PROFESIONALISME
KERJA
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian
kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”.
Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk
keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure
keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus
memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak
membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
Berkaitan dengan profesionalisme ini ada dua pokok yang menarik perhatian dari
keterangan Encyclopedia Prof. Talcott Parsons mengenai profesi dan
profesionalisme itu.
PERTAMA ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat di golongkan
sebagai kelompok “kapitalis” atau kelompok “kaum buruh”. Juga tidak dapat
dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.
Walaupun obyek yang ditangani dapat berupa orang atau benda fisik, yang menjadi
penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik
buruk penanganan fungsinya. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan
ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada TARAF
KEMAHIRAN ORANG YANG MENJALANKAN. Taraf kemahiran demikian
hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat
kesempurnaan yang dipersyaratkan untuk itu tercapai. Dalam proses ini tidak terdapat
jalan pintas.
Bagi seseorang yang berbakat dan terampil, proses itu mungkin dapat terlaksana secara
lebih baik atau lebih cepat dari pada orang lain yang kurang atau tidak memiliki
kemampuan itu. Bagi golongan terakhir ini, apabila mereka tidak bersedia untuk
bersusah payah melebihi ukuran biasa untuk menguasai sesuatu kejujuran, pilihan
terbaik ialah untuk mencari profesi lain yang lebih sesuai dengan bakat mereka.
Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan semata-
mata atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk
mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada
padanya. Dalam praktek, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu
mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai
seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana
yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan
menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif
masih terbatas itu.
Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu
pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur
yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu. Diploma
hanya memberi harapan tentang adanya kemampuam itu, tetapi kemampuan nyata
harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma
tadi dalam pekerjaannya.
Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi
yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas
lagi di kemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan profesional
adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensi- kompetensi tertentu
yang mendasari kinerjanya.
Menurut KBBI, kompetensi: kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan
(memutuskan sesuatu).
Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, Hay group, The Netherlands pada
tulisannya yang berjudul “Integrated Management of Human Resources:, Kompetensi
adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk kerja yang
efektif atau superior pada jabatan tertentu.
Selanjutnya diuraikan bahwa perlu dibedakan antara unjuk kerja superior dengan
rata-rata. Kompetensi dapat berupa motiv, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau
nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang
yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan
superior.
Apa yang dikemukakan oleh Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul “Competence
at Work” tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Tjerk Hooghiemstra
sebelumnya; Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan
dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan
tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Kompetensi lebih menitik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja
ditempat kerja, dengan perkataan lain kompeten menjelaskan apa yang seharusnya
dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi
juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu uraian kompetensi
harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan efektif bukan hanya
mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat mempengaruhi
produktivitas, namun sampai saat ini masih diperdebatkan bagaimana merubah sikap
kerja serta menilainya, tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif
singkat.