Oleh :
Mawaddatul Hasanah
NIM : 900.19.243
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan potensi
perserta didik melalui kegiatan pembelajaran sehingga ada perubahan ke arah yang
positif pada diri peserta didik tersebut. Sekolah merupakan salah satu satuan pendidikan
yang melakukan pendidikan formal. Di sekolah peserta didik diajarkan berbagai ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bermanfaat bagi kehidupannya dan juga
berbagai ilmu pengetahuan lain yang bisa mengubah tingkah lakunya ke arah yang
lebih baik.
Proses pendidikan itu dapat berjalan dengan baik bila komponen yang ada
dalam sekolah tersebut digunakan semaksimal mungkin. Komponen sekolah tersebut
diantaranya kepala sekolah, guru, staf, kurikulum, sarana prasarana serta komponen lain
yang dapat menunjang berlangsungnya pembelajaran. Salah satu komponen penting
dalam sekolah adalah guru. Karena guru merupakan tenaga pendidik yang akan
mendidik peserta didik. Berkaitan dengan tugas guru dalam proses pembelajaran, guru
berperan sebagai fasilitator, motivator dan stimulator proses pembelajaran yang
mengharuskan guru memegang peranan dan tanggung jawab yang penting dalam
pelaksanaan program pengajaran di sekolah. Guru merupakan pembimbing dan contoh
bagi siswa dalam pembentukan kepribadian siswa dan karena itu guru perlu mempunyai
kinerja yang baik. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting
dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh
teladan, bahkan menjadi tokoh identitas diri.1 Maka dari itu seorang guru di tuntut
untuk melakukan profesinya dengan profesional disertai dengan memiliki etos kerja
yang tinggi dan kinerja yang baik tentunya akan berpengaruh pada mutu dan kualitas
pendidikan.
Etos kerja menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan
terhadap kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja yang
dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Etos kerja merupakan
sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam dunia nyata.
1
Wijaya cece, Kemampuan Dasar Guru Dlam Proses Proses Belajar-Mengajar
Bandung, Rosdakarya 1991), h. 1.
Akan tetapi jika etos kerja karyawan mengalami penurunan maka hasil pekerjaan
(kinerja) yang jadi tanggung jawabnya pun tidak akan maksimal dan pencapaian tujuan
organisasi tidak akan tercapai dengan maksimal.
Perkembangan zaman menuntut adanya perubahan dan pembaruan dari segala
bidang termasuk bidang pendidikan. Guru sebagai ujung tombak dituntut peran aktifnya
dalam perubahan dan pembaharuan pendidikan. Fenomena ini antara lain
mengharuskan guru sebagai kunci keberhasilan pendidikan dan pengajaran untuk selalu
kreatif, motifatif, dan dinamis dalam melaksanakan tugas-tugasnya sejalan dengan
tuntutan dan perkembangan zaman. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan
wawasan pegetahuan pengalaman keterampilan dan mengembangkan profesinya untuk
perbaikan dan peningkatan kinerja guru.
Mulyasa menjelaskan bahwa “kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau unjuk kerja”.2 Menurut Suryo Subroto yang
dimaksudkan dengan kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah “kesanggupan
atau kecakapan para guru dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara
guru dan peserta didik yang mencakup suasana kognitif, efektif dan psikomotorik
sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap
evaluasi dan tindak lajut agar tercapai tujuan pengajaran.3
Berasal dari kata etos dikenal pula kata etika, etiket, yang hampir mendekati
pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk atau moral,
sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk
mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai
kualitas kerja yang sesempurna mungkin. Dalam etos tersebut, ada semacam semangat
untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan atau fasad
sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan
sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya.4 Berlandasakan teori yang dikemukakan oleh
Toto Tasmoro diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh etos
kerja terhadap kinerja guru.
Pada penelitian ini, untuk mengetahui tentang seberapa besar pengaruh etos
2
E Mulayasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2003),
h.136
3
Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Cet. 1, h.8
4
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani Pers, 2002, h.15.
kerja terhadap kinerja guru di SMPN 1 Binjai peneliti menggunakan beberapa indikator
tentang etos kerja dan kinerja guru sebagai alat ukur penelitian. Indikator etos kerja
yang digunakan oleh peneliti adalah
1) jujur dan berintegritas; berani bekerja jujur itu cerdas dan mulia, meraih sukses
melalui kejujuran, bekerja denggan integritas tinggi,
2) cerdas memiliki kreativitas; menerapkan rumus bekerja cerdas, mengoptimalkan
kecerdasan emosi dalam bekerja, pekerja berpengetahuan dan pribadi
pembelajar, berani berfikir kreatif dan diluar kotak,
3) empati penuh peduli; bekerja sebagai ladang amal kebaikan, memiliki
mentalitas melayani dengan hati, bekerja dengan empati penuh peduli,
4) ikhlas penuh kecintaan; menjadikan kerja bernilai ibadah, bekerja dengan
moralitas bersih dan ikhlas, pandai bersyukur dan berterima kasih, bekerja
dengan kecintaan sepenuh hati,
5) berpikiran maju atau visioner; bekerja berorientasi masa depan, memiliki semangat
perubahan, memiliki jiwa kepemimpinan
6) mengutamakan kerja sama atau sinergisme; bekerja bersama adalah kesuksesan,
mampu bekerja sama dalam tim berkinerja tinggi, ketrampilan membangun jaringan
silaturahmi,
7) disiplin penuh tanggung jawab; kerja sebagai bentuk eksistensi diri, membudayakan
disiplin dalam diri, bekerja benar dengan penuh tanggung jawab, pandai menghargai
waktu dalam bekerja.5
Indikator yang digunakan sebagai alat ukur kinerja guru adalah 1) pedagogik;
mengenal karakteristik peserta didik, menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik, pengembangan kurikulum, komunikasi dengan peserta
didik, penilaian dan evaluasi, 2) kepribadian; bertindak sesuai dengan norma agama,
hukum, sosial dan kebudayaan nasional, menunjukan pribadi yang dewasa dan teladan,
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, 3) sosial; bersifat
inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif, komunikasi dengan sesama guru,
tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat, 4) profesional;
penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu, mengembangkan keprofesianalan melalui tindakan yang
5
Eko Jalu Santoso. Good Ethos, 7 Etos Kerja Terbaik dan Mulia. (Jakarta: PT Alex Media
Komputindo, 2012) h. 27-238
reflektif jumlah (hasil penilaian kinerja guru).8
Guru yang kinerjanya rendah akan terlihat dari perilaku guru yang bersangkutan.
Sangat jelas terlihat guru tersebut tidak disiplin, tidak tepat waktu, kurang berinisiatif
dalam mengajar, motivasinya kurang, bekerjanya ingin cepat selesai dan kurang
memperhatikan kualitas hasil pekerjaan, pembelajaran yang dilakukan kurang optimal,
kurang mampu merangsang pikiran dan memberikan inspirasi baru kepada peserta
didik, guru kurang mampu berkerja sama dengan rekan kerjanya, tidak memiliki jiwa
professional yang tinggi, kurang mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara
terpadu, serta jarang melakukan evaluasi akan kinerjanya.
Dalam prespektif Islam, kualitas itu sesungguhnya realisasi dari Ihsan yakni
seseorang harus melakukan pekerjaan sebaik mungkin dengan memperhatikan efesiensi
dan efektivitas karena ia sadar bahwa Allah SWT menilai setiap pekerjaan yang
dilakukan Dengan demikian Islam telah memperhatikan proses. Kualitas dalam Islam
tergantung pada prosesnya dan usaha yang dilakukan'. Firman Allah SWT dalam Al-
Ouran surat As-Najam ayat 39 :
Artinya: “dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”
D. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan efektivitas penerapan layanan mutu pendidikan?
2. Bagaimana cara meningkatkan etos kerja pendidik?
3. Apa itu kinerja tenaga pendidik dan bagaimana cara meningkatkan kinerja tenaga
pendidik?
4. Bagaimana pengaruh etos kerja yang dimiliki oleh guru SMPN Binjai?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu efektivitas penerapan layanan mutu pendidikan
2. Untuk mengetahui cara meningkatkan etos kerja pendidik
3. Untuk mengetahui cara meningkatkan kinerja tenaga pendidik
4. Untuk mengetahui pengaruh etos kerja yang dimiliki oleh guru SMPN 1 Binjai.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini berfokus pada:
1. Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah :
a. Dapat mengembangkan pola dimensi kecerdasan emosional peserta didik
dalam menerima transmisi keilmuan pendidik khususnya dalam bidang
pendidikan agama Islam
b. Menjadikan pendidik pendidikan agama Islam yang lebih banyak
menggunakan metode Munaqosyah, halaqah, dan munasabah
c. Dapat dijadikan sebagai landasan studi ilmiah yang berhadapan kepada
kecerdasan peserta didik serta kontribusi belajar peserta didik dalam
pendidikan agama Islam
2. Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis adalah :
a. Dapat mengembangkan potensi peserta didik ke arah yang lebih maju lagi
dalam hal mempelajari pendidikan agama Islam di Sekolah
b. Dapat menjadikan motivasi belajar sebagai cerminan untuk lebih fokus
terhadap materi ajar yang membutuhkan praktikum baik di dalam kelas
maupun di luar kelas
G. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam tesis ini dibagi kepada lima bab yang masing-masing bab
terdiri dari beberapa sub bab:
PEMBAHASAN
A. Kajian Teori
1. Kinerja Tenaga Pendidik
a. Pengertian Kinerja Tenaga Pendidik
Masalah yang masih dihadapi guru adalah perhitungan beban kerja guru yang
hanya memperhitungkan dua dari lima tugas guru dalam rangka menetapkan beban
kerja guru minimal yang harus dipenuhi untuk mendapat TPG. Dengan demikian
banyak guru terkendala dalam pemenuhan beban kerja minimal 24 JTM per minggu.
Tugas guru yang diperhitungkan hanyalah melaksanakan pembelajaran dan
melaksanakan tugas tambahan. Oleh karena ketersediaan jumlah tugas tambahan
terbatas, maka guru terpaksa mengajar di sekolah lain untuk memenuhi tuntutan beban
kerja minimal tersebut.
Strategi sekolah dalam memenuhi beban kerja guru adalah dengan mengutamakan
menugaskan guru yang sudah mendapat sertifikat pendidik agar dapat memenuhi beban
kerja minimalnya untuk mendapat TPG. Guru yang sudah bersertifikat pendidik
diutamakan untuk mengajar minimal 24 JTM di sekolah Satminkal. Jika JTM-nya
masih kurang maka guru akan diberi tugas tambahan yang diekuivalensi dengan JTM
agar dapat terpenuhi beban kerja minimalnya. Jika memang sudah tidak ada pilihan lain
barulah guru ditugaskan mengajar di sekolah lain, meski kadang berisiko bagi guru.6
Di sekolah swasta umumnya guru dilarang untuk mengajar di sekolah lain, kecuali
sekolah lain itu juga menjadi binaan/milik yayasan. Untuk tetap berada di sekolah dan
bekerja selama 37,5 JTM per minggu, guru diberi tugas tambahan untuk memenuhi
beban kerja guru. Kegiatan-kegiatan guru yang belum diekuivalensi ditetapkan
ekuivalensinya dan dilakukan oleh guru agar tetap dapat bekerja seharian di sekolah dan
bekerja 5 hari dalam seminggu. Guru tidak lagi memiliki waktu untuk mengajar di
sekolah lain. Dengan begitu sekolah akhirnya dapat melaksanakan kebijakan LHS yang
dicanangkan dalam Permendikbud 23/2017. Pembatalan Permendikbud tersebut kiranya
perlu ditinjau kembali dengan membolehkan penyelenggaraan PPK dengan pola lima
atau enam hari sekolah. Dengan demikian LHS dapat menjadi salah satu alternatif
6
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan. (Jakarta: PT.Gunung Agung, 1999) cet. 13. h.34.
6
pemenuhan beban kerja guru minimal untuk mendapat TPG, karena tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undang.
(Dye, 2005:14) Dye mengatakan bahwa kebijakan merupakan apa saja yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam menangani persoalan-persoalan tersebut dapat bersifat regulatif,
organisasional, distributif, atau semua sifat tersebut terkandung dalam suatu
kebijakan.Kebijakan sertifikasi guru melalui jalur PPG dalam Jabatan adalah kebijakan
yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI dengan tujuan utama mencetak guru
profesional sesuai undang-undang dalam rangka memecahkan persoalan guru-guru yang
masih belum tersertifikasi. Tujuan kebijakan sertifikasi guru melalui jalur PPG dalam
Jabatan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI tersebut adalah dengan
tujuan untuk mereglasi yang merupakan salah satu tujuan dari kebijakan public.8
7
E Mulayasa, Menajdai Kepala Sekolah Profesional, (Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2003),
h.136
8
Cece Wijaya, A. Tabrani Rustan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h.21
7
Adapun peluang dalam implementasi kebijakan sertifikasi guru melalui jalur PPG
dallam Jabatan yaitu kepercayaan diri peserta PPG dalam Jabatan yang meningkat jika
dibanding dengan peserta sertifikasi guru yang mengikuti pola lain. Hal ini diungkapkan
sendiri oleh peserta PPG dalam Jabatan. Direktur Pendidikan Tinggi Islam Prof. Dr.
Dede Rosyada, MA menyatakan bahwa lulusan PPG dalam Jabatan bahkan menjadi
narasumber (rujukan) di sekolahnya sendiri dan di daerahnya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa implementasi kebijakan sertifikasi guru melalui jalur PPG
dalam Jabatan telah memberikan kesempatan bagi peserta untuk meningkatkan
kapasitas dan kompetensinya sebagai guru.Dalam implementasi kebijakan sertifikasi
guru melalui jalur PPG dalam Jabatan terdapat tantangan baik yang berasal dari dalam
(internal) Kementerian Agama sendiri maupun yang berasal dari luar (eksternal)
Kementerian Agama.
9
E. Mulyasa. Uji Kompetensi dan Penelitian Kinerja Guru. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013) h. 226-252.
8
Data penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi guru melalui jalur PPG dalam
Jabatan di Kementerian Agama tidak dicantumkan dalam Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.Walau begitu PPG dalam Jabatan tetap
direncanakan.Kementerian Agama sendiri membuat Pokja (Tim Task Force) sertifikasi
Guru. Dalam perencanaan, Tim Task Force yang telah dibentuk menyusun panduan
penyelenggaraan yang berisi seluruh rencana implementasi kebijakan sertifikasi guru
melalui jalur PPG dalam Jabatan meliputi latar belakang, landasan hukum, tujuan, dan
sasaran dari kebijakan sertifikasi guru melalui jalur PPG dalam Jabatan. Selain itu,
aspek penyelenggaraan sertifikasi guru melalui jalur PPG dalam Jabatan adalah hal
yang penting.
Membina Kinerja Guru yaitu dengan Mengikut sertakan para guru dalam
kegiatan seminar atau kepelatihan yang telah diprogramkan oleh pemerintah atau yang
diadakan oleh sekolah. Melalui kegiatan seminar atau kepelatihan maka guru akan
mendapatkan banyak pengetahuan dan guru dapat meningkatkan kinerjanya dalam
kegiatan pembelajaran. Kepala sekolah melihat langsung kehadiran para guru dalam
rangka pembinaan disiplin, kepala sekolah berusaha datang lebih awal untuk
melihat kedatangan guru dan siswa tepat waktu atau tidak. Manfaat dari
pembinaan kinerja guru yaitu:
c. Meningkatkan kesadaran kepada guru akan pentingnya kinerja guru yang baik
untuk keberhasilan pendidikan.
Metode ‘on the job’ merupakan metode yang paling banyak digunakan
dalam pelatihan dan pengembangan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan
supervisi langsung seorang pelatih yang berpengalaman (instruktur atau guru lain);
Meliputi semua upaya bagi karyawan untuk mempelajari suatu pekerjaan sambil
mengerjakannya di tempat kerja yang sesungguhnya. Berbagai macam metode yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Secara sederhana, etos dapat didefinisikan sebagai watak dasar dari suatu
10
E. Mulyasa. Uji Kompetensi dan Penelitian Kinerja Guru. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013) h. 226-252.
11
Studi Etos Kerja dalam komparasi Perbandingan Agama, Jurnal Agama dan Spirit Ekonomi,
Vol. 30 No. 2, (Mei- Agustus 2013), 264- 281.
11
masyarakat. Perwujudan etos dapat dilihat dari struktur dan norma sosial masyarakat
itu.Sebagai watak dasar dari masyarakat, etos menjadi landasan perilaku diri sendiri dan
lingkungan sekitarnya, yang terpancar dalam kehidupan masyarakat. Karena etos
menjadi landasan bagi kehidupan manusia, maka etos juga berhubungan dengan aspek
evaluatif yang bersifat menilai dalam kehidupan masyarakat.Weber mendefinisikan etos
sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku seseorang, sekelompok
atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).Jadi etos kerja
dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau
sekelompok orang sebagai hal yang baik dan benar dan mewujud nyata secara khas
dalam perilaku kerja mereka.12
Beberapa indikasi dan ciri-ciri dari etos kerja yang terefleksikan dari pendapat-
pendapat tersebut di atas, secara universal cukup menggambarkan segisegi etos kerja
yang baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai
sebagai etos kerja yang diimplementasikan dalam aktivitas kerja.Etos Kerja dalam
Kajian Budaya dan Agama Masalah etos kerja memang cukup rumit.
Nampaknya tidak ada teori tunggal yang dapat menerangka segala segi gejalanya,
juga bagaimana menumbuhkan dari yang lemah ke arah yang lebih kuat atau lebih
baik.Kadangkadang nampak bahwa etos kerja dipengaruhi oleh sistem kepercayaan,
seperti agama, kadang-kadang nampak seperti tidak lebih dari hasil tingkat
perkembangan ekonomi tertentu masyarakat saja.
Salah satu teori yang relevan untuk dicermati adalah bahwa etos kerja terkait
dengan sistem kepercayaan yang diperoleh karena pengamatan bahwa masyarakat
tertentu – dengan sistem kepercayaan tertentu – memiliki etos kerja lebih baik (atau
lebih buruk) dari masyarakat lain – dengan sistem kepercayaan lain. Misalnya, yang
paling terkenal ialah pengamatan seorang sosiolog, Max Weber, terhadap masyarakat
Protestan aliran Calvinisme, yang kemudian dia angkat menjadi dasar apa yang terkenal
dengan “Etika Protestan”.
Etos kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan
terhadap kerja, kebiasaan kerja; ciri- ciri atau sifat- sifat mengenai cara kerja yang dimiliki
seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa.21 Dijelaskan juga bahwa etos kerja,
merupakan bagian dari tata nilai (value system). Etos kerja seseorang adalah bagian dari
12
Soerjono Soekanto, kamus Sosiologi (Jakarta: C.V rajawali, 1983), 174 dalam A. Janan
Asifudin, Etos Kerja Islami (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), h. 26.
12
tatanilai individualnya. Demikian pula etos kerja suatu kelompok masyarakat atau bangsa, ia
merupakan bagian dari tata nilai yang ada pada masyarakat atau suatu bangsa tersebut.13
Menurut Nurcholish Madjid, etos kerja dalam Islam adalah hasil suatu
kepercayaan seorang Muslim, bahwa kerja mempunyai kaitan dengan tujuan hidupnya,
yaitu memperoleh perkenan Allah Swt. Berkaitan dengan ini, penting untuk ditegaskan
bahwa pada dasarnya, Islam adalah agama amal atau kerja. Inti ajarannya ialah bahwa
hamba mendekati dan berusaha memperoleh ridha Allah melalui kerja atau amal saleh,
dan dengan memurnikan sikappenyembahan hanya kepada-Nya. 14
Toto Tasmara, dalam bukunya Etos Kerja Pribadi Muslim, menyatakan bahwa
“bekerja” bagi seorang Muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh asset, fikir dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khaira ummah),
atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan bekerja manusia itu memanusiakan
15
dirinya.
Sebagai agama yang menekankan arti penting amal dan kerja, Islam mengajarkan
bahwa kerja itu harus dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip berikut:
13
Mochtar Buchori, Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: IKIP
Muhammaddiyah Press1994), 6 dalam A. Janan Asifudin, Etos Kerja Islami (Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2004), h. 27.
14
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramida, 1995),
Cet. 3, 410 dalam A. Janan Asifudin, Etos Kerja Islami (Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2004), h. 26.
15
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 16.
13
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dikutip oleh Onisimus Amtu,
dijelaskan arti dari mutu adalah “ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf, atau
derajat berupa; kepandaian kecerdasan, kecakapan, dan sebagainya.”17 Secara istilah
mutu merupakan sebuah proses terstruktur yang digunakan untuk memperbaiki keluaran
atau output yang dihasilkan. Dari sini dapat kita pahami bahwa mutu merupakan upaya
perbaikan lembaga atau institusi berdasarkan kecakapan atau kemampuan yang
dimilikinya.Selain itu, juga terdapat beberapa definisi dari beberapa ahli tentang definisi
mutu ini. Menurut Philip B. Crosby, mutu adalah kesesuaian dengan apa yang
disyaratkan atau distandarkan. Secara sederhana sebuah produk dikatakan
berkualitas/bermutu apabila produk tersebut sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditentukan, yang meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.18
16
Ibid
17
Amtu, Manajemen Pendidikan., h. 118.
18
Noer Rohmah dan Zainal Fanani, Pengantar Manajemen Pendidikan (Malang: Madani, 2017),
h. 205
19
Mulyadi, Kepemimipinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu (Malang: UIN
Maliki Press, 2010), h. 80.
14
kemampuan untuk digunakan atau quality is fitness for use.20 Dimana dapat diartikan
bahwa mutu merupakan suatu kesesuaian atau kenyamanan suatu barang digunakan
oleh seseorang.Selain itu indikasi dari barang yang bermutu adalah yang memiliki
kekuatan, kehandalan, dan jaminan untuk digunakan.
Dalam hal ini, Sallis juga menjelaskan bahwa mutu adalah sesuatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan atau kebutuhan seseorang atau sekelompok
orang.21 Dimana dalam hal ini mutu dipandang sebagai sesuatu yang paling integral
dalam pemenuhan kebutuhan seseorang. Di antara para pakar mutu masih terdapat
perbedaan pandangan, sekalipun pada segi-segi tertentu terdapat persamaan di antara
mereka, namun semuanya menekankan pada bagaimana meningkatkan kualitas baik
pada produk barang maupun layanan jasa melalui standarisasi yang telah ditetapkan,
melalui manajemen yang profesional dan berkesinambungan. 22
Dari berbagai pendapat atau pandangan para ahli tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa mutu adalah sesuatu yang sesuai dengan standar atau persyaratan
yang dapat dimanfaatkan atau digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau
memberikan kepuasan pelanggan yang diperoleh melalui manajemen yang baik dan
berkelanjutan.
b. Definisi Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, mutu dipandang dan diartikan sebagai “program atau hasil dari
sebuah manajemen pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi harapan pelanggan pendidikan
yang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan masyarakat atau dunia kerja.” 23
Dalam dunia pendidikan, mutu dipandang dan diartikan sebagai “program atau
hasil dari sebuah manajemen pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi harapan
20
Suyadi Prawirosentono, Filosofi Tentang Manajemen Mutu Terpadu Total Quality Management
Abad 21 Study Kasus dan Analisis (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 5.
21
Amtu, Manajemen Pendidikan., h. 118
22
Ibid., 121.
23
Marzuki Mahmud, Manajemen Mutu Perguruan Tinggi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 5.
24
Aminatul Zahro, Total Quality Management Teori & Praktik Manajemen Untuk Mendongkrak
Mutu Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 28.
15
Dimana proses pendidikan yang dikelola dengan baik, maka akan menghasilkan
output atau siswa yang baik juga. Sehingga dari output pendidikan yang dihasilkan,
dapat mendongkrak mutu dari lembaga pendidikan tersebut. Dari sini dapat kita ketahui
25
Marus Suti, “Strategi Peningkatan Mutu Di Era Otonomi Pendidikan”, MEDTEK, Vol. 3 No. 2,
(Oktober, 2011), h. 2
26
E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.
157-158
16
27
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tetang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 50, ayat 2.
28
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat 1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
29
Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,
cet. 2, 1999), h. 6.
30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: RIneka Cipta, Cet. 4,
2010), h. 12.
31
Ibnu Hajar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet.12,
2006), h. 30.
32
Ibid, h. 34.
33
Suharsimi Arikunto, Prosedur. h. 313.
lewat teknik korelasi seorang peneliti dapat mengetahui hubungan antara sebuah variabel
dengan variabel lainnya. Besar atau kecilnya hubungan itu dinyatakan dalam bentuk koefisien
korelasi.antara sebuah variabel dengan variabel lainnya. Besar atau kecilnya hubungan itu
dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini tepat di Kota Binjai dengan luas area 5.133 M2.
Banyaknya siswa siswi adalah 405 orang. Waktu penelitian yang digunakan dalam hal ini
adalah selama 1 bulan.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi berarti” Seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup
dan waktu yang kita tentukan”34 atau pada defenisi lain disebutkan bahwa populasi
merupakan “keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang
memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian”.
Berdasarkan pengertian di atas maka populasi penelitian ini adalah seluruh siswa yang
belajar di SMPN 1 Binjai , yang terdiri dari kelas VII, VIII dan IX tahun ajaran 2011/2012.
Namun karena jumlah siswa yang terlalu banyak, maka populasi penelitian diambil dari kelas
VII yang berjumlah 6 Kelas. Adapun populasi siswa kelas VII di SMPN 1 Binjai Tahun
Ajaran 2021/2022 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
No Kelas Jumlah
1 Kelas VII –a 43 siswa
2 Kelas VII –b 38 siswa
3 Kelas VII –c 42 siswa
4 Kelas VII –d 40 siswa
5 Kelas VII –e 43 siswa
6 Kelas VII –f 41 siswa
Jumlah 247 siswa
34
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 118.
Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah populasi siswa di VII Tahun Ajaran 2021/2022
berjumlah 247 siswa.
2. Sampel
Secara sederhana sampel diartikan sebagai” Sebahagian dari populasi yang diambil
secara refresentasi atau mewakili populasi”.35 Dengan demikian sampel penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh.T, Yamanae sebagai
berikut:
n= ______N___8
N.d2+ 1
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
n = jumlah Populasi
d2 = Presisi yang ditetapkan 10 % dengan tingkat kepercayaan 90
Dengan demikian diperoleh jumlah sampel penelitian ini sebagai berikut:
n = ________247____________
247 (0,1)2+ 1
n = ______247_________
247 (0,01) + 1
n = 247
3,47
n = 71,2
n = 70 orang (disempurnakan )
Dengan demikian sampel peneliitian ini berjumlah 70 orang siswa yang mewakili
keseluruhan kelas VII SMPN 1 Binjai. Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel adalah teknik random sampling (sistem acak).
35
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Jakarta: Gaung Persada, cet. 2, 2009), h. 69.
D. Variabel Penelitian
1. Definisi Konseptual
Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman terhadap istilah yang digunakan dalam
penelitian ini, maka dibuat definisi konseptual sebagai berikut:
a. Berawal dari kata “motif” maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang
telah menjadi aktif. Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan. W.S Winkel mengatakan bahwa “motif” adalah daya penggerak
di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi mencapai suatu
tujuan tertentu36. Motivasi juga dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga sesorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia
tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka
itu. Jadi motivasi dapat dirangsang oleh faktor luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di
dalam diri seseorang.
b. Salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah disamping manusia
diberi kesempurnaan dan keindahan tubuh oleh Allah, manusia juga diberi otak yang cerdas,
dengan otak yang cerdas inilah manusia sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya.
Karena dengan kecerdasan otak manusia bisa berfikir dan melahirkan peradaban. Sedangkan
makhluk yang lain tidak mampu berfikir layaknya manusia.37
Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1912 oleh seorang
ahli psikologi berkebangsaan Jerman bernama William Stero. Salah satu cara yang digunakan
untuk menyatakan tinggi rendahnya intelegensi adalah dengan menerjemahkan hasil tes
Intelegensi kedalam angka-angka yang menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan
seseorang bila di bandingkan secara relatif terhadap suatu norma.38 Sebagaimana telah diketahui,
bahwa semua jenis kecerdasan itu sebagai suatu potensi; sesungguhnya ada pada setiap orang
hanya saja tinggi rendah atau kuat lemahnya masing-masing kecerdasan itu berbeda-beda.
c. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai suatu proses aktif untuk menuju satu arah tertentu yang
dapat meningkatkan perbuatan, kemampuan atau pengertian baru. Menurut Gathrie and
Brown;….“learning is always a case of improving same performance or gaining same new ability
or understanding.”39(Belajar adalah upaya yang selalu dapat meningkatkan perubahan bentuk
atau meraih prestasi kemampuan berkarya atau meraih bentuk pemahaman). Lebih lanjut Ernest
R. Hilgard, merinci rumusan belajar sebagai berikut; ”learning is the process by which an activity
36
W.s.Winkel, Human being’s Motive in Environment (Cambridge: Plass Pont, cet. 3, 1999), h. 291.
37
Amin Rusli, Menjadi Remaja Cerdas (Jakarta: Al- Mawardi Prima, cet. 3, 2003), h. 51.
38
Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet.2, 1999), h. 51.
39
Gathrie, Edwin, R, Francis F. Brown, Educational Psychology (New York: Press Company, cet.5, 1950),
h. 145.
originates or is changes through training procedures whether in the laboratory or in the natural
environment distinguished from changes by factors not attribute able to training.”40(belajar ada
sebuah proses yang mana dasar aktifitasnya atau perubahan itu membentuk sebuah prosedur
apakah dalam sebuah laboratorium atau perubahan dalam lingkungan sekitar yang
menggambarkan perubahan belajar tersebut karena adanya sebuah prestasi yang diraih dari sebuah
percobaan).
2. Defenisi Operasional
Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu variabel bebas (X1 dan X2) dan variabel terikta
(Y). selanjutnya masing—masing variabel dikembangkan ke dalam beberapa indikator
sebagaimana yang diuraikan dalam definisi konseptual.
1. Motivasi (X1) adalah daya penggerak di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu. Indikator motivasi belajar adalah : (a) kemauan keras dalam kegiatan
belajar, (b) semangat untuk tetap meraih sesuatu dalam belajar, (c) ketertarikan terhadap
kegiatan belajar, (d) dorongan untuk tetap belajar, (e) perhatian terhadap kegiatan belajar,
(f) tingkat pemahaman dan penghayatan terhadap kegiatan belajar.
2. Prestasi belajar terhadap pembelajaran agama Islam,(X2) adalah pandangan siswa
terhadap kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan MIS al-Fajri
Kota Tanjung Balai. Indikatornya adalah prestasi belajar anak terhadap: (a) tujuan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (b) materi pelajaran PAI, (c) strategi dan metode
mengajar guru PAI, (d) media pembelajaran PAI, (e) evaluasi pembelajaran PAI, (f)
fasilitas (sarana) pembelajaran PAI.
3. Prestasi belajar PAI adalah perwujudan dari hasil belajar, yaitu bentuk perubahan
tingkahlaku, yang meliputi tiga aspek: yang pertama aspek kognitif, meliputi perubahan-
perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan ketrampilan atau
kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut, yang kedua
aspek afektif, meliputi perubahan-perubahasn dalam segi mental, perasaan dan kesadaran,
ketiga aspek psikomotorik meliputi perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan
motorik. Prestasi belajar PAI berarti Penguasan pengetahuan (kognitif), perubahan sikap
mental (afektif) dan perubahan dalam segi bentuk tindakan motorik (psikomotor) yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai
yang diberikan oleh guru/tester.
E. Kisi-kisi Instrumen
Untuk melaksanakan pengukuran variabel, maka perlu disusun kisi-kisi instrumen yang
40
Hilgard, Ernest R, Theories of Learning (New York: Appleton Century Crofts Inc, cet.3, 1968), h. 5.
digunakan untuk setiap variabel, sebagaimana yang terdapat pada uraian berikut ini :
1. Variabel Motivasi ( X1)
Data tentang motivasi dikumpulkan melalui instrumen dalam bentuk angket sebanyak 30
item. Faktor-faktor yang diukur dapat dilihat kisi-kisi angket berikut ini :
Tabel 3.2
No Indikator Nomor item Jumlah
1 Kemauan keras dalam kegiatan belajar 1-6 6
2 Semangat untuk tetap meraih sesuatu dalam 7-12 6
belajar
3 Ketertarikan terhadap kegiatan belajar 13-18 6
4 Perhatian terhadap kegiatan belajar 19-24 6
5 Tingkat pemahaman dan penghayatan terhadap 25-30 6
kegiatan belajar.
Jumlah 36
Jumlah 30
Tabel 3.4
Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar Siswa
No Indikator Nomor ítem jumlah
1 Al-qur’an 1-7 7
2 Akidah 8-14 7
3 Akhlak 15-21 7
4 Fikih 22-28 7
5 Tarikh dan Kebudayaan Islam 29-35 7
Jumlah 35
Data yang bersumber dari sampel yang diperoleh secara acak. Prosedur pengambilan
sampel dilakukan sewaktu memilih sampel dilakukan dengan cara Random Sampling.
Pemeriksaan normalitas dengan menggunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov.
Pemeriksaan normalitas digunakan untuk melihat apakah data penelitian berdistribusi normal
atau tidak.
Uji homogenitas dilaksanakan untuk menguji kesamaan beberapa kelompok sampel yang
diteliti, yaitu untuk mengetahui keseragaman variansi sampel-sampel yang diambil dari populasi
yang sama. Uji homogenitas dilaksanakan dengan menggunakan test of homogenity of variance,
yaitu apabila nilai probabilitas.> 0,05, maka kelompok sampel yang diteliti berarti homogen.
3. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipótesis análisis data yang digunakan adalah teknik análisis korelasi,
dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment oleh person, yang perhitungannya
dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 17.OO for, Windows.
Pengujian hipótesis dilaksanakan dengan cara mengkonsultasikan nilai rxy kepada r table
(rt) jika rxy> rt maka hipótesis diterima. Sebaliknya jika rxy < rt maka hipótesis ditolak.