Anda di halaman 1dari 7

Kecemasan dan Psikosomotik

Permusuhan Dasar dan Kecemasan

Horney ( Feist, Feist & Roberts, 2017 )meyakini bahwa setiap manusia melalui
hidupnya dengan kemungkinan berkembang secara sehat. Akan tetapi, sama halnya
dengan organism hidup lainnya, manusia membutuhkan kondisi-kondisi yang mendukung
untuk berkembang. Kondisi-kondisi ini harus mencakup lingkungan yang hangat dan
saling mengasihi, tetapi bukan, lingkungan yang terlalu permisif. Anak-anak perlu
merasakan cinta yang tulus dan kendisiplinan yang baik. Kondisi-kondisi seperti ini akan
memberika rasa aman dan terpenuhi kepada mereka dan memungkinkan mereka tumbuh
sesuai dengan diri mereka yang sebenarnya.

Menurut Horney semua orang mengalami creature anxiety, perasaan kecemasan


yang normal muncul pada masa bayi, ketika bayi yang lahir dalam keadaan tak berdaya
dan rentan itu dihadapkan dengan kekuatan alam yang keras dan tidak bisa dikontrol.
Bimbingan yang penuh kasih sayang dan cinta pada awal kehidupan membantu bayi
belaiar menangani situasi bahava itu. Sebaliknya, tanpa bimbingan yang memadai bayi
akan mengembanakan basic anxiety basic hostility, dan terkadana neurotic distress

Kecemasan Dasar dan Permusthan Dasar (Basic Anxiety dan Basic Hostilit)( Feist
& Feist, 2016) Kecemasan dasar berasal dari takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari
perasaan tak berternan dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Kecemasan dasar
selalu dibarengi oleh Permusuhan dasar, berasal darii perasaan marah, suatu predisposisi
untuk mengantisipasi bahaya darii orang lain dan untuk mencurigai orang lain itu.
Bersama-sama, kecemasan

Sayangnya, sejumlah pengaruh buruk dapat mengganggu kondisi-kondisi yang


mendukung tersebut. Salah satu pengaruh buruk utama adalah ketidakmampuan atau
keengganan orang tua untuk mencintai anak mereka. Karena kebutuhan neurotic mereka
sendiri, orang tua seringkali mendominasi, mengabaikan, terlalu melindungi, menolak,
atau terlalu memanjakan. Apabila orang tua tidap dapat memenuhi kebutuhan seorang
anak akan keamanan dan kepuasan, sang anak akan menumbuhkan perasaan permusuhan
dasar(basic hostility) terhadap orang tuanya. Akan tetapi, anak jarang memunjukan secara
terang-terangan rasa permusuhan ini sebagai kemarahan, melainkan mereka menekan rasa
permusuhannya terhadap orang tuanya dan tidak menyadari akan keberadaan rasa
permusuhan tersebut. Rasa permusushan yang ditekan akan mengarah pada perasaan yang
tidak aman yang kuat dan kecemasan yang samar. Kondisi ini disebut sebagai kecemasan
dasar( basic anxiety). Sebagai “perasaan terisolasi dan tidak berdaya didunia yang
dianggap tidak ramah”. Sebelumnya ia memberikan gambaran yang lebih jelas dengan
menyebutkan kecemasan dasar sebagai “perasaan kecil, tidak berarti, tidak berdaya,
terancam bahaya, didunia yang siap untuk menyiksa, menipu, menyerang,
mempermalukan, menghiananti dan iri”.

Horney ( Feist, Feist & Robert, 2017) meyakini bahwa permusuhan dasar
kecemasa dasar “ terkait satu sama lain”. Dorongan-dorongan permusuhan adalah sumber
utama timbulnya kecemasa dasar. Akan tetapi, kecemasan dasar dapat pula berperan
menciptakan perasaan permusuhan dan mengarah pada munculnya kecemasan yang
berlebihan. Akan tetapi, kecemasan dan ketakutan dapat pula mengarah pada munculnya
rasa permusuhan yang berat. Reaksi permusuhan ini pada akhirnya dapat memyebabkan
kecemasan tambahan, yang demikian, melengkapi lingkaran interaksi antara permusuhan
dan kecemasan. Horney menyatakan bahwa “tidak menjadi masalah apakah kecemasan
atau permusuhan merupakan faktor utama”. Hal yang paling penting adalah pengaruh
timbal balik antar keduanya dapat memperkuat neurosis walaupun siipenderita tidak
mengalami konflik tambahan di luarnya.

Walaupun ia kemudian mengubah tulisannya mengenai cara-cara mempertahankan


diri dari kecemasan dasar, Horney( Feist & Feist, 2016 ) pada awalnya mengidentifikasi 4
cara yang dilakukan orang untuk menjaga diri mereka dari perasaan sendirian di dunia
yang tidak ramah. Cara pertama dalah kasih sayang, langkah yang tidak selalu mengarah
pada cinta tulus. Beberapa orang mungkin berupaya memperoleh cinta dengan cara
menuruti orang lain, seperti barang-barang, atau hasrat sesksual.

Cara kedua adalah kepatuhan, orang-orang neurotic yang patuh kepada orang lain
seringkali melakukannya untuk bisa mendapatkan kasih sayang. Cara ketiga adalah
dengan memperoleh kekuasaan, prestise, atau kepemilikan.kekuasaan adalah pertahanan
diri terhadap permusuhan dari orang lain atau dalam dalam wujud kecenderungan
dominasi atas orang lain. Pretise perlindungan terhadap malu dengan cara
mempermalukan orang lain. Kepemilikan beertindak sebagai pelindung terhadap
kemisikinan dan cenderung tidak suka berbagi dengan orang lain.

Cara pertahanan diri keempat adalah menarik diri, dengan cara menumbuhkan
kemandirian dari orang lain atau memisahkan diri secara emosional dengan orang lain.
Cara pertahan diri tidak langsung mengindikasikan neurosis, dan Horney meyakini bahwa
semua orang mengunakan cara-cara tersebut sampai batas tertentu.

Kelly (1955, dalam Feist, Feist & Roberts, 2017)

Rasa Cemas (Anxiety)

Kekhawatiran adalah kesadaran bahwa peristiwa-peristiwa yang menimpa seseorang


terletak di luar jangkauan kenyamanan sistem peruntukannya.

Manusia mungkin merasa cemas saat mereka mengalami kejadian yang baru.
Kecemasan patologis hadir saat konstruk seseorang yang tidak sepadan tidak lagi dapat
ditoleransi dan sistem konstruksi orang tersebut mulai runtuh (Feist, Feist & Roberts,
2017).

CARL ROGERS

Kecemasan dan Ancaman


Kerentanan terjadi saat saat kita tidak memiliki kesadaran tentang ingkongruensi
dalam diri kita, sedangkan kecemasan dan ancaman dirasakan saat kita mulai
mendapatkan kesadaran atas ingkonruensi tersebut. Rogers (1959) mendefenisikan
kecemasan sebagai kondisi yang tidak menyenangkan atau tekanan dari sumber yang
tidak diketahui. Ancaman yaitu kesadaran bahwa diri kita tidak lagi utuh atau kongruen.
Kecemasan dan ancaman dapat mempresentasikan langkah menuju kesehatan psikologis
karena memberikan tanda bahwa pengalaman organismik kita tidak konsisten dengan
konsep diri kita (Feist & Feist, 2016).
PSIKOSOMATIK
Gangguan psikosomatik
Secara etimologi, psikosomatik berasal dari kata psyche dan soma. Dalam
bahasa Yunani, psyche berarti jiwa dan soma (somafos) berarti badan atau tubuh.
Karena itu, psikosomatik merupakan bentuk bermacam-macam penyakit jasmani atau
fisik, yang ditimbulkan oleh kombinasi dari faktor organis dan psikologi atau
merupakan kegagalan sistem saraf dan sistem fisik akibat adanya berbagai kecemasan,
konflik psikis, dan gangguan mental. Arti psikosomatik dalam istilah kedokteran adalah
adanya hubungan antara jiwa dan raga serta menunjukkan suatu penyakit yang
berhubungan dengan gangguan emosi. Dalam kamus psikologi, psikosomatik adalah
menyinggung proses-proses yang sifatnya somatis maupun psikis atau menyinggung
relasi jiwa dan raga (Pinel, 2009).

Dalam sejarah perkembangannya, istilah psikosomatik memiliki dimensi


pengertian yang sangat luas, sejalan dengan konsep jiwa dan badan yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dan yang lain dan dihubungkan dengan faktor-faktor biologis,
psikologis, sosial, dan perilaku manusia sehat maupun dalam keaadaan sakit. Kurang
lebih 400 tahun SM, ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peranan
faktor psikis pada penyakit. Paracelus, seorang ahli kimia, mengatakan bahwa kekuatan
batin mempunyai pengaruh terhadap kesehatan seseorang.

W.F Marimis menjelaskan bahwa penderita gangguan psikosomatik sering kali


mengeluh dengan badannya. Umpamanya, jantungnya sering berdebar-debar, perutnya
sering sakit, dan sebagainya. Adapun gejala-gejala psikologis bila diperiksa sepintas
tidak dapat ditemukan. Pada umumnya, penderita dengan gangguan ini dapat dibagi
menjadi tiga golongan. Pertama, individu yang mengeluh tentang badannya tetapi tidak terdapat
penyakit badaniyah yang menyebabkan keluhan-keluhan ini dan tidak ditemukan kelainan organik.
Kedua, individu dengan kelainan organik primer disebabkan oleh faktor psikologis. Ketiga, individu
yang terdapat kelainan organik dan terdapat juga gejala-gejala lain yang timbul bukan disebabkan oleh
penyakit organik itu (lebih disebabkan karena faktor psikologis). Faktor psikologis ini mungkin
disebabkan oleh penyakit organik tadi, misalnya saja kecemasan (ICD10data.com, n.d.; Pinel, 2009;
Yenawati, 2010).

Pemicu psikosomatis
Secara umum, stress menjadi penyebab gangguan psikosomatik. Stresor sebagai faktor yang
menimbulkan gangguan psikosomatik yang dibagi menjadi beberapa tiga jenis. Stresor fisik yang
meliputi panas, dingin, suara bising, dan sebagainya. Stresor sosial yang meliputi keadaan sosial,
ekonomi, politik, pekerjaan, karir, masalah keluarga, hubungan interpersonal, dan lain-lain. Stressor
psikis misalnya frustasi, rendah diri, perasaan berdosa, merasa memiliki masa depan yang tidak jelas,
dan sebagainya (Martina & Supandi, 2017; Ubaidillah, 2014).

Salah satu stresor gangguan psikosomatik adalah perasaan berdosa, karena rasa berdosa dapat
merusak ketentraman batin dan kesehatan jiwa seseorang (Yenawati, 2010) . Rasa berdosa merupakan
suatu perasaan yang timbul dari diri seseorang yang melanggar aturan moral dan agama yang disertai
pula dengan kesadaran, penyesalan, rasa rendah diri, dan rasa tidak dihargai karena telah berbuat dosa
sehingga mengalami gangguan perasaan dan konflik jiwa. Apabila konflik ini berlarut-larut ada dalam
dirinya, hal itu akan memengaruhi keadaan fisiknya.

Sejak dahulu kala, faktor-faktor psikologis telah dianggap penting dalam memahami penyakit.
Hubungan antara pikiran dan jasmani sangat menarik hati orang-orang selama ber- abad-abad dan terus
menerus menjadi suatu topik perhatian besar bagi peneliti dan petugas klinik. Perdebatan-perdebatan
tentang suatu di- kotomi pikiran-jasmani menyebabkan suatu perbedaan diantara gangguan-gangguan
yang disebabkan oleh faktor-faktor “fisik” dan gang- guan-gangguan oleh faktor-faktor “emosional”
atau “psikologis”. Pendekatan konseptual ter- hadap penyakit ini meningkat pada awal tahun 1900
sampai bidang umumnya merujuknya sebagai psikosomatik. Kini, istilahya menjadi psikofisiologis
diterapkan untuk gangguan- gangguan yang secara tradisional telah disebut penyakit-penyakit
psikosomatik atau psikofi- siologis telah ditentukan sebagai gangguan dimana:
Ada satu interaksi yang signifikan dian- tara komponen-komponen somatik dan psikologis,
dengan tingkat beratnya bervariasi pada tiap komponen. Gangguan- gangguan psikofisiologis
mungkin dise- babkan dan dilestarikan oleh stimulasi psikologis atau sosial yang sifatnya pe- nuh
tekanan. Gangguan-gangguan de- mikian biasanya melibatkan sistem-sis- tem organ yang
diinervasi oleh porsi ot- onomis atau kebetulan dari sistem sya- raf pusat dan perubahan
struktural yang terjadi terus-menerus sampai pada su- atu titik yang tidak mungkin dapat di-
tolerir dan mungkin dalam beberapa ka- sus mengancam kehidupan. (Group for Advancement of
psychiatry, 1966 )

Dalam revisi yang paling baru manual (buku pegangan) diagnostik dan statistik gang-
guan-gangguan mental (DSM-III), (APA, 1980), kategori diagnostik gangguan-gangguan
psikofisiologis lama-lama tidak termasuk lagi. Sebagai gantinya, DSM III mempunyai bebe-
rapa kategori yang termasuk gangguan-gang- guan yang sebelumnya dirujuk sebagai psiko-
fisiologis. Kategori-kategori baru itu sebagai berikut:
a. Faktor-faktor psikologis yang mempenga- ruhi kondisi fisik, termasuk gangguan- gangguan
yang diduga sebagai akibat dari faktor psikologis yang mengganggu suatu kondisi fisik.
b. Gangguan-gangguan bentuk somatik yang ditentukan sebagai simptom-simptom fisik dengan
tanpa penemuan-penemuan organik yang dapat didemonstrasikan atau mekanis- me-
mekanisme fisiologis yang dikenal dan untuknya ada bukti positif atau suatu du- gaan yang
kuat bahwa simptom-simptom itu berkaitan dengan faktor-faktor psiko- logis atau konflik-
konflik. (APA, 1980, p.i hal 241).
Feist, J., Feist, G, J.,& Robert,T,A. (2017).Teori Kepribadian, Edisi Delapan. Jakarta Selatan:
Salemba Humanika.

Feist, J., & Feist, G,J. 2016. Teori Kepribadian Theories of Personality. Jakarta: Salemba
Humanika.

Pinel, J. P. J. (2009). Biopsikologi edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Martina, K. N. D., & Supandi, S. (2017). Konseling Islam Dengan Teknik Scaling Question
Untuk Mengurangi Kecemasan Pasian. al-Balagh : Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 2(2).
https://doi.org/10.22515/balagh.v2i2.1022

Ubaidillah. (2014). Makna Taubat Dalam Proses Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner
perspektif psikoterapis melalui media surat Al fatihah. KONSELING RELIGI, 5(2).

SriYenawati.(2010). Gangguan Psikosomatik dan Psikologis (Anorexia Anervosa, Enuresis,


Ashma). : Sympathic. Jurnal Ilmia Psikologi. 2010, Vol. III, No.1: 87 – 106.
https://www.researchgate.net/publication/323608240_GANGGUAN_PSIKOSOMATIK_DAN_
PSIKOFISIOLOGIS_ANOREXIA_NERVOSA_ENURESIS_ASHMA.
DOI:10.15575/psy.v3i1.2179

Anda mungkin juga menyukai