Anda di halaman 1dari 34

Peran Guru Pendidikan Jasmani Dalam Membentuk Karakter Peserta

Didik Di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan

Disusun oleh

Rega Alfi Rahmad

6213311033

METODE PENELITIAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berbagai macam permasalahan seputar karakter siswa di lingkungan sekolah telah

menjadi hal yang memprihatinan bagi kita bersama. Krisis karakter ditandai dengan berbagai

permasalahan-permasalahan yang timbul karena rendahnya nilai karakter adalah siswa tidak lagi

segan atau tidak lagi menghormati gurunya. Siswa menjadi pribadi yang temperamen atau

mudah marah, siswa suka berkelahi dengan sesama teman, tidak segan untuk mengambil yang

bukan haknya atau mencuri, tidak mempunyai rasa kepedulian terhadap lingkungannya.

Mengenai persoalan tersebut, maka implementasi pendidikan karakter menjadi suatu hal

yang wajib diterapkan. Pendidikan karakter bukanlah suatu topik yang baru dalam pendidikan,

pada kenyataannya pendidikan karakter ternyata sudah seumur dengan pendidikan itu sendiri.

Pada dasarnya pendidikan karakter di sekolah harus diterapkan sejak tingkat sekolah dasar.

Menurut Marhayani (2018) dikutip dari Dewi (2021) Salah satu usaha baik yang

diselenggarakan sekolah adalah dengan adanya pendidikan karakter, hal tersebut bertujuan untuk

meningkatkan para calon generasi bangsa yang berbudi pekerti, peduli serta bertanggung jawab.

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia mulai dari

lahir hingga mati. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dalam pasal 1 disebutkan bahwa “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara".

Pembentukan karakter seorang siswa juga merupakan bagian dari pendidikan ,pendidikan

tidak hanya proses pemberian ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru namun juga membentuk

kepribadian yang baik. Pendidikan karakter, moral dan budaya sebenarnya sudah dirintis oleh Ki
Hadjar Dewantara dengan tri pusat pendidikan yang dimulai dari lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Oleh sebab itu pendidikan tidak hanya tanggung

jawab lingkungan keluarga saja, tetapi lingkungan sekolah juga tidak kalah penting perannya

dengan lingkungan keluarga dalam membentuk karakter seorang siswa.

Sebelum melakukan penelitian dengan judul “Peran Guru Pendidikan Jasmani Dalam

Membentuk Karakter Peserta Didik Di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan” Peneliti telah

melakukan observasi terlebih dahulu dengan tujuan mendapatkan informasi awal mengenai

masalah yang ingin peneliti angkat pada penelitian ini. Peneliti melakukan observasi dengan

metode pengambilan data melalui wawancara, peneliti melakukan wawancara tatap muka dengan

Korwil Disdik Kecamatan Aek Kuasan. Observasi dilakukan dengan metode wawancara yang

tujuan mencari permasalahan seputar karakter siswa di Kecamatan Aek Kuasan, oleh sebab itu

pertanyaan wawancara yang peneliti lakukan tidak lari dari persoalan masalah karakter.

Berdasarkan observasi yang sudah peneliti lakukan, peneliti mendapatkan hasil observasi

yang telah disimpulkan bahwasannya permasalahan karakter yang paling sering didapati adalah:

1. Masalah kedisiplinan, banyaknya siswa yang datang terlambat pada saat masuk sekolah dan

masuk kelas setelah jam istirahat berakhir.

2. Masalah kejujuran, banyaknya siswa yang masih memiliki sifat tidak jujur seperti

banyaknya alasan siswa tidak mengerjakan PR, banyak siswa yang beralasan sakit karena

tidak ingin mengikuti upacara bendera di hari senin.

3. Masalah berpakaian, banyaknya siswa yang tidak menggunakan pakaian sesuai ketentuan

sekolah seperti tidak disiplin dalam berpakaian, masih banyak siswa yang memiliki rambut

terlalu panjang untuk anak laki – laki dan banyak siswa yang memakai sepatu tidak sesuai

dengan peraturan sekolah.

4. Masalah tatakrama berbicara, masih banyak siswa yang kurang sopan dalam berbicara

dengan orang yang lebih tua terutama guru di lingkungan sekolah, masih ada beberapa siswa

yang bercerita di dalam kelas pada saat guru menjelaskan.


Pihak sekolah sejatinya telah melakukan banyak upaya agar berkurangnya sampai dengan

hilangnya masalah karakter yang terjadi di sekolah tersebut seperti:

1. Memberi hukuman kepada siswa yang datang terlambat seperti mengutip sampah yang ada

di dalam lingkungan sekolah.

2. Mengadakan razia berpakaian dan berpenampilan di sekolah setidaknya minimal 1 kali

dalam 1 minggu. Kemudian memberi hukuman yang bermacam -macam sesuai dengan

pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh siswa tersebut.

3. Sekolah mendukung penuh kegiatan organisasi yang ada di sekolah dengan cara

memfasilitasi tempat dan peralatan latihan organisasi tersebut. Hal ini dilakukan sekolah

dengan harapan siswa mengikuti organisasi dengan baik dan senang agar proses perubahan

menjadi lebih baik pada siswa dapat berjalan sesuai harapan sekolah.

4. Mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Pesantren Kilat, Maulid Nabi

Muhammad SAW, dan Kultum di setiap hari jumatnya.

Peran guru tidak terlapas dari proses pembelajaran di sekolah, guru memiliki peran lebih

sebagai seorang pendidik atau pengajar. Maka dari itu guru harus memiliki akhlak dan karakter

yang baik karena siswa lebih sering mencontoh perilaku guru. Seperti kata pepatah “ Guru:

digugu dan ditiru” maka dari itu jika guru berprilaku positif siswa juga akan berprilaku positif

begitu juga sebaliknya.

Dalam undang - undang nomor 14 tahun 2015 tentang guru dan dosen pasal 1 disebutkan

bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Oleh karena itu, peran guru sangatlah

besar karena guru merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab atas pondasi yang dibuat

dalam pembentukan karakter peserta didik.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Peran Guru Pendidikan Jasmani Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Di SD/Sederajat
Se-Kecamatan Aek Kuasan”.

1.2 Fokus dan Subfokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah disampaikan di atas dengan didasari

oleh observasi mengenai penelitian terlebih dahulu maka fokus penelitian ini adalah “Peran Guru

Pendidikan Jasmani Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Di SD/Sederajat Se-Kecamatan

Aek Kuasan” yang dirumuskan dalam subfokus penelitian adalah sebagai berikut :

1. Strategi guru penjas di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan dalam membangun karakter

peserta didik.

2. Upaya guru penjas di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan dalam menghadapi

problematika karakter peserta didik.

1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini antara lain :

1. Mengapa guru penjas perlu membentuk karakter siswa di SD/Sederajat Se-Kecamatan

Aek Kuasan?

2. Bagaimanakah strategi membentuk karakter peserta didik di SD/Sederajat Se-Kecamatan

Aek Kuasan?

3. Bagaimanakah cara mengatasi masalah karakter peserta didik di Kecamatan Aek Kuasan?

1.4 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini antara lain, yaitu :

1. Mengetahui pentingnya guru penjas dalam membentuk karakter siswa di SD/Sederajat

Se-Kecamatan Aek Kuasan.

2. Mengetahui strategi guru penjas di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan dalam

membentuk karakter Peserta didik di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan.

3. Mengetahui solusi yang diberikan guru terkait masalah karakter yang dimiliki peserta

didik di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan.


1.5 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat di manfaatkan sebagai berikut :

1. Bagi guru, sebagai masukan strategi lebih baik dalam membangun karakter peserta didik,

mengetahui bersama tingkat urgensi guru penjas dalam membangun karakter peserta

didik di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan.

2. Bagi sekolah, sebagai bahan acuan untuk guru – guru lain dalam memperbaiki strategi

membangun karakter peserta didik di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan.

3. Bagi siswa, sebagai pengalaman belajar yang mampu memotivasi menjadi pelajaran

dalam hidup
4. Bagi peneliti, sebagai masukan untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang mampu

meningkatkan kualitas karakter peserta didik.

5. Bagi prodi pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi sebagai bahan acuan, perbandingan

ataupun referensi bagi para peneliti yang melakukan penelitian pengembangan

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Konseptual

a. Hakikat Peran

Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto dalam Lantaeda, S. B ,ddk (2017:2) dikutip dari

(Sampetondok, 2021) yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan, maka ia menjalankan suatu peranan.Dalam

sebuah organisasi setiap orang memiliki bermacam karakter dalam menjalankan tugas, kewajiban

atau tanggung jawab yang telah diberikan oleh setiap organisasi atau lembaga.

Sedangkan menurut Fauzi, F. Y., Arianto, I., & Solihatin, E. (2013:3) dikutip dari (Sampetondok,

2021)Berpendapat Bahwa pengertian peran adalah sebuah kegiatan yang dilakukan karena adanya

sebuah keharusan maupun tuntutan dalam sebuah profesi atau berkaitan dengan keadaan dan

kenyataan. Jadi peran merupakan perilaku seseorang yang di harapkan oleh orang lain dalam

kedudukan di suatu sistem, peran dapat dipengaruhi oleh kedudukan kan keadaan sosial seseorang

baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat stabil.

Peran menurut Merton dalam Ase Satria (2016) dikutip dari (Setyaningsih, 2017) didefinisikan

sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu.

Menurut Levinson dalam Ase Satria (2016) dikutip dari (Setyaningsih, 2017) peranan mencakup 3

hal yaitu :

a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang

dalam masyarakat.

b) Peranan merupakan suatuu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam

masayarakt sebagai organisasi.


c) Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial

masyarakat.

b. Hakikat Guru

Kosa kata ‘guru’ berasal dari kosa kata yang sama dalam Bahasa India yang artinya “orang

yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara”. Dalam tradisi agama Hindu, guru dikenal

sebagai ‘maha resi guru’ yakni para pengajar yang bertugas untuk menggembleng para calon biksu

di bhinaya panti (tempat pendidikan bagi para biksu).

Pengertian guru dalam bahasa Jawa adalah menunjuk pada seorang yang harus digugu

dan ditiru oleh semua muriddan bahkan masyarakatnya.Harus digugu artinya segala sesuatu yang

disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua

murid.Sedangkan ditiru , artinya seorang guru harus menjadi suri teladan (panutan) bagi semua

muridnya. Guru dapat diartikan sebagai orang yang bertugas terkait dengan upaya mencerdaskan

kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisikal, finansial,

maupun aspek lainnya.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat 3 , Tenaga pengajar

merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.

Dalam Undang-undang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Menurut Imam Syafi'ie dalam Muhson Ali (200:94) (Sampetondok, 2021)Pengertian guru

secara etimologi adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)


mengajar. Menurut Hamzah B.Uno (2008: 15) Dikutip dari (Lubis, 2019) Guru adalah orang

dewasa yangsecara sadar bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbingpeserta

didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuanmerancang program

pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agarsebagai dapat mencapai tingkat

kedewasaan sebagai tujuan akhir dari prosespendidikan.Jika dilihat dari pengertian yang sudah di

sampaikan tersebut maka dapat diketahui bahwa guru merupakan tenaga pendidik yang memiliki

tanggung jawab sebagai pengajar dan contoh bagi peserta didik.Menurut Burton (dalam Tabrani,

1989, p. 30) dikutip dari (Buchari, 2018) bahwa mengajar adalah upaya dalam memberikan

perangsang (stimulus), bimbingan, pengajaran dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses

belajar-mengajar.Dengan demikian seorang guru harus mampu membawa atau merangsang

perilaku siswa untuk aktif belajar, dan juga sekaligus guru harus mampu memberi arah dan

membantu kearah tertentu dalam mencapai tujuan pengejaran.Berkaitan kutipan di atas, Menurut

Darmadihardjo (1983, p. 4) Dikutip dari (Buchari, 2018)menyatakan bahwa guru bukan sekadar

corong penyebar pengetahuan kepada siswa, melainkan sebagai penggerak siswa untuk dapat dan

mampu mendidik dirinya sendiri.

Menurut Sanusi (1991) dikutip dari (Buchari, 2018)secara konseptual dan umum unjuk

kerja guru itu mencakup aspek-aspek kemampuan profesional, kemampuan sosial, kemampuan

personal dan penampilan diri sebagai panutan dan teladan.Dikutip dari (Buchari, 2018)hasil

penelitian Haryoko (Silalahi, 1994) menunjukkan sangat diperlukan kemampuan guru dalam

mengelola strategi belajar-mengajar yang ternyata berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Menurut Syah (2002, p. 250) Dikutip dari (Buchari, 2018)menjelaskan bahwa pada

dasarnya, fungsi atau peranan penting guru dalam PBM ialah sebagai director of learning (direktur

belajar).Artinya, setiap guru dituntut keahliannya untuk mengarahkan kegiatan belajar


siswa agar mencapai keberhasilan belajar sebagaimana yang ditetapkan dalam sasaran kegiatan

PBM.

Dilihat pada (Buchari, 2018)yang dikutip dari Watten B. (dalam Sahertian, 1994, p. 14)

mengemukakan empat belas tugas guru, yaitu (1) sebagai tokoh terhormat dalam masyarakat sebab

ia tampak sebagai seorang yang berwibawa, (2) sebagai penilai ia memberi pemikiran, (3) sebagai

seorang sumber, karena ia memberi ilmu pengetahuan, (4) sebagai pembantu, (5) sebagai wasit, (6)

sebagai detektif, (7) sebagai objek identifikasi, (8) sebagai penyangga rasa takut, (9) sebagai orang

yang menolong memahami diri, (10) sebagai pemimpin kelompok, (11) sebagai orang tua/wali,

(12) sebagai orang yang membina dan memberi layanan, (13) sebagai kawan sekerja, dan (14)

sebagai pembawa rasa kasih sayang.

Sedangkan, menurut Oliva (Sahertian, 1994) Dikutip pada (Buchari, 2018)mengemukakan

sepuluh peran yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) guru sebagai penceramah, (2) guru

sebagai fasilitator, (3) guru sebagai konselor, (4) guru sebagai nara sumber, (5) guru sebagai

pemimpin kelompok, (6) guru sebagai tutor, (7) guru sebagai manajer, (8) guru sebagai kepala

laboratorium, (9) guru sebagai perancang program, dan (10) guru sebagai manipulator, yang dapat

mengubah situasi belajar.

c. Hakikat Peserta Didik

(Saputra, 2015) Dalam paradigma pendidikan Islam, Peserta didik merupakan orang yang

belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. (Saputra,

2015)Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui

proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Peserta didik

sebagai komponen yang tidak dapat terlepas dari sistem pendidikan sehingga dapat dikatakan

bahwa peserta didik merupakan obyek pendidikan tersebut. Jadi, secara


sederhana peserta didik dapat didefinisikan sebagai anak yang belum memiliki kedewasaan dan

memerlukan orang lain untuk mendidiknya sehingga menjadi individu yang dewasa, memiliki jiwa

spiritual, aktifitas dan kreatifitas sendiri.

Pemenuhan kebutuhan peserta didik tumbuh dan berkembang mencapai kematangan pisik dan

psikis. Kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pendidik diantaranya:

a) Kebutuhan jasmani; tuntunan siswa yang bersifat jasmaniah, seperti kesehatan jasmani yang

dalam hal ini olah raga menjadi materi utama, disamping itu kebutuhan-kebutuhan lain

seperti: makan, minum, tidur, pakaian dan sebagainya, perlu mendapat perhatian.

b) Kebutuhan sosial; pemenuh keinginan untuk saling bergaul sesama siswa dan guru serta

orang lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial anak didik.

Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul

dan beradaptasi dengan lingkungan seperti bergaul sesama teman yang berbeda jenis

kelamin, suku, bangsa, agama, status sosial dan kecakapan. Guru dalam hal ini harus dapat

menciptakan suasana kerja sama antar siswa dengan suatu harapan dapat melahirkan suatu

pengalaman belajar yang lebih baik.

c) Kebutuhan intelektual; semua siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari suatu

ilmu pengetahuan, mungkin ada yang lebih berminat belajar ekonomi, sejarah, biologi atau

yang lain-lain. Minat semacam ini tidak dapat dipaksakan kalau ingin mencapai hasil belajar

yang optimal.

d. Hakikat Pendidikan Jasmani

Menurut Suhartono Suparlan (2017: 49) Dikutip dari (Sampetondok, 2021)Pendidikan adalah

segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi
kegiatan kehidupan, berlangsung di dalam segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang

kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu.

Menurut (Arita Marini, 2021) Character values integration in sports activities predicts the

sub-indicators, encouraging students to be optimistic, upgrading student discipline, and boosting

sportsmanship. “Integrasi nilai karakter dalam kegiatan olahraga memprediksi sub-indikator ,

mendorong siswa untuk optimis, meningkatkan disiplin siswa, dan meningkatkan sportivitas”.

Menurut J. Matakupan (1996: 77) Dikutip dari (Kusrini, 2012) menyatakan bahwa Pendidikan

Jasmani merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan otot-otot besar, sehinggga proses

pendidikan dapat berlangsung tanpa gangguan. Menurut Gabbard, LeBlanc, Lowy, yang dikutip

J. Matakupan (1996: 78) Dikutip dari (Kusrini, 2012)bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang

dipacu melalui aktivitas jasmani akan mempengaruhi :

1) Ranah kognitif : Kemampuan berpikir yang diwujudkan dalam aktif bertanya, kreatif,

kemampuan menghubung-hubungkan kemampuan memahami, menyadari gerak, dan

penguatan akademik.

2) Ranah psikomotor : Keterampilan gerak dan peningkatan keterampilan gerak yang juga

menyangkut biologik dan kesegaran jasmani serta kesehatan.

3) Ranah afektif :Menurut Anarino dan kawan-kawan, adalah kekuatan otot, daya tahan otot,

kelenturan, dan daya tahan kardiovaskuler.

4) Ranah jasmani : Menurut Anarino dan kawan-kawan, adalah kekuatan otot, daya tahan otot,

kelenturan, dan daya tahan kardiovaskuler.

Pembekalan pengalaman belajar pendidikan jasmani diarahkan untuk membentuk gaya hidup sehat

serta aktif sepanjang hayat. KTSP (2007: 1) mendefinisikan :


Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan,

bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan

berpikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas, emosional, tindakan moral, aspek pola

hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan

terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

nasional.Pendidikan jasmani merupakan pendidikan melalui sebuah aktifitas jasmani untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Adriana (2014:33) Dikutip dari (Sampetondok, 2021) Jasmani dalam Bahasa inggris adalah

physical.Dalam ilmu faal, jasmani disebut sebagai struktur biologi pada manusia.Secara umum

dipahami bahwa jasmani atau jasadia berarti tubuh manusia.Jasmani dalam pembahasan ini adalah

pemanfaatan aktivitas fisik sebagai manifestasi pengembangan kualitas hidup manusia dalam

memenuhi kebugaran secara totalitas dan keterampilan motorik. Menurut (Herita Warni, 2017)

sports is loaded with value, which can be transformed to individuals to form themselves to have a

certain character. “olahraga sarat dengan nilai, yang dapat menjelma menjadi individu untuk

membentuk dirinya agar memiliki karakter tertentu”.

e. Hakikat Karakter

Istilah karakter, berasal dari bahasa Yunani ”charassein” yang berarti mengukir. Karakter

diibaratkan mengukir batu permata atau permukaan besi yang keras. Selanjutnya berkembang

pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku.Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang

dapat membedakan seseorang dengan yang lain (2008:639). Menurut (Datau, 2019) dikutip dari

(Tnunay, 2022)Karakter menunjukkan cara berpikir dan berperilaku yang merupakan

karakteristik dari setiap individu untuk hidup dan bekerja, baik


dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan Karakter menunjukkan cara berpikir dan berperilaku yang

merupakan karakteristik dari setiap individu untuk hidup dan bekerja, baik dalam keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut (Yuliana et al., 2020) Dikutip dari (Tnunay, 2022)Karakter sebagai cara berpikir

dan berperilaku yang merupakan karakteristik setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik

dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut Dewirahmadanirwati (2018) Dikutip

dari (Tnunay, 2022)menggambarkan karakter sebagai karakteristik yang dimiliki oleh suatu objek

atau individu.Ciri khasnya adalah yang asli dan berakar pada kepribadian atau objek individu, serta

yang mendorong bagaimana orang bertindak, berperilaku, berucap dan menanggapi suatu kasus

(Dewirahmadanirwati, 2018).

Seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang

berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang

yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian)

seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila

perilakunya sesuai dengan kaidah moral (Zubaedi, 2011).

Menurut (Amini, 2017) Character education is an effort to help the development of the soul

of children/learners both inward and inward to a better human. “Pendidikan karakter merupakan

upaya membantu perkembangan jiwa anak/peserta didik baik lahir maupun batin menjadi manusia

yang lebih baik.” Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yang disampaikan oleh Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kurikulum Kemendikbud, yaitu agama, kejujuran, Toleransi,

Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokrasi, Rasa Ingin Tahu, Kebangsaan, Cinta Tanah

Air, Prestasi Bermanfaat, Ramah/Komunikatif, Cinta Damai, Sukacita Membaca, Peduli

Lingkungan, Kepedulian Sosial dan Tanggung Jawab.


Gambar 2. 1. 18 Butir Pendidikan Karakter
Sumber : (www. Kemendikbud.go.id, 1997)

Nilai-nilai yang harus diinternalisasikan terhadap anak didik melalui pendidikan karakter menurut

Kemdiknas dalam (Zubaedi, 2011) adalah :

Tabel 2.1 Butir Pendidikan Karakter


No. Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan


ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai seseorang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan,tindakan dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan ynag menghargai perbedaanagama,
suku,etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada ketentuan dan peraturan
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan usungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuat uuntuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatau yang
telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas – tugasnya
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya danorang lain.
9. Rasa Ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
Tahu mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatau
yang dipelajarinya, dilihat dandidengar.
10. Semangat Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang
Kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Cara berfikir, berikap dan berbuat yang menunjukkan
Air kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahsa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi dan politik bangsa.
12. Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
Prestasi menghasilkan sesuatau yang berguna bagi masyarakat,
dan mnegakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
Komunikatif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya.
15. Gemar Kebiasaan meyediakan waktu untuk membaca
Membaca berbagai bacaan yang meberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Sikap dan tindkan yang selau berupaya mencegah
Lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan
pada orang lain dan masyarakat yangmembutuhkan.
18. Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untukmelaksanakan tugas
Jawab dan kewajibannya, ynag seharusnya dia lakukan terhadap
diri sendiri, masayarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.

f. Faktor Yang Mempengaruhi Karakter Anak

Karakter tentulah ada sebab dari faktor – faktor yang di alami seorang anak, anak usia dini

merupakan fase pertama dimana karakter itu di tanamkan. Dikutip dari (Ditha Prasanti, 2018)

Menurut Megawangi (2003), anak - anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila

dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci

dapat berkembang segara optimal. Menurut pakar pendidikan, William Bennett, pola asuh pada

anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Dikutip dari

(Erkut Tutkun, 2017) Menurut Narvaez and Nucci (2008) stated that people are shaped with just

or unjust, noble or rude norms that they get from culture, tradition,
society or their social environment. “menyatakan bahwa manusia dibentuk dengan adil atau tidak

adil, mulia atau normanorma kasar yang mereka peroleh dari budaya, tradisi, masyarakat atau

lingkungan sosialnya”.

Menurut (Ditha Prasanti, 2018) proses pembentukan karakter anak usia dini, diawali dari

keluarga, kemudian dilanjutkan dengan sekolah, dan komunitas yang diikuti anak usia dini

tersebut. Komunitas ini meliputi komunitas bermain, komunitas les atau lembaga kursus

pengembangan bakat yang diikuti anak usia dini tersebut. Tetapi faktor utama yang menentukan

adalah keluarga sebagai komunitas terkecil dan pertama bagi para anak.

Pendidikan karakter dimulai sejak usia dini, karena usia dini adalah masa yang kritis dalam

perkembangan individu. Pendidikan karakter anak tidak hanya dilaksanakan oleh guru, tetapi orang

tua juga memiliki tugas utama untuk melaksanakan pendidikan karakter anak di rumah. Dalam

pelaksanaan pendidikan karakter, orang tua dan guru adalah model yang akan ditiru dan diteladani.

Anak akan meniru tingkah laku maupun ucapan model tersebut. Oleh karena itu, orang tua dan

guru perlu berhati-hati dalam berucap maupun bertingkah laku (Khaironi, 2017).

Pendidikan karakter anak usia dini melibatkan penanaman sikap terpuji yang sesuai dengan

ajaran agama, sikap nasionalisme, masyarakat dan lingkungan sekitar anak, dan sikap terpuji untuk

kemaslahatan kehidupan anak itu sendiri. Penanaman sikap terpuji tidak bisa dilaksanakan dalam

waktu singkat, dibutuhkan adanya kontinuitas melalui pembiasaan, keteladanan, pemberian

nasihat, dan penguatan pada anak sejak dini setiap kali menunjukkan perilaku atau sikap-sikap

terpuji (Khaironi, 2017).


g. Pendidikan Nasional

(Undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003). Lebih lanjut mengenai fungsi dan tujuan

pendidikan nasional yang terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20

tahun 2003 menjelaskan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas merupakan usaha membentuk individu yang

mandiri, utamanya membangun kemandirian siswa dalam belajar.Menurut Listyani (2008) Dikutip

dari (Toni Nasution, 2018)menjelaskan bahwa terdapat enam buah indikator sikap kemandirian

belajar, yaitu : (1) Ketidaktergantungan terhadap orang lain, (2) Memiliki kepercayaan diri, (3)

Berperilaku disiplin, (4) Memiliki rasa tanggung jawab, (5) Berperilaku berdasarkan inisiatif

sendiri, dan (6) Melakukan kontrol diri.

Menurut (McLeod, 1989) Dikutip dari (Arfani, 2016)Dalam pengertian yang sempit,

pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Menurut

(Mudyahardjo, 2001:6)Dikutip dari (Arfani, 2016)Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang

berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup, serta pendidikan dapat diartikan

sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan

formal.Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2003).


Menurut (Arfani, 2016)Dalam arti luas, pendidikan meliputi semua perbuatan dan usaha dari

generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan

keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi

hidupnya baik jasmani maupun rohani.Artinya, pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang

dewasa untuk (dengan pengaruhnya) meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan

mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya (Poerbakawatja dan

Harahap, 1981).

Menurut (Arfani, 2016) Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, yaitu; faktor internal

dan faktor eksternal. Setidaknya melahirkan 3 teori dalam pembelajaran, yaitu behaviorisme

(belajar sebagai penguasaan respon), kognitivisme (belajar sebagai penguasaan pengetahuan), dan

konstruktivisme (belajar sebagai konstruksi pengetahuan) (Hasan Baharun, 2018). “There are

several factors that influence the success of learning, namely; internal factors and external factors.

It at least gave birth to 3 theories in learning, namely behaviorism (learning as response mastery),

cognitivism (learning as knowledge mastery), and constructivism (learning as knowledge

construction)” (Hasan Baharun, 2018).

h. Pendidikan Karakter

Menurut (Biantoro, 2019) Fostering is nurturing and educating, can be interpreted as

conscious guidance by educators on the physical and spiritual development of students towards
the formation of the primary personality. “Pembinaan adalah memelihara dan mendidik, dapat

diartikan sebagai bimbingan sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani

peserta didik menuju pembentukan kepribadian yang utama”. Pendidikan karakter merupakan pilar

utama dalam menciptakan karakter seseorang melalui pendidikan.Menurut Wibowo (2012:34)

Dikutip dari (Fauziah, 2020)menjelaskan bahwa pendidikan seharusnya menjadi bagian aktif dalam

mempersiapkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan dan mampu

menghadapi tantangan zaman, karena pendidikan karakter merupakan salah satu sistem

penyematan nilai karakter untuk semua warga masyarakat melalui pendidikan formal atau informal,

yang mana mencakup pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan

keseluruhan nilai.

Menurut Handayani dan Indartono (2016:511) Dikutip dari (Wijaya, 2018)tujuan

pendidikan karakter adalah untuk mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Tumbuh dengan

karakter yang baik, anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmen untuk melakukan yang

terbaik.Pendidikan Karakteryang efektif ditemukan di lingkungan sekolah yang memungkinkan

semua peserta didik berpotensi mendemonstrasikannya untuk mencapai tujuan yang sangat

penting.Tujuan pendidikan karakter lebih difokuskan pada menanamkan nilai dan mereformasi

kehidupan, sehingga bisa sepenuhnya menciptakan karakter, dan karakter mulia peserta didik,

terpadu dan seimbang, dan bisa dilakukan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter adalah segala upaya yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi

karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini

mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,

bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya (Dr. Zubaedi, 2011).
Ada empat prinsip yang digunakan untuk mengembangkan karakter pendidikan yang ditetapkan

oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (2010: 11-14):

1. Berkelanjutan. Artinya pendidikan karakter adalah proses pembentukan karakter yang

panjang dimulai dari awal sampai akhir proses pendidikan di sekolah. Mulai dari tingkat TK

hingga SMA. Di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pendidikan karakter lebih berfokus

pada pemberdayaan.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya pendidikan. Artinya proses

pengembangan karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran di sekolah, setiap program

ekstrakurikuler, dan program co-kurikuler berdasarkan Standar Isi Kurikulum.

3. Nilai tidak tertangkap atau diajarkan, hal itu dipelajari (Hermann, 1972). Ini berarti nilai

karakternya bukan bahan ajar, tetapi ini adalah sesuatu yang bisa dipelajari oleh siswa. Para

siswa adalah subyek belajar. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah materi ajar namun

memberi kesempatan dan kemungkinan kepada siswa untuk belajar dan menginternalisasi

pendidikan karakter.

4. Proses belajar yang aktif dan menarik. Artinya, proses pendidikan karakter menempatkan

siswa sebagai subjek pembelajaran. Suasana belajar seharusnya hidup, aktif, dan menarik.

Menurut Suparno, Paul, Moerti, Titisari, dan Kartono (2002: 42-44) Dikutip dari (Usiono, 2019)

ada empat model pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan karakter yaitu sebagai berikut:

1. Model Monolitik

Dalam model ini, pendidikan karakter dianggap sebagai subjek khusus.Jadi, subjek pendidikan

karakter adalah diperlakukan seperti subjek lainnya.Artinya, guru pendidikan karakter harus

mengembangkan kurikulum, silabus, rencana pelajaran dan pengajaran media


untuk mengajarkan pendidikan karakter kepada siswa.Poin menarik dari model ini adalah bahwa

konsep pendidikan karakter disampaikan kepada siswa dengan jelas.Namun, ini berarti nilai yang

dipelajari oleh siswa tergantung pada desain kurikulum yang berarti buatan. Dengan kata lain itu

tidak benar-benar memberi kesempatan bagi siswa untuk menginternalisasi nilai pendidikan

karakter.

2. Model Terpadu

Dalam model ini, mendidik nilai karakter kepada siswa merupakan tanggung jawab setiap guru

(Washington, Clark, dan Dixon 2008).Dalam model ini, para guru dapat memilih beberapa nilai

karakter untuk dimasukkan dalam subjek mereka. Dengan model ini, diharapkan siswa akan

menginternalisasi nilai karakter selama waktu belajar mereka.

3. Out of School Time

Model Pendidikan karakter juga bisa dilakukan di luar jam sekolah. Ini biasanya lebih berfokus

pada beberapa kegiatan dari sekolah kemudian dilanjutkan dengan diskusi setelah kegiatan

berlangsung.Hal ini menyebabkan siswa memiliki pengalaman nyata mempraktikkan beberapa nilai

karakter tapi karena di luar waktu sekolah berarti ini bukan bagian dari kurikulum.Hal ini dianggap

kurang efektif untuk menumbuhkan nilai karakter kepada siswa dalam keterbatasan waktu.

4. Mengintegrasikan Model

Mengintegrasikan model waktu sekolah terpadu dan di luar.Hal ini bisa dilakukan melalui kerja

sama antara guru dan beberapa orang lain di luar sekolah. Model ini mengarah pada berbagi dan

kerjasama di kalangan akademisi sekolah dan orang-orang di sekitar sekolah. Selain


itu, para siswa akan dibekali dengan Pendidikan karakter di sekolah dan kemudian

mempraktikkannya di luar sekolah.

Menurut (Marini, 2017) Character building integrated in the proces of teaching and learning can be

conducted in preliminary, core, and closing activities. “Pembentukan karakter yang terintegrasi

dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan pada kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup”.

Teknologi juga berpengaruh terhadap pembinaan karakter, oleh sebab itu Menurut (Dianto, 2021)

Through education, their character is built firmly so that they are not easily exposed to the negative

effects of digital technology. “Melalui pendidikan, karakter mereka dibangun dengan kuat sehingga

tidak mudah terkena dampak negatif dari teknologi digital”.

i. Kedudukan dan Fungsi Pendidik dan Peserta Didik

Menurut (Hifza, 2010:42) Dikutip dari (Ramli, 2015) Pendidik memiliki kedudukan yang sangat

penting dalam pelaksanaan pendidikan, karena pendidik adalah pihak yang bersentuhan langsung

dengan unsur- unsur yang ada dalam sebuah aktivitas pendidikan, terutama anak didik. Sebagai

wujud dari kedudukan yang sangat penting tersebut, fungsi pendidik adalah berupaya untuk

mengembangkan segenap potensi anak didiknya, agar memiliki kesiapan dalam menghadapi

berbagai tantangan dalam kehidupannya.Untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik hendaknya

bertolak pada prinsip amar ma’ruf nahi mungkar karena pendidik sebagai panutan bagi peserta

didiknya. Guru dituntut kreatif dalam mengembangkan sumber belajar yang diperlukan dalam

proses pembelajaran, seperti LKS, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam proses pemecahan,

masalah, dan instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis dan rasa ingin tahu siswa yang valid

dan reliabel. (Suhirman, 2021). “The teachers are required to be creative in developing learning

resources needed in the learning process, such as student worksheets,


tools and materials needed in the process of solving, problem, and assessment instruments for

critical thinking skills and student curiosity that are valid and reliable” (Suhirman, 2021).

Menurut (Sudrajat, 2008) dikutip dari (Zubaedi, 2011) Para pendidik atau guru dalam konteks

pendidikan karakter dapat menjalankan lima peran :

1. konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan.

2. inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan.

3. transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik.

4. transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam

pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik.

5. organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,

baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara

moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).

Menurut (Ramli, 2015) Fungsi utama pendidik pada umunya adalah mentransfer ilmu pengetahuan

dan mentransformasikan nilai dan norma kepada peserta didik sehingga terbentuk karakter yang

baik.Sesungguhnya peranan dan fungsi guru tidak hanya terbatas pada dinding kelas, ia

mempunyai tugas di kelas, di dalam dan di luar sekolah serta di masyarakat. Berdasarakan berbagai

proses pembelajaran mulai perencanaan hingga evaluasi pembelajaran guru memiliki berbagai

peran. Menurut (Ardy, 2012) peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter disekolah meliputi

1. Keteladanan, guru harus memberikan teladan yang baik, baik itu masalah moral, etika atau

akhlak dimanapun ia berada.


2. Inspirator, seorang guru harus mamapu membangkitkan semangat untuk maju dengan

menggerakkan segala potensi yang dimiliki guna meraih prestasi spektakuler bagi dirinya

dan masyarakat.

3. Motivator, dalam hal ini guru dengan sengaja memberikan hadiah, melibatkan harga diri dan

memberitahu hasil prestasi/ karya siswanya, memberikan tugas sekolah kepada siswa,

mengadakan kompetisi belajar yang sehat antara siswa, sering mengadakan ulangan. Selain

itu guru dengan spontan mengajar dengan cara yang menyenangkan sesuai dengan

individualisasi, menimbulkan suasana yang menyenangkan dan memahami tingkat

perkembangan intelektual siswa.

4. Dinamisator, seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat tetapi juga menjadi

“lokomotif” yang benar-benar mendorong gerbong kearah tujaun dengan kecepatan,

kecerdasan dan kearifan yang tinggi.

5. Evaluator, guru harus mengvaluasi motode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam

pendidikan karakter, selian itu juga harus mampu mengevaluasi sikap perilaku yang

ditampilkan dan agenda yang direncanakan.

Menurut (Zubaedi, 2011) Para guru di lingkungan sekolah dituntut menjalankan enam peran:

1. harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa dalam

mendiskusikan materi pembelajaran,

2. harus menjadi contoh tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap,

3. harus mampu mendorong siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode

pembelajaran yang variatif,


4. harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan

dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang salingmeng hormati dan

bersahabat dengan siswanya,

5. harus mampu membantu dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar

siswa menjadi lebih bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan

belajar soft skills yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan

6. harus menunjukkan rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing

siswa yang sulit tidak mudah putus asa.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa di lingkungan sekolah terutama

guru memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta didik. Hal ini

disebabkan karena guru merupakan orang yang paling dekat dengan peserta didik, sehingga peserta

didik akan melakukan sesuatu bukan karena disuruh atau mengikuti perintah dari guru. Akan tetapi,

peserta didik melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dilihat, apa yang dilakukan oleh guru.

Menjadi seorang guru juga harus memiliki 6 peran utama sebagai inspirator, dinamisator,

keteladanan, motivator, kreativitas dan evaluator.

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh (Maulana, 2018)“Peran Guru Pendidikan Jasmani Dalam

Membangun Karakter Peserta Didik Di SD Negeri Kraton Yogyakarta “. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa : Masing masing informan dan subjek penelitian memiliki pandangan yang

hampir sama terkait penanaman pendidikan karakter. Penanaman pendidikan karakter merupakan

tanggung jawab semua pihak.Penanaman pendidikan karakter dapat dilaksanakan kapan saja di

dalam sekolah. Guru memiliki peranan dalam penanaman pendidikan karakter yaitu keteladanan,
motivator, evaluator, inspirator dan dinamisator. Keseluruhan peran ini harus dilaksanakan guru

agar hasilnya dapat tercapai secara optimal.

Guru penjas dapat melaksanakan keseluruhan peranan didalam pembelajaran maupun diluar

pembelajaran. Guru penjas dapat memberikan keteladanan dalam bertingkah laku maupun bertutur

kata. Guru penjas dapat memotivasi siswa dengan apresiasi ataupun hukuman yang membuat efek

jera. Guru penjas dapat mengevaluasi pembelajaran melalui tes tes pembiasaan untuk mengetahui

kegagalan ataupun keberhasilan karakter peserta didik. Guru penjas dapat menginspirasi peserta

didik untuk memperbaiki diri agar memiliki karakter yang baik. Guru penjas dapat menggerakkan

siswa melalui beragam program perbaikan karakter yang telah dilaksanakan.

Keberhasilan dan kegagalan penanaman karakter peserta didik dapat tercemin dalam keseharian

peserta didik. SD N Keraton berhasil menanamkan karakter peserta didik melalui berbagai

program. Program senyum sapa salam 55 yang dipelopori oleh guru penjas menjadi langkah awal

penanaman karakter sopan santun pada siswa. Program apel pagi sebagai program penanaman

karakter disiplin pada siswa.Program merapihkan alat olahraga sebagai program penanaman

karakter tanggung jawab pada diri siswa.Program tersebut merupakan program yang dilaksanakan

oleh guru penjas sebagai usaha penanaman pendidikan karakter siswa.Harapannya program ini

dapat menjadi pembiasaan yang dapat menanamkan karakter kepada peserta didik sehingga peserta

didik dapat memiliki karakter yang baik.

(Hartini Sampetondok, 2021)“Peran Guru Pendidikan Jasmani Dalam Membangun Karakter

Peserta Didik”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa :

a. Dalam semua temuan menjelaskan bahwa pendidikan jasmani merupakan media yang tepat

dalam penerapan pendidikan karakter.


b. Dalam temuan yang telah diteliti terdapat beberapa indikator yang diteliti yaitu inspirator ,

keteladanan , motivator dinamisator dan evaluator. Kelima indikator ini merupakan 18 nilai

yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu:

Religius, Jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta

damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

c. Pada beberapa temuan menjelaskan guru penjas belum mampu secara utuh memasukkan

nilai-nilai pendidikan karakter kedalam pembelajaran yang terkonsep di dalam RPP tetapi

guru penjas sudah menanamkan beberapa karakter postitif namun belum terkonsep di dalam

RPP.

Secara keseluruhan dari temuan, peneliti dapat disimpulkan bahwa peran guru pendidikan jasmani

masih berada pada kategori cukup dalam proses pembentukan karakter pada peserta didik.

Sehingga diharapkan guru pendidikan jasmani mampu untuk lebih meningkatkan perannya dalam

pelaksanaan pendidikan karakter

(Hasanah, 2020)“Peran Guru Dalam Membentuk Karakter Siswa Kelas III Di Mi Bustanul Ulum

Kota Batu”.Pembentukan karakter siswa kelas III di MI Butanul Ulum Kota Batu meliputi :

1. Karakter siswa kelas III di MI Bustanul Ulum Kota Batu dasarnya sudah baik, sudah banyak

siswa yang menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan oleh guru melaluai

pembiasaan-pembiasaan di sekolah. Meskipun demikian masih ada beberapa siswa yang

karakternya keluar dari yang sudah di programkan sekolah seperti siswa yang suka

berkelahi, mau menang sendiri, malas atau tidak mau mengerjakan PR dan piket kelas,

berkata kotor atau jelek, kurangnya kedisiplinan dan kejujuran, dan mudah emosi.
2. Peran guru dalam membentuk karakter siswa kelas III di MI Bustanul Ulum Kota Batu yaitu

guru memberikan contoh teladan yang baik kepada siswa seperti senyum, mengucapkan

salam dan bersalaman setiap bertemu dengan guru, orang yang lebih tua. Peran guru dikenal

sebagai pendidik, dalam hal ini peranan guru yang terlihat yaitu kedisiplinan guru dalam

proses belajar mengajar, baik dalam memulai atau berlansungnya pembelajaran, maupun

melaksanakan tugas-tugas yang kaitanya dengan sekolah. Selain itu juga guru sebagai

pengajar yang mana dalam proses belajar mengajar rencana guru berjalan dengan baik dalam

pelaksaan pembelajaran melaluai dengan adanya bukti yaitu RPP yang telah dibuat oleh

guru serta guru harusnya menggunakan metode-metode yang telah dirancang agar siswa

tidak merasakan bosan atau jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Guru

sebagai pelatih, dalam hal ini guru harus mampu membimbing siswa dalam mencapai

perkembangan diri mereka yang lebik baik melaluai pelaksanaan tugas-tugas maupun latihan

secara maksimal. Dalam proses itu siswa dapat tumbuh dengan perkembangan diri yang

lebih baik dari sisi jasmani,rohani maupun akhlak. Dapat diliat dari tingkah laku siswa yang

berkarakter baik kepada semua orang di sekolah. Karena guru mengintegrasikan strategi

dalam pembelajaran melaluai pembentukan karakter siswa di kelas yaitu dengan strategi

ceramah, guru mencontohkan keteladanan, pembiasaan-pembiasaan dan melaluai

ekstrakulikuler.

3. Dalam pembentukaan karakter siswa kelas III di MI Busatnul Ulum Kota Batu terdapat

faktor pendukung dan faktor penghambat. Adapun factor pendukung yaitu peran guru yang

selalu aktif dalam pengawasan saat proses pembentukan karakter siswa, kepribadian diri

atau kemauan siswa itu sendiri, fasilitas yang memadai, dan kegiatan pembiasaan dari pihak

sekolah sepertisholat berjama’ah, membaca tahlil, istighosah, yasin, dan membudayakan


bersalaman kepada guru saat pagi tiba disekolah, membiasakan senyum salam sapa kepada guru,

teman, dan kepada orang yang lebih tua, membaca doa dan surat-surat pendek sesudah dan sebelum

memulai pembelajaran. Sedangkan faktor penghambat yang dapat diminimalisir yaitu lingkungan

masyarakat kurang mendukung, kurangnya perhatian dan dukungan dari orang tua, penggunaan

media elektronik.

2.3 Kerangka Berfikir

Peran merupakan suatu kedudukan, di mana orang akan melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Dalam penelitian ini yang diambil adalah peranan

seorang guru penjas dalam pembentukan karakter peserta didik. Karakter sendiri merupakan

sifat, akhlak, nilai perilaku yang dimiliki oleh seseorang yang dijadikan dasar untuk

membedakan dirinya dengan yang lainnya ketika berhubungan dengan Tuhan maupun dengan

manusia lainnya. Karakter bisa bersumber dari olah fikir, olah hati, olahraga, olah rasa dan karsa.

Pendidikan karakter dilakukan dalam upaya memberikan arah mengenai konsep yang

baik dan buruk (moral) sesuai dengan tahap perkembangan dan usia anak. Nilai-nilai dalam

pendidikan Karakater yaitu : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,

cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, tanggung jawab.

Pendidikan karakter mulai terbentuk ketika anak berada di lingkungan keluarga. Orang tua di tuntut

untuk membentuk karakter anak dengan baik. Orang tua dapat mengenalkan kepada anak perilaku

mana yang baik untuk dicontoh dan mana yang tidak boleh dicontoh.

Lingkungan sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta

didik. hampir sebagian besar peserta didik 37 menghabiskan waktu di sekolah. Ketika
anak berada dilingkungan sekolah maka semua warga sekolah berhak atas pembentukan karakter

peserta didik. Akan tetapi, dalam hal ini guru memiliki posisi yang sangat strategis dalam

mendidik peserta didik. Hal ini disebabkan karena, guru merupakan sosok yang sangat dekat

dengan peserta didik, selain itu guru juga merupakan sosok yang diidolakan oleh peserta didik.

Maka dari itu guru merupakan sosok yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta

didik. Segala perkataan, tingkah laku guru harus baik karena dijadikan cerminan bagi peserta

didik. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari integral dari sistem pendidikan secara

keseluruhan. Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani ini harus diarahkan ke tujuan dari pendidikan

jasmani itu sendiri. Seperti yang diketahui bahwa pendidikan jasmani ini tidak hanya

meningkatkan jasmani peserta didik. Akan tetapi, dengan adanya pendidikan jasmani ini akan

mengembangkan ketrampilan peserta didik dalam berfikir kritis, meningkatkan kesehatan,

stabilitas emosi, keterampilan sosial dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani. Sebagai guru

penjas harus dapat melibatkan intelektual anak, sosial dan emosional anak.

Pendidikan karakter akan efektif dan memiliki makna jika peserta didik tidak hanya paham

mengenai kebaikan, akan tetapi juga menjadikan kebaikan itu sebagai sikap dan sifat serta dapat di

terapkan dalam kehidupan seharihari. Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter tidak hanya

berhenti pada peserta didik tahu dan paham tentang karakter-karakter mulia (kognitif) tetapi

hendaknya membuat peserta didik memiliki komitmen kuat pada nilai-nilai 38 karakter itu

(afektif) dan selanjutnya peserta didik dapat terdorong untuk mengaktualisasikan kedalam nilai-

nilai yang telah mereka miliki dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari (psikomotorik).

Sebagai cerminan bagi peserta didik maka seorang guru memiliki peranan dalam pembentukan
karakter peserta didik. Maka dari itu, guru harus memiliki 6 peran utama yaitu sebagai inspirator,
dinamisator (penggerak/ pendorong), keteladanan, motivator, pendorong kreativitas dan evaluator.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan salah satu bagian penting dalam penelitian kuantitatif.

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat untuk

mengambil data dari subjek penelitian. Berdasarkan dari observasi awal, maka ditetapkan lokasi

penelitian yaitu di SD/Sederajat Se-Kecamatan Aek Kuasan.

Gambar 3.1. Denah Kecamatan Aek Kuasan

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Aek Kuasan

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April tahun 2023. Waktu pengumpulan

data dari subjek dan masing-masing informan menyesuaikan subjek dan informan penelitian.

Kemudian pengumpulan data keseluruhan dilakukan pada bulan April – Mei tahun 2023.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner (Angket).


3.2 Populasi dan sampel

a. Populasi

Menurut Sugiyono (2015:135) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Hal ini berarti populasi

merupakan keseluruhan objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh guru pendidikan jasmani SD/Sederajat di Kecamatan Aek Kuasan.

Tabel 3.1 Tabel Populasi Penelitian


No. Populasi Penelitian

1. Guru Penjas SDN 101019 Aek Loba Pekan

2. Guru Penjas SDN 101023 Aek Loba Pekan

3. Guru Penjas SDN 108457 Aek Loba Pekan

b. Sampel

Menurut Sugiyono (2015:136) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengumpulan sampel

menggunakan Nonprobability sampling yaitu sampling jenuh. Sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)

populasi untuk dipilih menjadi anggota sampling. Sampling jenuh adalah Teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering

dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang

ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono,2015). Sampel

pada penelitian ini berjumlah 6 orang dengan keterangan seluruh guru penjas

SD/Derajat di Kecamatan Aek Kuasan.

Anda mungkin juga menyukai