Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH HARGA, ELOCTRONIC WORD OF MAOUTH (EWOM) DAN CITRA

MEREK TERHADAP MINAT BELI IPHONE GENERASI Z DI YOGYAKARTA

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut lembaga survey nielsen 2013 pertumbuhan smartphone adalah sebesar 23%
di Indonesia. Dengan kata lain 23% dari penduduk Indonesia telah memakai smarphone.
Jumlah pengguna smartphone masih akan terus meningkat setiap saat. Smartphone
merupakan produk yang mahal, karena memiliki resiko keuangan yang sangat besar dalam
pembelian smartphone, dan konsumen juga memiliki keterlibatan yang sangat tinggi. Dalam
jenis produk, keterlibatan konsumen sangat tinggi dalam mengumpulkan informasi ekstrinsik.
Beberapa isyarat produk digunakan sebagai indikator kualitas produk untuk mengurangi
resiko pembelian produk (Monore & Suri, 2003). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
brand image atau citra merek dan electronic word of mouth merupakan isyarat ektrinsik bagi
konsumen. Dengan kemajuan teknologi internet, penyebaran word of mouth sekarang tidak
terbatas pada komunikasi tatap muka. Electronic word of mouth menjadi lebih berpengaruh
terhadap perilaku konsumen. Banyak penelitian menunjukkan bahwa brand image atau citra
merek dan electronic word of mouth berpengaruh terhadap persepsi risiko dan persepsi
kualitas dari suatu produk, yang selanjutnya mempengaruhi minat beli (Hawkins &
Mothersbaugh, 2010, 9. 240). Disini eWOM menjadi sebuah “venue” atau sebuah tempat
yang sangat penting untuk konsumen memberikan opininya dan dianggap lebih efektif
ketimbang WOM karena tingkat aksesibilitas dan jangkauannya yang lebih luas daripada
WOM tradisional yang bermedia offline (Jalilvand, 2012). Henning-thurau (2004)
mengatakan bahwa bentuk word of mouth yang baru ini telah menjadi faktor penting dalam
pembentukan perilaku konsumen. Dengan adanya rekomendasi ataupun review yang
diberikan konsumen lain misal dalam sebuah sharing review platform ataupun komunitas
dimana mampu mempengaruhi minat beli konsumen. Emarketer mengatakan bahwa 61%
konsumen terpengaruh dengan review, blogs dan sharing review platform sejenisnya.
Laporan dari menjelaskan bahwa CNNIC ada sebesar 53,9% konsumen akan melakukan
pencarian mengenai pendapat atau komentar mengenai produk yang akan dibeli, 78,9% akan
melihat komentar-komentar mengenai produk dan 90% konsumen akan membuat komentar
mengenai suatu produk. Sebagai tambahan Infogroup.Inc menemukan adanya 80% konsumen
yang berencana untuk membeli secara online akan mencari review produk sebelum membuat
keputusan pembelian. Dalam proses pengambilan keputusan pada proses pembelian
konsumen adalah pada Brand, karena memiliki image dan posisi tersendiri dalam benak
konsumen. Dengan semakin kuat sebuah Brand akan meningkatkan kepercayaan pada produk
dan dapat melakukan proyeksi, visualisasi maupun ekspektasi yang lebih baik terhadap
kinerja dan kualitas produk yang mereka dapatkan nantinya. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Yoo and Donthu (2001), dikatakan bahwa citra merek sebuah perusahaan mampu
mempengaruhi keuntungan jangka panjang perusahaan, keinginan konsumen dalam membeli
suatu produk dengan harga premium, pengaruh pada harga jual saham, keunggulan
kompetitif dan kesuksesan pemasaran perusahaan tersebut. Dengan asumsi bahwa
komunikasi WOM yang dilakukan dengan media yang interaktif dan “hidup” seperti dalam
media internet, WOM dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat pada persepsi dan Brand
Image dan pertimbangan konsumen terhadap sebuah produk (Jalilvand, 2012) dan semua
faktor tersebut akhirnya akan berujung pada minat beli konsumen. Merek juga merupakan hal
terpenting, karena merek akan membawa citra suatu perusahaan. Merek adalah nama, istilah,
tanda atau desain, atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau
jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk
pesaing (Kotler dan Keller, 2007). Lau dan Lee (1999) menyatakan bahwa kepercayaan
terhadap merek adalah kemauan konsumen mempercayai merek dengan segala resikonya
karena adanya harapan yang dijanjikan oleh merek dalam memberikan hasil yang positif bagi
konsumen. Sehingga bila ada keluhan dan sebagainya maka hal itu merupakan ancaman bagi
produsen smartphone tersebut karena hal yang dijanjikan tenyata tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Banyaknya merek-merek dari produk smartphone yang sejenis yang
ditawarkan ke pasar dalam berbagi macam keunggulan dan kelebihan yang kemudian
menyebabkan suasana persaingan produk sejenis menjadi semakin tajam dan ketat, brand
trust (kepercayaan akan merek) mampu berperan menghadirkan sebuah merek dalam benak
konsumen sesuai dengan harapan dan yang melekat secara abadi pada merek tersebut serta
membedakan dari merek pesaingnya. Meskipun dalam kenyataan sekarang meskipun suatu
perusahaan telah memiliki brand yang cukup baik, tetapi tidak menutup kemungkinan brand
tersebut dipercaya. Persaingan bisnis dengan mengedepankan variabel-variabel seperti brand
image, electronic word of mouth, dan brand trust terjadi pada produk smartphone yang
sedang marak pada tahun-tahun terakhir ini. Di indonesia smartphone yang terkenal seperti
produk Samsung, Iphone, Blackberry, Nokia dan Sonny Ericsson. Sehingga smartphone
tersebut disegmentasikan untuk masyarakat menengah atas, yaitu masyarakat yang
mempunyai kemampuan finansial memadai dan jumlahnya relatif banyak di kota-kota besar
seperti Surabaya. Dari sudut pandang usia, orang-orang yang menjadi target pasar
smartphone mewah adalah orang-orang yang sudah mengedepankan image.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut.
Apakah Harga, e-WOM, dan Citra Merek berpengaruh terhadap minat beli iPhone
generasi Z di Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitan


Berdasarkan uraian permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
yaitu: Untuk mengetahui pengaruh Harga, e-WOM, dan Citra Merek terhadap minat beli
iPhone generasi Z di Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini yaitu: Dapat mengetahui pengaruh Harga,
e-WOM, dan Citra Merek terhadap minat beli iPhone generasi Z di Yogyakarta.
1.5 Sistematika Penulisan
Format penulisan Proposal mengikuti sistematika sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diteliti, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan hasil kajian teori dari pustaka yang menjadi acuan peneliti,
kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB III. PROFIL OBJEK PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan secara umum mengenai objek yang digunakan dalam
penelitian.
BAB IV. METODE PENELITIAN
Bab ini mengungkapkan metode penelitian yang diterapkan meliputi lokasi penelitian,
jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis data penelitian, data yang
dibutuhkan dalam penelitian, metode pengumpulan data, operasionalisasi variabel
penelitian, uji instrumen, metode analisis data, dan uji hipotesis.
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bagian inti yang berisi tentang penjabaran hasil analisis dari
penelitian yang telah dilakukan.
BAB VI. PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran dari kesimpulan tersebut untuk
pembaca dan calon peneliti selanjutnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu berfungsi sebagai salah satu acuan dan pendukung dalam
melakukan penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa penelitian terdahulu
sebagai acuan berkaitan dengan masalah minat beli yang dipengaruhi faktor e-WOM dan
Citra Merek. Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

2.2 Landasan Teori


a. Harga
Menurut Kotler (2007) harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu
produk atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga adalah jumlah uang yang
dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Jadi
harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan atau ditukarkan kekonsumen untuk
mendapatkan atau memiliki suatu barang yang memiliki manfaat serta penggunaannya.
Indikator yang mencirikan harga menurut Kotler yaitu: 1. Keterjangkauan harga. 2.
Kesesuaian harga dengan kualitas produk. 3. Daya saing harga. 4. Kesesuaian harga dengan
manfaat produksi. 5. Harga mempengaruhi daya beli beli konsumen. 6. Harga dapat
mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Ke-enam indikator di atas disusun
menjadi instrumen kuesioner dalam penelitian ini untuk variabel harga.
b. e-WOM
Jaringan sosial menjadi kekuatan penting dalam pemasaran bisnis. Aspek kunci
jaringan sosial adalah word of mouth (WOM) serta jumlah dan sifat percakapan dan
komunikasi antara berbagai pihak (Kotler & Keller, 2016). Menurut Alexandrov et al.,
(2013), WOM bertujuan sebagai motivasi atau bahan pertimbangan yang
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen degan harapan untuk mendapat
manfaat sosial dari berbagi pengalaman. Ismagilova et al., (2017) mendefinisikan
electronic word of mouth sebagai suatu proses pertukaran informasi baik positif
maupun negatif antara para pelanggan potensial, pelanggan aktif, dan mantan
pelanggan terkait dengan produk, pelayanan, merek, maupun perusahaan yang tersedia
untuk banyak orang melalui internet. Definisi tersebut menekankan bahwa komunikasi
e-WOM merupakan proses yang dinamis dan berkelanjutan karena pesan dapat
menyebar secara online dengan jangkauan hingga seluruh dunia. Maka, penyebaran
informasi melalui media sosial dapat dianggap sebagai bentuk e-WOM. Berbeda
dengan tradisional WOM yang mengharuskan komunikasi tatap muka, jangkauan e-
WOM lebih luas tanpa terbatas ruang dan waktu, apalagi jejaring sosial memungkinkan
konsumen untuk menerima e-WOM dari teman dengan berbagai tingkat kedekatan.
Electronic word of mouth (eWOM) adalah pernyataan positif atau negatif yang dibuat
oleh pelanggan potensial, pelanggan aktual dan mantan pelanggan tentang produk atau
perusahaan melalui internet (Hennig-Thurau et al., 2004; Chatterjee, 2001; Godes dan
Mayzlin, 2004). Melalui media sosial, perusahaan dapat mempromosikan sebuah
produk dan bahkan dapat membentuk komunitas atau group online untuk konsumen
yang menyukai merek yang digunakan (Kaplan dan Haenlein, 2010). Adanya
komunitas atau group online tersebut akan memungkinkan terjadinya suatu interaksi
social secara elektronik yang akan mendorong terjadinya electronic word of mouth
(eWOM). Jalilvand (2012) menyebutkan bahwa meskipun mirip dengan bentuk WOM
tradisional, eWOM menawarkan berbagai cara untuk bertukar informasi, ada informasi
yang jelas sumbernya dan ada juga diantaranya anonim atau secara rahasia. eWOM
memberikan kebebasan geografis dimana seluruh manusia dimanapun mereka berada,
dapat berkontribusi dalam menyebarkan informasi dan temporal dimana eWOM
memiliki sifat permanen berupa tulisan. Banyak orang yang menggunakan media online
dengan tujuan untuk berbagi pengalaman mereka sendiri terhadap suatu merek, produk,
ataupun layanan yang sudah pernah mereka rasakan sendiri sehingga orang lain juga
dapat memanfaatkan pengalaman tersebut sebagai bahan pertimbangan ketika ingin
membeli sesuatu sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap
sesuatu barang atau jasa (Evans dan McKee, 2010). Dalam sistem electronic word of
mouth, konsumen mendapat tingkat transparansi pasar yang tinggi, dengan kata lain
konsumen memiliki peran aktif yang lebih tinggi dalam siklus rantai nilai sehingga
konsumen mampu mempengaruhi produk dan harga berdasarkan preferensi individu
(Park dan Kim, 2008).
Oleh karena itu, e-WOM menjadi sumber informasi produk dan review yang penting
bagi konsumen (Zhange Ge, 2016). Pada pemasaran, seorang pemasar dapat
mempelajari banyak hal dengan menganalisis pola loyalitas konsumen. Hal itu harus
dimulai dengan mempelajari pelanggan setianya sendiri. Pelanggan yang sangat loyal
merupakan sebuah aset yang nyata bagi perusahaan. Mereka sering mempromosikan
merek melalui kata-kata pribadi dari mulut ke mulut (WOM) dan media sosial (e-
WOM). Maka dari itu, dibandingkan hanya melakukan promosi dan penawaran yang
intens ke pelanggan setia, perusahaan sebaiknya melibatkan mereka sepenuhnya dan
menjadikan mereka mitra dalam membangun brand image dan brand awareness pada
pelanggan potensial (Kotler & Armstrong, 2018). Indikator e-WOM menurut Goyette
et al. (2012):
1) Intensity
Intensitas dalam e-WOM merupakan banyaknya pendapat yang ditulis oleh
konsumen dalam jejaring sosial. Terdapat 3 indikator dalam intensitas,
diantaranya:
a) Frekuensi dalam mengakses informasi dari situs jejaring sosial.
b) Frekuensi interaksi dengan pengguna lain di situs jejaring sosial.
c) Banyaknya ulasan yang ditulis oleh pengguna situs jejaring sosial.
2) Positive Valence
Merupakan pendapat konsumen yang positif mengenai produk, jasa dan brand.
Indikatornya meliputi 3 hal:
a) Komentar posistif dari pengguna situs jejaring sosial.
b) Rekomendasi dari pengguna situs jejaring sosial.
3) Negative Valence
Merupakan pendapat konsumen yang negative mengenai produk, jasa dan brand.
Indikatornya berupa komentar negatif dari pengguna situs jejaring sosial.
4) Content
Konten merupakan sebuah informasi tertentu yang disampaikan melalui situs
jejaring sosial terkait dengan suatu produk atau jasa. Indikatornya terdiri dari:
a) Informasi variasi produk.
b) Informasi kualitas.
c) Informasi harga.

c. Citra Merek
Merek merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang
waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah brand
tertentu (Jalilvand, 2012). Sedangkan menurut American Marketing Association, merek
adalah cara membedakan sebuah nama atau simbol (logo, trademark, atau kemasan)
yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu produsen atau satu
kelompok produsen dan untuk membedakan barang atau jasa itu dari produsen pesaing
sehingga dengan adanya perbedaan tersebut konsumen akan lebih mudah memilih dan
mimilah produk atau jasa yang dihasilakan oleh suatu perusahaaan. Citra merek adalah
persepsi dan kepercayaan yang dipegang oleh konsumen, sebagaimana tercermin dalam
asosiasi yang ada di ingatan para konsumen. Penawaran dan citra dari perusahaan
dirancang supaya bisa mendapatkan tempat khusus dengan sasaran pikiran target pasar
yang bertujuan untuk menempatkan sebuah merek dalam memori konsumen agar
mengoptimalkan manfaat potensial bagi sebuah perusahaan. Oleh sebab itu, positioning
merek yang baik dapat membantu strategi pemasaran dengan cara memperkuat sebuah
merek, tujuannya agar dapat meraih konsumen dengan bantuan merek sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (Kotler dan Keller, 2016). Kotler dan
Armstrong (2018) menyatakan bahwa citra merek dapat dibentuk melalui keyakinan
dan sikap. Keyakinan merupakan sebuah pemikiran yang dipegang seseorang tentang
suatu hal berdasarkan pengetahuan nyata, pendapat, maupun kepercayaan yang dapat
membawa dampak emosional. Pemasar tertarik pada keyakinan ini karena hal tersebut
yang nantinya membentuk citra produk dan merek sehingga dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh konsumen. Masih menurut Kotler
dan Armstrong (2018), citra perusahaan atau merek harus dapat menyampaikan
manfaat dan pemosisian produk yang khas. Oleh karena itu, citra merek merupakan hal
yang penting untuk di jaga dan di perbaiki secara terus menerus, karena citra dari
sebuah merek dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya
diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan
melakukan tindakan pembelian ulang ketika ia membutuhkan, bahkan ia mungkin akan
mengajak calon pembeli lainnya (Kotler dan Keller, 2009) Sebuah perusahaan tidak
dapat mengembangkan citra di benak publik dalam semalam dengan hanya
menggunakan beberapa iklan. Oleh karena itu, pengembangan citra yang kuat harus
dilakukan dengan kerja keras. Salah satu strategi dalam membangun citra merek,
pemasar harus menempatkan posisi mereknya dengan tepat di benak pelanggan.
Semakin tepat posisinya maka akan semakin kompetitif, sehingga perlu diketahui brand
value nya. Positioning dan brand value juga perlu didukung dengan konsep yang tepat
agar citra merek atau brand image dapat dikembangkan secara terus-menerus. Selain
itu, perlu memperhatikan 3 komponen pembentuk citra merek yang terdiri dari:
Corporate image, User image, dan Product image (Firmansyah, 2019). Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa citra merek terutama citra yang kuat dan
positif sangat penting bagi perusahaan untuk menarik minat konsumen terhadap produk
yang kita tawarkan. Indikator brand image menurut Wijaya dalam Firmansyah (2019):
1) Brand Identity
Identitas merek merupakan identitas fisik suatu produk atau merek yang membuat
konsumen dengan mudah mengenali dan membedakan dari produk lain. Hal ini
bisa dilihat dari logo, warna, kemasan, dan lain-lain.
2) Brand Personality
Personalitas merek dapat diartikan sebagai karakter yang khas dari sebuah merek
yang menunjukkan kepribadian tertentu sehingga konsumen dapat membedakan
dengan mudah dari produk lain. Misalnya suatu produk atau merek memiliki
karakter yang tegas, elegant, berwibawa, dan sebagainya.
3) Brand Association Asosiasi merek merupakan hal spesifik yang bisa muncul dari
penawaran unik, aktivitas yang berulang dan konsisten, konten yang runtut, dan
sebagainya. Misalkan seperti Shopee yang dikenal dengan sistem “Shopee COD”-
nya.
4) Brand Attitude & Behavior Sikap dan perilaku merek merupakan dimensi yang
berhubungan dengan perilaku komunikasi dan interaksi merek dengan konsumen.
Sikap dan perilaku yang baik dan positif tentunya akan membangun persepsi
yang baik pula di masyarakat. Jadi dimensi ini juga berkaitan dengan aktivitas,
atribut, maupun perilaku karyawan dan pemilik merek.
5) Brand Benefit & Competence Manfaat dan keunggulan merek mencakup nilai-
nilai dan keunggulan yang khas dari sebuah merek yang ditawarkan kepada
konsumen sehingga dapat membuat konsumen merasakan manfaat karena
kebutuhan dan keinginannya terpenuhi dan terpuaskan oleh produk yang
ditawarkan. Manfaat, keunggulan, dan kompetensi yang khas akan
mempengaruhi citra merek, individu, maupun perusahaan.

d. Minat Beli
Menurut (Wu et al., 2011, dalam Faryabi et al., 2012), minat beli didefinisikan
sebagai kemungkinan seorang konsumen untuk meningkatkan minat membeli suatu
produk tertentu yang dilihatnya. Selain itu, minat beli menunjukkan kemungkinan
konsumen akan merencanakan atau mau membeli produk atau jasa tertentu di masa
depan. Minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen yang mempunyai
keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam
memilih, menggunakan dan mengonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk
(Kotler, 2016: 181). Dapat dikatakan bahwa peningkatan minat beli konsumen dapat
meningkatkan penjualan perusahaan, hal ini bisa terjadi karena melihat bahwa proses
pembelian salah satunya bisa diawali dari minat kemudian muncul dorongan dan
melakukan pembelian.
Malik et al. (2013) menyatakan bahwa minat beli konsumen merupakan keinginan
seorang konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tersembunyi dalam
benak konsumen. Oleh sebab itu, minat beli konsumen selalu tersimpan dalam tiap diri
individu yang mana tak seorang pun bisa tahu apa yang diinginkan dan diharapkan oleh
konsumen. Sementara itu, menurut Kurniawan (2020), nilai suatu produk dapat
mempengaruhi minat beli konsumen. Apabila konsumen merasa bahwa manfaat yang
dirasakan lebih besar dari pengorbanannya, maka semakin tinggi pula dorongan
konsumen untuk membeli suatu produk.
Indikator minat beli menurut Pradipta dan Purwanto (dalam Manuarang &
Mawardi, 2018):
1) Awareness (kesadaran)
Tahapan dimana produsen harus dapat membuat para konsumen sadar akan
keberadaan produk tersebut. Baik promosi menggunakan iklan cetak, radio, TV,
atau jaringan personal lainnya.
2) Interest (ketertarikan) Setelah berhasil meraih perhatian konsumen, harus
dilakukan follow up yang baik. Yaitu tahapan lebih dalam memberikan informasi
produk, membujuk dan mampu memberikan alasan kenapa konsumen harus
membeli produk yang ditawarkan.
3) Desire (keinginan) Tahapan memberikan penawaran yang tidak dapat ditolak
kosumen, dimana agar timbul keinginan dan hasrat untuk membeli produk.
4) Action (tindakan) Tindakan terjadi dengan adanya keinginan kuat konsumen
sehingga terjadi pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian produk
yang ditawarkan
2.3 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Penelitian telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, tentang pengaruh e-WOM (X1)
terhadap Minat Beli (Y). Agatha et al. (2019) menunjukkan bahwa variabel e-WOM
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen, Kuswibowo &
Murti (2021) menunjukkan bahwa variabel e-WOM berpengaruh positif terhadap minat
beli, serta Ramadhan (2022) menunjukkan bahwa variabel eWOM secara parsial
memiliki pengaruh yang positif terhadap minat beli. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Diduga Electronic Word of Mouth secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
Minat Beli.
Cheung dan Lee (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa eWOM memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Penelitian yang dilakukan pada
sebuah forum diskusi online tersebut menyatakan bahwa eWOM berpengaruh sebesar
20% terhadap minat beli dengan indikator yang berbeda. Senada dengan hal tersebut
Jalilvand (2012) dan Riyandika (2013) memperoleh hasil yang sama yaitu eWOM
memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap minat beli
konsumen. Bahkan dalam penelitian Riyandika terdapat pengaruh sebesar 50% antara
eWOM terhadap minat beli.
H2: Diduga Citra Merek secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli
Penelitian Wongso dan Mulyandi (2019) tentang Pengaruh e-WOM (X1) dan Brand
Image (X2) terhadap Minat Beli (Y) menjelaskan bahwa e-WOM dan Brand Image secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli. Selain itu, Pengaruh Citra
Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y) juga telah diteliti oleh Akbar (2017) menunjukkan
bahwa variabel Citra Merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat
pembelian.
H3: Diduga Electronic Word of Mouth dan Citra Merek secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap Minat Beli
Penelitian Darmawan et al. (2022) juga menunjukkan bahwa e-WOM dan Citra
Merek berpengaruh positif signifikan terhadap niat beli.

3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini akan dibahas seberapa besar pengaruh variabel bebas Electronic
Word of Mouth (X1) dan Citra Merek (X2) terhadap variabel terikat Minat Beli (Y). Jenis
penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian,
analisis bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiyono, 2017). Peneliti memakai metode pengambilan sampel non probability dengan
purposive sampling dipilih sebagai teknik pengambilan sampel.
3.2 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2017). Populasi yang digunakan
pada penelitian ini adalah konsumen yang berminat membeli, pernah menggunakan atau
pernah melakukan pembelian produk The Originote di platform Tiktok. Populasi ini tidak
terbatas luasnya dan tidak dapat dihitung jumlah dan besarnya secara pasti.
3.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel merupakan karakteristik bagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono,2017). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probality
sampling dengan cara purposive sampling. Teknik ini digunakan karena sampel memiliki
kriteria-kriteria tertentu yang disyaratkan (Cooper & Schindler, 2014). Selain itu, cara
snowball sampling juga digunakan. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang
semula berjumlah kecil kemudian menyebarkan pada teman-temannya sehingga menjadi
banyak (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini penentuan kriteria antara lain wanita/pria diatas
18 tahun yang menggunakan atau pernah melakukan pembelian produk The Originote dari
media platform Tiktok, hal ini karena wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun
dianggap sudah dapat mengambil keputusan berdasarkan keinginan sendiri. Selanjutnya,
karena populasi dalam penelitian ini jumlahnya tidak terbatas, maka ukuran jumlah sampel
ditentukan dengan rules of thumb dari Hair et al. (2014) yang menyatakan bahwa kecukupan
jumlah sampel yang disyaratkan agar dapat melakukan analisis regresi sekurangnya 50
responden, dan akan semakin baik jika lebih dari 100 responden.
3.4 Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
a. Data primer
Sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang
berupa wawancara, jajak pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun hasil
observasi dari suatu objek, kejadian atau hasil pengujian (benda).
b. Data sekunder
Sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau secara tidak
langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum.
3.5 Data yang dibutuhkan
Data yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain:
a. Data primer
Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada
sampel yaitu wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun yang dan pernah
membeli produk The Originote di media platform Tiktok. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan data yang mencakup pendapat dan persepsi konsumen terhadap minat
beli produk The Originote yang berkaitan dengan e-WOM dan Citra Merek.
b. Data sekunder
Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tertulis seperti
penelitian terdahulu, buku, jurnal, artikel, dan website yang masih relevan untuk
bahan pertimbangan dengan syarat minimal data dipublikasikan dalam 10 tahun
terakhir. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data terkait dengan profil perusahaan,
visi dan misi perusahaan, produk yang dikeluarkan perusahaan, serta hasil penelitian
yang berkaitan dengan e-WOM dan Citra Merek.

3.6 Metode pengumpulan data


a. Data primer
Metode pengumpulan data adalah metode survei yang dilakukan dengan menyebar
kuesioner online, yaitu data yang dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner
melalui alat elektronik responden dan diisi sendiri oleh responden (Cooper &
Schindler, 2014). Kuesioner disebarkan kepada wanita/pria yang memiliki umur
diatas 18 tahun dan mempunyai akun social media Tiktok dengan total 100
responden. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan mengunakan skala Likert (1-5)
yang mempunyai 5 tingkat preferensi jawaban masing-masing yaitu:
1 = Sangat tidak setuju (STS)
2 = Tidak setuju (TS)
3 = Netral (N)
4 = Setuju (S)
5 = Sangat setuju (SS)
b. Data sekunder
Metode pengumpulan data sekunder adalah dengan metode penggunaan bahan
dokumen di mana peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi
meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain.
Data tersebut didapatkan dari studi pustaka, media massa, dan penelitian terdahulu.
3.7 Definisi operasionalisasi variabel dan Skala Pengukuran
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas diukur dengan metode Bivariate, yang
mana hasil signifikansi dengan koefisien kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa indikator
valid. Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilainya positif maka instrument atau variabel
tersebut dinyatakan valid, dan begitu pula sebaliknya (Ghozali, 2018).
b. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas yaitu alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari
variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas diukur
dengan metode Cronbach Alpha, yang mana uji signifikansi reliabilitas mengacu nilai
minimum secara umum 0,60 yaitu jika hasil Cronbach Alpha minimum 0,60 maka dinyatakan
handal atau reliabel (Sujarweni, 2014).
c. Uji asumsi klasik
1) Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistic menjadi
tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Nilai signifikansi > 0,05 dinyatakan bahwa data
terdistribusi normal. Pengujian juga dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot, dasar pengambilan keputusannya adalah
jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari regresi atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi,
maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen
yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Pada uji
multikolinieritas, nilai Tolerance > 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10.
3) Uji heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance
dari residual satu.

3.9 Metode analisis data


Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi linier berganda dan alat penelitiannya
menggunakan SPSS 22. Regresi linier berganda pada dasarnya merupakan perluasan dari
regresi linier sederhana, yaitu dengan menambah jumlah variabel bebas yang sebelumnya
hanya satu menjadi dua atau lebih. Regresi linier berganda bertujuan untuk menganalisa
hubungan antara satu atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan
rumus:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan:
Y = Minat Beli
a = Konstanta
X1 = e-WOM
X2 = Citra Merek
b1, b2 = Koefisien Regresi

3.10 Uji hipotesis


a. Uji F (uji signifikansi secara bersama-sama)
Uji signifikansi ini digunakan untuk menganalisis apakah variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen atau apakah variabel independen secara
bersama-sama dapat memprediksi variabel dependen. Jenis data minimal skala interval.
Syarat untuk melakukan uji ini harus lolos uji asumsi klasik.
Langkah-langkah:
1) Membuat hipotesis
H0 : β1, β2 = 0 , Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel e-WOM (X1)
dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).
Ha : β1, β2 ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel e-WOM (X1)
dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).
2) Menentukan taraf nyata (signifikan) yang digunakan yaitu α = 0,05 (degree of
freedom) sebesar (n-k) dan (k-1).
3) Menentukan nilai F hitung, Nilai F hitung dicari dengan rumus:
R = koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel independen
n = jumlah anggota sampel
4) Dasar pengambilan keputusan
Pertama, berdasarkan nilai signifikasi. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis
diterima. Namun jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak.
Kedua, berdasarkan perbandingan nilai F hitung dengan F tabel. Jika F hitung > F
tabel maka hipotesis diterima. Namun jika F hitung < F tabel maka hipotesis
ditolak.
5) Pengambilan Kesimpulan
Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh secara bersama-sama
antara variabel e-WOM (X1) dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y). Ha
diterima dan Ho ditolak, berarti ada pengaruh secara bersamasama antara variabel
e-WOM (X1) dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).
a. Uji t (uji signifikansi parameter individual)
Uji Signifikansi Parameter Individu digunakan untuk menganalisis apakah variabel
independen secara individu mempengaruhi variabel dependen atau apakah variabel
independen secara individu dapat memprediksi variabel dependen. Jenis data minimal
skala interval. Syarat untuk melakukan uji ini juga harus lolos uji asumsi klasik.
Interpretasi: probabilitas/hasil signifikansi < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel independen secara parsial/individu mempengaruhi variabel dependen atau
variabel independen secara parsial/individu dapat memprediksi variabel dependen.
Langkah-langkah:
1) Membuat hipotesis
H0 : β = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel eWOM (X1), Citra
Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y) secara parsial.
Ha : β ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel eWOM (X1), Citra
Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y) secara parsial.
2) Menentukan taraf nyata (signifikan) yang digunakan yaitu α = 0,05 (degree of
freedom) sebesar (n-k) dan (k-1).
3) Menentukan nilai t hitung. Nilai t hitung dicari dengan rumus:

t = Nilai signifikan (t hitung)


Bn = Nilai Konstanta
sBn = Standar Error
4) Dasar Pengambilan Keputusan
Pertama, berdasarkan nilai signifikasi. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis
diterima. Namun jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak. Kedua,
berdasarkan perbandingan nilai t hitung dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel
maka hipotesis diterima. Namun jika t hitung < t tabel maka hipotesis ditolak.

5) Pengambilan Keputusan
Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh parsial antara variabel e-
WOM (X1), Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).
Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada pengaruh parsial antara variabel e-WOM
(X1), Citra Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y).

b. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)


Menurut Ghozali (2018), uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen amat terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai