Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggungjawab.1

Pendidik menjadi ujung tombak dari keberhasilan

pendidikan karakter karena seorang anak didik cenderung

meniru apa yang dilihat dan didengarnya, seorang

pendidik merupakan pembentuk karakter yang efisien

dibandingkan dengan rangkaian teori yang ada karena

karakter bukan hanya rangkaian teori akan tetapi harus

bisa diwujudkan dalam perbuatan.

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan,

dan identifikasi bagi peserta didik, dan lingkungannya.

Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas


1
Martinis Yamin, Standarisasi Kinerja Guru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2010), hlm. 26

1
2

pribadi tertentu, yang mencangkup tanggung jawab,

wibawa, mandiri, dan disiplin.2

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,

mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan

mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti

meneruskan dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-

keterampilan pada siswa.3

Dari uraian di atas bahwa dalam dunia pendidikan

pertama sekali yang harus dibentuk atau dikembangkan

adalah kemampuan afektif atau sikap siswa, karena hal

ini adalah tujuan daripada pendidikan di Indonesia.

Ranah afektif itu sendiri adalah hasil belajar yang

berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari 5

aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,

penilaian, internalisasi dan karakterisasi.4

Ironisnya, sekarang ini kebanyakan dalam proses

pembelajaran guru lebih sering menitikberatkan pada

pencapaian ranah kognitif dan psikomotor, sedangkan

perkembangan ranah afektifnya masih begitu kurang

2
E.Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), hlm. 37
3
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), hal. 4
4
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 22
3

memperoleh perhatian. Padahal sehubungan dengan

banyaknya kasus yang terjadi pada pelajar semisal

pencurian, pelajar yang terlibat narkoba dan minum

minuman keras, bahkan ada yang terlibat masalah seks

bebas, maka diperlukan pemahaman siswa yang mendalam

terhadap ajaran agama tentunya menjadi hal yang sangat

penting.

Hal ini tidak akan tercapai tanpa adanya

pendidikan agama yang baik, sehingga peran seorang guru

terutama guru fiqih sebagai motivator sangat diharapkan

untuk mampu memberi dorongan, motivasi, mengajarkan

sekaligus mendidik generasi muda agar mampu memahami

dan memiliki tingkah laku yang baik dalam kehidupan

sehari-hari baik dilingkungan sekolah maupun di

masyarakat.

Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti

lakukan di Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan

Tanah Merah, proses pengembangan ranah afektif sudah

diterapkan di sekolah tersebut, tetapi masih belum bisa

berhasil secara maksimal. Namun masih banyak hal-hal

yang negatif ditemui. Seperti gejala gejala yang

penulis temukan sebagai berikut:

1.Siswa masih suka melawan guru;

2.Siswa berpakaian tidak sesuai aturan sekolah;


4

3.Siswa suka berkata kotor; dan

4.Siswa yang kurang sopan terhadap guru.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas,

peneliti ingin melihat seperti apakah peran guru fiqih

dalam membentuk atau mengembangkan kemampuan afektif

siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian

dengan judul “Peran Guru Fiqih Dalam Mengembangkan

Kemampuan Afektif Siswa Di Madrasah Tsanawiyah YPI

Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah”.

B. Alasan Memilih Judul

Adapun alasan penulis memilih judul tersebut

sebagai topik penelitian yaitu:

1. Ingin mengetahui bagaimana peran guru fiqih dalam

mengembangkan kemampuan afektif siswa di Madrasah

Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah.

2. Menegaskan bahwa peran guru fiqih dalam membentuk

kemampuan afektif siswa sangat penting.

3. Penulis merasa bahwa ranah afektif sangat penting

dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Tersedianya buku-buku sebagai penunjang dalam

penelitian.

C. Penegasan istilah
5

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami

istilah yang ada dalam judul penelitian ini, maka

penulis membuat penegasan istilah sebagai berikut:

1. Peran Guru

Peran adalah perilaku yang terkait dengan

status yang diberikan kepada seseorang. Peran adalah

seorang individu memerankan berbagai tindakan dan

fungsi secara pasti, sesuai dengan kategori sosial

di masyarakat setiap hari.5 Guru adalah seseorang

yang profesinya mengajar orang lain. Ada yang

menyatakan bahwa guru adalah orang yang mempengaruhi

orang lain.6

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

peran guru adalah memberikan pengasuhan dan

pendidikan bagi seluruh anak dan sebagai teladan

yang membentuk anak menelusuri dan melihat kembali

kata dan tindakan anak.

2. Fiqih

Fiqih merupakan salah satu mata pelajaran dalam

Pendidikan Agama Islam yang bertujuan mempersiapkan

peserta didik untuk mengenal, memahami, dan

menghayati, khususnya dalam ibadah sehari-hari, yang


5
Hamid Patilima, Realisasi Anak Usia Dini, (Bandung:
Alfabeta, 2015), hlm. 36
6
Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2012), hlm. 289
6

kemudian menjadi landasan aturan hidup (way of life)

melalui pengajaran, pelatihan, dan pembiasaan.

3. Kemampuan Afektif

Aspek afektif adalah aspek yang berkaitan

dengan sikap dan nilai.7 Adapun ranah afektif yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek afektif

siswa Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan

Tanah Merah.

D. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka

penulis dapat mengidentifikasi masalah pada

penelitian ini sebagai berikut:

a) Proses pengembangan ranah afektif sudah

diterapkan, tetapi masih belum bisa berhasil

secara maksimal.

b) Siswa masih suka melawan guru.

c) Siswa berpakaian tidak sesuai aturan sekolah.

d) Siswa suka berkata kotor.

e) Siswa yang kurang sopan terhadap guru.

2. Batasan Masalah

7
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 54
7

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah

diuraikan di atas, maka pembatasan fokus penelitian

dari penelitian ini adalah peran guru fiqih dalam

mengembangkan kemampuan afektif siswa di Madrasah

Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah.

3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana peran guru fiqih dalam mengembangkan

kemampuan afektif siswa di Madrasah Tsanawiyah

YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah?

b. Apa saja kendala yang dihadapi oleh guru fiqih

dalam mengembangkan kemampuan afektif siswa di

Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan

Tanah Merah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan

penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui peran guru fiqih dalam

mengembangkan kemampuan afektif siswa di Madrasah

Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh guru

fiqih dalam mengembangkan kemampuan afektif siswa di


8

Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah

Merah.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

meningkatkan kajian ilmu pengetahuan tentang peran

guru fiqih dalam mengembangkan kemampuan afektif

siswa di Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok

Kecamatan Tanah Merah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru

Memberikan informasi dan tambahan ilmu bagi

guru tentang peran guru fiqih dalam mengembangkan

kemampuan afektif siswa.

b. Bagi siswa

Siswa bisa memperoleh pengalaman langsung

dengan adanya bimbingan dan arahan dari guru.

c. Bagi penulis

Penelitian ini sebagai wahana uji motivasi

terhadap bekal teori yang telah diperoleh pada

saat kuliah.
9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Peran Guru

1. Pengertian Peran guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

upaya diartikan sebagai usaha kegiatan yang

mengarahkan tenaga, pikiran, untuk mencapai suatu

tujuan. Upaya juga berarti usaha, ikhtiar untuk

mencapai suatu maksud, memecahkan masalah dan

mencari jalan keluar.8

Selanjutnya, guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi

peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada

jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.9

Guru merupakan semua orang yang berwenang dan

bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, baik

secara individual atupun klasikal, baik di sekolah

maupun di luar sekolah.

Sementara itu, peran guru adalah usaha yang

dilakukan guru sebagai pendidik profesional dalam

mendidik, membimbing, mengarahkan, serta

8
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), hlm. 1250
9
Mohammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi,
(Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 352
10

mengevaluasi peserta didik dengan mengembangkan

segala potensi yang ada pada diri peserta didik,

baik dari segi kognitif (kecerdasan), afektif

(sikap),dan psikomotorik (keterampilan) mulai pada

jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.10

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat

diambil sebuah kesimpulan bahwa peran guru adalah

usaha yang dilakukan guru dalam mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik untuk

mengembangkan segala potensi yang ada pada diri

peserta didik.

2. Tugas Guru

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait

oleh dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk

pengabdian. Secara umum tugas guru PAI meliputi

empat hal yaitu tugas profesi, tugas keagamaan,

tugas kemanusiaan dan tugas kemasyarakatan.11

10
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 74
11
Hadirja Paraba, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), Cet.
3, hlm. 14
11

Menurut Syaiful Bahri Djamarah tugas guru,

antara lain:12

a. Tugas guru sebagai suatu profesi yaitu,

menuntut kepada guru untuk mengembangkan

profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

b. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan

dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak

didik.

c. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan

dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi kepada anak didik.

d. Tugas guru sebagai pelatih berarti

mengembangkan keterampilan dan menerapkannya

dalam kehidupan demi masa depan anak didik.

e. Tugas guru sebagai kemanusiaan, berarti guru

harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada

anak didik.

Pada dasarnya tugas guru yang paling utama

adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar dia

merupakan medium atau perantara aktif antara siswa

dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai pendidik dia

merupakan medium aktif antara siswa dan

12
Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 37
12

haluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat

dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan

pribadi siswa serta mendekatkan mereka dengan

pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan

menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang

buruk.

3.Peran Guru

Adapun peran guru dalam pembentukan sikap

(afektif) atau akhlak lebih difokuskan pada tiga

peran, yaitu:

a. Peran Guru sebagai Pembimbing

Peran pendidik sebagai pembimbing sangat

berkaitan erat dengan praktik keseharian. Untuk

dapat menjadi seorang pembimbing, seorang

pendidik harus mampu memperlakukan para siswa

dengan menghormati dan menyayangi (mencintai).

Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan

oleh seorang pendidik, yaitu

meremehkan/merendahkan siswa, memperlakukan

sebagai siswa secara tidak adil, dan membenci

sebagian siswa.

Peran guru sebagai pendidik, berkaitan

dengan tugas-tugas memberi bantuan dan


13

dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan,

serta tugas-tugas yang berkaitan dengan

mendisiplinkan anak didik agar mereka patuh

terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup

dalam keluarga dan masyarakat.13

b. Peran Guru sebagai model (contoh)

Tindak tanduk, perilaku, dan bahkan gaya

guru selalu diteropong dan sekaligus dijadikan

cermin (contoh) oleh murid-muridnya. Apakah

yang baik atau yang buruk. Kedisiplinan,

kejujuran, keadilan, kebersihan, kesopanan,

ketulusan, ketekunan, kehati-hatian akan selalu

direkam oleh murid-muridnya dan dalam batas-

batas tertentu akan diikuti oleh murid

muridnya. Demikain pula sebaliknya, kejelekan-

kejelekan gurunya akan pula direkam oleh

muridnya dan biasanya akan lebih mudah dan

cepat diikuti oleh murid-muridnya.14

c. Peran Guru sebagai penasehat

Seorang pendidik memiliki jalinan ikatan

batin atau emosional dengan para siswa yang

13
Mahmud, Ija Suntana, Antropologi Pendidikan, (Bandung: CV
Pustaka Setia), 2012, hlm. 165
14
A. Qodry Azizi, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial:
(Mendidik Anak Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta: Aneka
Ilmu), 2003, Cet. 2, hlm. 164-165
14

diajarnya, Dalam hubungan ini pendidik berperan

aktif sebagai penasehat. Peran pendidik bukan

hanya sekedar menyampaikan pelajaran di kelas

lalu menyerahkan sepenuhnya kepada siswa dalam

memahami materi pelajaran yang disampaikannya

tersebut. Namun, lebih dari itu, guru juga

harus mampu memberi nasehat bagi siswa yang

membutuhkannya, baik diminta ataupun tidak.

4.Kompetensi Guru Fiqih

Menurut Abdul Mujib dan Mudzakkir,

menyebutkan bahwa, ada tiga kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang guru pendidikan agama Islam

dalam hal ini guru fiqih, yaitu:

a) Kompetensi personal-religius

Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama

bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian

agamis atau kesalehan pribadi. Artinya pada

dirinya melekat nilai-nilai baik yang hendak

ditransinternalisasikan kepada peserta

didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah,

keadilan, kecerdasan, tanggung jawab,

musyawarah, kebersihan, keindahan,

kedisiplinan, ketertiban, dan lain sebagainya.


15

Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik

sehingga akan terjadi transinternalisasi

(pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara

pendidik dan peserta didik, baik langsung

maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya

terjadi transaksi (alih tindakan) antara

keduanya.

b) Kompetensi sosial-religius

Kemampuan dasar kedua bagi pendidik

adalah menyangkut kepeduliannya terhadap

masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran

dakwah Islam. Sikap gotong-royong, tolong-

menolong, egalitarian (persamaan derajat

antara manusia), sikap toleransi, dan

sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik

muslim dalam rangka transinternalisasi sosial

atau interaksi sosial antara pendidik dan

peserta-peserta didik.

c) Kompetensi profesional-religius

Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut

kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya

secara professional, dalam arti mampu membuat

keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta

mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori


16

dan wawasan keahliannya dalam perspektif

Islam.15

Selanjutnya, seorang guru wajib memiliki

beberapa kualifikasi seperti yang tercantum pada

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen pada BAB IV Pasal 8, bahwa guru wajib

memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan Nasional.

Ada empat macam kompetensi yang dimaksud

diatas harus dimiliki oleh seorang guru yaitu

kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional

dan sosial sebagai berikut:16

a) Kompetensi pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan,

penjelasan pasal 28 ayat (3) butir (a)

dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik

yang meliputi pemahaman terhadap peserta

didik, perancangan dan pelaksanaan

15
Abdul Mujib & Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 96-97
16
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 75
17

pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pengembangan peserta didik.

b) Kompetensi kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan,

penjelasan pasal 28 ayat (3) butir (b)

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan

kompetensi kepribadian adalah kemampuan

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif,

dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta

didik, dan berakhlak mulia.

c) Kompetensi profesional

Dalam Standar Nasional Pendidikan,

penjelasan pasal 28 ayat (3) butir (c)

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan

kompetensi profesional adalah kemampuan

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan

mendalam yang memungkinkan membimbing peserta

didik memenuhi standar kompetensi yang

ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

d) Kompetensi sosial

Standar Nasional Pendidikan, penjelasan

pasal 28 ayat (3) butir (d) dikemukakan bahwa

yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah

kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat


18

untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif

dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserta didik,

dan masyarakat sekitar.

B. Teori Aspek Afektif

1.Pengertian Ranah Afektif

Menurut bahasa, afektif berarti segala

sesuatu yang berkaitan dengan perasaan, perasaan

mempengaruhi keadaan penyakit.17 Ranah afektif

adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan

nilai.18

Sikap merupakan hubungan dari persepsi dan

tingkah laku di dalam istilah suatu bidang

psikologi. Istilah sikap dalam bahasa Inggris

disebut attitude. Attitude adalah suatu cara

bereaksi terhadap suatu perangsang atau situasi

yang dihadapi. Sikap melibatkan beberapa

pengetahuan tentang situasi, namun aspek yang

paling esensial dalam sikap adalah adanya perasaan

atau emosi, kecenderungan terhadap perbuatan yang

berhubungan dengan pengetahuan.19


17
S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Psikologi,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm. 10
18
Anas Sudijono, Loc.Cit
19
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), hlm.53
19

2.Pengembangan Kemampuan Afektif

Afektif sangat erat kaitannya dengan perasaan

atau emosi, nilai, moral dan sikap, sehingga dalam

pembahasan tentang karakteristik ranah afektif

akan dijelaskan pengembangan emosi, nilai dan

sikap.

a. Pengembangan Emosi

Perbuatan atau perilaku kita sehari-sehari

pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan

tertentu, seperti perasaan senang atau tidak

senang. Perasaan senang atau tidak senang yang

selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita

sehari-hari disebut warna afektif. Warna

afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang

lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-

samar). Perasaan-perasan ini disebut emosi.

Jadi, emosi adalah pengalaman afektif yang

disertai penyesuaian dari dalam diri individu

tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud

suatu tingkah laku yang tampak.20

Dalam kaitannya dengan emosi peserta didik

yang cenderung banyak melamun dan sulit

20
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta
Didik), (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 105
20

diterka, maka satu-satunya hal yang dapat

dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam

pengelolaan kelas dan memperlakukan peserta

didik seperti orang dewasa yang penuh

tanggungjawab. Guru-guru dapat membantu mereka

yang bertingkah laku kasar dengan jalan

mencapai keberhasilan dalam pekerjaan/tugas-

tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang

lebih tenang dan lebih mudah ditangani. Salah

satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong

mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.21

Apabila mendapati kemarahan peserta didik,

yang harus dilakukan adalah dengan memperkecil

ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan

tindakan yang bijkasana dan lemah lembut,

mengubah pokok pembicaraan, dan memulai

aktivitas baru. Jika kemarahan peserta didik

tidak juga reda, guru dapat minta bantuan

kepada petugas bimbingan penyuluhan.

b. Pengembangan Nilai, Moral dan Sikap

Keterkaitan antara nilai, moral, dan

sikap, akan tampak dalam pengamalan nilai-

nilai. Dengan kata lain nilainilai perlu


21
Sunarto & Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 165
21

dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan

didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap

tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada

akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan

nilai-nilai yang dimaksud.

Tidak semua individu mencapai tingkat

perkembangan moral seperti yang diharapkan,

untuk itu harus dihadapkan dengan masalah

pembinaan.

3.Karakteristik Ranah Afektif

Secara lebih rinci pengelompokkan ranah

afektif itu dapat ditaksonomi menjadi lima jenjang

dengan ciri-ciri sebagai berikut:22

a) Receiving (menerima atau memperhatikan)

Receiving adalah kepekaan seseorang dalam

menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang

datang kepada dirinya dalam bentuk masalah,

situasi, gejala dan lain-lain. Misalnya,

mendengarkan dengan sungguh-sungguh,

menunjukkan kesadaran akan pentingnya belajar,

menunjukkan sensitifitas terhadap kebutuhan

manusia dan masalah sosial, menyadari bahwa

22
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 54
22

disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan

tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh.

b) Responding (menanggapi)

Responding adalah adanya kemampuan yang

dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan

dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu

dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah

satu cara. Contoh hasil belajar ranah afektif

jenjang responding adalah siswa tumbuh

hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau

menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam

tentang kedisiplinan.

c) Valuing (menilai atau menghargai)

Valuing artinya memberikan penghargaan

atau suatu nilai pada suatu kegiatan atau objek

sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan,

dirasakan akan membawa kerugian dan penyesalan.

Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar,

siswa disini tidak hanya mau menerima nilai

yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan

untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik

atau buruk.

d) Organization (mengatur atau mengorganisasikan)


23

Organization artinya mempertemukan nilai

sehingga terbentuk nilai baru yang lebih

universal, yang membawa pada perbaikan umum.

Mengorganisasikan merupakan pengembangan dari

nilai ke dalam suatu sistem organisasi,

termasuk di dalamnya hubungan suatu nilai yang

telah dimilikinya.

e) Characterization (karakterisasi dengan suatu

nilai atau kompleks nilai)

Characterization artinya keterpaduan semua

sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang

yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

lakunya. Di sini proses internalisasi nilai

telah menduduki tempat tertinggi dalam suatu

hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara

konsisten pada sistemnya dan mempengaruhi

emosinya.23

C. Konsep Operasional

Konsep operasional adalah konsep yang dibangun

dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan

variabel-variabel yang akan diteliti.24

23
Ibid, hlm. 54-56
24
Burhan Bungin, Metodelogi Penilitian Kuantitatif, (Jakarta:
Kencana, 2005), hlm. 67
24

Konsep operasional peran guru fiqih dalam

mengembangkan kemampuan afektif siswa diambil dari

teori Enung Fatimah. Oleh karena itu Konsep

Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Pengembangan Emosi

2. Pengembangan Nilai

3. Pengembangan Moral

4. Pengembangan Sikap

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah

penelitian deskriptif kualitatif. Metode dengan

penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu metode


25

yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap

subjek penelitian pada suatu saat tertentu. Penelitian

kualitatif deskriptif juga harus mendeskripsikan hal-

hal yang bersifat spesifik.25

Berdasarkan pengertian diatas, maka penelitian ini

ditujukan untuk memberikan pendeskripsian dan

interpretasi mengenai peran guru fiqih dalam

mengembangkan kemampuan afektif siswa di Madrasah

Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Madrasah

Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah Merah yang

beralamat di Jalan Taman Murni Kecamatan Tanah Merah

Kabupaten Indragiri Hilir.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diperkirakan akan dilaksanakan

lebih kurang selama 3 bulan setelah melakukan

seminar proposal.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian
25
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif,
(Jakarta: Referensi, 2013), hlm. 10-11
26

Subjek penelitian adalah orang yang berada

dalam situasi sosial yang ditetapkan sebagai pemberi

informasi dalam sebuah penelitian atau dikenal

dengan informan. Subjek adalah guru Fiqih di

Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah

Merah.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini ialah peran guru

fiqih dalam mengembangkan kemampuan afektif siswa di

Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah

Merah.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

a) Populasi

Populasi atau population adalah semua anggota

kelompok manusia, peristiwa, atau benda yang tinggal

bersama dalam satu tempat dan secara terencana

menjadi target kesimpulan hasil akhir dari suatu

penelitian.26 Populasi dapat berupa guru, siswa,

kurikulum, fasilitas, lembaga sekolah, hubungan

sekolah dan masyarakat, karyawan perusahaan, jenis

tanaman hutan, jenis padi dan sebagainya.

26
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan
Praktiknya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 53
27

Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh guru Fiqih di Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala

Enok Kecamatan Tanah Merah yang berjumlah 2 orang.

b) Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian

atau wakil populasi yang diteliti). Sampel

penelitian adalah bagian dari populasi yang diambil

sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh

populasi.27

Sampel juga merupakan bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.28

Karena penelitian ini kurang dari 100 maka

penelitian ini tidak menggunakan sampel tetapi

menggunakan populasi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode

pengumpulan data yang digunkan untuk menghimpun data

penelitian, data-data penelitian tersebut dapat

27
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan
Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 56
28
Sugiyono, Op.Cit., hlm. 81
28

diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa data

tersebut dihimpun melalui pengamatan panca indra.29

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah observasi secara langsung kepada guru Fiqih

di Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan

Tanah Merah.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah suatu teknik dimana peneliti

berhadapan muka secara langsung dengan responden

untuk memperoleh data.30 Selain itu, wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

memberikan jawaban atas pertanyaan itu.31

Dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan

dalam bentuk lisan kepada responden yang telah

ditentukan. Wawancara dilakukan kepada guru Fiqih di

Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan Tanah

Merah.

3. Dokumentasi

29
Syofian Siregar, Metode penelitian kuantitatif: dilengkapi
perbandingan perhitungan manual & SPSS, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2013), hlm. 18
30
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), hlm. 79
31
Moleong J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 35
29

Dokumentasi adalah mencari data-data yang

diperoleh melalui dokumen–dokumen. Penulis

menggunakan dokumentasi ini dengan cara menyelidiki

dokumen, buku, majalah, catatan harian yang dapat

memberikan keterangan penelitian yang berkaitan

dengan Madrasah Tsanawiyah YPI Kuala Enok Kecamatan

Tanah Merah.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan

pengelolaan data, pengelolaan data merupakan proses

akhir dari penelitian yang dilakukan. Prosedur

pengelolaan data idealnya tidak kaku dan senantiasa

dikembangkan sesuai kebutuhan dan sasaran penelitian.

Beberapa ahli mengemukakan proses pengelolaan data

kualitatif dengan cara yang berbeda.

Sebagian bahan acuan, peneliti menerapkan proses

pengelolaan data meurut pendapat Sugiyono32, yang

dilakukan secara kualitatif melalui model Miles dan

Huberman, yakni data reduction, display, dan conclusion

drawing/verification sebagai berikut:

1. Reduction data, yaitu merangkum, memilih hal-hal

yang pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang

32
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Alfabeta, 2012), hlm. 404
30

penting, mencari kejelasan makna jawaban,

kesesuaian dengan pertanyaan satu dengan

pertanyaan lainnya, relevansi jawaban dan

beragaman kesatuan data berdasarkan substansi

maksudnya kemudian digolongkan kedalam bagian-

bagian pokok atau sub pokok penelitian.

2. Display Data, yaitu penyajian data, penyajian

data dilakukan melalui bentuk uraian singkat,

dengan menyajikan data, maka akan memudahkan

peneliti untuk memehami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami. Bila pola-pola yang

ditemukan telah didukung oleh data selama

penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola

yang baku dan selanjutnya dapat displaykan pada

laporan akhir penelitian.

3. Conclusion Drawing/Verifikasi data, yaitu

penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti

yang kuat untuk mendukung tahap pengumpulan data

berikutnya.
31

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib & Mudzakkir, 2008. Ilmu Pendidikan Islam,


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ahmad Tafsir, 2014. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif


Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
32

Anas Sudijono, 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan,


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anas Sudijono, 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan,


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

A. Qodry Azizi, 2003. Pendidikan untuk Membangun Etika


Sosial: (Mendidik Anak Masa Depan: Pandai dan
Bermanfaat), Jakarta: Aneka Ilmu.

Depdikbud, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:


Balai Pustaka.

E.Mulyasa, 2015. Menjadi Guru Profesional Menciptakan


Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.

E. Mulyasa, 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi


Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Enung Fatimah, 2006. Psikologi Perkembangan


(Perkembangan Peserta Didik), Bandung: Pustaka
Setia.

Hadirja Paraba, 2000. Wawasan Tugas Tenaga Guru dan


Pembina Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Friska
Agung Insani.

Hamid Patilima, 2015. Realisasi Anak Usia Dini,


Bandung: Alfabeta.

Mahmud, 2012. Psikologi Pendidikan, Bandung: CV Pustaka


Setia.

Mahmud, Ija Suntana, 2012. Antropologi Pendidikan,


Bandung: CV Pustaka Setia.

Martinis Yamin, 2007. Profesionalisasi Guru dan


Implementasi, Jakarta: Gaung Persada Press.

Mohammad Surya, 2015. Psikologi Guru Konsep dan


Aplikasi, Bandung: Alfabeta,

Moh. Uzer Usman, 1995. Menjadi Guru Profesional,


Bandung: Remaja Rosdakarya.
33

Moleong J. Lexy, 2000. Metodologi Penelitian


Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mukhtar, 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif


Kualitatif, Jakarta: Referensi.

Nana Sudjana, 2004. Dasar-dasar Proses Belajar


Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Nana Sudjana, 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar


Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Riduwan, 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-


Karyawan dan Peneliti Pemula, Bandung: Alfabeta.

S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, 1994. Kamus


Psikologi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif,


Bandung: Alfabeta.

Sukardi, 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan


Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Sunarto & Ny. B. Agung Hartono, 2008. Perkembangan


Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta.

Syaiful Bahri Djamarah, 2000. Guru dan Anak Didik dalam


Interaksi Edukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Syofian Siregar, 2013. Metode penelitian kuantitatif:


dilengkapi perbandingan perhitungan manual &
SPSS, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai