Ia merupakan keturunan bangsawan Minang. dan bekas aktivis pergerakan
Lahir: 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.] Meninggal : 2 November 1965. karena kanker darah Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Rasuna secara aktif berkampanye untuk hak-hak pendidikan dan politik perempuan,. Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan.
2. Nyi Ageng Serang
Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Nama Asli : Bendoro Raden Ayu Kustiyah Wulaningsih Retno Edi. Lahir: tahun 1752 di Desa Serang sekitar 40 km sebelah utara Surakarta dekat Purwodadi, Jawa Tengah meninggal : Yogyakarta tahun 1828 dan dimakamkan di Kalibawang, Kulon Progo.[3] Pada awal Perang Diponegoro pada tahun 1825, Nyi Ageng Serang yang berusia 73 tahun memimpin pasukan dengan tandu untuk membantu Pangeran Diponegoro melawan Belanda. ia juga menjadi penasihat perang. Nyi Ageng Serang mengikuti pelatihan kemiliteran dan siasat perang bersama dengan para prajurit pria. Menurut keyakinannya, selama ada penjajahan di bumi pertiwi, maka ia harus siap tempur untuk melawan para penjajah. 3. Soerastri Karma Trimoerti
wartawan, penulis dan guru Indonesia, yang mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan
Indonesia terhadap penjajahan oleh Belanda.[1] pada tanggal 11 Mei 1912 di Desa Sawahan Boyolali Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2008 pukul 06.20, pada usia 96 tahun Trimurti, yang cukup lantang dalam memperjuangkan hak-hak pekerja, diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama di Indonesia di bawah Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. t mendirikan Gerwis, sebuah organisasi perempuan Indonesia, pada tahun 1950, yang kemudian berganti nama sebagai Gerwani. ia ditangkap oleh pemerintah Belanda pada tahun 1936 untuk mendistribusikan anti- kolonial leaflet. Trimurti dipenjara selama sembilan bulan di Penjara Bulu di Semarang. Trimurti beralih karier dari mengajar ke jurnalistik setelah dibebaskan dari penjara. Ia segera menjadi terkenal di kalangan jurnalistik dan anti-kolonial sebagai wartawan kritis
Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907)
dan Putri Hindia (1908).
irto juga mendirikan Sarikat Dagang Islam. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia
Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional. Pada
tanggal 3 November 2006, Tirto mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.[3]
Takashi Shiraishi lewat buku Zaman Bergerak menyebut Tirto Adhi Soerjo sebagai
orang bumiputra pertama yang menggerakkan bangsa melalui bahasanya lewat Medan Prijaji.
Ketika menulis buku kenang-kenangannya pada tahun 1952, Ki Hajar
Dewantara mencatat tentang diri Tirtohadisoerjo sebagai berikut: "Kira-kira pada tahun berdirinya Boedi Oetomo ada seorang wartawan modern, yang menarik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang. Yaitu almarhum R.M. Djokomono, kemudian bernama Tirtohadisoerjo, bekas murid STOVIA yang waktu itu bekerja sebagai redaktur harian Bintang Betawi (yang kemudian bernama Berita Betawi) lalu memimpin Medan Prijaji dan Soeloeh Keadilan. Ia boleh disebut pelopor dalam lapangan journalistik."