolonial

Sejarah Cina di Indonesia adalah sejarah yang penuh dengan kegemilangan, kegagalan,
pengkhianatan, kepahlawanan, pembantaian, perseteruan, dan persahabatan. Ada sebagian
dari mereka yang bersekongkol dengan penjajah, ada yang berkongkalikong dengan raja-raja
untuk memeras rakyat, ada yang mengalami pembantaian oleh Belanda, ada yang menjadi
pemburu rente, tapi tak sedikit yang menjadi bagian dari kisah epik tentang kepahlawanan di
negeri ini.

ehadiran orang-orang Cina juga ikut mewarnai perkembangan Islam di Nusantara. Ketika
Wali Songo aktif menyebarkan agama Islam di tanah Jawa ini, beberapa keturunan Cina ikut
berperan. Tak sedikit pula yang meyakini bahwa beberapa anggota Wali Songo adalah
keturunan Cina. Kunjungan Laksamana Chengho pada masa itu, mewariskan masjid yang
sampai sekarang masih terawat baik di Semarang, Surabaya, dll.
Adapun juga Beberapa peneliti juga mengatakan sebelum masa kolonial Belanda, sudah
terdapat etnis Tionghoa di Jawa, dan mereka adalah Muslim. Mereka adalah Cheng Ho dan
pengikutnya. Mereka disebut-sebut memegang peran penting dalam penyebaran Islam di
Jawa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan dari sumber-sumber sejarah lokal
seperti Babad Tanah Jawa dan Serat Kanda, Tionghoa Muslim memiliki andil penting dalam
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Beberapa wali di Jawa, Walisongo juga memiliki
asal-usul Tionghoa, kendati hal tersebut masih menjadi perdebatan sampai sekarang.

B. Masa Kolonial

Ketika rezim kolonial Belanda berkuasa, kebijakan-kebijakannya semakin memecah belah.


Rezim menciptakan batas-batas yang lebih tegas antara orang Tionghoa dan penduduk asli.
Dampaknya, semakin kecil jumlah orang Tionghoa yang memeluk Islam. Kebijakan tersebut
misalnya adanya pembagian warga dalam tiga kategori rasial, masing-masing memiliki hak
hukum dan hak istimewa yang berbeda-beda. Orang-orang Eropa berada di posisi teratas,
orang-orang Timur Asing (terutama Tionghoa, Arab, dan India) berada di tengah-tengah, serta
orang pribumi berada di strata terbawah.

Status ini kemudian menimbulkan penilaian di kalangan Tionghoa, bahwa status mereka lebih
tinggi dari orang pribumi. Karena Islam rata-rata dipeluk oleh penduduk asli Indonesia,
banyak orang Tionghoa beranggapan jika mereka memeluk Islam, sama saja dengan
merendahkan derajat mereka. Kendati demikian, masih ada beberapa orang Tionghoa yang
memeluk Islam yang sebagian besar karena alasan keamanan dan ekonomi.

C. Masa Orde Baru

Soeharto secara sistematis melarang semua bentuk ekspresi identitas etnis, budaya, dan
keagamaan Tionghoa. Pada waktu bersamaan dia meminggirkan etnis Tionghoa dalam arena-
arena sosial, pendidikan, dan politik. PITI mengubah namanya menjadi Pembina Iman Tauhid
Islam. Tidak hanya harus mengubah namanya, Soeharto juga memasukkan orang-orang
militer di jajaran petinggi PITI.
D. Masa sekarang

Bisa dikatakan, masa Orde Baru merupakan periode gelap dalam sejarah PITI. Angin
segar bagi PITI baru berembus pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Pada pertengahan Mei
2000, di bawah pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang terkenal sangat plural,
PITI diperbolehkan menggunakan kata Tionghoa lagi sebagai namanya. Sejak saat itu,
orang-orang Tionghoa Muslim bisa lebih leluasa dalam menjalankan ibadah maupun
budaya mereka. Mereka juga menghidupkan kembali sejarah dan merawat ikatan mereka
dengan umat Muslim di Tiongkok.

Setelah melewati banyak fase ,masyarakat Cina Muslim di Indonesia telah bebas atau
mempunyai untuk menjalankan keyakinan tanpa diskriminasi dari kelompok kelompok
lain. Pada tahun 2019 menurut Ketua PITI saat ini, Anton Medan atau Tan Hok Liang,
jumlah umat Muslim Tionghoa di Indonesia berjumlah 1,1 juta orang meningkatnya
angka ini juga banyak nya kegiatan kegiatan seperti:

 pengajian – pengajian dari masyarakat cina muslim di Indonesia


 kegiatan-kegiatan social yang mengatasnamakan masyarakat Islam Tionghoa
 Lembaga -lembaga social
 dll
Daftar Pustaka

https://bentangpustaka.com/sejarah-tionghoa-muslim-di-indonesia/

https://www.nu.or.id/pustaka/sejarah-cina-muslim-di-indonesia-siYfQ

https://kumparan.com/kumparannews/menelusuri-jejak-muslim-tionghoa-di-indonesia-
1rDpycCuNzS#:~:text=Menurut%20Ketua%20PITI%20saat%20ini,berjumlah
%201%2C1%20juta%20orang.

Anda mungkin juga menyukai