Anda di halaman 1dari 13

MINI RISET

Personality Guru Ideal Dalam Membangun Hubungan Sosial

(Studi kasus di MIN 3 Aceh Barat)

Oleh :

Dian Kesuma (202019009)

KEMENTERIAN AGAMA RI

JURUSAN TARBIYYAH DAN KEGURUAN, PRODI PENDIDIKAN

GURU MADTRASAH IBTIDAIYAH, SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

NEGERI (STAIN) TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH

TAHUN 2022
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan penebar nilai-nilai kemanusiaan
dalam proses belajar mengajar, ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya
manusia potensialdan berkualitas. Oleh karena itu, guru harus ikut serta secara aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang semakin berkembang. Setiap pribadi guru terletak tanggung jawab
untuk membawa peserta didiknya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan
tertentu,dalam hal ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer
of knowledge, tetapi juga melakukan transfer of values dan sekaligus transfer of skill.
Profesi guru sebagai pendidik dan pengajar adalah tugas utama dan merupakan
kewajiban urgen dalam dunia pendidikan. Guru mempunyai peran ganda sebagai
pengajar dan pendidik. Kedua peran tersebut bisa dilihat bedanya, tetapi tidak bisa
dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak secara
psikologis, sosial dan moral. Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya
manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru
dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi
peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu
kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat
dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan
negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian
waktu tidak terbendung lagi perkembangannya. 1
Serangkaian masalah yang meliputi dunia kependidikan dewasa ini masih perlu
mendapat perhatian dari semua pihak. Mulai dari kualitas tenaga pendidik yang belum
mencapai target hingga masalah kesejahteraan guru. Fakta di lapangan, permasalahan
jauh lebih kompleks dalam lingkungan pendidikan kita. Boleh dikatakan tingkat kualitas
dan kompetensi guru menjadi kendala utamanya, mulai dari guru yang tidak memiliki
kelayakan kompetensi untuk mengajar mata pelajaran tertentu, hingga rendahnya tingkat
profesionalisme guru itu sendiri. Artinya, guru saat ini dituntut bukan hanya sekadar
melaksanakan pekerjaan datang-mengajar lalu pulang. Tapi ia dituntut untuk mencapai
serangkaian kualifikasi dalam pencapaian mutu profesionalisme yang telah ditetapkan.
Guru yang profesional minimal memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang
memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai bidang yang ditekuninya, memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didik, berjiwa kreatif dan produktif,
memiliki etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya serta melakukan
pengembangan diri yang terus-menerus. Guru sekarang diharapkan beranjak dari metode
lama yang hanya mengandalkan komunikasi satu arah, di mana guru menjadi sentral
1 1
Suharsimi Arikuntoro,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2006),h.
26
pembelajaran menjadi pembelajaran dengan komunikasi dua arah dengan murid yang
menjadi fokus utama pembelajaran.
Guru yang ideal adalah guru yang terus-menerus berinovasi untuk meneliti
masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Kemudian mencari solusi dan
melakukan tindakan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Guru diharapkan terus
bereksperimen menemukan metode dan teknik pembelajaran yang cocok dan efektif
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berkenaan dengan profesionalitas guru Munif Chotibseorang ahli sekaligus
praktisi dan konsultan pendidikan membuat konsep guru ideal yang terdapat dalam buku
yang berjudul “Gurunya Manusia”.Dalam buku tersebut Munif Chotib menganggab
bahwa “semua guru pasti bisa mengajar dan semua peserta didik tidak ada yang bodoh”
Munif Chotib menyebutnya dengan teori multiple intelligences. Bagi Munif Chotib guru
adalah seniman tingkat tinggi, karena kemampuannya membaca manusia yang unik dan
mengarahkan pada hal-hal yang bermanfaat.2
Tugas keguruan di dalam kelas di antaranya melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, mengevaluasi hasil belajar, berkomunikasi dengan baik kepada peserta didik,
dan memberikan contoh kepada peserta didik. Sedangkan tugas kependidikanya di luar
kelas diantaranya meliputi melaksanakan tugas dari atasan, mampu berkomunikasi dan
bergaul dengan sesama tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
Semua kompetensi itu terangkum dalam empat kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang guru yakni, pertama kompetensi pedagogik merupakan salah satu
kompetensi guru yang sangat mutlak dimiliki oleh seorang guru sehingga kinerja guru
tersebut dapat optimal dan tujuan pendidikan akan tercapai. Kedua, Kompetensi
kepribadian mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pribadi para peserta didik, sehingga kompetensi ini merupakan landasan
bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Ketiga, Kompetensi sosial merupakan kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik dan tenaga kependidikan, serta dengan orang tua/wali murid peserta didik
sehingga akan menimbulkan interaksi yang positif. Keempat, Kompetensi profesional
merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Apabila seorang
guru mempunyai kompetensi professional, tentunya akan mampu membawa peserta didik
ke arah yang lebih maju sehingga mutu pendidikan akan semakin meningkat.3
Sikap sosial seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal yang keduanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap
sosial seseorang di masyarakat. Guru sebagai cerminan bagi para anak-anak didiknya
pastinya akan menjadi tolak ukur bagaimana dunia nanti bergaya. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa guru sebagai pendisain. Maka jika pendisain tidak

2
Munif Chatib, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara, Bandung:
PT Mizan Kaifa, 2016, h. 75.
33
Suharsimi Arikuntoro,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2006),h.
54
bermutu baik segi ilmu maupun sikap sosial, maka bagaimana jadinya hasil yang
dilahirkan oleh tangan sang pendisain?
Oleh karena itu pada pembahasan kali ini, penulis akan mengupas tentang
“personality guru ideal dalam membangun hubungan sosial”. Penulis mengabil judul
tersebut berdasarkan observasi yang telah penulis lakukan di MIN 3 Aceh Barat.

B. HASIL PENLITIAN
Setelah penulis melakukan observasi di lapangan lansung pada beberapa
kesempatan yang lalu. Maka dalam penelitian ini, ada 2 permasalahan yang diteliti yaitu:
1. Bagaima seharusnya cara guru bersosial sebagaimana guru ideal pada
umumnya?
2. Bagaimanakah kinerja guru yang telah gagal bersosial sebagaimana guru ideal
pada umumnya?

Sejalan dengan perumusan masalah tersebut, maka tujuan diadakannya penelitian


ini yaitu :
1. Untuk mengetahui cara guru bersosial sebagaimana guru ideal pada
umumnya.
2. Untuk mengetahui kinerja guru yang telah gagal bersosial sebagaimana guru
ideal pada umumnya.

C. METEDOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif deskriptif4. Sedangkan untuk
tektiknya yakni teknik kajian pustaka. Teknik pengumpulan data atau sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi atau pengamatan.
Adapun metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori
teori yang relevan dengan masalah – masalah penelitian. Pada bagian ini dilakukan
pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan berdasarkan literatur yang
tersedia, terutama dari artikel-artikel yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah.
Kajian pustaka berfungsi untuk membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi
dalam penelitian. 5
Kajian pustaka atau studi pustaka merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam
penelitian,khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan
aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis.6 Sehingga dengan menggunakan metode
penelitian ini penulis dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang hendak diteliti.

4
HB Sutopo. 2002. Pengumpulan Data Dan Model Analisis Penelitian Kualitatif. H.22
5
V.Wiratna Sujarweni,Metodeologi Penelitian ( Yogyakarta : Pustaka Baru Perss, 2014), h.57
6
Sukardi,Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya (Jakarata : PT Bumi Aksara,2013),
h.3
1. Jenis dan sifat penilitian
a. Jenis-jenis
Dilihat dari jenis penelitiannya, adapun jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library
research, yakni penelitian yang dilakukan melalui mengumpulkan data
atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau
pengumpulan data yang bersifat kepustakaan,7 atau telaah yang
dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya
tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan
pustaka yang relevan. 8
Sebelum melakukan telaah bahan pustaka, peneliti harus
mengetahui terlebih dahulu secara pasti tentang dari sumber mana
informasi ilmiah itu akan diperoleh. Adapun beberapa sumber yang
digunakan antara lain; bukubuku teks, jurnal ilmiah,refrensi statistik,hasil-
hasil penelitian dalam bentuk skripsi, tesis, desertasi,dan internet, serta
sumber-sumber lainnya yang relevan.9

b. Sifat penelitian
Dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif, penelitian deskriptif berfokus pada penjelasan sistematis
tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan.10

2. Metode Pengumpulan Data


Adapun metode pengumpuluan data penelitian ini diambil dari sumber
data, Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana
data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka
dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedangkan isi catatan
subjek penelitian atau variable penelitian.11

7
Fithri Dzakiyyah,”Jenis Penelitian”, (On-Line),tersedia dihttps://hidrosita.wordpress.com (22 Mei 2022)
8
Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Edisi I, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Cet. IV, h. 150.
9
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis,(Jakarta : Salemba Empat,2016), h.32
10
Anwar sanusi, metodologi… h. 45
11
Suharsimi Arikuntoro,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2006),h.
26
D. PEMBAHASAN
1. Cara guru bersosial sebagaimana guru ideal pada umumnya
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki setiap guru adalah kompetensi
sosial, yakni kemampuan mengelola hubungan kemasyarakatan yang membutuhkan
berbagai keterampilan, kecakapan dan kapasitas dalam menyelesaikan masalah yang
terjadi dalam hubungan antar pribadi. Signifikansi kompetensi sosial bagi guru bisa
dirasakan dalam banyak konteks sosial. Salah satunya dengan para stakeholder
sekolah, termasuk di dalamnya para pelanggan sekolah, pengguna lulusan sekolah,
dan tokoh-tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dalam proses pemajuan
sekolah. Signifikansi juga dirasakan dengan kolega mereka di sekolahdan para siswa
yang prestasinyaberada di tangan guru sendiri. Para siswa harus dihantarkan oleh para
guru untuk bisa masuk dalam komunitas profesi, jasa, pedagang, atau bahkan harus
mampu mempersiapkan para siswa untuk menjadi pengusaha yang sangat
membutuhkan relationship dengan masyarakat luas.
Sebagai professional yang memiliki tugas memajukan para siswa sehingga
mereka bisa masuk dunia profesidan diterima dalam semua kalangan sosial, seorang
guru harus memiliki kompetensi sosial untuk tiga konteks kepentingan, yakni:
Pertama, mempersiapkan para siswa untuk memasuki dunia profesi di masa
mendatang. Para siswa harus dilatih untuk bisa memiliki kompetensi sosial, memiliki
kecakapan untuk berkomunikasi, mempengaruhi orang lain, meyakinkan orang lain
untuk bisa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dia yakini, termasuk
kemampuan menerima keragaman sosial, etnik, agama, ras dan budaya. Semua itu
harus dilatih sejak mereka berada di sekolah. Lalu, bagaimana guru dapat melatih
kecakapan sosial siswanya jika mereka sendiri tidak memiliki kompetensi tersebut?
Untuk itu, seorang guru harus memiliki kompetensi sosial dengan baik. Kemampuan
yang harus mereka latihkan secara terencana kepada para siswa, karena kecakapan ini
tidak ditransformasi atau dilatihkan melalui kurikulum tertulis. Sebaliknya,
kemampuan ini dibangun melalui kurikulum yang terselubung, namun menjadi
bagian dalam proses interaksi guru-murid, baik dalam proses pembelajaran maupun
melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler.12
Kedua, memperkuat profesionalisme melalui proses peer-guidence, peer
review sesama guru, baik di internal maupun lintas satuan pendidikan. Guru yang
cenderung introvet, tertutup, dan tidak banyak berkomunikasi dengan sesama di
sekolahnya, akan teralienasi dan tertinggal oleh berbagai perubahan. Sementara
dalam lintas satuan pendidikan, pemerintah mendorong para guru memiliki wadah
komunikasi satu sama lain. Dalam hal ini, pemerintah membantuk wadah guru
12
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis,(Jakarta : Salemba Empat,2016), h.32
sekolah dasar dengan Kelompok Kerja Guru (KKG)dan wadah guru sekolah
menengah dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Kedua organisasi ini
dibentuk dan dikembangkan bagi para guru untuk melakukan sharing tentang bahan
ajar, metode dan strategi pembelajaran,evaluasi proses dan hasil belajar, pengelolaan
kelas serta pengembangan penelitian untuk peningkatan layanan pembelajaran bagi
para siswa mereka. Intinya, wadah komunikasi KKG dan MGMP ini dibentuk
pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang
dimulai dengan peningkatan guru. Dengan demikian, guru harus terbuka, mau
menerima dan memberi masukan, dan bersama-sama memikirkan inovasi dunia
pendidikan bagi kemajuan Indonesia. Untuk itulah, maka setiap guru atau calon guru
harus memiliki kompetensi atau kecerdasan sosial.
Ketiga, memperkuat institusi pendidikan melalui optimalisasi partisipasi
seluruh stakeholder sekolah guna meningkatkan mutu layanan pendidikan. Tugas ini
seolah-olah merupakan tugas kepala sekolah/madrasah, padahal tidak seluruh
kegiatan komunikasi dengan pihak-pihak luar dilakukan oleh kepala sekolah. Untuk
konteks-konteks tertentu, khususnya tentang kemajuan para siswa pada mata
pelajaran yang menjadi tanggung jawab guru, harus dikomunikasikan terlebih dahulu
oleh guru.
Demikian pula dengan perlakuan-perlakuan guru pada siswa dalam
pembelajaran, seperti menambah jam belajar, melakukan remedial,reinforcement, dan
kunjungan lapangan, merupakan kebijakan setiap guru yang harus dikomunikasikan
dengan kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah.
Demikian pula saat para guru mencari informasi tentang kebutuhan-kebutuhan
para pengguna lulusan, mereka harus mampu berkomunikasi dengan para pengguna,
mendengarkan secara serius dan seksama, termasuk menghargai pendapat-pendapat
mereka. Semua hal ini harus dilakukan setiap guru sekaligus merupakan kewajiban
yang mengikat mereka, karena akan selalu ada setiap tahundan harus dilakukan
sebagai tugas rutin. 13
Oleh karena itu, guru harus memiliki kompetensi dan kecerdasan sosial, agar
sekolah memperoleh informasi yang dibutuhkan sekolah/madrasah untuk kemajuan
dan pemajuan lembaga.
Guru yang ideal adalah guru yang terus-menerus berinovasi untuk meneliti
masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Kemudian mencari solusi dan
melakukan tindakan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Guru diharapkan terus
bereksperimen menemukan metode dan teknik pembelajaran yang cocok dan efektif
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Umumnya, yang disebut guru ideal adalah guru yang mampu menguasai
materi; mampu menguasai kelas; mempunyai wawasan yang luas; kreatif; inovatif;
dan memiliki karakter-karakter positif lainnya.

13
Isjoni (http://artikel.us/isjoni 12 html, 25 mei 2022). H. 40
Dibutuhkan proses panjang untuk bisa menjadi guru ideal; guru harus melalui
proses belajar dari banyak sumber. Guru harus bisa menata hati dan pikiran bahwa
menjadi guru ideal adalah target kesuksesan seorang pendidik. Karakter guru ideal
akan terbentuk setelah seorang pendidik menjalani proses belajar yang panjang
tersebut.
Guru ideal harus memiliki kecakapan akademis maupun non-akademis,
seperti bidang keilmuan yang serumpun, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler. Dengan
kualifikasi pendidikan yang sesuai, ditunjang dengan pendidikan keprofesian, maka
akan tercipta guru ideal yang cerdas.
Untuk bisa menjadi seorang guru ideal, seorang guru harus bisa membangun
dirinya, serta mengarahkan dirinya menjadi pribadi yang sadar akan profesi dan
tanggung jawab yang besar. Bangsa dan negara ini membutuhkan guru yang tidak
hanya cerdas dan intelek, namun juga yang berkarakter, sehingga dapat menjadi
teladan bagi peserta didiknya.

Gambar 1 : proses belajar mengajar di kelas 4 MIN 3 Aceh Barat

Berikut ini beberapa cara untuk menjadi guru ideal, yaitu sebagai berikut :
a. Menggunakan model pembelajaran inovatif
Guru dituntut untuk mampu meningkatkan mutu pembelajaran melalui
inovasi pembelajaran, seperti alat peraga, model pembelajaran inovatif, dan
metode atau strategi mengajar yang efektif.
Guru ideal adalah guru yang mampu memilih model pembelajaran inovatif
untuk menjadikan para siswa bersemangat mengikuti pelajaran. Melalui
penerapan model pembelajaran yang inovatif ataupun penggunaan alat-alat peraga
yang bervariasi, suasana belajar akan lebih bersifat student-centered.
Berdasarkan pengalaman saya mengajar di sekolah dasar, masih ada guru-
guru yang cara mengajarnya bersifat komunikasi satu arah atau cenderung
teacher-centered. Menurut saya, alasannya adalah model pembelajaran yang
digunakan guru-guru tersebut tidak inovatif dan lebih didominasi oleh ceramah.14

14
Isjoni (http://artikel.us/isjoni 12 html, 25 mei 2022). H. 55
b. Memiliki semangat mengajar
Suatu pekerjaan akan terasa indah dan bermakna apabila dikerjakan
dengan penuh semangat. Sosok guru ideal tentunya memiliki semangat dalam
mengajar; tidak ada kata menyerah dalam melakukan sesuatu. Semangat adalah
energi positif yang akan terus mendorong guru tersebut menjadikan para siswanya
berhasil.
Semangat yang guru miliki membuat mereka melakukan segala pekerjaan
dengan senang hati meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi. Guru yang
tidak memiliki semangat mengajar akan merasa pekerjaannya melelahkan dan
membosankan.
Mengapa guru harus memiliki semangat mengajar? Karena guru mengajar
tidak hanya satu hari, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun. Menjadi guru
adalah pekerjaan sepanjang hayat, maka itu semangat mengajar harus melekat
dalam diri tiap guru.

c. Menjadi teladan
Guru ideal adalah teladan bagi siswanya, seperti dalam ungkapan Jawa:
Guru digugu dan ditiru. Seorang guru harus bisa dipercaya dan menjadi contoh
baik bagi siswanya. Guru adalah cermin bagi siswa untuk menerapkan nilai-nilai
karakter yang baik. Untuk mewujudkan itu memang tidak mudah; perlu banyak
pengorbanan, baik dari segi materi, waktu, tenaga, dan pikiran.
Seorang guru harus berusaha untuk mengajar secara alami, tidak terlalu
menekan dan memaksa peserta didik. Kalau memaksa dan menekan murid,
efeknya tidak positif bagi perkembangan psikologinya. Guru harus bisa
menyelami psikologi peserta didik, memberikan materi secara mengalir sesuai
falsafah air yang mengalir secara pelan, mampu menerobos hal-hal sulit dan
merobohkan hal-hal besar dengan ketekunan, kerajinan, dan kesungguhan.
Jika peserta didik diberi target terlalu tinggi, kemudian melakukan
penekanan bahkan pemaksaan di luar batas kemampuan mereka, maka kegiatan
belajar mengajar tidak berjalan secara menyenangkan.
Salah satu ciri guru ideal dan inovatif adalah berwatak dinamis,
kompetitif, tapi juga memiliki selera humor. Di tengah kepenatan pikiran,
keletihan fisik, dan kebosanan berpikir sifat humor dari guru sangat diperlukan.
Dengan selera humor yang tinggi, seorang guru bisa memecah suasana yang
menjenuhkan, menghilangkan kepenatan, dan meyegarkan pikiran peserta didik.
Dalam humor ini guru tidak boleh berlebih-lebihan, apalagi sampai mengganggu
konsentrasi lingkungan belajar di sekitarnya.15

15
Isjoni (http://artikel.us/isjoni 12 html, 25 mei 2022). H.34
2. Kinerja guru yang telah gagal bersosial sebagaimana guru ideal pada umumnya.
Untuk mencapai proses pembelajaran ideal yang menjadi tujuan dan arah
dalam pencapaian profesionalisme guru, fasilitas dan dukungan juga wajib menjadi
perhatian utama pemerintah. Dengan sekian banyak tuntutan dalam mencapai
keprofesionalannya, guru harus membuka diri terhadap pengetahuan dan wawasan
baru serta berupaya mengembangkan diri. Aktif dalam organisasi yang dapat
mengasah kompetensinya, mengikuti pelatihan yang meningkatkan mutu dan kualitas,
meningkatkan pengetahuan melalui buku, internet, seminar dan semacamnya.16
Guru bukan hanya dituntut perlu memiliki pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan mengajar dengan kemampuan pula mewujudkan kompleksitas peranan
sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya, tetapi juga harus kreatif. Upaya
meningkatkan kualitas hasil pendidikan amat tergantung dari kemampuan guru untuk
mengembangkan kreativitasnya itu.
Kreativitas guru bahkan menjadi penting dalam proses pembelajaran yang
dapat menjadi entry point dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa.
Kreativitas yang dimaksud adalah kemampuan guru dalam meninggalkan gagasan
dan hal-hal yang dinilai mapan, rutinitas, usang dan beralih untuk memunculkan ide
dan tindakan baru dan menarik; apakah itu pemecahan suatu masalah, suatu metode
atau alat, suatu objek atau bentuk artistik yang baru dan sebagainya. Kemampuan
menghasilkan atau memunculkan gagasan itu terwujud ke dalam pola perilaku yang
dinilai kreatif pula.
Khusus di Indonesia, sebagai Guru yang punya nilai tinggi dan mulia
seharusnya seluruh siswa sekolah/madrasah harus dilatih untuk bisa bersikap terbuka
dan menghargai keragaman etnik, agama dan budaya. Siswa Muslim, misalnya, harus
bisa berpikiran terbuka dan menghargai atas perbedaan agama teman-temannya siswa
beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Sebaliknya, mereka
harus bisa bersama dalam kehidupan profesi dan sosial mereka, sehingga bisa
memiliki peluang berprofesi yang sangat luas. Para siswa sekolah/madrasah harus
memiliki sebuah keyakinan, bahwa untuk bisa diterima oleh komunitas, harus
memiliki attitude dan prilaku yang bisa membuat orang lain nyaman, tidak terganggu,
dan bahkan mereka merasa perlu akan kehadirannya.17
Oleh sebab itu, setiap siswa harus dilatih untuk bisa memberikan perhatiannya
pada orang lain, bisa peduli dan bisa memberi, tidak hanya dalam kehidupan sosial,
tapi juga dalam kehidupan profesi. Semua kompetensi sosial ini, tidak akan bisa
terbina dengan baik jika gurunya sendiri tidak memiliki kompetensi sosial yang lebih
baik. Oleh sebab itu, guru dan calon guru harus berlatih untuk menjadi orang-orang

16
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. H. 71
17
Mulyasa. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.h. 67
yang bisa diterima dalam lingkungannya, berkontribusi terhadap lingkungannya, dan
peduli pada para siswanya.18
Namun permsahannya sekarang adalah bagaimana seorang guru yang gagal
dalam hubungan sosial bisa melahirkan murid yang pandai bersosial?
Banyak topik yang bermunculan di masyarakat, guru merupakan topik yang
tidak pernah habis dibahas sekurang-kurangnya selama dasawarsa terakhir.
Pembahasan tentang guru tersebar diberbagai media massa, diperdebatkan di dalam
diskusi-diskusi akademik, diangkat permasalahannya di dalam seminar-seminar.
Membahas tentang guru selalu aktual, karena permasalahan guru sendiri
berhubungan langsung dengan dunia pendidikan. Misalnya, sekelumit deskripsi
ketidaksukaan masyarakat pada guru bisa kita saksikan tiap akhir tahun ajaran. Tidak
sedikit orang tua murid yang merasa kecewa pada guru karena anaknya tidak lulus
ataupun ketidak puasan akan prilaku dan sosial yang buruk dari sang pendidik kepada
para murid ataupun orang tua murid bahkan sesama seprofesi dengannya. Mereka
menuding guru tidak bisa mengajar dan mendidik. Dari masyarakat pendidikan
sendiri, tidak sedikit siswa yang marah dan kecewa terhadap guru karena ia tidak
berhasil lulus pada ujian nasional. Pemandangan seperti ini selalu kita saksikan tiap
tahun kelulusan.19
Dalam pengamatan kelapangan lansung beberapa waktu yang lalu, penulis
melihat sendiri bagaimana rendahnya sifat atau jiwa bersosial dari diri guru. Lebih
paranya lagi keapda teman seprofesi dan guru-guru magang. Lalu apa factor yang
menyebabkan guru yang seperti ini terangkat menjadi bagian dari dunia pendidikan?
Penulis mencoba memberikan satu alasan yang menurut penulis bisa
membantu menjawab pertanyaan inoi.
Yakni rendahnya kualitas pendidikan (output dan outcome) disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain: 1) rendahnya kualitas guru, 2) penempatan guru yang
tidak merata, 3) motivasi berprestasi guru, 4) rendahnya minat baca guru, 5)
kesejahteraan guru, 5) rendahnya kompetensi guru, 6) media belajar yang kurang
berfungsi karena guru miskin kreatifitas dan inovasi dalam proses pembelajaran, 7)
ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas dan pembelajaran, 8) rendahnya minat
belajar siswa, 9) semakin merosotnya akhlak peserta didik dan juga pendidik, 10)
berkembangnya teknologi informasi berdampak negatif terhadap tingkat pengetahuan
siswa, bagi mereka yang tidak siap dengan perkembangan teknologi informasi dan
globalisasi, 11) perpustakaan yang bukunya terbatas, 12) pelaksanaan supervisi
kepala sekolah/pengawas yang belum optimal serta 13) rendahnya anggaran
pendidikan.20 Bila dicermati hal tersebut menunjukkan betapa kompleksnya
problematika profesi guru dan juga dunia pendidikan pada umumnya.

18
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis,(Jakarta : Salemba Empat,2016), h.32
19
Anwar Sanusi, Metodologi .. h. 33
20
Bimo Walgito,. (2003). Suatu Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi Offset. H. 56
E. KESIMPULAN
Hasil pengamatan sementara menunjukkan bahwa problematika guru gagal
bersosial. yakni masih adanya beberapa guru yang tidak mampu memposisikan diri
sebagai pendidik atau bahasa sederhanya guru ideal. Oleh sebab itu imbasnya ke
siswa sehingga timbulah pemicu yang membuat siswa tidak mampu menerima
pengajaran dan mengamalkannya, yakni guru kurang bisa mengelola kelas dan
pembelajaran dengan baik, juga ada yang kurang menguasai materi pembelajaran,
rendahnya pemahaman sehubungan dengan regulasi di bidang pendidikan karena
minat baca guru juga rendah dan juga tersedianya media pembelajaran yang kurang
berfungsi karena guru miskin kreatifitas dan inovasi dalam proses pembelajaran,
disamping itu masih terlihat guru masuk-keluar kelas tidak tepat waktu. Artinya
masih rendahnya kemampuan dan kualitas guru, ditinjau dari sisi kompetensi dan
manajemen waktu serta kedisiplinan.
Oleh karena itu tugas mulia yang diemban oleh guru tersebut hendaklah
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan mengharuskan seorang guru untuk
mengembangkan pengalaman serta pengetahuannya dan yang terlebih penting adalah
membangun hubungan sosial yang baik di lingkungan sekolah sebagai bentuk teladan
dan pengajaran baik secara tidak langsung kepada para murid.
Daftar pustaka
HB Sutopo. 2002. Pengumpulan Data Dan Model Analisis Penelitian Kualitatif.

Isjoni (http://artikel.us/isjoni 12 html, 25 mei 2022).

Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Walgito, Bimo. (2003). Suatu Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi Offset.

Chatib Munif, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara,
Bandung: PT Mizan Kaifa, 2016, h. 75.

Sujarweni V.Wiratna,Metodeologi Penelitian ( Yogyakarta : Pustaka Baru Perss, 2014), h.57

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya (Jakarata : PT Bumi


Aksara,2013), h.3

Dzakiyyah Fithri,” Jenis Penelitian”, (On-Line), tersedia dihttps://hidrosita.wordpress.com (22


Mei 2022)

Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Edisi I, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Cet. IV, h.
150.

Sanusi Anwar, Metodologi Penelitian Bisnis,(Jakarta : Salemba Empat,2016), h.32

Arikuntoro Suharsimi,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rieneka Cipta,


2006),h. 26

Anda mungkin juga menyukai