Anda di halaman 1dari 10

TERJEMAHAN KITAB AL-AHKAM AS-SHULTANIYYAH

KARANGAN IMAM AL MAWARDI HALAMAN 105-107


(‫)يف قسم الفيء والغنيمة‬

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Naskah Fiqih Politik Ketatanegaraan
Dosen Pengampu : Agus Sunaryo, S.H.I.,M.S.I

Disusun Oleh :
1. Destya Maharani Fitria 2017303108
2. Musyafa Syamil Arrroyan 2017404046

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K. H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2023
Bab 12
(Pembagian Ghanimah)
(Fasal) Ghanimah memiliki pembagian dan hukum yang lebih banyak karena merupakan
asal muasal pembahasan mengenai fai. Oleh karena itu, ketentuan hukum ghanimah pun lebih luas.
Pembahasan terkait ghanimah meliputi beberapa hal, yakni tawanan, sandera, tanah rampasan, dan
harta.

Adapun tawanan merupakan anggota dari pasukan kaum kafir yang berhasil ditangkap
hidup-hidup oleh pasukan islam. Mengenai ketentuan hukum tawanan ini, para ahli fiqih berbeda
pendapat. Imam Syafii berpendapat bahwa jika para tahanan tetap teguh terhadap kekafirannya
maka khalifah atau orang yang mewakilinya dalam urusan jihad dapat memilih salah satu dari
empat opsi yang sekiranya paling mendatangkan maslahat, yakni :

1. Membunuh para tawanan


2. Memperbudak tawanan
3. Membebaskan tawanan dengan tebusan harta ataupun pertukaran tawanan
4. Mebebaskan tawanan tanpa tebusan

Namun jika para tawanan menyatakan masuk Islam, maka opsi untuk membunuh mereka
pun gugur dan khalifah dapat memilih diantara tiga opsi lain yang tersisa.

Sementara menurut Imam Malik, jika tahanan enggan masuk Islam maka khalifah hanya
dapat memilih salah satu dari tiga opsi, yakni;

1. Membunuh tahanan,
2. Memperbudak, atau
3. Menebus mereka dengan tawanan lain, bukan tebusan materil. Jadi, mereka tidak bisa
dibebaskan begitu saja

Dalam kasus ini, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa khalifah hanya dihadapkan dengan
dua pilihan saja, antara membunuh atau memperbudak mereka. Dengan kata lain, para tahanan
tidak dapat dibebaskan ataupun ditebus. Adapun dalam Al Qur’an hanya menyebutkan dua opsi
saja, yakni antara penebusan dan pembebasan tawanan, sebagaimana firman-Nya
“Maka apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir (di medan perang), maka
pukullah batang leher mereka. Selanjutnya apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah
mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang
selesai.” (Q.S. Muhammad: 4)

Demikian pula Rasulullah SAW pernah membaskan Abu ‘Azzah Al Jumahi pada saat perang
badar dengan syarat ia tidak kembali lagi memerangi Rasulullah. Namun ia kembali ikut dalam
perang uhud. Dan pada akhirnya ia berhasil ditawan dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk
mengeksekusinya. Ia pun berkata “ bebaskanlah aku”. Dan Rasulullah pun menjawabnya
“seorang mukmin tidak akan dipatok ular dua kali dalam lubang yang sama”.

Demikian pula setelah Nadhr bin harits kalah dan terbunuh di perang badar, putrinya,
Qutailah pada saat Fathu Makkah pernah meminta Rasulullah SAW untuk berhenti. Lalu ia
melantunkan sebuah syair mengenai ayahnya yang bilamana dibebaskan maka ia tidak akan
kembali lagi memerangi Rasulullah. Mendengar syair tersebut beliaupun berkata “ andai saja aku
mendengar syairnya sebelumnya, maka aku tidak akan membunuhnya”. Jika tawanan dihukumi
tidak boleh dibebaskan, maka Rasulullah SAW pastinya tidak akan mengucapkan hal tersebut
karena ucapan beliau mengandung hukum syar’i.

Adapun mengenai tebusan, Rasulullah SAW pernah menentukan tebusan untuk para
tawanan perang badar dan perang lain sesudahnya, yakni dua anggota pasukan kafir ditukar dengan
satu anggota tentara muslim.

Mengenai tahanan yang enggan masuk islam, maka khalifah mempertimbangkan


hukumannya melalui ijtihadnya sendiri. Jika tahanan tersebut dikenal kuat dan kejam serta tidak
dimungkinkan untuk masuk islam, maka ia hendaknya dieksekusi mati tanpa dihukum. Jika
khalifah mendapati para tahanan punya daya tahan dan kekuatan untuk bekerja serta dijamin tidak
akan melakukan pengkhianatan atau hal-hal buruk lainnya, maka hendaknya para tahanan tersebut
dijadikan budak untuk membantu kaum muslimin. Jika khalifah mendapati mereka dapat
diharapkan masuk islam dan diikuti oleh kaumnya atau jika ia dibebaskan maka kaumnya akan
masuk islam, maka tahanan tersebut dibebaskan. Jika tahanan diketahui adalah seorang yang kaya
dan kaum muslimin sedang dalam keadaan yang mendesak dan membutuhkan, maka tahanan
tersebut diminta menebus dirinya dengan hartanya tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai
properti dan sumber daya bagi kaum muslimin. Adapun harta tebusan tersebut lalu digabungkan
dengan harta ghanimah dan tidak diberikan kepada orang-orang islam yang menahan tawanan
tersebut. Meskipun Rasulullah SAW pernah memberikan hasil dari uang tebusan tahanan kepada
mereka yang menawannya, namun hal tersebut dilakukan sebelum turunnya hukum pembagian
ghanimah. Adapun bagi tahanan dari kaum musyrikin yang darahnya dihalalkan oleh khalifah
karena kekejaman dan kekejiannya, bisa saja untuk dibebaskan dan dimaafkan.

Rasulullah SAW pernah memerintahkan untuk membunuh 6 orang pada saat fathu makkah
meskipun mereka berlinduk di balik penutup ka’bah. Diantaranya ialah

1. Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah, ia pernah menuliskan wahyu untuk Rasulullah SAW, saat
beliau SAW mengatakan kepadanya “tulislah ‫ غفور رحيم‬yang artinya maha pengampun lagi maha

penyayang”, justru ia menulis ‫ غفور حليم‬yang artinya Maha mengetahui dan Bijaksana. Ia pun

akhirnya murtad dan bergabung Kaum Qurasiy serta mengatakan “Aku mempermainkan
Muhammad sesuai keinginanku”. Lalu turunlah ayat “dan ia yang berkata “ Akan Kuturunkan
persis apa yang diturunkan oleh Allah”
2. Abdullah bin Khathal, ia memiliki 2 perempuan yang selalu menghina Rasulullah SAW dalam
nyanyiannya.
3. Huwairits bin Nufail yang selalu menyakiti Rasulullah SAW
4. Miqyas bin Shababah, saudara laki-lakinya terbunuh oleh beberapa orang dari golongan ansor
secara tidak sengaja dan ia pun telah mengambil diyatnya. Namun ia juga membunuh pelaku
dan kembali ke mekkah dan menyatakkan murtad.
5. Sarah, budak dari beberapa anggota bani muthalib, yang selalu menghina dan menyakiti Nabi
SAW
6. Ikrimah bin abu jahal, yang sering menghasut orang-orang untuk melawan Nabi SAW untuk
menuntut balas atas ayahnya

Adapun bin sa’ad bin abi sarah, pernah meminta perlindungan kepada Rasulullah SAW
melalui Utsman bin Affan, namun beliau menolaknya. Kemudian ia kembali meminta
perlindungan, namun Rasulullah SAW berkata “Tiadakah diantara kalian yang ingin
membunuhnya saat aku menolaknya”, para sahabat pun menjawab “Bukankah engkau hanya
memberi isyarat lewat mata?”. Lalu Rasulullah menimpali kembali “ Apakah seorang nabi
memiliki mata pengkhianat”. Adapun Abdullah bin Khathal terbunuh oleh sa’ad bin huraits al
makhzumi dan abu barzah al aslami. Sementara miqyas bin shababah terbunuh oleh seorang dari
kaumnya sendiri, yakni numailah bin abdullah, dan huwairits bin nufail meninggal di tangan ali
bin abi thalib atas perintah Rasulullah SAW dan beliau pun berkata “setelah ini Tidak ada lagi
orang dari suku quraisy yang akan terbunuh kecuali karena qishas”.

Adapun dua budak perempuan ibnu khathal, salah satunya tewas dan yang lain berhasil
melarikan diri hingga akhirnya meminta perlindungan kepada Rasulullah SAW dan beliaupun
mengabulkannya. Sementara sarah sempat menghilang hingga akhirnya muncul dan meminta
perlindungan kepada Rasulullah, namun setelah itu ia kembali menghilang. Barulah pada masa
Umar bin Khattab ada seseorang membuatnya terinjak oleh kudanya hingga tewas di Abthah.
Sedangkan Ikrimah bin Abu Jahal berjalan hingga ke tepi laut dan berkata “aku tidak akan tinggal
bersama orang yang telah membunuh abu hakam (ayahnya)”. Dan saat ia berlayar, pemilik kapal
berkata kepadanya “ikhlaskanlah”, ia lalu bertanya “mengapa?” pemilik kapal menjawab “ laut
hanya pantas untuk orang yang ikhlas”. Ia pun menimpali “ sungguh jika di laut hanya pantas
untuk yang ikhlas, maka di darat pun tidak ada yang pantas kecuali untuk yang ikhlas”. Berbeda
dengan Ikrimah, istrinya, ummu halim bin harisah justru masuk islam dan memintakan jaminan
keamanan atas suaminya kepada Rasulullah. Dalam satu riwayat diceritakan jika istrinya
menjemputnya ke laut dengan membawa jaminan keamanan dari Rasulullah. Pada saat Rasulullah
melihatnya, beliaupun berkata “selamat datang wahai penumpang kapal yang telah hijrah”, dan
akhirnya ikrimah pun masuk islam. Rasulullah pun berkata kepadanya “tidaklah engkau meminta
sesuatu dariku kecuali pasti akan aku berikan kepadamu”. Ikrimah pun menjawab “ Aku hanya
ingin meminta engkau berdoa kepada Allah agar bersedia mengampuni setiap harta yang aku
keluarkan untuk menghindar dari jalan Allah dan setiap sikap yang aku ambil untuk berpaling
dari jalan Allah.” Rasulullah SAW pun lalu berdoa “Ya Allah ampunilah apa yang ia minta”,
Ikrimah pun berkata “wahai Rasulullah, demi Allah tidaklah akan aku biarkan satu dirham yang
aku keluarkan untuk kesyirikan kecuali akan kukeluarkan dua dirham di jalan Allah, dan tidakkan
ku biarkan satu tindakan yang aku lakukan untuk kesyirikan kecuali aku ganti dengan dua
tindakan di jalan islam.” Karena kisah yang berkaitan dengannya ini dalam sirah Rasulullah SAW
memiliki banyak penjelasan hukum, maka kami ceritakan secara lengkap.

(Fasal) Membunuh musuh yang lemah dan tua renta atau yang menderita penyakit
berat. Hukum membunuh orang orang tersebut adalah sama dengan mereka membantu para
tentara musyrikin dengan memikirkan mereka dan mendorong mereka untuk melakukan
peperangan. Dengan begitu maka boleh hukumnya membunuh mereka saat mereka tertangkap dan
status mereka sama dengan tawanan. Akan tetapi ada dua pendapat ama jika mereka tidak
membantu para tentara musyrikin dalam memerangi kaum muslimin yaitu boleh dibunuh dan tidak
boleh untuk dibunuh.

(Fasal) Tawanan anak-anak dan wanita. Para tawanan tersebut didak boleh dibunuh apabila
mereka berasal dari bagian para ahli kitab. Rasulullah SAW melarang membunuh wanita dan anak
anak. Para wanita dan anak anak tersebut menjadi tawanan dan berstatus sebagai hamba sahaya
dan dibagikan dengan harta rampasan (ghanimah). Namum apabila para wanita dan anak anak
tersebut tidak memiliki kitab suci (seperti kalangan atheis dan penyembah berhala) dan
menjauhkan diri dari islam serta menolak untuk masuk islam, menurut imam syafi’i wanita
tersebut boleh untuk dibunuh.namum menurut Abu Hanifah, para tawanan tersebut dijadikan
hamba sahaya. Akan tetapi saat dijakin hamba sahaya tersebut para wanita dan anak anaknya yang
masih kecil tidaklah boleh untuk dipisahkan. Sebagaimana sabda Rsaulullah SAW :

“Seorang Wanita Tidak Boleh dipisahkan dari anaknya.”

Seorang tawanan boleh ditebus dengan sejumlah uang. Karena tebusan sama halnya dengan
jual beli dan hasil tebusan tersebut masuk kedalam harta ghanimah dan tidak perlu mendapatkan
persetujuan dari para tentara yang mendapatkan ghanimah itu. Jika tawanan itu ingin dijadikan
sebagai tawanan bagi kaum muslimin yang berada dalam tawanan mereka, hal itu dapat dilakukan,
namum para tentara yang seharusnya mendapatkan ghanimah tersebut akan mendapatkan ganti
nilainya daridan kepentingan umum.

Kepala negara tidak boleh memberikan amnesti dengan cuma cuma kecuali jika mendapatkan
persetujuan dari tentara yang mendapatkan ghanimah itu, yaitu dengan merelakan hak mereka atau
dengan pembrian ganti nilai ghanimah tersebut. Sedangkan jika pemberian amnesti tersebut untuk
kepentingan umum, penggantian nilai itu boleh diberikan dari dana kepentigan umum. Dan jika
pemberian amnesti tersebut untuk kepentingan pribadi, maka penggantian itu harus dengan harta
pribaidi.

Para tentara yang mendapatkan ghanimah tidak boleh dipaksa untuk melepaskan haknya jika
keberatan, dan hanya boleh melepaskannya jika secara sukarerla atas kemauan dirinya saja.
Berbeda dengan hukum tawanan tetara musuh yang tidak harus mendapatkan persetujuan tentara
muslimin yang mendapatkan ghanimah terlebih dahulu, karena membunuh pria adalah boleh
sedangkan membunuh wanita adalah dilarang. Maka tawanan wanita dan anak-anak itu menjadi
harta ghanimah yang tidak boleh dimintakan kepada tentara untuk melepaskan hak mereka kecuali
dengan kerelaan pribadi.

Penduduk Hawazin pernah meminta belas kasihan kepada Rasulullah SAW. Saat mereka
tertawan dalam perang hunain. Saat utusan mereka datang, harta ghanimah telah dibagi-bagikan
kepada para tentaa. Kemudian utusan tersebut mengingatkan Rasulullah SAW tentang
persaudaraan sepersusuan dengan mereka yang sama yaitu dari Halimah as-sa’diyah. Yaitu
seorang wanita yang berasal dari hawazin.

Ibnu ishaq telah menceritakan bahwasanya saat penduduk Hawazin ditawan dan harta mereka
dijadikan rampasan perang setelah perang hunain, mereka mengirim utusan kepada Rasulullah
SAW, saatu mereka berada di Ji’ranah dan berkata “Ya Rasulullah, kami adalah saudara dan
kerabatmu dan engkau telah melihat sendiri apa yang menimpa kamu ini. Oleh karena itu berilah
kami amnesti umum.” Selanjutnya Abu Shurad Zuhair bin Shurad berkata “Ya Rasulullah diantara
para tawanan itu ada paman, bibi, dan saudara sesusuanmu, yang pernah membesarkanmu, dan
seandainaya meminta Harist bin Abi Syamrah atau Nu’man bin Munzir, pada saat kami mengalami
kejadian seperti ini, tentunya kami akan mengharapkan rasa sayang dan kesediaannya untuk
meluluskan permintaan kami. Sementara engakau adalah orang yang amat baik dalam memberikan
bantuan.”

Mendengar itu, Kemudian Rasulullah SAW bertanya “Manakah yang lebih kalian cintai.
Anak anak dan wanita kalian atau harta kalian ?” Mereka berkata “Rasulullah telah memberikan
pilihan kepada kami antara harta kami atau keluarga kami. Maka kembalikanlah anak anak dan
wanita wanita kami. Karena mereka lebih kami cintai daripada yang lain. “ Kemudian Rasulullah
bersabda “semua yang menjadi milikku dan menjadi milik bani abdul muthalib adalah untuk
kalian.” Lalu kalangan quraisy berkata “semua yang menajdi milik kami adalah milik Rasulullah.”
Kalangan Anshar berkata “apa yang menjadi hak kami juga kami serahkan kepada Rsulullaha
SAW.” Aqra bin Habist Berkata “sedangkan aku dan Banu Tamim tidak melepaskan hak kami.”
Uyanah bin Hashn berkata “Aku dan Bani Fizarah tidak melepaskan hak kami.” Abbas bin Mirdas
as-sulaim berkata, “Aku dan Bani Sulaim juga tidak melepaskan hak kami.” Namun Banu sulaim
berkata “Apa yang menjadi hak kami saat ini kami serahkan kepada Rasulullah saw.” Dan Abbas
bin Mirdas bekata kepada Banu sulaim “kalian telah membuat saya hina.”

Rasulullah saw. Bersabda :

“siapa yang mempertahankan haknya atas tawanan yang ia miliki maka ia sapat mengambil
tebusa dari setiap satu tawanan yang ia miliki itu sebanyak enam unta betina muda. Setelah itu
kmbalikanlah anak anak dan wanita wanita itu kepada keluarga mereka.”

Mereka mengembalikan tawanan tersebut kepada keluarganya. Dan ketika unayyah


memperoleh bagian seorang wanita tua dari kauhm Hawazin, ia berkata “Aku lihat wanita tua ini
tidak memiliki keluarga dikampungnya. Mudah mudahan saja ia ditebus dengan uang yang
banyak.” Ah yang menyebabkan unaiyyah menolak menukar wanita tua itu dengan enam bagian.
Abu Shurad Berkata “Bebaskan saja wanita tua ini darimu. Demi Allah, lidah wanita tua ini tidak
bisa lagi merasakan kelezatan, dadanya sudah tidak lagi kencan, rahimnya tida bisa lagi melahirkan
dan air susunya sudah tidak lagi mengalir.” Mendengar hal itu, Unayyah berniat untuk melepaskan
wanita itu dengan tebusan enam ekor unta betina muda. Selajutnya Unayyah mengeluhkan hal
tersebut kepada Aqra dan Aqra selanjutnya mengatakann “mengapa tidak kau pilih saja wania
yang putih, cantik, dan lembut”

Diantara tawanan itu terdapat saudara sesusuan Rasulullah saw. Syaima binti Harits bin Abdul
Uzza yang sebelumnya dia diperlakukan secara kasar hingga kemudian saat dia bertemu dengan
Rasulullah, dia berkata ”Aku adalah saudaramu.” Lalu Rasulullah bertanya “apa bukti atas
ucapanmu?” kemudia Syaima menjawab, “bekas gigitanmu ketika aku menggendongkmu dulu.”
Dan ketika Rasulullah ditunjukkan bekas gigitannya, Rasululah langsung membentangkan
selendangnya dan mempersilakan Syaima untuk duduk diatas selendang tersebut. Setelahnya
Rasulullah memberikan dua pilihan untuk syaima yaitu natara tiggal bersamanya dalam keadaan
terhormat atau kembali kepada kaumnya dengan membawa harta yang banyak. Dan syaima
memilih untuk kembali kepada kamunya dengan membawa harta yang banyak. Dan saat Syaima
pulang Rasulullah saw. Mengahdiahkan kepadanya seorang hamba sahaya laki laki dan wanita.
Selanjutnya Syaima menikahkan kedua hamba sahaya tersebut.

Hukum yang dapat diteladani dari kisah dan kebijaksanaan oleh para pemimpin negara
diantaranya :
1. Jiika diantara tawanan itu ada wanita dan mempunyai suami dengan jatuhnya wanita itu dalam
tawanan, maka pernikahannya menjadi batal baik wanita itu ditawan dengan suaminya
ataupun tidak. Namun abu hanifah juga berpendapat jika mereka ditawan bersama suami
mereka maka tidaklah batal pernikahannya. Dan jika diantara tawanan wanita yang bersuami
masuk islam sebelum disendera, maka ia dibebaskan dan pernikahannya dengan suami batal
bersamaan dengan selesainya masa iddah.
2. Jika para tawanan wanita telah dibagi-bagikan kepada para tentara yang berhasil
menangkapnya, maka haram untuknya mneggauli sampai ia sudi dari haid atau setelah mereka
meahirkan (dalam keadaan hamil).

Harta Kaum Muslimin Yang Dikuasai oleh Kaum Musyrikin

Harta milik kaum muslim yang dikuasai oleh kaum musyrikin tidak dapat dipindah tangankan
atau dikuasai oleh kaum musyrikin. Dan pemilik harta yang dikuasai adalah secara sah milik
individu kaum muslimin dan wajib untuk dikembalikan kepada pemilik sahnya tanpa ada biaya
pengganti kepada tentara islam yang berhasil merebutnya. Abu Hanifah berkata “jika harta itu
dikuasai oleh tentaa musyrik, ia sudah menjadi miliknya termasuk juga budak wanita yang
dikuasainya. Jadi jika sekali waktu , majikan budaknya itu memasuki wilayah musuh, haram
baginya menggauli budak wanitanya itu.”

Jika harta yang dikuasai kaum musyrikin berupa lahan tanah kemudian ia masuk islam, maka
ia lebih brhak memiliki tanah tersebut. Akan tetapi jika yang menguasai tanah tersebut adalah
kaum muslimin, maka kamum musliminlah yang berhak untuk menguasai tanah tersebut daripada
pemiliknya.

Ibnu malik berpendapat jika pemilik sebelumnya segera memintanya sebelum dilakukan
pembagian rampasa perang, maka ia menjadi pihak yang palinh berhak atas tanah itu. Akan tetapi
jika ia menemukannya setelah tanah itu dibagi bagi, maka pemilik tanah harus membelinya karena
yang lebih berhak untuk mendapatkan tanah tersebut adalah orang yang mendapatkan bagian
tersebut.

Anak anak dari tentara kafir harbi boleh dijual sebagimana menjual tawanan wanita.
Sedangkan tentara kafir mu’ahid hanya diperbolehkan untuk menjual anak anak mereka saja dan
tidak menjual tawanan wanita. Dan kafir dzimmi tidak boleh menjual anak-anak mereka dan
tawanan wanita mereka.

Rampasan perang yang didapatkan oleh salah satu atau dua orang hukumnya seperti rampasan
perang biasa dalam hal kewajiban untuk menyerahkan seperlimanya (20 persen). Abu hanifah
berkata “seperlima tanah itu tidak dipungut hingga pasukan itu berbentuk Sariah (sepasukan
tentara).”

Jika kedua orang tuanya masuk islam, keislaman keduanya tersebut secara langsung menjadi
keislaman bagi anak naknya baik kali kali ataupun wanita. Dan tidakbelaku bagi anaknya yang
tlah baligh. Kecuali anak tersebut telah mengalami kegilaan. Imam malik Berkata “keislaman
seorang ayah mencakup keislaman anak anakknya, sedangkan kesilaman seorang ibu tidak
mencakup keislaman anak anaknya sementara keislaman anak anak belum dihukumi islam begitu
juga dengan kemurtadan mereka belum dihukumi murtad.” Abu Hanifah berkata ‘keislaman anak
anak sudah dihukumi islam , begitu juga dengan kemurtadan sudah dihukumi murtad apabila ia
telah berakal dan tamyiz. Akan tetapi kemurtadan tidak harus dibunuh hingga ia berusia baligh.”
Au Yusuf Berkata “Keislaman anak anak sudah dihukumi islam, sedangkan kemurtadan mereka
belum dihukumi murtad.” Imam Malik berkata dalam salah satu riwayat hadist Mu’an’annya “jika
anak tersebut sudah mnegetahui dirinya, kesislamnnya sah. akan tetapi, jika belum mengetahui
dirinya, keislamannya tidak sah.”

Anda mungkin juga menyukai