Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DI JAWA TENGAH


ANTARA ABAD KE 7 SAMPAI ABAD KE 10

GEOGRAFI SEJARAH

Dr. Rahayu Permana, M.Hum.

Disusun Oleh :

Rizqy Muhammad Farhan

Sandro Partogi T.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidaya-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Kerajaan-Kerajaan Hindu
di Jawa Tengah antara abad ke 7 sampai abad ke 10” tepat waktu. Makalah
“Kerajaan-Kerajaan Hindu di Jawa Tengah antara abad ke 7 sampai abad ke 10”
disusun guna memenuhi tugas Bapak Dr. Rahayu Permana, M.Hum. pada bidang
studi Geografi Sejarah di Universitas Indraprasta. Selain itu, kami juga berharap
menambah wawasan bagi pembaca tentang Kerajaan Hindu di Jawa Tengah.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.


Rahayu Permana, M.Hum. selaku pendidik di mata kuliah Geografi Sejarah.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang Kerajaan Hindu di Jawa Tengah.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................

Daftar Isi.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................

1.1 Latar Belakang.............................................................................


1.2 Rumusan Masalah........................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................

2.1 Masuknya Suku Jawa ke Jawa Tengah........................................


2.2 Lokasi pusat-pusat Kerajaan Hindu di Jawa Tengah...................
2.3 Kemiripan lokasi geografis India dan Jawa Tengah....................
2.4 Candi Boro Budur sebagai dokumen alami dan manusiawi.........

BAB III PENUTUP........................................................................................

3.1 KESIMPULAN............................................................................
3.2 DAFTAR PUSAKA.....................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian


tengah pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di
sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah
selatan, serta kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.

Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang-kadang juga


mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal
sebagai “Jantung” budaya Jawa, meskipun demikian di provinsi ini ada pula
suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa
seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat, ada pula warga
Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di
seluruh provinsi ini.

Menurut sejarahnya, Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman


Hindia Belanda. Hingga Tahun 1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah
(gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas dan Pekalongan.
Saat itu Surakarta masih merupakan daerah swaparja kerajaan (vorstenland)
yang berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, yaitu Kasunanan Surakatra
dan Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta yang terdiri dari Pakualaman
dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Setelah kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1946 pemerintah membentuk


daerah swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran, dan dijadikan karesidenan.
Pada tahun 1950 melalui Undang-Undang ditetapkan pembentukan kabupaten
dan kotamadya di Jawa Tengah yang meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya.
Penetapan Undang-Undang tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Jadi
Provinsi Jawa Tengah, yakni tanggal 15 Agustus 1950.

Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6


kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini terdiri atas 545
kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan.Sebelum diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa Tengah juga
terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan
Klaten. Namun sejak diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota
administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten.
Adanya kebijakan otonomi daerah, menyebabkan 3 kabupaten memindahkan
pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang, dari
Kota Magelang ke Mungkid; Kabupaten Tegal, dari Kota Tegal ke Slawi;
serta Kabupaten Pekalongan, dari Kota Pekalongan ke Kajen.

1.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana masuknya Suku Jawa ke Jawa Tengah?


 Dimana lokasi pusat-pusat Kerajaan-Kerajaan Hindu di Jawa
Tengah?
 Apa kemiripan geografis Jawa Tengah dengan India?
 Candi Boro Budur sebagai Alami dan Manusiawi

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui bagaimana masuknya Suku Jawa ke Jawa


Tengah
 Untuk mengetahu dimana saja lokasi pusat-pusat Kerajaan Hindu
di Jawa Tengah
 Untuk mengetahui apa kemiripan geografis Jawa Tengah dan India
 Untuk Mengetahui Candi Boro Budur sebagai Alami dan
Manusiawi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masuknya Suku Jawa ke Jawa Tengah

Masuknya suku Jawa ke Jawa Tengah diawali oleh pendatang-


pendatang dari Kutai, Kalimantan yang membangun sebuah kerajaan
dengan nama Kerajaan Galuh Purba. Pendatang-Pendatang ini belum
menganut kepercayaan agama Hindu yang merupakan sesepuh Kerajaan
Kutai Mertadipura.

Menurut catatan sejarah Van der Meulen “Di Ambang Sejarah”,


ditengarai tesisnya ini belum ada yang menentang di kalangan para ahli
sejarah. Dalam Tesis tersebut, para pendatang dari Kutai tersebut pindah
ke Pulau Jawa jauh sebelum abad III M. Mereka mendarat disekitar
Cirebon, mereka terus masuk kedaerah pedalaman, sebagian ada yang
menetap disekitar gunung Ciremai, dan sebagian lagi terus melanjutkan
perjalanan ke arah selatan sampai di daerah sekitar Gunung Slamet dan
lembah Sungai Serayu.

Mereka yang menentap yang menetap di Gunung Ciremai nantinya


membangun Peradaban Sunda, sementara mereka yang menetap disekitar
Gunung Slamet kemudian membangun Kerajaan Galuh.

Menurut laporan yang ditulis oleh Tim Peneliti Sejarah Galuh


Tahun 1972, Kerajaan Galuh Purba tersebut dibangun oleh Ratu Galuh.
Disebutkan bahwa kemungkinan nama kerajaan tersebut adalah kerajaan
Galuh Sindula. Ada pula naskah yang memberi nama kerajaan Bojong
Galuh, dengan ibukotanya di Medang Gili. Antara abad ke I-VI M,
Kerajaan Galuh Purba tersebut berkembang, namun belum memiliki
catatan sejarah yang jelas antara abad I-VI M tersebut banyak kerajaan
yang menggunakan nama Galuh.

Selain Kerajaan Galuh Purba/Bojong, atau Galuh Sindula yang


kemudian pindah ke Garut-Kawali. Salah satu kerajaan bawahan Galuh
Purba yaitu Kerajaan Galuh Kalingga mulai berkembang, bahkan menurut
Babad Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara karya Pangeran
Wangsakerta dari Cirebon, pada abad VII-VIII M ada tiga Wangsa
(Dinasti) yang berkembang yaitu : Wangsa Kalingga, Wangsa Sanjaya dan
Wangsa Sailendra. Catatan tersebut sesuai dengan buku yang ditulis oleh
Fruin-Mees: Geschiedenis Van Java tahun 1919, pada halaman 16-20.
Artinya kerajaan Galuh Kalingga yang sebelumnya bawahan kerajaan
Galuh Purba berubah menjadi kerajaan yang berkembang setelah
memisahkan diri dari kerajaan Galuh Purba dan berdiri sendiri menjadi
kerajaan Kalingga.

Masa kejayaan Kerajaan Galuh Purba mulai beranjak naik saat


Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman. Saat itu, kerajaan
bawahan Tarumanegara mendapatkan kekuasaan kembali, termasuk
kerajaan Galuh Kawali. Pada masa Tarumanegara, Pemerintahan Raja
Tarusbawa Wretikandayun, Raja Galuh Kawali memisahkan diri
(merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan
Kalingga. Lalu kerajaan ini mengubah kembali namanya menjadi Kerajaan
Galuh, dengan pusat pemerintahan di Banjar Pataruman.

Kerajaan Galuh inilah yang kemudian berkembang menjadi


Kerajaan Pajajaran, di Jawa Barat. Untuk melesetarikan keturunannya
Kerajaan Galuh melangsungkan perkawinan dan hasil perkawinan itulah
yang melahirkan para Raja-Raja di Jawa.

2.2 Lokasi-Lokasi Pusat Kerajaan Hindu di Jawa Tengah

 Kerajaan Galuh Purba

Kerajaan Galuh Purba di yakini berpusat di lereng-lereng Gunung


Slamet dan lembah Serayu, Utara Banyumas dan Kerajaan Galuh
Purba memiliki kekuasaan yang cukup luas, mulai dari Indramayu,
Cirebon, Brebes, Cilacap, Purbalingga, Tegal, Pemalang, Bumiayu,
Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, bahkan ada yang menyebutkan
sampai ke Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.

Sampai sekarang banyak tempat didaerah tersebut yang


menggunakan nama galuh, diantaranya raja Galuh (Cirebon), galuh
(Purbalingga), Galuh Timur (Bumiayu), Sirah Galuh (Cilacap),
Begaluh (Leksono), Samigaluh (Purworejo, Kedu), Sigaluh
(Purwodadi). Menurut sejarawan Van der Meulen diduga keras bahwa
semua tempat tersebut dulunya wilayah yang dikuasai oleh kerajaan
Galuh Purba.
 Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno lokasi ibu kota pemerintahannya berada


di Bhumi Mataram atau Yogyakarta pada masa awal berdirinya di
bawah pemerintahan Rakai Mataram Sang Sanjaya, kemudian lokasi
ibu kota kerajaan ini sempat berpindah-pindah antara lain ke Mamrati
pada masa Rakai Pikatan, pada era Dyah Balitung (Rakai Watukura)
dipindahkan ke Poh Pitu dan sempat kembali lagi ke Bhumi Mataram
pada masa Dyah Wawa (Rakai Sumba).

Mamrati dan Poh Pitu diperkirakan berada di antara wilayah


Yogyakarta hingga Jawa Tengah bagian selatan seperti Magelang atau
Kedu.

 Kerajaan Kalingga

Lokasi Kerajaan Kalingga sampai saat ini masih belum diketahui


secara pasti, beberapa ahli memprediksi lokasi kerajaan ini berada di
antara tempat yang sekarang menjadi Pekalongan dan Jepara.

Ketidak jelasan lokasi kerajaan ini salah satunya disebabkan oleh


sedikitnya sumber sejarah, kebanyakan sumber sejarah dari kerajaan
ini berasal dari catatan China, tradisi setempat dan naskah Carita
Parahyangan yang telah disusun berabad-abad atau kurang lebih 10
abad setelah Kerajaan Kalingga berdiri.

Salah satu sumber catatan yang menjelaskan secara detail terkait


lokasi Kerajaan Kalingga adalah Catatan dari zaman Dinasi Tang (618
– 906 M). Catatan ini mengatakan bahwa Ho-Ing terletak di Lautan
Selatan, di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah
timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau
Sumatera. Tetapi, catatan ini tidak menjelaskan secara rinci dimana
lokasi Kerajaan Kalingga apakah di Pekalongan atau di Jepara.

Dalam laman keling.jepara.go.id, dijelaskan bahwa asal-usul salah


satu kecamatan di Jepara, yaitu Keling, berasal dari nama Kerajaan
Kalingga. Etimologi kata Keling yang berasal dari Kerajaan Kalingga
ini juga kemudian diperkuat oleh adanya temuan empat Arca batu di
Puncak Rahtawu atau Gunung Muria, empat Arca batu itu adalah Arca
Batara Guru, Arca Narada, Arca Togo dan Arca Wisnu. Balai
Arkeologi Yogyakarta juga menemukan Prasasti Rahtawun dan enam
tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari kaki Gunung Muria
sampai ke Puncak Gunung Muria, adanya Arca batu, Prasasti dan
tempat pemujaan ini menjadi bukti bahwa Keling memang dulunya
adalah pusat dari Kerajaan Kalingga.

Sedangkan bukti dari Kerajaan Kalingga berada di Pekalongan


berasal dari catatan Cheng Ho, seorang Panglima asal Dinasti Ming,
catatan ini menyebutkan bahwa armada perang Cheng Ho pernah
singgah di suatu wilayah bernama Poe-Chua-Lung yang sekarang
dikenal sebagai Pekalongan, wilayah pesisir di utara Jawa Tengah.

2.3 Kemiripan Geografis Jawa Tengah dan India

Kemiripan Geografis Jawa Tengah dan India ada di lokasi


pembangunan Candi Prambanan yang dipertemukan oleh 2 sungai yaitu
Sungai Opak dan sungai yang dahulu pernah terbentuk dari sesar kecil
yang terdeteksi pada saat gempa Yogyakarta tahun 2006 di sepanjang
Candi Prambanan ke arah timur menuju ke daerah Gantiwarno, Klaten.
Merupakan bagian penting terhadap keberadaan Candi Prambanan,
sebagaimana keberadaan Sungai Gangga dan Sungai Yamuna di India
terhadap bangunan-bangunan suci di sekitarnya.

Dengan menggunakan sudut pandang pemilihan tempat


pembangunan Candi Prambanan maka diperkirakan sungai yang terbentuk
dari jalur gempa Prambanan-Gantiwarno tersebut mengalir dari timur ke
arah barat menuju aliran Sungai Opak yang letaknya tepat di bawah Candi
Prambanan. Sehingga keberadaan pertemuan 2 sungai ini menyerupai
pertemuan antara Sungai Yamuna di India yang mengalir menuju Sungai
Gangga yang di sebut “sangam”. Pada tempat “sangam” antara Gangga
dan Yamuna di India terdapat yang bernama Allahabad, Allahabad sendiri
dahulunya merupakan sebuah tempat yang bernama Prayag yang berarti
“tempat meminta berkah”, tempat ini merupakan tempat kuno yang
disebutkan di Veda sebagai tempat pertama kalinya Dewa Brahma
menerima persembahannya.

Sebagaimana yang disebutkan di Veda bahwa di India terdapat 3


sungai utama yang mengalir, yaitu Gangga, Yamuna dan Saraswati 3
sungai tersebut masih ada ketika Allahabad masih bernama Prayag, namun
setelah itu dari 3 sungai tersebut tinggal 2 sungai yang ada secara fisik
karena Sungai Saraswati tidak diketahui lagi.

Para ahli di India berusaha memecahkan teka-teki keberadaan


Sungai Saraswati,sebagai acuan mereka, penyebutan bahwa Sungai
Saraswati mengalir dari pegunungan dan berakhir di laut (Rgweda
VII.95.2). Dengan teknologi fotografi satelit para pakar mendapatkan jejak
bahwa Sungai Saraswati dahulunya memang pernah ada di India, namun
sekarang telah hampir tidak dikenali lagi karena telah lama mengering
serta mengalami perubahan bentuk. Jejak sungai itu masih bisa diamati,
yaitu di sekitar Pegunungan Himalaya melintasi pinggiran Gurun Thar
(melewati beberapa negara) dan berakhir di Teluk Benggala.
Diperkirakan sungai ini mengering akibat gempa yang sangat besar, dan
dimungkinkan bahwa gempa yang sama pula yang membuat peradaban
sepanjang Lembah Sungai Indus berakhir (migrasi kaum Arya).

Bagaimana dengan di Jawa Tengah? Dengan jejak sesar gempa


tersebut yang mengindikasikan dulu pernah membentuk sungai (Sungai
Gantiwarno) yang mengalir menuju Sungai Opak, menghasilkan 2 titik
pertemuan sungai sebagaimana "sangam”nya Gangga-Yamuna, jika
Prayag berada di pinggiran Sangam, justru Candi Prambanan dibangun di
tengah-tengahnya Sungai Opak dan Sungai Gantiwarno dengan
membelokkan aliran Sungai Opak sehingga membetuk kolam besar di
sekelilingnya.

2.4 Candi Borobudur

Candi Borobudur merupakan salah satu peninggalan sejarah


terindah dan terbaik di dunia yang tercatat dalam daftar peninggalan
sejarah dunia. Candi Borobudur merupakan bangunan bersejarah
peninggalan agama Buddha terbesar di dunia dan telah diakui sebagai
peninggalan sejarah yang pernah dibuat oleh manusia dan hingga kini
selalu dikunjungi oleh jutaan turis domestik maupun mancanegara.

Berdasarkan bukti-bukti sejarah, Candi Borobudur pernah


ditinggalkan pada abad ke-14 seiring dengan melemahnya pengaruh
Hindu-Buddha di Jawa, serta masuknya pengaruh Kerajaan-Kerajaan
Islam.
Kata candi sendiri, dalam bahasa Indonesia berarti bangunan
keagamaan purbakala. Istilah candi lebih merujuk kepada bangunan-
bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha.

Nama Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang


ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania
Raya di Jawa yang memberi nama candi ini. Tidak ada bukti tertulis yang
lebih tua untuk memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya
dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab
Negarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di
kitab tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan sebagai tempat meditasi
penganut agama Buddha.

Dalam naskah yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles,


disebutkan kata Bore-Budur yang kemudian mengalami pergeseran dalam
tata bahasa Inggris oleh Raffles menjadi Borobudur karena menyebut desa
terdekat dengan candi, yaitu desa Bore. Raffles juga menyebutkan bahwa
istilah Budur bisa saja berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa
yang berarti “purba”.

Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke


9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha
Mahayana Syailendra. Caanddi ini dibaangun pada masa kejayaan Dinasti
Syailendra. Pendiri pembangunan Candi Borobudur yaitu Raja
Samaratungga yang berasal dari wangsa atau Dinasti Syailendra.
Samaratungga memulai pembangunan pada tahun 824 M, kemudian
diselesaikan oleh putrinya, yaitu Ratu Pramudawardhani dan memakan
waktu sekitar setengah abad.

Pembangunan Candi Borobudur tidak menggunakan semen sama


sekali, melainkan sistem interlock atau saling mengunci satu sama lain,
seperti balok-balok lego yang dapat menempel tanpa perekat. Candi
Borobudur memiliki sekitar 55.000 meter kubik batu andesit yang
diangkut dari tambang batu dan batu andesit dipotong menjadi ukuran
tertentu.

Tidak seperti Candi-Candi lain yang dibangun di atas permukaan


datar, Candi Borobudur justru dibangun di atas bukit alami, namun dalam
teknik pembangunan, Candi ini sama dengan Candi-Candi yang lainnya.
Bisa dilihat dalam rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan pada
Borobudur, juga digunakan dalam rancangan pembangunan Candi Mendut
dan Pawon.

Struktur bangunan Candi dibagi atas tiga bagian: dasar, tubuh dan
puncak. Dasar berukuran 123x123 m dengan tinggi 4 meter. Bagian tubuh
Candi teriri atas lima batur tersa bujur sangkar yang makin mengecil di
atasnya, pada teras pertama mundur 7 meter dari ujung dasar teras. Tiap
teras berikutnya, mundur 2 meter dan menyisakan lorong sempit pada
setiap tingkatan. Dan bagian terakhir, yaitu bagian puncak, teridiri atas tiga
teras melingkar. Tiap teras tingkatan, menopang barisan stupa berterawang
yang disusun secara konsentris, stupa terbesar dan utama berada di tengah
dengan pucuk mencapai ketinggian 35 meter dari permukaan tanah.

Tinggi asli Candi Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga)


yang sekarang sudah dilepas adalah 42 meter. Tangga yang terletak di
bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung
menuju bagian puncak monumen melalui beberapa gerbang pelengkung
yang dijaga 32 arca singa.

Dalam proses pembangunan Candi Borobudur, terdapat beberapa


tahap pengerjaan yang memakan waktu cukup lama, yaitu:

Tahap Pertama

Diperkirakan masa pembangunan Candi sekitar tahun 750 – 850 M.


Karena Borobudur dibangun di atas bukit, maka diperlukan waktu untuk
meratakan bagian atas bukit dan diperluas.

Bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup oleh batu sheingga


membentuk seperti cangkang yang membungkus bukit tanah. Awalnya,
Borobudur dibangun secara susun bertingkat atau dirancang seperti
piramida berundak namun diubah, perubahan tersebut dapat diketahui
dengan adanya tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida
berundak.

Tahap Kedua

Adanya penambahan dua undakan persegi, pagar langkah dan satu


undak melingkar yang di atasnya langsung dibangun stupa tunggal yang
sangat besar.
Tahap Ketiga

Borobudur mengalami perubahan rancang bagunan. Undak atas


lingkaran stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti dengan tiga
undak lingkaran, kemudian stupa-stupa yang lebih kecil dibangun secara
berbaris melingkari pelataran undak-undak ini dengan stupa induk yang
besar berada di tengahnya.

Alasan stupa tunggal besar ini dibongkar karena Borobudur


dibangun di atas tanah bukit yang dikhawatirkan mengalami longsor bahkan
runtuh akibat tekanan yang terlalu besar pada bagian atasnya, untuk
menopang agar dinding candi tidak longsor dibangunlah struktur kaki
tambahan yang membungkus kaki asli. Selain menguatkan bagian dasar
candi, juga berfungsi sebagai ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi
tidak runtuh, dan juga menyembuyikan relief Karmawibhangga pada bagian
Mardhatu.

Tahap Keempat

Adanya perubahan kecil yaitu penyempurnaan relief, penambahan


pagar langkan relief, perubahan tangga, pelengkung atas gawang pintu dan
pelebaran ujung kaki.

Relief Candi Borobudur dikenal senagao relief yang sangat indah,


mulai dari pola hiasnya yang bergaya naturalis, pembuatannya yang sangat
teliti dan halus, dan dianggap sebagai bagian paling anggun dan elegan
dalam keseian dunia Buddha.

Relief Borobudur melukiskan sosok manusia, berbagai tumbuhan


dan hewan serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional
Nusantara. Relief-relief ini memiliki makna tertentu yang berkenaan
dengan aspek kehidupan di masa lampau baik yang alami seperti
tumbuhan dan hewan maupun manusiawi. Berikut beberapa bagian relief
candi borobudur :

1. Karmawibhangga

Terletak di kaki candi dan menghiasi dinding batur


terselubung yang menggambarkan tentang hukum karma
atau sebab-akibat, entah perbuatan baik atau buruk. Relief
ini sekarang, hanya dapat dilihat di bagian tenggara candi.
2. Lalitawistara

Menggambarkan riwayat Sang Buddha, ceritanya dimulai


dari turunnya sang Buddha dari surga Tushita hingga
berakhir di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini
terletak berderet dari tangga selatan hingga tangga sisi
timur sebanyak 120 relief.

3. Jataka dan Awadana

Jataka merupakan cerita mengenai sang Buddha sebelum


dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta, berisi tentang
perbuatan-perbuatan baik yang membedakan Sang
Bodhisattwa dengan makhluk lain.

Sedangkan Awadana, memiliki arti yang hampir sama


dengan Jataka. Namun yang dimaksud disini bukanlah Sang
Bodhisattwa, melainkan orang lain ceritanya juga dihimpun
dalam kitab Widyawardana yang berarti perbuatan mulia
kedewaan.

4. Gamdawyuha

Relief yang menghiasi dinding lorong ke-2 ini, bercerita


tentang Sudhana berkelana tanpa henti dalam usahanya
mencari pengetahuan tertinggi tentang kebenaran sejati.
Cerita yang digambarkan pada 460 pigura ini, berdasarkan
kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha.
Pada bagian penutupnya didasarkan cerita kitab lain, yaitu
Bhadracari.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Asal-usul Raja-Raja dan Kerajaan-Kerajaan di Jawa Tengah lahir


dari para pendatang yang berasal dari Kutai Mertadipura yang mendirikan
Kerajaan bernama Galuh Purba atau Galuh Sindula dimana nanti Kerajaan
ini berkembang menjadi Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sunda tetapi dua
kerajaan ini tetap berhubungan baik dan melakukan perkawinan antar
keluarga kerajaan dan hasil perkawinan tersebut menghasilkan seseorang
yang bernama Rakryan Sanjaya pendiri Mataram Kuno atau Kerajaan
Medang

Dari Kerajaan Galuh Purba juga menjadi cikal-bakal kemiripan


geografi pembangunan Candi-Candi yang ada di Jawa Tengah dan
Kebudayaan yang hampir mirip dengan di India.

Candi Borobudur sebagai dokumentasi alami dan manusiawi bisa


dilihat dari relief-relief yang ada di Candi Borobudur karena di sana
menggambarkan atau menceritakan hal-hal yang manusiawi maupun alami
3.2 DAFTAR PUSAKA

https://www.radarcirebon.com/2019/02/08/galuh-purba-dari-kutai-mertadipura-
hingga-cirebon-menetap-di-gunung-slamet/

https://media.neliti.com/media/publications/5044-ID-kondisi-jawa-tengah-pada-
abad-viii-sampai-abad-xv-m.pdf

https://nasional.tempo.co/read/1528012/misteri-lokasi-kerajaan-kalingga-
benarkah-antara-pekalongan-dan-jepara

Noerwidi, S. (2007). Melacak Jejak Awal Indianisasi Di Pantai Utara Jawa


Tengah. Berkala Arkeologi, 27(2)

Anda mungkin juga menyukai