1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut lembaga survey nielsen 2013 pertumbuhan smartphone adalah sebesar 23%
di Indonesia. Dengan kata lain 23% dari penduduk Indonesia telah memakai smarphone.
Jumlah pengguna smartphone masih akan terus meningkat setiap saat. Smartphone
merupakan produk yang mahal, karena memiliki resiko keuangan yang sangat besar dalam
pembelian smartphone, dan konsumen juga memiliki keterlibatan yang sangat tinggi. Dalam
jenis produk, keterlibatan konsumen sangat tinggi dalam mengumpulkan informasi ekstrinsik.
Beberapa isyarat produk digunakan sebagai indikator kualitas produk untuk mengurangi
resiko pembelian produk (Monore & Suri, 2003). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
brand image atau citra merek dan electronic word of mouth merupakan isyarat ektrinsik bagi
konsumen. Dengan kemajuan teknologi internet, penyebaran word of mouth sekarang tidak
terbatas pada komunikasi tatap muka. Electronic word of mouth menjadi lebih berpengaruh
terhadap perilaku konsumen. Banyak penelitian menunjukkan bahwa brand image atau citra
merek dan electronic word of mouth berpengaruh terhadap persepsi risiko dan persepsi
kualitas dari suatu produk, yang selanjutnya mempengaruhi minat beli (Hawkins &
Mothersbaugh, 2010, 9. 240). Disini eWOM menjadi sebuah “venue” atau sebuah tempat
yang sangat penting untuk konsumen memberikan opininya dan dianggap lebih efektif
ketimbang WOM karena tingkat aksesibilitas dan jangkauannya yang lebih luas daripada
WOM tradisional yang bermedia offline (Jalilvand, 2012). Henning-thurau (2004)
mengatakan bahwa bentuk word of mouth yang baru ini telah menjadi faktor penting dalam
pembentukan perilaku konsumen. Dengan adanya rekomendasi ataupun review yang
diberikan konsumen lain misal dalam sebuah sharing review platform ataupun komunitas
dimana mampu mempengaruhi minat beli konsumen. Emarketer mengatakan bahwa 61%
konsumen terpengaruh dengan review, blogs dan sharing review platform sejenisnya.
Laporan dari menjelaskan bahwa CNNIC ada sebesar 53,9% konsumen akan melakukan
pencarian mengenai pendapat atau komentar mengenai produk yang akan dibeli, 78,9% akan
melihat komentar-komentar mengenai produk dan 90% konsumen akan membuat komentar
mengenai suatu produk. Sebagai tambahan Infogroup.Inc menemukan adanya 80% konsumen
yang berencana untuk membeli secara online akan mencari review produk sebelum membuat
keputusan pembelian. Dalam proses pengambilan keputusan pada proses pembelian
konsumen adalah pada Brand, karena memiliki image dan posisi tersendiri dalam benak
konsumen. Dengan semakin kuat sebuah Brand akan meningkatkan kepercayaan pada produk
dan dapat melakukan proyeksi, visualisasi maupun ekspektasi yang lebih baik terhadap
kinerja dan kualitas produk yang mereka dapatkan nantinya. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Yoo and Donthu (2001), dikatakan bahwa citra merek sebuah perusahaan mampu
mempengaruhi keuntungan jangka panjang perusahaan, keinginan konsumen dalam membeli
suatu produk dengan harga premium, pengaruh pada harga jual saham, keunggulan
kompetitif dan kesuksesan pemasaran perusahaan tersebut. Dengan asumsi bahwa
komunikasi WOM yang dilakukan dengan media yang interaktif dan “hidup” seperti dalam
media internet, WOM dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat pada persepsi dan Brand
Image dan pertimbangan konsumen terhadap sebuah produk (Jalilvand, 2012) dan semua
faktor tersebut akhirnya akan berujung pada minat beli konsumen. Merek juga merupakan hal
terpenting, karena merek akan membawa citra suatu perusahaan. Merek adalah nama, istilah,
tanda atau desain, atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau
jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk
pesaing (Kotler dan Keller, 2007). Lau dan Lee (1999) menyatakan bahwa kepercayaan
terhadap merek adalah kemauan konsumen mempercayai merek dengan segala resikonya
karena adanya harapan yang dijanjikan oleh merek dalam memberikan hasil yang positif bagi
konsumen. Sehingga bila ada keluhan dan sebagainya maka hal itu merupakan ancaman bagi
produsen smartphone tersebut karena hal yang dijanjikan tenyata tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Banyaknya merek-merek dari produk smartphone yang sejenis yang
ditawarkan ke pasar dalam berbagi macam keunggulan dan kelebihan yang kemudian
menyebabkan suasana persaingan produk sejenis menjadi semakin tajam dan ketat, brand
trust (kepercayaan akan merek) mampu berperan menghadirkan sebuah merek dalam benak
konsumen sesuai dengan harapan dan yang melekat secara abadi pada merek tersebut serta
membedakan dari merek pesaingnya. Meskipun dalam kenyataan sekarang meskipun suatu
perusahaan telah memiliki brand yang cukup baik, tetapi tidak menutup kemungkinan brand
tersebut dipercaya. Persaingan bisnis dengan mengedepankan variabel-variabel seperti brand
image, electronic word of mouth, dan brand trust terjadi pada produk smartphone yang
sedang marak pada tahun-tahun terakhir ini. Di indonesia smartphone yang terkenal seperti
produk Samsung, Iphone, Blackberry, Nokia dan Sonny Ericsson. Sehingga smartphone
tersebut disegmentasikan untuk masyarakat menengah atas, yaitu masyarakat yang
mempunyai kemampuan finansial memadai dan jumlahnya relatif banyak di kota-kota besar
seperti Surabaya. Dari sudut pandang usia, orang-orang yang menjadi target pasar
smartphone mewah adalah orang-orang yang sudah mengedepankan image.
c. Citra Merek
Merek merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang
waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah brand
tertentu (Jalilvand, 2012). Sedangkan menurut American Marketing Association, merek
adalah cara membedakan sebuah nama atau simbol (logo, trademark, atau kemasan)
yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu produsen atau satu
kelompok produsen dan untuk membedakan barang atau jasa itu dari produsen pesaing
sehingga dengan adanya perbedaan tersebut konsumen akan lebih mudah memilih dan
mimilah produk atau jasa yang dihasilakan oleh suatu perusahaaan. Citra merek adalah
persepsi dan kepercayaan yang dipegang oleh konsumen, sebagaimana tercermin dalam
asosiasi yang ada di ingatan para konsumen. Penawaran dan citra dari perusahaan
dirancang supaya bisa mendapatkan tempat khusus dengan sasaran pikiran target pasar
yang bertujuan untuk menempatkan sebuah merek dalam memori konsumen agar
mengoptimalkan manfaat potensial bagi sebuah perusahaan. Oleh sebab itu, positioning
merek yang baik dapat membantu strategi pemasaran dengan cara memperkuat sebuah
merek, tujuannya agar dapat meraih konsumen dengan bantuan merek sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (Kotler dan Keller, 2016). Kotler dan
Armstrong (2018) menyatakan bahwa citra merek dapat dibentuk melalui keyakinan
dan sikap. Keyakinan merupakan sebuah pemikiran yang dipegang seseorang tentang
suatu hal berdasarkan pengetahuan nyata, pendapat, maupun kepercayaan yang dapat
membawa dampak emosional. Pemasar tertarik pada keyakinan ini karena hal tersebut
yang nantinya membentuk citra produk dan merek sehingga dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh konsumen. Masih menurut Kotler
dan Armstrong (2018), citra perusahaan atau merek harus dapat menyampaikan
manfaat dan pemosisian produk yang khas. Oleh karena itu, citra merek merupakan hal
yang penting untuk di jaga dan di perbaiki secara terus menerus, karena citra dari
sebuah merek dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya
diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan
melakukan tindakan pembelian ulang ketika ia membutuhkan, bahkan ia mungkin akan
mengajak calon pembeli lainnya (Kotler dan Keller, 2009) Sebuah perusahaan tidak
dapat mengembangkan citra di benak publik dalam semalam dengan hanya
menggunakan beberapa iklan. Oleh karena itu, pengembangan citra yang kuat harus
dilakukan dengan kerja keras. Salah satu strategi dalam membangun citra merek,
pemasar harus menempatkan posisi mereknya dengan tepat di benak pelanggan.
Semakin tepat posisinya maka akan semakin kompetitif, sehingga perlu diketahui brand
value nya. Positioning dan brand value juga perlu didukung dengan konsep yang tepat
agar citra merek atau brand image dapat dikembangkan secara terus-menerus. Selain
itu, perlu memperhatikan 3 komponen pembentuk citra merek yang terdiri dari:
Corporate image, User image, dan Product image (Firmansyah, 2019). Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa citra merek terutama citra yang kuat dan
positif sangat penting bagi perusahaan untuk menarik minat konsumen terhadap produk
yang kita tawarkan. Indikator brand image menurut Wijaya dalam Firmansyah (2019):
1) Brand Identity
Identitas merek merupakan identitas fisik suatu produk atau merek yang membuat
konsumen dengan mudah mengenali dan membedakan dari produk lain. Hal ini
bisa dilihat dari logo, warna, kemasan, dan lain-lain.
2) Brand Personality
Personalitas merek dapat diartikan sebagai karakter yang khas dari sebuah merek
yang menunjukkan kepribadian tertentu sehingga konsumen dapat membedakan
dengan mudah dari produk lain. Misalnya suatu produk atau merek memiliki
karakter yang tegas, elegant, berwibawa, dan sebagainya.
3) Brand Association Asosiasi merek merupakan hal spesifik yang bisa muncul dari
penawaran unik, aktivitas yang berulang dan konsisten, konten yang runtut, dan
sebagainya. Misalkan seperti Shopee yang dikenal dengan sistem “Shopee COD”-
nya.
4) Brand Attitude & Behavior Sikap dan perilaku merek merupakan dimensi yang
berhubungan dengan perilaku komunikasi dan interaksi merek dengan konsumen.
Sikap dan perilaku yang baik dan positif tentunya akan membangun persepsi
yang baik pula di masyarakat. Jadi dimensi ini juga berkaitan dengan aktivitas,
atribut, maupun perilaku karyawan dan pemilik merek.
5) Brand Benefit & Competence Manfaat dan keunggulan merek mencakup nilai-
nilai dan keunggulan yang khas dari sebuah merek yang ditawarkan kepada
konsumen sehingga dapat membuat konsumen merasakan manfaat karena
kebutuhan dan keinginannya terpenuhi dan terpuaskan oleh produk yang
ditawarkan. Manfaat, keunggulan, dan kompetensi yang khas akan
mempengaruhi citra merek, individu, maupun perusahaan.
d. Minat Beli
Menurut (Wu et al., 2011, dalam Faryabi et al., 2012), minat beli didefinisikan
sebagai kemungkinan seorang konsumen untuk meningkatkan minat membeli suatu
produk tertentu yang dilihatnya. Selain itu, minat beli menunjukkan kemungkinan
konsumen akan merencanakan atau mau membeli produk atau jasa tertentu di masa
depan. Minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen yang mempunyai
keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam
memilih, menggunakan dan mengonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk
(Kotler, 2016: 181). Dapat dikatakan bahwa peningkatan minat beli konsumen dapat
meningkatkan penjualan perusahaan, hal ini bisa terjadi karena melihat bahwa proses
pembelian salah satunya bisa diawali dari minat kemudian muncul dorongan dan
melakukan pembelian.
Malik et al. (2013) menyatakan bahwa minat beli konsumen merupakan keinginan
seorang konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tersembunyi dalam
benak konsumen. Oleh sebab itu, minat beli konsumen selalu tersimpan dalam tiap diri
individu yang mana tak seorang pun bisa tahu apa yang diinginkan dan diharapkan oleh
konsumen. Sementara itu, menurut Kurniawan (2020), nilai suatu produk dapat
mempengaruhi minat beli konsumen. Apabila konsumen merasa bahwa manfaat yang
dirasakan lebih besar dari pengorbanannya, maka semakin tinggi pula dorongan
konsumen untuk membeli suatu produk.
Indikator minat beli menurut Pradipta dan Purwanto (dalam Manuarang &
Mawardi, 2018):
1) Awareness (kesadaran)
Tahapan dimana produsen harus dapat membuat para konsumen sadar akan
keberadaan produk tersebut. Baik promosi menggunakan iklan cetak, radio, TV,
atau jaringan personal lainnya.
2) Interest (ketertarikan) Setelah berhasil meraih perhatian konsumen, harus
dilakukan follow up yang baik. Yaitu tahapan lebih dalam memberikan informasi
produk, membujuk dan mampu memberikan alasan kenapa konsumen harus
membeli produk yang ditawarkan.
3) Desire (keinginan) Tahapan memberikan penawaran yang tidak dapat ditolak
kosumen, dimana agar timbul keinginan dan hasrat untuk membeli produk.
4) Action (tindakan) Tindakan terjadi dengan adanya keinginan kuat konsumen
sehingga terjadi pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian produk
yang ditawarkan
2.3 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Penelitian telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, tentang pengaruh e-WOM (X1)
terhadap Minat Beli (Y). Agatha et al. (2019) menunjukkan bahwa variabel e-WOM
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen, Kuswibowo &
Murti (2021) menunjukkan bahwa variabel e-WOM berpengaruh positif terhadap minat
beli, serta Ramadhan (2022) menunjukkan bahwa variabel eWOM secara parsial
memiliki pengaruh yang positif terhadap minat beli. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Diduga Electronic Word of Mouth secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
Minat Beli.
Cheung dan Lee (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa eWOM memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Penelitian yang dilakukan pada
sebuah forum diskusi online tersebut menyatakan bahwa eWOM berpengaruh sebesar
20% terhadap minat beli dengan indikator yang berbeda. Senada dengan hal tersebut
Jalilvand (2012) dan Riyandika (2013) memperoleh hasil yang sama yaitu eWOM
memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap minat beli
konsumen. Bahkan dalam penelitian Riyandika terdapat pengaruh sebesar 50% antara
eWOM terhadap minat beli.
H2: Diduga Citra Merek secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli
Penelitian Wongso dan Mulyandi (2019) tentang Pengaruh e-WOM (X1) dan Brand
Image (X2) terhadap Minat Beli (Y) menjelaskan bahwa e-WOM dan Brand Image secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli. Selain itu, Pengaruh Citra
Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y) juga telah diteliti oleh Akbar (2017) menunjukkan
bahwa variabel Citra Merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat
pembelian.
H3: Diduga Electronic Word of Mouth dan Citra Merek secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap Minat Beli
Penelitian Darmawan et al. (2022) juga menunjukkan bahwa e-WOM dan Citra
Merek berpengaruh positif signifikan terhadap niat beli.
3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini akan dibahas seberapa besar pengaruh variabel bebas Electronic
Word of Mouth (X1) dan Citra Merek (X2) terhadap variabel terikat Minat Beli (Y). Jenis
penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian,
analisis bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiyono, 2017). Peneliti memakai metode pengambilan sampel non probability dengan
purposive sampling dipilih sebagai teknik pengambilan sampel.
3.2 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2017). Populasi yang digunakan
pada penelitian ini adalah konsumen yang berminat membeli, pernah menggunakan atau
pernah melakukan pembelian produk The Originote di platform Tiktok. Populasi ini tidak
terbatas luasnya dan tidak dapat dihitung jumlah dan besarnya secara pasti.
3.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel merupakan karakteristik bagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono,2017). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probality
sampling dengan cara purposive sampling. Teknik ini digunakan karena sampel memiliki
kriteria-kriteria tertentu yang disyaratkan (Cooper & Schindler, 2014). Selain itu, cara
snowball sampling juga digunakan. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang
semula berjumlah kecil kemudian menyebarkan pada teman-temannya sehingga menjadi
banyak (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini penentuan kriteria antara lain wanita/pria diatas
18 tahun yang menggunakan atau pernah melakukan pembelian produk The Originote dari
media platform Tiktok, hal ini karena wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun
dianggap sudah dapat mengambil keputusan berdasarkan keinginan sendiri. Selanjutnya,
karena populasi dalam penelitian ini jumlahnya tidak terbatas, maka ukuran jumlah sampel
ditentukan dengan rules of thumb dari Hair et al. (2014) yang menyatakan bahwa kecukupan
jumlah sampel yang disyaratkan agar dapat melakukan analisis regresi sekurangnya 50
responden, dan akan semakin baik jika lebih dari 100 responden.
3.4 Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
a. Data primer
Sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang
berupa wawancara, jajak pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun hasil
observasi dari suatu objek, kejadian atau hasil pengujian (benda).
b. Data sekunder
Sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau secara tidak
langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum.
3.5 Data yang dibutuhkan
Data yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain:
a. Data primer
Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada
sampel yaitu wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun yang dan pernah
membeli produk The Originote di media platform Tiktok. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan data yang mencakup pendapat dan persepsi konsumen terhadap minat
beli produk The Originote yang berkaitan dengan e-WOM dan Citra Merek.
b. Data sekunder
Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tertulis seperti
penelitian terdahulu, buku, jurnal, artikel, dan website yang masih relevan untuk
bahan pertimbangan dengan syarat minimal data dipublikasikan dalam 10 tahun
terakhir. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data terkait dengan profil perusahaan,
visi dan misi perusahaan, produk yang dikeluarkan perusahaan, serta hasil penelitian
yang berkaitan dengan e-WOM dan Citra Merek.
5) Pengambilan Keputusan
Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh parsial antara variabel e-
WOM (X1), Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).
Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada pengaruh parsial antara variabel e-WOM
(X1), Citra Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y).