Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350321405

Kenaikan Harga Berdasarkan Willingness To Pay (WTP) Konsumen Kayu Jati di


Perum Perhutani

Article · March 2021

CITATIONS READS

0 202

1 author:

Yayan Suryanaji
Perhutani Forestry Institute (PeFI) Indonesia
5 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Developing Seedling Seed Orchard (SSO) of Pinus merkusii "Bocor Getah" View project

All content following this page was uploaded by Yayan Suryanaji on 02 May 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DAFTAR PUSTAKA KENAIKAN HARGA BERDASARKAN WILLINGNESS TO PAY
(WTP) KONSUMEN KAYU JATI DI PERUM PERHUTANI
Buana L.T. 2007. Pengaruh Pohon Induk dan Pupuk NPK terhadap (Suryanaji, Arga Pramudita, Novinci Muharyani, Benyamin H Santoso *)
Pertumbuhan Semai Khaya (Khaya anthoteca C. DC) di __________________________________________________
Persemaian. [Skripsi]. Departemen Silvikultur, Fakultas *) Tim Peneliti pada Puslitbang Perhutani Cepu
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Ringkasan
Djam'an D.F. 2002. Informasi Singkat Benih Toona sureni (Blume) Merr.
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Perum Perhutani sebagai produsen terbesar kayu jati di Indonesia
Bogor. memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, namun
tetap memiliki kewajiban dalam fungsinya untuk melayani masyarakat.
Kramer P. J and I. T. Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. McGraw-Hill Berdasarkan konsep tersebut, peningkatan harga jual log yang masih
Book Co. Inc. New York. diterima oleh konsumen harus berdasarkan data hasil survei untuk
menentukan nilai Willingness to Pay (WTP) dari konsumen, baik itu
Komala., 1991. Seleksi Famili Melalui Uji Keturunan Tingkat Semai Pinus kelompok trader maupun dari kelompok industri serta kelompok
merkusii Jung et de vriese. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan. campuran keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. kemampuan konsumen untuk membeli kayu. Penelitian ini diharapkan
memberikan informasi kisaran persentase kenaikan harga log kayu jati
Mattjik, A.A., 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan yang mampu dibeli oleh konsumen dari kelompok pembeli sortimen AI, AII
Minitab: Jilid 1. Bogor. IPB Press. dan AIII. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kenaikan harga
di seluruh Perhutani sebaiknya sama untuk sortimen AI dengan kenaikan
Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira, dan K. Kadir. harga sebesar 13,5 ± 9,85%, sortimen AII sebesar 14,83 ± 9,34% dan
2005. Atlas kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan. sortimen AIII sebesar 15,00% ± 8,05%.
Bogor.

Pramono, Agus Astho 2014. Aspek Ekologi dan Silvikultur dalam Kata kunci : willingness to pay, log jati
Pengelolaan Sumber Benih dengan Pola Agroforestri : Kasus ---------------------------------------------------
pada Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M.Roem.) di Kabupaten
Sumedang (Disertasi). Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah I. PENDAHULUAN
Pascasarjana IPB.
A. Latar Belakang
Rustika, Rika 2008. Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Perum Perhutani sebagai produsen terbesar kayu jati di Indonesia
Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Sebagai
(Skripsi). Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut lembaga BUMN dengan status perusahaan umum, maka Perhutani tetap
Pertanian Bogor. memiliki kewajiban dalam fungsinya untuk melayani masyarakat. Terkait
dengan hal ini maka kebijakan perusahaan dalam menentukan harga
Zobel, B. J and J. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. menjadi sangat penting untuk memperhatikan kemampuan konsumen log
JohnWiley and Sons, Inc. New York. kayu, sehingga perusahaan pembeli kayu jati dari Perhutani yang dikenal
dengan istilah mitra masih dapat menjalankan roda industrinya.

16 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 17
Harga kayu jati yang terlalu tinggi menyebabkan industri perkayuan tidak
kompetitif dan akan berdampak pada Perum Perhutani sendiri. Untuk C. Output Penelitian
memperkirakan peningkatan harga jual log yang masih diterima oleh Informasi persentase kenaikan harga log kayu Jati yang mampu
konsumen maka perlu dilakukan survei untuk menentukan nilai dibeli oleh konsumen dari kelompok pembeli sortimen AI, AII dan AIII
Willingness to Pay (WTP) ataupun Ability to pay (ATP) dari konsumen, dapat digunakan untuk penentuan kebijakan kenaikan harga. Informasi ini
baik kelompok trader maupun dari kelompok industri yang mengolah log penting untuk menjaga agar harga kayu untuk menghasilkan keuntungan
jati menjadi barang jadi. bagi perusahaan dan masih dapat memberikan keuntungan bagi
Willingness to Pay (WTP) atau Ability to Pay (ATP) lebih sering konsumen sehingga diperoleh keseimbangan yang mendukung
digunakan dalam menentukan nilai suatu benda atau jasa yang sulit kelestarian usaha Perhutani dan mitra. Kelestarian usaha mitra dan
dihitung, misalnya pemandangan alam, nilai dari sistem tata air dan Perhutani diharapkan dapat menguntungkan semua sektor pengelolaan
ekosistem (Verbic dan Erker, 2007) atau kesehatan (Quevedo dkk, 2009). hutan dari hulu sampai hilir.
Metode Willingness to Pay atau Contingent Valuation Method (CVM) Hasil dari penelitian ini nilai WTP selanjutnya selain untuk
diperkenalkan oleh Robert Mitchell dan Richard Carson pada tahun 1989 menentukan persentase kenaikan harga yang pantas, juga akan
dengan fokus menentukan nilai WTP untuk perubahan lingkungan digunakan sebagai sarana (proxy) sebagai alat kontrol pada nilai Harga
(Mitchell dan Carson, 1989). WTP sering didefinisikan sebagai jumlah Pokok Penjualan (HPP).
yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu
barang atau jasa. Zhao dan Kling (2005) menyatakan bahwa WTP adalah
harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada II. METODE PENELITIAN
waktu tertentu. Sedangkan Horowith & McConnell (2001) bahwa
pengertian WTP pada berapa kesanggupan konsumen untuk membeli A. Lokasi dan Waktu
suatu barang. Penelitian ini dilaksanakan di Divisi Regional Jawa Tengah, meliputi :
Willingness to pay antara lain didefinisikan sebagai kesediaan Manajer Komersial Purwokerto, Manajer Komersial Pekalongan. Divisi
masyarakat untuk menerima berapa pembayaran sesuai besarnya Regional Jawa Timur, meliputi : Manajer Komersial Madiun, Manajer
jumlah yang telah ditetapkan oleh suatu institusi sebelumnya. Willingness Komersial Kediri dan Manajer Komersial Probolinggo. Divisi Regional
to pay sangat bermanfaat untuk melindungi konsumen dari Jawa Barat, meliputi : Manajer Komersial Bogor dan Manajer Komersial
penyalahgunaan wewenang yang dimiliki perusahaan dalam penyediaan Cirebon. Pelaksanaan penelitian pada bulan Januari sampai dengan Mei
produk dan harga (CIE, 2001). Industri perkayuan pun dapat 2015.
menggunakan metode WTP untuk penentuan harga. Jensen dan Jakus
(2003) ; Yamamoto,dkk (2014) pernah menggunakan WTP untuk B. Teknik Survei Respon
menentukan nilai kayu Eco Certified. Demikian juga Mohammed dan Penelitian menggunakan metode survei terhadap mitra/pembeli
Abdulghani (2010); Veisten dan Solberg (2003) yang meneliti kayu khusus dari Perhutani. Pengambilan sampel menggunakan metode
menggunakan WTP untuk mengetahui nilai dari produk kayu hasil industri accidental sampling dimana peneliti akan mendatangi responden yang
yang memiliki eco certified. Penelitian yang cukup unik dilakukan oleh ada secara langsung untuk melakukan pengambilan data sesuai dengan
Donovan (2004), yang menentukan nilai dari suatu tegakan dimana kayu tujuan. Metode ini dipilih karena adanya kesulitan ketika akan melakukan
yang ada telah mengalami kematian di dalam hutan. pertemuan dan komunikasi dengan responden. Mengingat beberapa
pengusaha membeli kayu lebih dari satu wilayah Manajer Komersial maka
B. Tujuan untuk responden hanya bisa mengisi sekali saja untuk mengurangi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kesalahan data.
konsumen untuk membeli kayu log jati pada tahun 2015 berdasarkan Sumber data sistem dan pendekatan dengan metode WTP yang
harga log jati terakhir pada tahun 2014. paling penting adalah berasal dari kuesioner yang didesain sedemikian
rupa untuk dapat membentuk struktur data yang selanjutnya dianalisis.

18 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 19
Sistem kuesioner yang digunakan dimodifikasi dari model
kuesioner Asian Development Bank (1999) yaitu nilai atau skenario III. HASIL DAN PEMBAHASAN
tawaran (bidding game) dimulai dari nilai tertinggi dan kemudian turun ke
nilai yang lebih rendah. Tujuannya adalah untuk menghindari low starting A. Karakteristik Responden
point bias. Sebagai acuan nilai awal, maka dapat ditetapkan dengan nilai Hasil survei menunjukkan bahwa pembeli log kayu dari Perhutani terdiri
tidak boleh melebihi dua kali dari biaya per unit dari produk/jasa yang berbagai kelompok dengan beberapa tujuan. Tujuan pembelian kayu
ditawarkan. Secara umum sistem pertanyaan didasarkan pada dua model secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : murni untuk dijual
yaitu 1). Pertanyaan langsung kepada responden, atau pertanyaan kembali, murni diolah menjadi produk jadi, atau memiliki kedua tujuan
terbuka semisal “Berapa jumlah maksimum harga yang mampu Anda tersebut dengan melihat kondisi pasar. Pola tersebut dapat ditemui
bayar”? terhadap benda tertentu. 2). Responden diberikan pertanyaan hampir di semua responden di Divisi Komersial yang dilakukan survei
spesifik dan jawabannya sudah diseting dengan pernyataan “ya” atau “ WTP. Dari seluruh responden pengusaha kayu, jika ditinjau dari kriteria
tidak” (Asian Development Bank, 1999). Kombinasi dari dua model tersebut maka komposisinya adalah sebagai berikut :
pertanyaan tersebut perlu dilakukan agar memberikan akurasi data yang
terbaik.

B. Pelaksanaan Penelitian
Metode survei dengan wawancara dengan model bidding game
yaitu responden diminta untuk menjawab tingkat kenaikan harga yang
paling maksimum. Pada penelitian ini digunakan bidding game dengan
nilai maksimum 50% dari harga log tahun 2014. Penentuan nilai ini
didasarkan pada batas survei awal, yang dilakukan oleh Divisi Komersial
Perhutani, bahwa pada nilai kenaikan antara 50 – 100% dari harga jual
sebelumnya ternyata tidak ada responden yang bersedia membayar.
Gambar 1. Perbandingan komposisi responden survei WTP
C. Analisa Data
Transformasi data dilakukan untuk mengetahui perbedaan
tingkat kemampuan membayar log kayu jati antar divisi regional, tujuan Dari diagram tersebut diperoleh informasi bahwa mitra yang paling
pembelian dan kapasitas pembelian, untuk selanjutnya dilakukan analisis dominan jika ditinjau dari jumlahnya, kelompok yang mengolah dan
sidik ragam. Transformasi pada penelitian ini menggunakan model menjual kembali log merupakan yang paling dominan. Penjual kembali
Angular. Transformasi Arcsin digunakan apabila data dinyatakan dalam (reseller) kayu log jati pada dasarnya lebih kepada memanfaatkan peluang
bentuk persentase atau proporsi. Berdasarkan data yang ada diketahui pasar. Ada beberapa pengusaha atau pengrajin pengolah kayu yang
cukup banyak yang menjawab tidak menginginkan kenaikan yang berarti memiliki kecenderungan tidak untuk melakukan transaksi secara langsung
bernilai presentase kenaikan dinilai nol. Pada model tranformasi anguler ke Divisi Komersial dengan berbagai alasan. Selain itu para reseller ini
apabila banyak dijumpai nilai nol, maka tranformasi data yang cukup baik memiliki kemampuan untuk membeli produk kerajinan yang telah diolah
adalah dengan arcsin (persentase + 0,5)½. Hubungan antara kapasitas oleh pengrajin kecil, untuk selanjutnya dijual pada konsumen hasil
pembelian dengan kemampuan untuk membayar dilakukan pendekatan kerajinan. Keuntungan dari para pengrajin yang membeli kepada reseller
dengan analisis korelasi Kendall Tau. Untuk keperluan analisis seluruh ini adalah mereka dapat membayar kayu ketika produk jadi sudah laku di
data pada penelitian ini menggunakan Program Statistik SPSS 17. pasaran.

20 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 21
Kelompok yang membeli kayu dengan tujuan untuk diolah Dengan nilai korelasi tersebut maka dapat ditentukan kebijakan yang
menjadi produk adalah yang memiliki kemampuan untuk melakukan paling menguntungkan yang dapat dikombinasikan dengan kebijakan
transaksi dengan Divisi Komersial Kayu dan memiliki kapasitas produksi kenaikan harga yang akan ditetapkan. Hasil analisis korelasi antara
yang cukup besar, sehingga dengan membeli secara langsung ke volume pembelian dengan kemampuan membeli kayu log jati adalah
Perhutani akan memperoleh tingkat margin yang lebih besar. Pembeli sebagai berikut :
kayu dari kelompok terakhir merupakan pola yang lebih fleksibel,
pertimbangan pemanfaatan kayu berdasarkan perkiraan keuntungan. Tabel 1. Korelasi volume pembelian dengan kemampuan membeli log Jati sortimen AI, AII dan AIII
Pengolahan lanjut kayu log menjadi produk jadi hanya akan dilakukan Faktor Kenaikan Harga Sortimen
oleh kelompok dengan karakter tersebut jika tingkat keuntungan lebih AI AII AIII
besar dibandingkan apabila dijual kembali dalam bentuk log. Kapasitas/Volume Koefisien -0,081 -0,048 -0,036
Pembelian korelasi
Signifikasi 0,218ns 0,305ns 0,374ns
B. Karakteristik Responden Berdasarkan Kapasitas / Volume Jumlah 54 65 48
Pembelian Responden
Konsumen kayu di Perum Perhutani dapat dikelompokan
berdasarkan jumlah (kapasitas) kayu yang dibeli. Kriteria pedagang kayu
di Perhutani secara umum dikelompokkan dalam 3 kelompok utama, yaitu Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa antara kapasitas/volume
konsumen kecil (pembelian kayu < 1000 m3), konsumen menengah pembelian kayu cenderung berbanding terbalik. Semakin tinggi kapasitas
(kapasitas pembelian kayu 1000-2000 m3), serta konsumen besar pembelian pada dasarnya menginginkan kenaikan yang lebih rendah. Dari
(kapasitas > 2000 m3). nilai koefisien korelasi yang diperoleh, maka berdasarkan pendapat
Swinscow dan Chambell (2003) dapat disimpulkan nilai korelasi tersebut
dalam kategori sangat lemah. Interpretasi korelasi selain menggunakan
kriteria koefisien korelasi dapat berdasarkan nilai signifikasinya. Dari
ketiga jenis sortimen ternyata memang tidak berbeda nyata, sehingga
antara volume atau kapasitas pembelian tidak berpengaruh terhadap
tingkat kenaikan harga yang akan diterapkan. Dengan kata lain bahwa
pembeli besar maupun pembeli kecil bersedia membayar pada kisaran
kenaikan harga yang sama.
Keadaan tersebut menunjukkan kemampuan suatu industri dalam
menyerap bahan baku dalam jumlah besar tidak serta merta memberikan
keuntungan yang berlipat dari setiap kubik kayu yang diolah. Dengan
adanya kapasitas penyerapan kayu yang besar bahkan akan beresiko bila
terjadi kesulitan dalam proses penjualan kayu perusahaan tersebut. Dari
Gambar 2. Komposisi responden berdasarkan kapasitas pembelian kayu hasil penelitian ini bahwa suatu kebijakan kenaikan harga oleh Perhutani
pada dasarnya tidak akan berdampak terlalu berat pada usaha mereka
apabila masih dalam rentang kenaikan yang diinginkan. Faktor lain diduga
Grafik 2 memberikan gambaran bahwa responden sebagian besar karena pangsa pasar produk kayunya kemungkinan tidak bervariasi
merupakan konsumen kecil sebanyak 50%. Responden dalam kriteria sehingga apabila kenaikan berlaku sama maka, produk akhir pun dapat
pembeli sedang menempati posisi kedua dengan komposisi mencapai dinaikkan dengan harga yang sama agar tidak terjadi pergeseran
36% dan konsumen dalam skala besar merupakan responden yang pelanggan. Pembeli kayu Perhutani rata-rata merupakan pembeli yang
paling sedikit jumlahnya. Kapasitas pembelian dari masing-masing sama dari beberapa kantor manajer komersial, sehingga tidak
responden tersebut dapat digunakan sebagai informasi untuk mengherankan ketika pembeli dari Jawa Tengah mencari kayu ke Jawa
menentukan hubungan antara kemampuan untuk membeli pada Timur atau sebaliknya. Karakteristik inilah yang menyebabkan harga kayu
tingkatan kenaikan harga dengan skala tertentu atau tidak ada korelasi. antara divisi regional juga tidak berbeda jauh.

22 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 23
Asumsi ini dapat berlaku apabila kayu Perhutani masih dominan, namun
apabila sudah terdapat kayu pengganti diperkirakan akan sangat
mempengaruhi pasar. Hasil analisis lain yang didasarkan pada tujuan
pembelian kayu sebagaimana Tabel 2.
Tabel 2. Analisis varian berdasar tujuan pembelian kayu (3 kelompok)
Jumlah Kuadrat df Jumlah kuadrat F-Hit Sig
AI Antar kelompok 2 17,977 0,238 0,789 ns
Dalam kelompok 53 75,390
Total 55
AII Antar kelompok 2 9,422 0,186 0,831 ns
Dalam kelompok 63 50,775
Total 65 Gambar 3. Perkiraan persentase kenaikan harga antar divisi regional Jatim, Jateng dan Janten
AIII Antar kelompok 2 58,250 1,286 0,286 ns yang mampu dibeli konsumen untuk sortimen AI, AII dan AIII
Dalam kelompok 46 45,296
Total 48
Dari gambar 3 diketahui bahwa kemampuan konsumen untuk membeli
Hasil analisis menunjukkan bahwa antar kelompok pembeli yang dengan berdasarkan persentase tertinggi hingga terendah berturut-turut
terdiri dari 3 kelompok (pedagang murni), pedagang sekaligus mengolah untuk semua jenis sortimen adalah di Divisi Regional Jawa Timur, Divisi
dan yang mengolah murni), memiliki kemampuan membayar pada Regional Jawa Tengah dan yang paling rendah adalah di Wilayah Divisi
kenaikan yang sama pada berbagai sortimen. Hasil ini dapat digunakan Regional Jawa Barat dan Banten. Tren ini dimungkinkan karena adanya
sebagai informasi bahwa kenaikan harga, tidak perlu mempertimbangkan perbedaan komposisi konsumen antar ketiga Divre. Berdasarkan data Divisi
persentase konsumen maupun jenis sortimen dari ketiga kelompok Komersial diperoleh informasi bahwa di Jawa Tengah, konsumen industri
tersebut. Faktor yang berpengaruh untuk perbedaan kenaikan adalah besar mencapai 33,25% dan pedagang besar mencapai 29,10% sedangkan
antar Divisi Regional yang ditunjukkan pada Tabel 3. pedagang menengah sebesar 21,82% dan pedagang kecil mencapai
15,83%. Wilayah Jawa Timur memiliki komposisi industri besar adalah 7%,
Tabel 3. Analisis varians kemampuan membayar kenaikan harga antar sortimen antar Divisi Regional. pengrajin sebesar 15%, pedagang besar sebesar 44%, pedagang menengah
Jumlah Kuadrat df Jumlah F-Hit Sig 20% dan pedagang kecil 13%. Untuk Jawa Barat industri besar mencapai
kuadrat 26% pedagang besar mencapai 59%, pedagang kecil 14% sedangkan
AI Antar divre 2 27,689 0,369 0,693ns
Dalam kelompok 53 75.023
pengrajin mencapai 2%. Informasi pedagang kayu, ternyata sebagian ada
Total 55 yang menjual kayu dari Jawa Barat ke sentra industri di daerah Jawa Tengah.
AII Antar divre 2 260,203 6,078 0,004s Adanya pola ini dimungkinkan menyebabkan pedagang dari Jawa Barat tidak
Dalam kelompok 63 42,814 mampu bersaing ketika menjual kayu di Jawa Tengah, sehingga mereka tidak
Total 65
AIII Antar divre 2 222,270 5,824 0,006s
berani membayar lebih mahal karena sudah terbebani biaya angkutan ke
Dalam kelompok 46 38,164 wilayah Jawa Tengah. Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya
Total 48 kemampuan bersaing konsumen terutama reseller di Jawa Barat dan Banten.
Nilai ini berlaku untuk ketiga jenis sortimen sehingga untuk kebijakan
Hasil analisis menunjukan bahwa konsumen di semua wilayah
harga perlu dikaji lebih lanjut penyebab dari tren yang terjadi antar Divisi
memiliki kemampuan membeli kayu pada kenaikan harga yang sama
Regional. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk penentuan strategi
untuk sortimen AI, sedangkan untuk sortimen AII dan AIII terlihat
pemasaran dan penentuan harga pada masa mendatang. Kebijakan umum
konsumen memiliki kemampuan yang berbeda antar Divisi Regional.
untuk kenaikan harga dapat saja diberlakukan untuk seluruh Perhutani
Secara umum rerata kemampuan membayar kenaikan harga log tertinggi
apabila akan diberlakukan kenaikan harga secara rata-rata.
adalah Divisi Regional Jawa Timur. Secara terperinci dapat dilihat pada
Gambar 3 :

24 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 25
Adanya perkiraan penurunan jumlah pembelian kayu oleh
responden, maka dapat diperkirakan pada kenaikan kayu AI sebesar
13,5% dapat mengakibatkan jumlah mitra yang mengurangi pembelian
sebanyak 53,02%. Kenaikan harga kayu AII sebesar 14,06% akan
mengakibatkan 51,36% mitra mengurangi pembelian dan kenaikan harga
kayu AIII sebesar 14,07% akan mengakibatkan sejumlah 58,89% dari mitra
akan mengurangi pembelian. Jumlah mitra yang menurunkan pembelian
kayu untuk sortimen AIII diperkirakan paling tinggi. Penyebab dari tren ini
dimungkinkan karena harga kayu untuk sortimen AIII apabila dari harga jual
dasar (HJD) sudah sangat tinggi. Harga yang tinggi dapat mengakibatkan
Kenaikan harga secara umum di Perum Perhutani yang mampu produk olahan sulit dijual masih mengandalkan penjualan produk olahan di
dibeli oleh konsumen/mitra untuk kayu AIII > AII > AI. Nilai ini dapat dalam negeri. Pengurangan jumlah pembeli dengan adanya kenaikan
memberikan gambaran bahwa harga kayu masih mungkin untuk harga juga akan terjadi ketika pembeli mampu melakukan substitusi
ditingkatkan. Berdasarkan angka tersebut dapat dijadilan landasan dalam produknya dengan kayu jati dari tempat lain (kayu rakyat) maupun dengan
pengambilan keputusan agar pengusaha masih mendapat keuntungan kayu non jati. Dalam keadaan sangat memaksa para pengusaha pengolah
dari kegiatan pengolahan kayu. Standar deviasi yang masih cukup lebar kayu terutama untuk mebel dan furniture bahkan dapat menggantikan dan
disebabkan bervariasinya responden dari berbagai segmen yang melakukan substitusi dengan produk-produk aluminium dan besi. Namun
merupakan cabang-cabang dari ketiga segmentasi. besarnya pengurangan volume yang diakibatkan penurunan kapasitas
Secara teoritik, peningkatan harga akan diikuti oleh penurunan pembelian oleh mitra-mitra belum dapat dikuantifikasi.
kapasitas pembelian. Demikian juga ketika harga log ditingkatkan terdapat Penentuan harga tertinggi dapat diketahui melalui sistem lelang yang
beberapa konsumen yang menyatakan akan mengurangi pembelian kayu. dilaksanakan oleh Perum Perhutani, namun dengan menggunakan data
Dari nilai kumulatifnya maka dapat diperkirakan pengurangan konsumen sistem lelang tidak akan diperoleh nilai rerata kemampuan lelang dari
adalah sebagai berikut : seluruh konsumen. Hanya trader besar saja yang mengikuti proses lelang,
sedangkan secara umum jumlah trader besar lebih sedikit dibandingkan
konsumen menengah ke bawah.
Perum Perhutani memiliki kewenangan untuk menentukan harga log
kayu jati. Kemampuan mengatur pasar juga didukung bahwa pemegang
pengelolaan hutan jati terbesar adalah Perum Perhutani. Namun perlu
disadari bahwa setiap kegiatan ekonomi perlu mempertimbangkan aspek
aspek lain termasuk sosial kemasyarakatan. Kemampuan ekonomi setiap
konsumen kayu tidaklah sama. Konsumen yang memiliki modal besar
selalu diasumsikan akan lebih eksis ketika harga kayu dinaikkan.
Sebaliknya pengusahan kecil diasumsikan akan semakin terhimpit dan
tidak bisa berkembang, padahal kenyataanya juga tidak selalu demikian.
Perum Perhutani memiliki berbagai jenis konsumen, yaitu pedagang
murni, pengrajin kecil, sampai perusahaan besar dalam negeri bahkan ada
Gambar 4. Hubungan antara kenaikan harga (x) dan persentase jumlah responden yang yang diekspor ke luar negeri. Berbagai macam konsumen tersebut perlu
akan mengurangi pembelian kayu diakomodir sesuai kemampuannya dalam membeli kayu log jati sehingga
tidak memberatkan bagi pengusaha namun bagi Perhutani masih bisa
memperoleh keuntungan. Dampak negatif apabila harga terlalu tinggi
adalah ketidakberlanjutan industri karena tidak mampu bersaing karena
tingginya biaya bahan baku.

26 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 27
Pada prinsipnya, keseimbangan pasar dan market share yang terkontrol Donovan, G.H. 2004. Consumer willingness to pay a price premium for
perlu dijaga agar tidak terjadi kondisi pembeli yang memiliki kemampuan standing-dead Alaska yellow-cedar. Forest Prod. J. 54(5):38-42
finansial tinggi justru akan menguasai pasar dan tidak dapat dikendalikan
oleh Perum Perhutani. Foreit, K.G. And J. R. Foreit. Willingness to Pay Surveys For Setting
Pada dasarnya peluang untuk meningkatkan harga masih terbuka Prices For Reproductive Health Products And Services.
namun perlu diimbangi dengan kemudahan pembelian. Pemilik usaha
pengolah kayu apabila menghadapi permasalahan kesulitan dalam Foreit, K.G. dan J.R. Foreit. 2003. Willingness to Pay Surveys for Setting
pembelian kayu cenderung akan mengandalkan broker untuk memperoleh Prices for Reproductive Health Products and Services. A User's
kayu yang sesuai keinginan. Reseller ini memiliki kemampuan dalam Manual. Policy Project Frontiers. The Futures Group
pengurusan segala macam administrasi untuk mendapatkan kayu. Pemilik International The Population Council.
usaha kecil sebagian membeli kepada pedagang daripada langsung
membeli kepada Perum Perhutani. Pengusaha/pengrajin kecil terkadang Horowitz, J.K., & McConnell, K.E. (2001). Willingness to Accept,
juga mendapatkan fasilitas dari pedagang kayu semisal pinjaman tidak Willingness to Pay and The Income Effect.
langsung dengan melakukan pembayaran setelah produk dapat terjual. Http://Papers.Ssrn.Com.
Pola ini sebenarnya dapat diadopsi oleh Perum Perhutani dalam rangka
untuk menjaga pasar kayu agar tidak jatuh. Mengingat sebenarnya Jensen K.L. dan Paul M. Jakus. 2003. Consumers' Willingness to Pay
Perhutani sendiri pada saat ini memiliki persaingan dengan kayu jati dari for Eco-Certified Wood Products. Paper Prepared for
hutan rakyat maupun luar Jawa. Kontinyuitas pasokan kayu dalam jumlah Presentation At The American Agricultural Economics
yang besar dan waktu panen yang tepat merupakan modal yang sangat Association Annual Meeting, Montreal, Canada.
baik, namun tanpa kemudahan dalam sistem pemasaran akan
mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan pembeli dengan target Kilgore, M.A dan C. R. Blinn. 2003. Willingness to Pay for Stumpage
konsumen end user. Requiring Timber Harvesting Guidelines: An Evaluation of Bidder
Characteristics, Strategies, and Perceptions. A Report to the
Minnesota Forest Resources Council. Department of Forest
IV. KESIMPULAN Resources University of Minnesota.
Kenaikan harga untuk sortimen AI sebaiknya dilakukan dengan Marchenko, P. 2012. Elicitating The Willingness to Pay for Mobile Virtual
persentase yang sama untuk seluruh Perhutani sebesar 13,5% ± 9,34% Goods. Thesis. Humboldt-Universität zu Berlin.
sedangkan untuk sortimen AII dan AIII perlu dilakukan variasi harga antar
Divisi Regional. Untuk Divre Jateng untuk Kayu AII sekitar 14,5 ±8,13 %, AIII Mohamed, S dan A.N. Abd Ghani. 2010. Willingness to Pay a Price
sekitar 13,4 ± 7,69%. Untuk Divisi Regional Jatim sortimen AII sebesar 18,8 Premium for Certified Wood Products among Consumers in
± 9,58%, AIII sebesar 17,9 ± 5,91%. Divisi Regional Jabar dan Banten untuk Malaysia. Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 33 (2): 159 – 165.
sortimen AII sekitar 9,7 ± 6,18%, sortimen AIII sebesar 10,0 ± 8,37%.
Secara umum rerata kenaikan harga yang diinginkan oleh konsumen untuk Nababan, T.S. And J. Simanjuntak. 2008. The Application Of
AI sebesar 13,5 ± 9,34%, AII sebesar14,6 ± 8,74% dan AIII sebesar 14,7 ± Willingness to Pay As A Proxy To Varible Of Price : An Empirical
7,67%. Model In Estimating The Demand Of Household Electricity
Energy. Jurnal Organisasi Dan Manajemen. 4(2) :73-84.
DAFTAR PUSTAKA
Quevedo J.F.M. Dkk. 2009. The Willingness toPay Concept In
Anonim. 2001. Review of willingness-to-pay methodologies. Center for Question. Rev Saúde Pública 43(2).
International Economics Canberra and Sydneys.
Schwarzenegger, A., M. Chrisman dan L.A. Snow. 2008. Economic
Asian Development Bank. 1999. Handbook For The Economic Analysis Of Analysis Guidebook. Department of Water Resources. State of
Water Supply Projects. www.adb.org. California.

28 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 29
Verbic, M dan R.S. Erker. 2007. An Econometric Analysis Of Willingness to KAJIAN PRODUKTIVITAS GETAH PINUS
Pay For Sustainable Development:A Case Study Of The Volčji Potok PADA BERBAGAI KETINGGIAN (ELEVASI)
Landscape Area. European Network Of Economic Policy Research
Institutes. Working Paper No. 53/May 2007 (Purwanto, Hendarto, Lilik Rudi C, Arum Andari R*)
__________________________________________________________
Yamamoto, Y., Takeuchi, K., and Shinkuma, T., 2014. Are There a Price *) Tim Peneliti pada Puslitbang Perhutani Cepu
Premium for Certified Wood? Empirical Evidence from Log Auction
Data in Japan. Forest Policy and Economics 38: 168-172.
Ringkasan
Zhao, J. and Kling, C. L. 2005. Willingness to Pay, Compensating Variation,
And The Cost Of Comittment. Economic Inquiry. Western Economic Getah pinus mempunyai prospek yang baik dan perannya semakin
Association International 42(3):503-517. penting dalam mendukung pendapatan Perum Perhutani. Produksi getah
pinus dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor
Zhao, J. dan C.L Kling (2004). Willingness to Pay, Compensating Variation, eksternal adalah kondisi faktor iklim dan cuaca. Penelitian ini bertujuan
and The Cost of Commitment. Economic Inquiry, 42 (3), 503-517. untuk mengetahui produktivitas getah pinus pada berbagai ketinggian
tempat (elevasi). Lokasi penelitian di KPH Lawu Ds, Divisi Regional Jawa
Timur.
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas getah pinus antara
ketinggian tempat (elevasi) 1.000-1.350 m dpl dengan elevasi 750 – 900 m
dpl dan di bawah 700 m dpl berbeda nyata. Produktivitas getah pinus yang
paling rendah adalah pada elevasi 1.000 - 1.350 m dpl dengan
produktivitas rata-rata 4,53 gr/quare/hari. Produktivitas getah pinus pada
musim kemarau paling tinggi pada elevasi antara 750-900 m dpl dengan
produktivitas rata-rata 6,69 gr/quare/hari.

Kata kunci : getah pinus, elevasi


--------------------------------------------

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pinus merupakan kelas perusahaan (KP) terbesar kedua di Perum
Perhutani setelah jati, dengan hutan produksi seluas 483.272 hektar atau
sekitar 26 % dari total hutan produksi. Getah pinus sebagai produk hasil
hutan non kayu mempunyai prospek yang baik dan perannya semakin
penting dalam mendukung peningkatan pendapatan Perum Perhutani.
Getah pinus adalah hasil proses metabolisme pohon yang jumlah
produksinya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor terhadap
pertumbuhan pohon itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi produktivitas
getah pinus bisa berasal dari dalam pohon itu sendiri (faktor internal) luar
atau lingkungan (faktor eksternal) seperti bonita, cuaca, dan stimulan.

30 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 Buletin Penelitian Volume 19, Edisi Januari - 2016 31

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai