Anda di halaman 1dari 8

Nama : Vivin Apriyanti Zain(33)

Kelas : XI-OTKP 1

Mapel : Bahasa Indonesia

Materi : Telaah Buku dalam Pembuatan Resensi

A. Keunggulan Isi Tema

“Layla Majnun”
Syeikh Nizami menuliskan karya ini dengan sangat rapi, dan bahasa yang mudah dipaham.
Penyampaian kalimat syair yang begitu indah. Dinovel ini banyak sekali nasehat yang dapat kita
ambil tentang percintaan remaja.

Kutipan yang berisi nasehat agar kita tetap bersabar dan merendahkan diri. “Bersabarlah
anakku dengan bersabar engkau akan memperoleh kebaikan. Dengan kesabaran dan merendahkan
diri sedikit demi sedikit engkau akan memperoleh peti kekayaan yang gemilang”. [1] (Halaman 72)

Kutipan yang berisi perhatian seorang Ibu terhadap kondisi anaknya. “Percayalah padaku.
Turutilah akal sehatmu! Bangkit dan kembalilah bersamaku dan tinggalkanlah sarang liarmu ini”. [2]
(Halaman 190)

Kutipan yang berisi penyesalan akan selalu datang terlambat jadi bijaklah kita dalam
mengambil segala keputusan. “Aku menangis karena kasih-sayangmu. Tapi apa gunanya air mata,
meskipun itu diatas batu nisan seorang Ayah? Kesengsaraan tidak pernah diketahui oleh orang yang
sudah mati. Engkau mengatakan malam kematian segera akan menjemputmu!”. [3} (Halaman 154)

Kutipan yang berisi perjuangan cinta Qays terhadap Layla yang tidak main-main, Walaupun
Qays telah di cela oleh orang-orang. “Demi Allah, Cintaku padaku pada Layla tulus, Jiwaku selalu
merindu, pikiranku selalu mengenang dan lidahku tak pernah kelu menyebut namanya. Layla laksana
minuman yang menyegarkan dan menghilangkan dahaga kalbuku. Cintaku pada Layla adalah cinta
suci, tidak tercampur dengan nafsu walau sebutir debu. Meskipun orang-orang mencela kami,
mengusir dan menyia-nyiakan diriku”. [4] (Halaman 118)

Kutipan yang berisi kesetiaan cinta Qays terhadap Layla hingga akhir hayatnya. “Ya allah!
Dengarlah hambamu!Dalam tatapan cinta bebaskanlah dia dari penderitaan yang melanda. Atas
namaMu, rengkuhlah dia dalam pelukanMu!Ya Allah, tunjukanlah kasih sayangMu, tunjukkan
kebesaranMu pada diriku ini. Pertemukanlah segera aku padanya” [5] (Halaman 222)
B. 5 amanat yang ada di buku Lyla Majnun, dengan kutipannya!

Amanat tentang mengingatkan kita untuk tidak terpaku pada duniawi. “Aku mencintai Layla
namun aral menghalangiku untuk datang bertandang. Aku menyayanginya dan tidak bisa berpaling
dari selain dia. Bagaimana bisa aku berpaling, sedang hatiku telah tergadaikan. Aku bertaubat
kepada-Mu Ilahi, karena aku akan kembali kepada-Mu jua” [1] (Halaman 57)

Amanat tentang semua perjalanan hidup manusia telah di tulis di suratan takdir oleh Tuhan.
“Aku tidak pernah memilih jalan yang aku tempuh, aku telah di lempar keatas. Aku terbelenggu dan
dikendalikan oleh rantai baja, tekan bukan aku yang mengikatkan belenggu itu. Aku menjadi budak
cinta dari suratan takdirlah yang menjadikanku seperti itu. Rantai yang telah dibuat diikatkan oleh
takdir tak bisa dibuka lagi. Aku tidak bisa lepas dari belenggu ini, aku tak bisa melepaskan beban
pertanggungan selain takdir sendiri yang melepaskannya”. [2] (Halaman 59)

Amanat tentang jangan putus asa karena putus asa adalah penyakit. “Kekhilafan telah
menimbulkan gelombang kemalangan, karena engkau telah terbakar dalam cinta yang membara,
dan hatimu telah terbakar dengan segala angan-angan indah. Wahai anakku, putus asa adalah
penyakit. Seperti pepohonan yang tumbuh di musim semi, kebahagiaan akan muncul jika kita
memiliki semangat dan harapan. Buanglah rasa putus asa yang menyebabkan engkau larut dalam
kesedihan, nikmatilah harta yang kita miliki. Dengan harta segala kebahagiaan dapat kita gapai.
Jaganlah engkau menjadi pengembara yang tak memiliki rumah untuk berteduh. Engkau pemuda
terhormat, kaya-raya dan disegani. Dengan kekayaan engkau bisa mendapatkan apa saja yang
engkau mau inginkan, bisa memberikan perintah dan mendapat penghormatan”.[3] (Halaman 71)

Amanat tentang sahabat yang setia dan akan selalu ada kala sedih maupun senang. “Aku adalah
sahabatmu kala sedih maupun senang, jika engkau mau menuruti kata-kata-ku, tentu aku akan
membantumu sekuat tenaga, jiwaku menjadi jaminannya. Kematian lebih baik bagiku jika gagal
meminang Layla untukmu. Hanya ada satu permintaanku, ubahlah perangaimu, pakailah pakaian
yang pantas, uruslah dirimu, rawatlah badan dan peliharalah rambutmu. Jika semua itu sudah
engkau lakukan, maka aku akan datang ke bani Qhatibiah dengan seluruh kaumku, mengusung panji-
panji kekuatan, dan membongkar seluruh harta pusaka untuk mempertemukan tali kasih kalian.
Inilah janjiku”. [4] (Halaman 113)

Amanat tentang janganlah mengingkari janji atau mengkhianatinya. “Tapi dia pulalah yang
mengingkari janji yang diucapkan dengan lidah manisnya, dia telah menyia-nyiakan daku, dan orang
di sekitarnya pun mencelaku. Dia menampakkan cinta pada semua orang, kemudian meninggalkanku
menerima cacian dan hujan batu, sedang dia diam saja. Tetapi luka karena lemparan batu dari
orang-orang yang iri, tidaklah sepedih luka karena kata-kata yang dia ucapkan, dan janji-janji yang
dikhianati”. [5] (Halaman 167)
C. Tokoh-tokoh yang ada, dengan kutipannya!

Qays atau Majnun sang pemeran utama pria yang sangat pintar dalam seni baca tulis, seperti
terdapat dalam kutipan. “Qays segera menjadi salah satu murid terbaik, dengan cepat ia menguasai
seni baca tulis, ketika berbicara, seolah-olah lidahnya menyeburkan mutiara, indah di dengar”. [1]
(Halaman 20)

Layla sang pemeran utama wanita, di tokohkan sebagai gadis cantik, seperti terdapat dalam
kutipan. “Kalau dipandang ia bagaikan rembulan Arabia, di bawah bayang-bayang gelap rambutnya,
wajahnya seperti nyala rentera”. [2] (Halaman 21)

Ibu Majnun sebagai tokoh tritagonis yang di gambarkan sebagai orang yang selalu perhatian
terhadap kondisi majnun dan selalu memberikan saran kepada anaknya, seperti tergambar dalam
kutipan berikut. “Percayalah padaku. Turutilah akal sehatmu! Bangkit dan kembalilah bersamaku
dan tinggalkanlah sarang liarmu ini”. [3] (Halaman 190)

Ayah Majnun di gambarkan sama seperti Ibu majnun sebagai tokoh tritagonis selalu
memberikan saran kepada anaknya, seperti tergambar dalam kutipan berikut. “Kekhilafan telah
menimbulkan gelombang kemalangan, karena engkau telah terbakar dalam cinta yang membara,
dan hatimu telah terbakar dengan segala angan-angan indah. Wahai anakku, putus asa adalah
penyakit. Seperti pepohonan yang tumbuh di musim semi, kebahagiaan akan muncul jika kita
memiliki semangat dan harapan. Buanglah rasa putus asa yang menyebabkan engkau larut dalam
kesedihan, nikmatilah harta yang kita miliki”. [4] (Halaman 71)

Ayah Layla di tokohkan sebagai tokoh yang sensitif dan keras pendiriannya dan penentang dalam
novel ini atau antagonis, seperti tergambar dalam kutipan berikut. “Apa tuan katakan adalah urusan
tuan belaka, tetapi tuan tidak bisa mengubah takdir atau perjalanan dunia dengan kata-kata. Tuan
telah memperlihatkan sampul yang menarik, tuan katakan putra tuan masih muda dan di puja-puja.
Tetapi, tidakkah kami tahu tentang dirinya? Siapa yang belum mendengar tentang putra tuan dan
kelakuan bodohnya? Siapa yang tak tahu dengan ketidakwarasannya? Ia gila dan seorang yang gila
bukan menantu yang cocok bagi kami”. [5] (Halaman 38)

Naufal di tokohkan sebagai sahabat Majnun yang selalu membantu dirinya untuk mendapatkan
Layla, seperti tergambar dalam kutipan berikut. “Aku adalah sahabatmu kala sedih maupun senang,
jika engkau mau menuruti kata-kata-ku, tentu aku akan membantumu sekuat tenaga, jiwaku
menjadi jaminannya. Kematian lebih baik bagiku jika gagal meminang Layla untukmu. Hanya ada
satu permintaanku, ubahlah perangaimu, pakailah pakaian yang pantas, uruslah dirimu, rawatlah
badan dan peliharalah rambutmu. Jika semua itu sudah engkau lakukan, maka aku akan datang ke
bani Qhatibiah dengan seluruh kaumku, mengusung panji-panji kekuatan, dan membongkar seluruh
harta pusaka untuk mempertemukan tali kasih kalian. Inilah janjiku”. [6] (Halaman 113)
D. Setting-setting yang menggambarkan kebaikan dan wawasan dari buku Layla Majnun,
dengan kutipannya!

Suasana mengharukan ketika kedua Insan yang saling mencintai harus berpisah, seperti terdapat
pada kutipan. “Majnun meletakan kepalanya diatas batu nisan, dan memeluknya dengan kedua
tangannya” [1] (Halaman 228).

Suasana sedih tampak pada Qays dan Layla yang harus terpisah, mereka berdua dijauhkan oleh
orang tua Layla, seperti terdapat pada kutipan. “Dan Layla pun segera dikurung oleh orang tuanya
dirumah. Mereka menjaganya dengan hati-hati dan tak memberi kedempatan pada Qays untuk
bertemu”. [2] (Halaman 27).

Mencantumkan salah satu padang pasir yang terdapat di Arab Saudi, seperti terdapat pada
kutipan. “Dan sekali lagi melarikan diri kepadang pasir Najd, seperti seekor singa mabuk”. [3]
(Halaman 61).

Ketulusan cinta Qays terhadap Layla terbayarkan oleh tempat yang lebih abadi untuk mereka
berdua di persatukan oleh Sang Pencipta, seperti terdapat pada kutipan. “Rembulan yang bercahaya
itu adalah Layla dan temannya itu adalah Majnun. Mereka yang menderita di dunia, kini
mendapatkan kebahagiaan”. [4] (Halaman 225)

Dengan kesabaran atas pencelaan dan hinaan tak luput pula atas perjuangan yang Qays lakukan
semasa hidupnya demi sang kekasih akhirnya orang-orang telah mengetahui kisah cintanya, seperti
terdapat pada kutipan. “Orang-orang yang mengetahui kisah cinta Qays berdatangan ke makamnya.
Mereka menangis, tulang pecinta itu berwarna putih, dibasuh oleh air mata kesedihan. Mereka
menguburkannya di samping makam Layla. Satu janji atas hati mereka yang saling percaya, satu
ranjang yang dingin, sedingin bumi yang menyatukan mereka dalam kematian! Hidup tak pernah
ramah, hingga mereka tidak pernah bersatu kecuali dalam kuburan yang bisu!”. [5] (Halaman 224).
E. Keunggulan bahasa yang digunakan, dan beri kutipannya!

Gaya Bahasa Pertentangan

1) Gaya Bahasa Hiperbola, seperti tergambar dalam kutipan berikut. “Dan dengan sebuah
kibasan bulu matanya, ia mampu mengubah seluruh dunia menjadi puing-puing”. [1]
(Halaman 14).
Kalimat diatas mengandung gaya bahasa hiperbola sebab mengatakan kibasan bulu mata
bisa membuat dunia menjadi puing-puing.

2) Gaya Bahasa Klimaks, tergambar dalam kutipan berikut. “Perlahan, hampir tidak terlihat,
awan hitam mulai muncul di kaki langitnya”. [2] (Halaman 18).
Kalimat diatas mengandung gaya bahasa klimaks sebab menggunakan kata yang perlahan
memuncak, dari tidak tampak menjadi tampak.

3) Gaya Bahasa Sarkasme, tergambar dalam kutipan berikut. “Kemarin kau adalah pahlawan di
matanya. Sekarang kau adalah iblis yang menyamar”. [3] (Halaman 122).
Kalimat diatas mengandung gaya bahasa sarkasme sebab Majnun dikatakan iblis yang
menyamar.

Gaya Bahasa Perbandingan

1) Gaya Bahasa Personifikasi, tergambar dalam kutipan berikut. “Keinginannya yang membara
untuk memperoleh keturunan telah membakar jiwanya. [4] (Halaman 10).
Kalimat diatas mengandung gaya bahasa personifikasi sebab menganggap keinginannya
telah membakar jiwanya, sedangkan jiwa itu tidak bisa dibakar dan keinginan tidak bisa
dibakar.

2) Gaya Bahasa Perumpamaan, tergambar dalam kutipan berikut. “Empat belas hari setelah
hari kelahirannya, sang bayi telah menyerupai bulan purnama dengan segala keelokannya,
memancarkan cahaya keseluruh permukaan bumi”. [5] (Halaman 11).
Kalimat diatas mengandung gaya bahasa perumpamaan sebab menganggap seorang bayi
sama seperti bulan karena dapat memancarkan cahaya.

3) Gaya Bahasa Pleonasme, tergambar dalam kutipan berikut. “ Dan takdirnya lebih gelap dari
malam yang paling gelap, sebuah malam yang tanpa akhir”. [6] (Halaman 127).
Kalimat diatas mengandung gaya bahasa pleonasme sebab terdapat kata-kata gelap dari
malam yang paling gelap padahal kata-kata itu tidak perlu.
F. Tuliskan majas yang digunakan, beri kutipannya!

Menggunakan Majas Simile, tergambar dalam kutipan berikut. “Wajahnya seperti nyalanya
lentera” [1] (Halaman 22). Disebut majas simile karena membandingkan sesuatu dengan yang
lainnya.

Menggunakan Majas Personifikasi, tergambar dalam kutipan berikut. “Wahai kelopak mawar
yang koyak dan terlantar”. [2] (Halaman 55). Disebut majas personifikasi karena menunjukkan kiasan
untuk memperlakukan benda-benda mati seolah-olah seperti mempunyai sifat-sifat yang ada pada
manusia.

Menggunakan Majas Hiperbola, tergambar dalam kutipan berikut. “Majnun berlari sangat
kencang kakinya hampir tidak menyentuh tanah”. [3] (Halaman 105). Disebut majas hiperbola
karena mengandung suatu pernyataan yang berlebihan atau membesar-besarkan suatu hal.

Menggunakan Majas Pleonasme, tergambar dalam kutipan berikut. “Untuk sekilas saat yang
berkilauan ia telah turun kedunia manusia layaknya sebuah kilatan halilintar”. [4] (Halaman 193).
Disebut majas pleonasme karena majas yang berfungsi untuk menegaskan arti suatu kalimat dengan
menambahkan frasa yang berlebihan.

Menggunakan majas Personifikasi, tergambar dalam kutipan berikut. “ Bunga melati


menyampaikan pesan”. [5] (Halaman 66). Disebut majas personifikasi karena menunjukkan kiasan
untuk memperlakukan benda-benda mati seolah-olah seperti mempunyai sifat-sifat yang ada pada
manusia.

G. Penilaian Dari Fisik Buku dan Dari Sosok Pengarang

Cover dari buku ini sangat menarik minat pembaca, sehingga pembaca menjadi penasaran
bagaimana isi cerita tersebut. Didominasi dengan suasana malam penuh bintang seperti judulnya
yang menyebut nama “LAYLA”. [1]

Buku ini tidak terbilang tebal dan bentuknya yang tidak seperti buku besar, sehingga pembaca
tidak sulit untuk membawanya kemanapun atau ingin menaruhnya dimanapun. [2]

Cover yang terdapat padang pasir yang luas ini membuat semakin lekat kisah ini dengan Timur
Tengah sebagai asalnya. [3]

Pengarangnya yaitu Syaikh Nizami merupakan penyair yang dianggap sebagai penyair epik
romantik terbesar dalam literatur Persia, yang membawa gaya realistik epik Persia. Novel ini adalah
salah satunya. [4]

Jejak-jejak Nizami sangat terasa dalam kesusastraan Islam. Buktinya adalah karya-karya yang di
tulisnya mempengaruhi perkembangan sastra Persia, Arab, Turki, Kurdi, Urdu, dan Nusantara. [5]
Kelemahan Buku

a) Bahasa dalam novel ini memakai bahasa yang sangat tinggi dan sulit di pahami. Bagi orang
yang awam, sukar untuk menafsirkannya. “Tetapi jiwa mereka masih malu-malu, lidah
mereka kelu, hingga tiada kata-kata indah merayu yang terucap, hanya mata mereka yang
berbicara. Ketika keduanya pasang mata saling pandang, maka sabda jiwa mereka tak
mampu disembunyikan lagi”. [1] (Halaman 13)

b) Alurnya terkesan lambat bahkan terkadang jalan di tempat. “Akhirnya kabilah Qhatibiah
menyerah, pasukan naufal memenangkan pertempuran tersebut dari pihak keluarga Layla,
banyak prajurit yang terluka dan berkalang tanah. Namun, meskipun pasukan Naufal
menang, ayah Layla tetap tidak menyetujui permintaan Naufal meminang Layla untuk
Majnun”. [2] (Halaman 110)

c) Ada beberapa bagian yang tidak disebutkan secara detail seperti usia Laya. “Diantara anak-
anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis cantik berusia belasan tahun”. [3]
(Halaman 9)

d) Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Sehingga seolah-olah hanya
melaporkan apa yang dilihatnya saja atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya.
“Tiba-tiba Majnun melepaskan pelukannya dari nisan Layla” [4] (Halaman 195)

e) Bahasa yang di gunakan terlalu melebih-lebihkan apa yang di rasakan oleh sang tokoh. “Qays
sendiri sejak pertama kali melihat pancaran cahaya keindahan itu, jiwanya langsung
bergetar. Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebatnya, hingga merobohkan
sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu”. [5] (Halaman 11)

f) Pengarang terlalu banyak menggunakan perumpamaan untuk mendeskripsikan para tokoh


sehingga pembaca merasa terlalu bertele-tele. “Wajahnya anggun mempesona, lembut
sikapnya, dan penampilannya amat bersahaja. Gadis itu bersinar cerah seperti matahari
pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa.
Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Gadis yang menjadi buah bibir dan penghias mimpi
itu bernama layla”. [6] (Halaman 9)

g) Terlalu fokus membahas apa yang di lakukan Qays secara kegilaanya atau obsesinya
terhadap Layla. Sehingga membuat pembaca merasa bosan di pertengahan buku. “Jika
malam datang, secara sembunyi-sembunyi Qays meninggalkan rumah, berjalan tak tentu
arah, menerobos semak belukar menuju padang belantara dengan langkah gontai. Ia sedang
mencari sesuatu, namun tak jua bersua yang dicari. Kenangan pada Layla, membuat Qays
tidak peduli segala bahaya yang menghadang”. [7] (Halaman 17)
Kesimpulan

Dapat saya simpulkan bahwa, Tema dari novel Layla Majnun adalah tentang percintaan yang
kental dengan nuansa religi, yang terjadi di sekitar Timur Tengah. Dapat kita lihat, Cara mereka
mencintai juga bernuansa religi, tidak vulgar, namun tampak secara perlahan. Alur yang digunakan
pada novel ini merupakan alur maju. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam laila majnun adalah Qays,
Layla, syed Omri, ibu Qays, Naufal, dan Ayah layla. Latar ini ada empat macam, yaitu: latar tempat,
latar waktu, latar sosial budaya, dan latar suasana. Latar tempat di Arabia, latar waktu malam hari,
latar sosial budaya Timur tengah, dan latar suasana yang hampir mendominasi suasana
mengharukan dan Gaya bahasa yang digunakan penulis adalah bahasa kiasan dan perbandingan.

Komentar

Menurut saya novel “Layla Majnun” pantas dibaca untuk siapa saja, terutama untuk kaum
pecinta. Sesuai konsep nya yang inspirasional, novel ini memberikan kita banyak inspirasi, pesan dan
kesan yang dapat mengalir hingga ke lubuk hati dan pikiran. Pada akhirnya, kisah ini juga
menghadirkan kepada kita nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi nilai kehidupan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai