Anda di halaman 1dari 12

PAJAK INTERNASIONAL

Oleh:

Amissa Karolina, Erma Wati, Fakhrunisa Amalia Rafiq, Lisna Dewi, Muhammad Iqbal, Nor Patma
Sari, Rahmat Syahputra &Wijaya

A. Pendahuluan
Secara umumnya didalam sebuah pemajakan dibagi menjadi dua dimensi yaitu kewajiban
terhadap wajib pajak didalam negri dan pemajakan pada wajib pajak di luar negri, pada
penghasilan terhadap sesuatu penghasilannya secara bersama oleh dinegara yang berdomisili serta
di negara sumber. Adapun seperti Perkembangan ekonomi global yang terus terjadi dan berubah-
ubah.
Hal tersebutlah akan menimbulkan pajak berganda internasional. Pajak berganda
internasional yaitu atas pengenaan paajak dua kali atau lebihnya terhadap objek ataupun subjek
yang sama oleh dua negara ataupun lebih mengenakan pajaknya atas objek yang sama ataupun
subjeknya yang sama.1 Meski telah adanya hukum perpajakan internasional, serta menggunakan
sistem perpajakan yang berbeda-beda antar negara juga akan menimbukan terjadinya pengenaan
pajak yang berganda, yang akan menimbukannya sebuah penyeludupan pajak atau untuk
menghindarkan pajak dengan cara yang menyimpang atau illegal supaya mendapatkan beban
pajak yang kecil dengan menggunakan berbagai celah yang ada serta terbuka guna untuk tidak
membayar kewajiban pajaknya di sebuah negara sumber berpenghasilan ataupun di negara
domisilinya. 2
Kebijakan pendanaan bisnis mungkin merupakan tanda bahwa bisnis tersebut menghindari
pembayaran pajak. Perusahaan dapat memilih antara pembiayaan hutang dan ekuitas, menurut
pendapat. Hutang akan digunakan sebagai metode pendanaan jika perusahaan bermaksud
menurunkan pembayaran bulanannya. Pembiayaan dengan rencana kewajiban akan menjadi
peluang bagi organisasi untuk mengurangi cicilan biaya. Utang dapat digunakan untuk
menurunkan pajak dan meningkatkan kinerja bisnis. Tindakan sejumlah negara telah membatasi
struktur modal akibat banyaknya bisnis yang menggunakan skema utang untuk menghindari
pembayaran pajak. Selain itu, perusahaan akan bertanggung jawab untuk membayar lebih banyak
biaya bunga sebagai akibat dari peningkatan total hutang. 3
Didalam permasalahan perpajakan Indonesia sebagai salah satu Negara yang berdaulatpun
juga mempunyai hak untuk membuat sendiri ketentuan-ketentuan yang berkaitan tentang
permasalahan perpajakan, akan tetapi Indonesia juga tidaklah lepas dari pergaulan internasional
yang juga bersinggungan dengan masalah pajak. Untuk kepentingan bersama dari berbagai negara
seperti halnya untuk perdamaian, keamanan, kemakmuran, keadilan dan sebagainya, yang
menginginkan dengan mutlak adanya sopan santun didalam pergaulan antar negara yang
merupakaan peraturan-peraturan hukum.4 Maka dari hal tersebut transaksi antar kedua negara
ataupun seluruh dunia untuk meningkatkannya perekonomian dan perdagangan kedua negara
supaya tidak terhambatnya Investasi penanaman Modal Asing dikarenakan pengenaan sebuah
pajak yang berkedudukan di kedua negara yang mengadakan trasaksi tersebut.
Kebijakan ekonomi serta industri yang dilaksanakannya oleh Negara lainpun dalam
menghadapi sebuah interaksi ekonomi antar negara yaitu antara lain guna memperbesarkannya

1
Safri Nurmantu. 2005. “Pengantar Perpajakan”. Jakarta: Yayasa Obor. Hlm. 165.
2
Sony Devano & Siti Kurnia R. 2006. “Perpajakan, Konsep, Teori, Dan Isu”. Jakarta: Kencaana
Prenada Media Group. Hlm. 205
3
Dian Indriana Hapsari, S.E., M.Sc., Ak., CA. Juli Ratnawati, S.E., M.Si. Dr. Imang Dapit
Pamungkas, S.E., M.Si., Ak.,CA., CIBA., ACPA.”TAX AVOIDANCE DALAM PAJAK
INTERNASIONAL”EUREKA MEDIA AKSARA, JANUARI 2023 ANGGOTA IKAPI JAWA TENGAH.
hlm.12-23.
4
Brotodiharjo Santoso, 2003, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. Bandung: PT. Refika Aditama. hlm 83.
1
peluang kesempatan kerja, meningkatkannya daya saing serta pertumbuhan ekonomi juga
pencapaiannya keseimbangan pembayaran dari masing-msingnya negara. Dari sebuah dampak
langsungnya yaitu meningkatnya perhatian pemerintah untuk membuatkan kebijakan pajak antara
bangsa-bangsa yang dicantumkan didalam persetujuan Penghindarannya Pajak Berganda (P3B)
atau Tax Treaty cara inipun banyak digunakannya oleh negara-negara berkembang serta di negara
maju didalam perjanjian bilateral sebagaimana untuk solusi terhadapnya beberapa isu ataupun
masalah perpajakan internasional yang berkembang, termasuk pengurangannya sebuah beban
pajak, sehingga sejauhnya mungkin mengeliminasikan terjadinya pergeseran pajak antar negara
ataupun penghindarannya pajak kemudian bisa menimbulkannya ketidak seimbangan didalam
sebuah hubungan perdagangan ke dua belah pihak dikarenakan ketidak harmonisan perpajakan. 5
Agresivitas pajak digunakan untuk menyelidiki variabel penghindaran pajak agresif (tax
agressiveness) atau penghindaran pajak defensif. Menurut Podtax yang dilakukan dengan DDTC,
agresivitas pajak adalah penghindaran pajak yang tidak etis dan tidak dapat dituntut secara
hukum, seperti mendirikan perusahaan SPC (Special Purpose Center) di negara yang merupakan
surga pajak. Sebaliknya, defensif pajak mengacu pada penghindaran pajak yang dapat diterima
karena menggunakan strategi hukum (penghindaran pajak). Praktik ini tidak hanya bertujuan
untuk mendongkrak keuntungan, tetapi juga dapat menjadi cara wajib pajak untuk merespon
aturan atau sistem yang mempersulit mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakannya atau
menguntungkan mereka.6
Maka dari hal tersebut maka dibutuhkannya kebijakan perpajakan internasional guna
memajukan investasi di masing-masing negaranya, pemerintahpun juga berusaha untuk
meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan serta investasi tersebut.
Penghindaran dari pemungutan pajak ganda adalah ketika dua negara sepakat untuk berbagi
kebebasan penilaian pajak atas gaji penghuni yang melanjutkan pekerjaan di negara yang
berbeda.7 Negara yang berbeda memiliki kebijakan pajak yang berbeda. Hal ini karena
kepentingan masing-masing negara berbeda. Selain itu, setiap bangsa memiliki kondisi sosial,
politik, ekonomi, dan budaya yang unik. Berbagai kebijakan di bidang perpajakan dihasilkan dari
kondisi yang beragam tersebut.8

B. Data BPS
Amerika Serikat memiliki pemerintah federal, negara bagian, dan lokal yang terpisah dengan
pajak yang dikenakan pada masing-masing tingkat ini. Pajak dipungut atas pendapatan,
penggajian, properti, penjualan, keuntungan modal, dividen, impor, perkebunan dan hadiah, serta
berbagai biaya. Pada tahun 2010, pajak yang dipungut oleh pemerintah federal, negara bagian,
dan kota berjumlah 24,8% dari PDB. Di OECD, hanya Chili dan Meksiko yang dikenakan pajak
lebih sedikit sebagai bagian dari PDB mereka.
Namun, pajak jauh lebih besar pada pendapatan tenaga kerja daripada pada pendapatan
modal. Pajak dan subsidi yang berbeda untuk berbagai bentuk pendapatan dan pengeluaran juga
dapat merupakan bentuk perpajakan tidak langsung atas beberapa kegiatan di atas yang lain.
Misalnya, pengeluaran individu untuk pendidikan tinggi dapat dikatakan "dikenakan pajak" pada
tingkat yang tinggi, dibandingkan dengan bentuk-bentuk lain dari pengeluaran pribadi yang secara
resmi diakui sebagai investasi.
Pajak dikenakan atas pendapatan bersih individu dan perusahaan oleh pemerintah federal,
sebagian besar negara bagian, dan beberapa pemerintah daerah. Warga dan penduduk dikenakan

5
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA. 2019. “Pedoman Lengkap, Pajak Internasional, Konsep,
Strategi, Dan Penerapan”. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 3.
6
Natalia Yohana Sihaloho, 2022, “Pengaruh Transfer Pricing Dan Thin Capitalization Terhadap
Penghindaran Pajak Internasional”, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.hlm 23.
7
Rachmanto Surahmat, 2000, “Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda”, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, hlm 2.
8
Jaja Zakaria, 2005, “Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
hlm 25.

2
pajak atas penghasilan di seluruh dunia dan diizinkan kredit untuk pajak asing. Penghasilan yang
dikenakan pajak ditentukan berdasarkan peraturan akuntansi pajak, bukan prinsip akuntansi
keuangan, dan mencakup hampir semua pendapatan dari sumber apa pun. Sebagian besar
pengeluaran bisnis mengurangi penghasilan kena pajak, meskipun batas berlaku untuk beberapa
pengeluaran. Individu diizinkan untuk mengurangi penghasilan kena pajak dengan tunjangan
pribadi dan pengeluaran non-bisnis tertentu, termasuk bunga hipotek rumah, pajak negara bagian
dan lokal, kontribusi amal, dan biaya medis dan biaya tertentu lainnya yang terjadi di atas
persentase pendapatan tertentu. Aturan negara untuk menentukan penghasilan kena pajak sering
berbeda dari aturan federal.
Tarif pajak marjinal federal bervariasi dari 10% hingga 39,6% dari penghasilan kena pajak.
Tarif pajak negara bagian dan lokal sangat bervariasi berdasarkan yurisdiksi, dari 0% hingga
13,30% dari pendapatan,[2] dan banyak yang lolos dari perpajakan. Pajak negara pada umumnya
diperlakukan sebagai biaya yang dapat dikurangkan untuk perhitungan pajak federal, meskipun
undang - undang pajak 2017 memberlakukan batasan $10.000 untuk pengurangan pajak negara
bagian dan lokal ("PNBL"), yang menaikkan tarif pajak efektif bagi mereka yang berpenghasilan
menengah dan tinggi dalam tarif pajak tinggi. Sebelum batas pengurangan PNBL, pengurangan
rata-rata melebihi $10.000 di sebagian besar wilayah Midwest, dan melebihi $11.000 di sebagian
besar Amerika Serikat bagian Timur Laut, serta California dan Oregon.[3] Negara-negara yang
paling banyak terkena dampak adalah wilayah tiga negara bagian (NY, NJ, dan CT) dan
California; rata-rata pengurangan PBNL di negara-negara tersebut lebih besar dari $17.000 pada
tahun 2014.
Badan Pusat Statistik merupakan suatu lembaga non kementerian yang bertanggung
jawab langsung kepada Presiden. Dahulu Badan Pusat Statistik adalah Badan Pusat Statistik yang
didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Sensus dan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik. UU Statistik No. 16 Tahun 1997 diundangkan,
menggantikan dua undang-undang. Karena Undang-Undang inilah secara formal dari Biro Pusat
Statistik diganti menjadi Badan Pusat Statistik. 9 Berikut merupakan data tentang realisasi
pendapatan negara Indonesia (2021-2023).10

Sumber Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah)


Penerimaan -
Keuangan 2021 2022 2023

Penerimaan 1 547 841,10 1 924 937,50 2 016 923,70


Perpajakan
Penerimaan 458 493,00 510 929,60 426 259,10
Bukan Pajak
Jumlah 2 011 347,10 2 436 877,80 2 443 592,20
II. Hibah 5 013,00 1 010,70 409,40
I. Penerimaan 2 006 334,00 2 435 867,10 2 443 182,70
 Penerimaan 149 489,40 218 493,10 188 744,80
Sumber Daya
Alam
 Penerimaan 152 504,00 149 013,40 110 429,80
Bukan Pajak
Lainnya
 Pendapatan dari 30 496,80 40 405,30 44 068,10

9
Arsip Tata Usaha (Document Badan Puasat Statistik 2014).
10
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html
3
Sumber Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah)
Penerimaan -
2021 2022 2023
Keuangan
Kekayaan Negara
yang Dipisahkan
 Pendapatan 126 002,80 103 017,70 83 016,40
Badan Layanan
Umum
 Pajak 73 695,40 92 610,00 56 341,10
Perdagangan
Internasional
 Pajak Dalam 1 474 145,70 1 832 327,50 1 960 582,50
Negeri
  Pajak 551 900,50 680 741,30 740 053,60
Pertambahan Nilai
dan dan Pajak
Penjualan atas
Barang Mewah
  Pajak 696 676,60 895 101,00 935 068,60
Penghasilan
  Pajak Lainnya 11 126,00 11 381,40 8 699,50
  Pajak Ekspor 34 572,70 48 910,00 9 012,70
  Pajak Bumi dan 18 924,80 20 903,80 31 311,00
Bangunan
  Cukai 195 517,80 224 200,00 245 449,80
  Bea Perolehan 0,00 0,00 0,00
Hak atas Tanah
dan Bangunan
  Bea Masuk 39 122,70 43 700,00 47 528,50
Catatan: Tahun 2010-2021: LKPP Tahun 2022: Outlook Tahun 2023:
APBN Sumber: Kementerian Keuangan

Kemudian berikutnya yaitu Penghasilan pajak Singapura dilaporkan sebesar 4.907


USD bn pada 2023-01. Rekor ini naik dibanding sebelumnya yaitu 2.975 USD bn untuk
2022-12. Data Penghasilan pajak Singapura diperbarui bulanan, dengan rata-rata 1.279 USD
bn dari 1987-08 sampai 2023-01, dengan 426 observasi. Data ini mencapai angka tertinggi
sebesar 8.106 USD bn pada 2022-05 dan rekor terendah sebesar 65.908 USD mn pada 2002-
10.11

11
CEIC. ( Dikutip dari https://www.ceicdata.com/id/indicator/singapore/tax-revenue pada Selasa, 28
Maret 2023)
4
C. Pembahasan
1. Pengertian Pajak Internasional
Pajak internasional adalah kesepakatan biaya yang berlaku antar negara yang
memiliki Pemahaman Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan
dengan tulus sesuai dengan Pameran Wina (Pacta Sunservanda). Pengumpulan pajak di
seluruh dunia adalah tinjauan atau penjaminan pungutan pada orang atau organisasi yang
tunduk pada berbagai peraturan pungutan negara atau bagian global dari peraturan pungutan
masing-masing negara. Negara biasanya membatasi tingkat bea tahunan mereka dalam
beberapa cara regional atau mengakomodasi keseimbangan dengan penilaian pajak yang
berhubungan dengan pembayaran ekstrateritorial. 12
Dari pandangan hukum, pertama-tama penting untuk memahami pentingnya
pengertian hukum pajak Internasional seperti yang ditunjukkan oleh penilaian beberapa ahli,
untuk lebih spesifiknya:
a. Dr. P. Verloren Van The maat
Hukum pajak internasional adalah standar umum dunia (bea cukai atau penyelesaian)
yang membatasi kekuatan suatu negara dalam masalah pemungutan pajak.
b. Prof. Dr. P.J.A. Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan pengaturan aturan yang mengawasi
hukum dan ketertiban dan mengelola penipisan daya beli di setiap negara. Selain itu, ia
mengatakan bahwa peraturan pajak di seluruh dunia adalah pemahaman yang lebih luas
dari pada pengumpulan pajak dua kali lipat, dan peraturan pengeluaran publik dikenang
untuk peraturan hukum pajak internasional. Peraturan tugas global adalah elemen sah
yang melihat masalah yang diarahkan dalam peraturan publik sehubungan dengan:
penilaian pajak dari pihak luar
Panduan publik untuk menghindari penilaian pajak ganda
Pengaturan.
c. Prof. Dr. Rochmat Soemitr o, S.H.
Hukum pajak internasional bergantung pada standar, baik sebagai kesepakatan tugas
publik yang terdiri dari norma dan aturan publik maupun dari standar/kebiasaan yang
telah sangat diakui oleh negara-negara di dunia untuk mengatur masalah biaya dan di
mana cenderung ditunjukkan bahwa ada komponen – komponen asing, baik dalam hal
subjek maupun objek.
d. Prof. Mr. H.J. Hofstra
International belastingrecht adalah keseluruhan peraturan hukum yang membatasi suatu
negara untuk memungut pajak dari hal-hal internasional.
e. Prof. Dr. Ottmar Buhler
12
Janusz Kudÿa a, Katarzyna Kopczewska , Monika Stachowiak-Kudÿa, Trade, investment and size

inequalities between countries and the asymmetry in double taxation agreemets. The American Journal of
Clinical Nutrition, Vol 117 Issue 3. Maret 2023. ha l 1-3.
5
Ottmar Buhler mengisolasi regulasi pengeluaran internasional dari perspektif yang ketat
dan regulasi di seluruh dunia dari perspektif yang luas. Regulasi pengeluaran
internasional dari perspektif yang ketat adalah standar pertanyaan yang sah dalam
pandangan regulasi dunia (regulasi dunia), sedangkan peraturan tugas dunia dari
perspektif luas adalah standar yang sah di seluruh dunia ini selain pedoman publik yang
menjadi objek perdebatan regulasi, khususnya di daerah tanggungan.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat kita asumsikan bahwa: Hukum Pajak
Internasional adalah keseluruhan aturan dan standar yang sah antar negara seperti pengaturan,
pertunjukan, dll (termasuk pengaturan pengumpulan pajak timbal balik) yang bergantung
pada aturan regulasi biaya yang secara umum diakui baik oleh negara-negara di dunia, serta
standar publik untuk mengarahkan masalah ketetapan pajak yang menjadi objek perdebatan
hukum, khususnya di bidang pemungutan pajak, di mana cenderung terlihat adanya
komponen-komponen yang asing, baik yang berkaitan dengan subjeknya dan objek. 13
2. Konsep Perpajakan Internasional
Pertukaran lintas negara dapat menimbulkan masalah di bidang penilaian pajak.
Peraturan Worldwide Duty Indonesia secara keseluruhan dapat dikatakan hanya berlaku
untuk mata pelajaran dan artikel yang berada di wilayah Indonesia. Pada akhirnya, orang atau
unsur yang tidak hidup atau benda yang tidak berdomisili di Indonesia pada hakekatnya tidak
dibebani oleh peraturan Indonesia. Bagaimanapun, Peraturan Pengeluaran Seluruh Dunia
Indonesia dapat dikaitkan (terkait dengan) mata pelajaran dan barang-barang yang berada di
luar wilayah Indonesia selama ada hubungan yang nyaman, khususnya mengenai hubungan
keuangan atau hubungan negara dengan Indonesia. Seperti dikemukakan Rochmat Sumitro,
standar pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
a. Pedoman tempat tinggal. Mengingat aturan tempat tinggal, subjek penilaian dibebani di
negara tempat subjek tugas berdomisili. Sebagian besar negara ini menerapkan pedoman
upah keseluruhan, khususnya upah akan dibebankan di negara asalnya, baik yang
diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Indonesia adalah negara yang
menggunakan pedoman ini.
b. Pedoman Sumber. Mengingat standar sumber biaya dipaksakan mengingat dari mana
jenis pendapatan dimulai.14

Pada dasarnya pajak internasional bergantung pada pengaturan bea dalam


negeri yang berlaku untuk warga negara dalam negeri yang memperoleh gaji dari luar negeri
dan untuk warga negara asing yang mendapat gaji dari Indonesia. Selain pengaturan dalam
negeri, biaya perpajakan juga didasarkan pada pengaturan biaya dan latihan tugas (Gunadi,
1970). Orang atau badan Indonesia (substansi) untuk uang yang diperoleh dari luar negeri,
berdasarkan peraturan dan undang-undang negara lain, serta kesepakatan biaya. - Peraturan
beban Indonesia, peraturan beban dalam peraturan penilaian negara lain yang menyatu dan
pengaturan keengganan beban yang dibuat Indonesia dengan negara lain. Oleh karena itu,
penilaian pajak dari pertukaran lintas lini dapat diselesaikan dengan mengacu pada pajak
internasional.
Pengumpulan pajak ganda di seluruh dunia terjadi karena pada dasarnya tidak ada
peraturan global yang mengaturnya sehingga konflik yang sah terjadi antara setidaknya dua
negara. Pengumpulan pajak ganda global terjadi ketika penilaian pajak dari setidaknya dua
negara mencakup, sehingga orang-orang yang dibebani di lebih dari satu negara menanggung
tarif pajak yang lebih besar daripada jika mereka dibebani hanya di satu negara. Bobot
tambahan yang terjadi tidak hanya karena perbedaan bea masuk dari negara yang
bersangkutan, tetapi karena setidaknya dua negara sekaligus memungut biaya untuk barang
dan subjek yang serupa.

13
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA, PAJAK INTERNASIONAL KONSEP, STRATEGI, DAN
PENERAPAN, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 2019) hal 3-6.
14
Choi D.S. Frederick & Meek K. Gary5. Akuntansi Internasional, Edisi 5 Buku 2. Jakarta : Salemba
Empat 2005, hal. 90
6
Pemungutan pajak ganda secara internasional akan muncul, dengan alasan bahwa satu
barang dan subjek bea yang serupa dibebani setidaknya satu atau dua kali, menyebabkan
beban yang signifikan dalam hal biaya yang dipaksakan. 15

3. Pembagian hukum pajak internasional


Definisi Hukum pajak internasional dibagi menjadi dua kategori oleh Ottmar Buhler:
pengertian terbatas dan pengertian luas. Dalam pengertian terbatas, hukum perpajakan
internasional mengacu pada standar hukum yang mengatur konflik hukum berdasarkan
hukum internasional, namun dalam arti luas, hukum pajak internasional mengacu pada norma
hukum antar negara. 16
Hukum pajak internasional memiliki beberapa definisi, hal ini berdasarkan kepada
pendapat dari para ahli diantaranya seperti Prof. Dr. Rochmat Socmitro yang memaparkan
bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik
berupa kaedah- kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan
dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk
mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsurunsur asing
sebagaimana perbedaan hukum formil dan materiil.
a. Sumber-Sumber Hukum Pajak internasional17
Sumber-sumber hukum pajak internasional terlalu luas jika ingin kita kaji sehingga
dipersempit hanya terkait dengan Negara Indonesia, sumber- sumber hukum tersebut
antara lain:
Kaedah hukum pajak nasional/unilateral yang mengandung unsur asing. antara lain:
1.) Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang
"pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain
dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak".
2.) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang Subjek Pajak Luar Negeri
dan Bentuk usaha Tetap (BUT);
3.) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang Tidak Termasuk Subjek
Pajak;
4.) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5 (2) UU PPh) tentang Peraturan Perpajakan
Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang Tidak Termasuk Subjek Pajak Bentuk Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang Tidak Termasuk Subjek Pajak Usaha
Tetap
5.) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang HubunganIstimewa,
Bilamana Terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan
6.) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang Kredit Pajak Luar Negeri,
7.) Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 26 UU PPh) tentang Pemotongan Pajak atas
Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro dalam bukunya Hukum Pajak Internasional Indonesia
menyebutkan bahwa ada beberapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:
1.) Hukum Pajak Nasional/Unilateral yang mengandung unsur asing. Dalam hal ini
diambil contoh dari undang-undang PPh dan undang-undang PPN.
2.) Traktat yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara
bilateral maupun multilateral. Perjanjian yang sifatnya multilateral yaitu, Indonesia
terikat dalam Perjanjian Perpajakan dengan model Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD), maupun model United Nations (UN) yang

15
John Hutagaol. Pemahaman Praktis: Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan
Negara-Negara di Kawasan Eropa. Penerbit Salemba Empat: Jakarta, hal 50
16
Mustaqiem, 2014. Perpajakan Dalam Konteks Teori Dan Hukum Pajak Di Indonesia, Cetakan
Pertama, Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta.
17
Rachmat Soemitro;1979, Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan 1944, Cetakaan IX,
Eresco, Jakarta-Bandung.
7
merupakan acuan dalam rangka perundingan perjanjiann penghindaran pajak
berganda,
3.) Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak
internasional. Keputusan hakim maupun komisi internasional yang memberikan
putusan yang menyangkut adanya unsur internasional merupakan sumber hukum
yang sifatnya mengikat juga bagi hukum pajak Indonesia.
b. Keputusan Hakim Nasional atau komisi internasional tentang pajak-pajak internasional
Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang
menyangkut tentang perpajakan internasional, atau Keputusan Pengadilan Internasional
Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan
Berdasarkan Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemerintah
berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka
penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Dalam penjelasannya,
perjanjian ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan
perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus
(lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pengenaan pajak dari masing-masing negara guna
memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta
mencegah pengelakan pajak Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi
internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing
negara. Atas dasar tersebut maka Negara Indonesia mengakui Konvensi Wina tahun 1961
(CD) dan 1963 (CC), dan tax treaty berbagai negara.
Pada umumnya, terdapat tiga tujuan utama mengapa suatu negara menuangkan
ketentuan pajak internasional dalam ketentuan pajak domestik, yaitu sebagai berikut. 18
1.) Peningkatkan Pendapatan Nasional
Fungsi utama pajak bagi suatu negara adalah untuk mengisi pundi-pundi
penerimaan negara.
2.) Kesetaraan
Prinsip kesetaraan mengatur bahwa pemajakan atas penghasilan yang diterima
oleh subjek pajak dalam negeri, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, akan diperlakukan secara sama (ability to pay principle).
3.) Efisiensi Ekonomi
Dalam konteks pajak internasional, efisiensi ekonomi merujuk pada
pengembangan iklim ekonomi yang efisien, yaitu suatu desain sistem pajak
internasional yang bersifat netral.
4. Bentuk Contoh Perjanjian Perpajakan Internasional
a. Penerapan MAP (Mutual Agreement Procedure)
Para pejabat yang berwenang dari Amerika Serikat dan Negeri Belanda telah
menyetujui Peraturan Administrasi baru yang menguraikan secara singkat pokok-pokok
panduan untuk mengikuti ketika menggunakan Tata Cara Persetujuan Bersama (TCPB)
yang terdapat dalam Pasal 29 dari Peraturan Pajak penghasilan AS-Negeri Belanda.
Peraturan ini dikembangkan untuk memastikan bahwa proses Tata Cara Persetujuan
Bersama bekerja seefisien dan seefektif mungkin.
Peraturan Administrasi untuk Penerapan Tata Cara Persetujuan Bersama Pasal 29)
dari Perjanjian antara Kerajaan negeri Belanda dan Amerika Serikat untuk Penghindaran
Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakun Fiskal berkenaan dengan pajak-pajak atas
pendapatan dan keuntungan Kekayaan (Ditandatanggani pada 18 Desember 1992.
sebagaimana Diamandemen oleh Pembuat Persetujuan).
Para pejabat yang berwenang dari Negeri Belanda dan Amerika Serikat dengan ini
memasuki sebuah persetujuan di bawah Pasal Tata Cara Persetujuan Bersama (Pasal 29)
tentang Perjanjian, dengan maksud untuk mencapai administrasi dan resolusi yang efektif
dari masalah-masalah yang terjadi di antara mereka di bawah proses tersebut. Tata Cara
Persetujuan Bersama (ICPB) tentang perjanjian menghendaki agar pihak berwenang dari
dua Negara yang terikat persetujuan akan mencoba untuk memecahkan berdasar
18
Holmes, Kevin. International Tax Policy and Double Tax Treaties. Amsterdam: IBFD, 2007.
8
permufakatan bersama kasus perpajakan yang tidak berhubungan dengan perjanjian ini.
Negeri Belanda dan Amerika Serikat berkomitmen untuk membantu wajib pajak di dalam
melakukan kasus di bawah Tata Cara Persetujuan Bersama, untuk memastikan wajib
pajak mengetahui apa yang mereka dapat harapkan dari para pejabat yang berwenang,
dan untuk membuat Tata Cara Persetujuan Bersama bekerja seefektif dan seefisien
mungkin.
b. Pemungutan dan bunga
Diketahui bahwa Belanda dan Amerika Serikat biasanya tidak memungut pajak
dalam perselisihan sampai prosedur kesepakatan bersama selesai dalam kasus di mana
pihak berwenang mencoba menyelesaikan perselisihan berdasarkan Pasal 29 Regulasi.
Sejauh diizinkan oleh undang-undang nasional yang berlaku, setiap pajak yang terutang
selama prosedur persetujuan bersama akan, bagaimanapun, dikenakan biaya bunga dan,
jika kondisi terpenuhi, denda atau penalti pajak. Setiap pajak yang diganti setelah
prosedur kesepakatan bersama selesai akan dikenakan bunga yang harus dibayarkan atas
pengembalian sampai jumlah maksimum yang diizinkan oleh undang-undang nasional
yang relevan.19
5. Subjek Pajak dalam Pajak Internasional
Subjek Pajak Dalam Negeri yang menerima (menerima atau memperoleh)
penghasilan dari sumber – sumber di luar negeri dibagi menjadi tiga (tiga) kelompok yaitu
Subjek Pajak Dalam Negeri yang mendapatkan (menerima atau memperoleh) penghasilan
dari sumber-sumber di luar negeri. Subjek Pajak Luar Negeri yang mendapatkan penghasilan
dari sumber-sumber di Indonesia, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) 20. subjek pajak asing yang
penghasilannya berasal dari Indonesia. Pajak penjualan tidak diatur dalam ketentuan P3B;
satunya pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai. 21
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh yang telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa
Orang Pribadi dan Badan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan yang
diperoleh atau diterima selama satu tahun.
Adapun yang merupakan subjek pajak dalam negeri adalah: orang pribumi, warisan yang
belum terbagi, badan atau badan usaha yang didirikan di Indonesia.
b. Subjek Pajak Luar Negeri
Dijelaskan dalam Pasal 2 ayat 4 UU No 7 Thn 1983 tentang PPh, yang termasuk subjek
pajak luar negeri adalah: orang/individu yang tidak tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan,
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap merupakan usaha yang digunakan individu tetapi tidak bertempat
tinggal di Indonesia yang tidak tinggal lebih dari 183 hari yang dapat berupa: cabang
perusahaan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gedung, dll.22
Adapun dari pasal 3 UU PPh yang tidak termasuk dari wajib pajak adalah sebagai berikut
1) Kantor perwakilan atau duta dari negara lain
2) Pejabat perwakilan diplomatik dari negara lain dengan syarat bahwa mereka bukan warga
negara Indonesia, bahwa mereka tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya di Indonesia, dan bahwa negara yang bersangkutan

19
Darussalam dan Danny Septriadi, 2017. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Panduan,
Interpretasi, dan Aplikasi, DDTC (PT Dimensi Internasional Tax), Jakarta.
20
Tatiana, Novila Dein, and Mohammad Yamin Noch. "Pengaruh Jumlah Pemeriksaan Pajak, Sanksi
Perpajakan Dan Sikap Fiskus Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Dengan Kepatuhan Wajib Pajak Sebagai
Variabel Intervening Pada Kpp Pratama Jayapura." Future: Jurnal Manajemen dan Akuntansi 3.2 (2016): 96-
107.
21

22
Pohan, Chairil Anwar. Pedoman Lengkap Pajak Internasional Ed. Revisi. Gramedia Pustaka Utama,
2019.
9
memberikan perlakuan timbal balik kepada mereka, serta orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja untuk dan tinggal bersama mereka;
3) Organisasi internasional dengan prasyarat
4) Pejabat dari organisasi internasional dengan syarat bukan negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan atau apapun yang dapat menghasilkan uang selama berada
di Indonesia.23
6. Penentuan Domisili Fiskal di Beberapa Negara
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, setiap negara memiliki aturannya sendiri untuk
menentukan domisili fiskal/definisi penduduk fiskal dari penduduk untuk tujuan perpajakan.
Dalam hal subjek pajak perusahaan, biasanya tidak ada perbedaan dalam penanganan domisili
fiskal. Pengaturan jabatan dan pengaturan jabatan menentukan domisili fiskal subjek pajak
badan. Subyek pajak perorangan, berbeda dengan subyek pajak badan, memiliki kriteria yang
lebih beragam untuk menentukan definisi pajak untuk tujuan perpajakan, tergantung pada
dasar yang dianut oleh masing-masing negara. Misalnya, pengertian penduduk yang
digunakan untuk tujuan pemasaran di berbagai negara adalah sebagai berikut: Di berbagai
negara, jumlah domisili fiskal adalah sebagai berikut:
a. Amerika Serikat
Seseorang yang merupakan warga negara Amerika Serikat dianggap sebagai
penduduk untuk tujuan perpajakan di negara tersebut. termasuk semua pemegang kartu
hijau, izin tinggal di Amerika Serikat. Domisili fiskal Amerika Serikat menjadi dasar
pembayaran. Akibatnya, pemegang paspor akan dikenakan pajak di Amerika Serikat, di
mana pun mereka tinggal saat ini. Seseorang juga dapat dianggap sebagai penduduk jika
ia lulus tes substansial saat ini, tes kriteria. Seseorang akan menjadi penduduk dalam uji
coba ini jika:
1) Orang tersebut berada di Amerika Serikat untuk setidaknya 31 hari pada tahun itu,
dan jika
2) Jumlah hari sama atau melebihi 183 hari: Jumlah hari keberadaan Amerika Serikat
selama tahun berjalan; ditambah; Sepertiga jumlah hari orang tersebut berada di
Amerika Serikat ditambah seperenam jumlah hari keberadaan Amerika Serikat dari
tahun sebelumnya
b. Jepang
Jepang membagi penduduk menjadi dua kategori untuk keperluan pajak
1) Penduduk tidak tetap: Seseorang yang telah tinggal di Jepang hingga lima tahun
tetapi tidak berniat tinggal di sana secara permanen.
2) Penghuni tetap, jika seseorang memiliki tujuan untuk tinggal di Jepang selamanya
atau tanpa tujuan untuk tinggal di Jepang, namun berdomisili atau tinggal di Jepang
selama lebih dari 5 tahun.
c. Singapura
Seseorang akan dianggap sebagai penghuni untuk tujuan pengumpulan pajak di
Singapura, jika keadaan berikut berlaku:
1) Memiliki rumah di Singapura.
2) Berada secara fisik di Singapura atau bekerja di Singapura (kecuali direktur
perusahaan) setidaknya selama 183 hari per tahun.
3) Tinggal di Singapura selama 3 tahun berturut-turut (bukan setahun penuh).
4) Pindah ke Singapura setelah Januari 2007 untuk tinggal atau bekerja di sana selama
183 hari atau lebih dalam jangka waktu dua tahun.
d. Malaysia
Jika salah satu dari kondisi berikut terpenuhi, seseorang di Malaysia akan dianggap
wajib pajak.
1) Habiskan setidaknya 182 hari di Malaysia dalam satu tahun di sana.

23
Tansuria, Billy Ivan. "Fiskal Luar Negeri dan Penerapannya di Indonesia." JBE (Journal of Business
and Economics) (2009): 146-155.
10
2) Kurang dari 182 hari per tahun, tetapi lebih dari 182 hari jika tahun sebelumnya
diperhitungkan.
3) Hidup selama 90 hari atau lebih selama 3 tahun berturut-turut, maka pada tahun
berikutnya jika lebih dari 90 hari, dia adalah penghuni tahun itu.
4) Telah berada di Malaysia kurang dari 90 hari atau tidak berada di sana sama sekali
dalam satu tahun tetapi menjadi penduduk pada tahun sebelumnya, sehingga masih
menjadi penduduk pada tahun tersebut.24

D. Penutup
1. Kesimpulan
Pajak internasional merupakan kesepakatan antara beberapa negara yang memiliki
keinginan atas penghindaran pajak berganda (p3b) . Yang mana Pajak berganda merupakan
pengenaan jenis pajak yang sama oleh dua negara terhadap subjek pajak ataupun
orang/instansi yang terkena pajak tersebut dalam priode waktu berdekatan.. oleh karena itu
dibentuklah pajak internasional yang digunakan sebagai pengaturan yang mengawasi
perpajakan dalam hal internasional atau pun di sederhakan dalam hal pajak yang melibatkan
subjek pajak terhadap dua negara. jadi Berdasarkan gambaran di atas, dapat di asumsikan
bahwa: Hukum Pajak Internasional adalah keseluruhan aturan dan standar yang sah antar
negara seperti pengaturan, pertunjukan, dll (termasuk pengaturan pengumpulan pajak timbal
balik) yang bergantung pada aturan regulasi biaya yang secara umum diakui baik oleh negara-
negara di dunia.
Konsep pajak internasional adalah untuk menghindari banyaknya pajak ataupun biaya
yang dipaksakan kepada individu/kelompok yang memliki tanggung jawab di lebih dari satu
negara. Sebagai contoh barang yang dibeli dari luar negri akan mendapatkan pajak yang
ganda, yang mana pertama didapatkan dinegara dia membeli, dan yang kedua didapatkan di
negara asalnya, sehingga hal ini tentunya akan sangat memberatkan bagi pemilik barang.
maka hal itulah, muncul konsep pajak internasional yang mengatur regulasi biaya yang secara
umum diakui dan digunakan oleh negara-negara yang ada di dunia.
Berdasarkan Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemerintah berwenang
untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Dalam penjelasannya, perjanjian ini
dimaksudkan dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara
lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur
hak-hak pengenaan pajak dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan
menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak
Subjek ataupun cakupan yang ada dalam pajak internasional meliputi wajib pajak
yang men dapatkan penghasilan dari luar negri ataupun wajib pajak yang mebndapatkan
penghasilan di dalam negri akan tetapi bukan warga negara dan pajak usaha yang mena
kepemilikan usha tersebuyt bukan merupakan warga negara tempatnya membuat usaha.
Setiap negara memiliki aturan masing masing untuk menentukan domisili terhadap
penduduk fiskal untuk tujuan perpajakan

Daftar Pustaka
Arsip Tata Usaha (Document Badan Puasat Statistik 2014).
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-
negara.html
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-
negara.html
Brotodiharjo Santoso, 2003, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. Bandung: PT. Refika Aditama.
Choi D.S. Frederick & Meek K. Gary5. Akuntansi Internasional, Edisi 5 Buku 2. Jakarta :
Salemba Empat 2005,

24
Kartika Putri Kumalasari, Nurlita Sukma Alfandia. Pajak Internasional. Deepublish, 2020.
11
Darussalam dan Danny Septriadi, 2017. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Panduan,
Interpretasi, dan Aplikasi, DDTC (PT Dimensi Internasional Tax), Jakarta.
Dian Indriana Hapsari, S.E., M.Sc., Ak., CA. Juli Ratnawati, S.E., M.Si. Dr. Imang Dapit
Pamungkas, S.E., M.Si., Ak.,CA., CIBA., ACPA.”TAX AVOIDANCE DALAM
PAJAK INTERNASIONAL”EUREKA MEDIA AKSARA, JANUARI 2023
ANGGOTA IKAPI JAWA TENGAH.
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA, 2019, PAJAK INTERNASIONAL KONSEP,
STRATEGI, DAN PENERAPAN, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.)
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA. 2019. “Pedoman Lengkap, Pajak Internasional,
Konsep, Strategi, Dan Penerapan”. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Jaja Zakaria, 2005, “Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda”, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada,
John Hutagaol. Pemahaman Praktis: Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Indonesia dengan Negara-Negara di Kawasan Eropa. Penerbit Salemba Empat:
Jakarta, hal 50
Mustaqiem, 2014. Perpajakan Dalam Konteks Teori Dan Hukum Pajak Di Indonesia,
Cetakan Pertama, Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta.
Natalia Yohana Sihaloho, 2022, “Pengaruh Transfer Pricing Dan Thin Capitalization
Terhadap Penghindaran Pajak Internasional”, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Pohan, Chairil Anwar. Pedoman Lengkap Pajak Internasional Ed. Revisi. Gramedia Pustaka
Utama, 2019.
Rachmanto Surahmat, 2000, “Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda”, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Rachmat Soemitro;1979, Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan 1944, Cetakaan
IX, Eresco, Jakarta-Bandung.
Safri Nurmantu. 2005“Pengantar Perpajakan”. Jakarta: Yayasa Obor .
Sony Devano & Siti Kurnia R.. 2006“Perpajakan, Konsep, Teori, Dan Isu”. Jakarta:
Kencaana Prenada Media Group.
Tansuria, Billy Ivan. "Fiskal Luar Negeri dan Penerapannya di Indonesia." JBE
(Journal of Business and Economics) (2009)
Holmes, Kevin. International Tax Policy and Double Tax Treaties. Amsterdam: IBFD, 2007.
Tatiana, Novila Dein, and Mohammad Yamin Noch. "Pengaruh Jumlah Pemeriksaan Pajak,
Sanksi Perpajakan Dan Sikap Fiskus Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan
Dengan Kepatuhan Wajib Pajak Sebagai

12

Anda mungkin juga menyukai