Anda di halaman 1dari 25

TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN STRUKTUR PILAR JEMBATAN PADA


PROYEK PENGGANTIAN JEMBATAN SULAWESI 2
KOTA BANJARMASIN

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan


Diploma 3 Pada Program Studi Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil dan Kebumian
Politeknik Negeri Banjarmasin

Oleh:
Rizqi Fajar Nugroho
A010320056

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN KEBUMIAN
BANJARMASIN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah dengan nama resmi Kota Banjarmasin ini dikenal dengan julukan
Kota Seribu Sungai karena banyaknya sungai yang membelah diwilayah ini,
menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 102 sungai yang mengalir melewati
Kota Banjarmasin. Jembatan Sulawesi 2 terletak di kawasan Pasar Lama,
Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang
mempunyai bentang sepanjang 64,72 meter dan lebar jembatan 7,7 meter.
Jembatan Sulawesi 2 diganti adalah untuk meningkatkan kelancaran arus lalu
lintas untuk angkutan barang dan orang. Khususnya dalam menghubungkan
daerah Jalan Sulawesi dan Jalan Masjid Jami Sungai Jingah Kota Banjarmasin
serta mengembangkan ataupun meningkatkan pembangunan konstruksi dalam
Kota Banjarmasin. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Dinas Pekerjaan
Umum & Penataan Ruang Pemerintahan Kota Banjarmasin yang bekerja sama
dengan PT. Hasrat Jaya Utama kini membangun dan mengganti jembatan lama
yang awal mulanya menggunakan kayu dan kini sekarang menggunakan struktur
dari beton.

Jembatan memiliki bagian-bagian struktur utama yang penting, tapi kali ini
untuk bagian yang terpenting yaitu pada pilar jembatan karena berfungsi untuk
memikul seluruh beban pada ujung-ujung bentang dan gaya-gaya yang lainnya
serta meneruskannya ke pondasi dan pilar pada jembatan sulawesi 2 ini memakai
mutu beton f’c 30 MPa. Bangunan atas jembatan berfungsi untuk menampung
beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang dan kendaraan dan juga yang lain
kemudian menyalurkannya ke bangunan bawah. Bangunan bawah jembatan terdiri
dari abutment, pilar, pile cap, tiang pancang spun pile diameter 500 mm.
Bangunan 2 bawah berfungsi untuk memikul/ menerima beban-beban yang
diberikan bangunan atas kemudian menyalurkannya ke pondasi. Berdasarkan dari
latar belakang diatas maka judul yang diangkat adalah “Perhitungan Struktur Pilar
Jembatan Pada Proyek Penggantian Jembatan Sulawesi 2 Kota Banjarmasin”.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah :
1. Berapa besar pembebanan pada pilar ?
2. Berapa besar distribusi beban pilar ke tiang pancang ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Mendapatkan nilai pembebanan pada pilar.
2. Mendapatkan besar nilai distribusi beban pilar ke tiang pancang.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Dapat mengevaluasi antara perhitungan actual oleh desain perencana atau
pelaksana pada proyek Penggantian Jembatan Sulawesi 2.
2. Dapat memahami perhitungan pembebanan pada pilar.

1.5. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Perhitungan hanya pada pilar 2 atau sisi Masjid Jami.
2. Perhitungan menggunakan pembebanan aksial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jembatan
Pengertian Jembatan (Struyk, Van der Veen, dan Soemargono; 1995; 1)
adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui rintangan
yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air atau jalan
lalu lintas). Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama
tinggi permukaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan
estetika- arsitektural yang meliputi: aspek lalu lintas, aspek teknis, aspek estetika.
Jembatan merupakan suatu sistem transportasi untuk 3 (tiga) hal (Supriyadi dan
Muntohar; 2007; 1), yaitu :
1) Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem
2) Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem
3) Jika jembatan runtuh sistem akan lumpuh

Bila lebar jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang
diperlukan oleh lalu lintas. Dalam hal jembatan akan menjadi penngontrol volume
dan berat lalu lintas yang dapat dilayani oleh sistem transportasi. Oleh karena itu
jembatan dapat dikatakan mempunyai fungsi keseimbangan (Balancing) dari
sistem transportasi.

2.1.1 Jembatan Berdasarkan Fungsinya


Adapun macam-macam jembatan menurut fungsinya sebagai berikut
(Agus Setiawan, 2008) :
a. Jembatan jalan raya (highway bridge)
b. Jembatan jalan kereta api (railway bridge)
c. Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge)
2.1.2 Jembatan Berdasarkan Materialnya
Adapun macam-macam jembatan menurut material sebagai berikut
(Agus Setiawan, 2008) :
a. Jembatan Kayu (Log Bridge)
b. Jembatan Baja (Steel Bridge)
c. Jembatan Beton (Concrete Bridge)
d. Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridge)
e. Jembatan Komposit (Compossite Bridge)
f. Jembatan Bambu
g. Jembatan Pasangan Batu Kali/Bata

2.1.3 Struktur Jembatan


Struktur jembatan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (Demetrios E.
Tonias, P.E; 1994) :
1. Struktur Atas (superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban
langsung yang meliputi beban sendiri, beban mati, beban mati
tambahan, beban lalu lintas kendaraan , gaya rem, beban pejalan
kaki, dan lain lain.

2. Struktur Bawah (substructures)


Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur
atas dan beban lain yang di timbulkan oleh tekanan tanah, aliran air
dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpukan, untuk kemudian
di salurkan kepondasi, selanjutnya beban–beban tersebut di
salurkan oleh pondasi ke tanah.

2.2. Pembebanan Pada Pilar


Pilar adalah komponen struktur jembatan yang terletak diantara kedua
kepala jembatan yang berfungsi untuk memikul seluruh beban pada ujung-ujung
bentang dan gaya-gaya yang lainnya serta meneruskannya ke pondasi. Pilar atau
pier pada sebuah konstruksi jembatan memiliki beberapa bagian yaitu pier head
atau kepala pilar dan badan pilar. Kepala pilar atau pier head memiliki fungsi
sebagai pemikul ujung perletakan jembatan, antar girder atau gelagar dan bearing
pad atau elastomerik sebagai dampalan girder ke pier head. Sedangkan badan pilar
adalah kolom atau dinding pada bagian pilar jembatan yang berfungsi meneruskan
gaya pier head ke pondasi (Agus Budi Prasetyo, 2020). Faktor beban dan
kombinasi pembebanan yang digunakan dalam perancangan jembatan jalan raya
berdasarkan SNI 1725:2016, secara umum perhitungan pembebanan pada
jembatan sebagai berikut :

2.2.1. Berat Sendiri/ Beban Mati (MS)


Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen
struktural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan
dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan
elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang
digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri

Faktor beban (γ MS)


Tipe U
Beban Keadaan Batas Layan (γSMS) Keadaan Batas Ultimit (γ MS)
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1.00 1.10 0.90
Aluminium 1.00 1.10 0.90
Tetap Beton pracetak 1.00 1.20 0.85
Beton dicor ditempat 1.00 1.30 0.80
Kayu 1.00 1.40 0.75
(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)

2.2.2. Beban Mati Tambahan/ Utilitas (MA)


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan
besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai
faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan ketentuan pada Tabel 2.2
boleh digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bisa
dilakukan apabila instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap beban
mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama umur
jembatan.

Tabel 2.2 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan

Faktor beban (γ MA)


Tipe Keadaan Batas Ultimit
Keadaan Batas Layan (γSMA) U
Beban (γ MA)
Bahan Biasa Terkurangi
Umum 1.00 2.00 0.70
Tetap Khusus
1.00 1.40 0.80
(terawasi)
Catatan : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas
(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)

2.2.3. Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur
"D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen
dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban
lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban lalu lintas terbagi dua yaitu, sebagai berikut :
a. Beban lajur “D” (TD)
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D"
yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban
terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q
tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :
q = 9,0 kPa untuk L ≤ 30 m…………………………………………(2.1)
q = 9,0 (0,5 + ) kPa untuk L ≥ 30 m……..………...……….........(2.2)

Keterangan :
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
L = panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2.1 Beban Lajur “D”


(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)

b. Beban truk "T" (TT)


Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar yang
ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap
gandar terdiri atas dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud
sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T"
diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Gambar 2.2 Pembebanan Truk “T” (500kN)


(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)
Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang
mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam Gambar 2.2.
Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai
dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah
memanjang jembatan.

2.2.4. Gaya Rem (TB)


Gaya rem harus diambil yang terbesar dari berikut :
a. 25% dari berat gandar truk desain atau,
b. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR.

Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada


jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masingmasing arah
longitudinal dan dipilih yang paling menentukan. Untuk jembatan yang
dimasa depan akan dirubah menjadi satu arah, maka semua lajur rencana
harus dibebani secara simultan pada saat menghitung besarnya gaya rem.

2.2.5. Pembebanan untuk Pejalan Kaki (TP)


Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus
direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa
dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraanpada
masing-masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban
pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban
kendaraan. Jika ada kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan
menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus diterapkan
pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet untuk perencanaan komponen
jembatan lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu
dipertimbangkan.
2.2.6. Beban Angin
Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan
disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90
hingga 126 km/jam. Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi
lebih tinggi dari 10000 mm diatas permukaan tanah atau permukaan air,
kecepatan angin rencana, VDZ, harus dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :

VDZ = 2,5 Vo ( ) ln ( )……………………………...………(2.3)

Keterangan :
VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan
tanah atau di atas permukaan air rencana (km/jam)
VB = Kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada
elevasi 1000 mm, yang akan menghasilkan tekanan
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari
permukaan air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)
V0 = Kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik
meteorologi
Z0 = Panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik
meteorologi, ditentukan pada Tabel 28 (mm)

Nilai V10 bisa didapat dari hasil grafik kecepatan angin dasar untuk
berbagai periode ulang, survei angin pada lokasi jembatan, dan jika tidak
ada data yang lebih baik, perencana dapat mengasumsi bahwa V10 = VB = 90
s/d 126 km/jam.

Tabel 2.3 Nilai V0 dan Z0 untuk Berbagai Variasi Kondisi Permukaan Hulu

Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota


V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (mm) 70 1000 2500
(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)
Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat
menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk kombinasi
pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada
kendaraan. Arah angin rencana harus diasumsikan horizontal. Dengan tidak
adanya data yang lebih tepat, tekanan angin rencana (EWS) dalam MPa
dapat ditetapkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

PD = PB ( )………………………………....................………(2.4)

Keterangan :
PB = Tekanan angin dasar

Tabel 2.4 Tekanan Angin Dasar

Angin tekan Angin hisap


Komponen bangunan atas
(MPa) (MPa)

Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012

Balok 0,0024 N/A

Permukaan datar 0,0019 N/A

(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)

Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm
pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka
dan pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan penurunan fondasi


juga harus memperhitungkan kondisi bila penurunan tidak terjadi. Untuk
jembatan yang dibangun secara segmental, maka kombinasi pembebanan
sebagai berikut harus diselidiki pada keadaan batas daya layan yaitu
kombinasi antara beban mati (MS), beban mati tambahan (MA), tekanan
tanah (TA), beban arus dan hanyutan (EU), susut (SH), gaya akibat
pelaksanaan (PL), dan prategang (PR).

Gambar 2.3 Kombinasi Beban dan Faktor Beban


(Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725 : 2016)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Tugas Akhir ini adalah di proyek Penggantian Jembatan
Sulawesi 2 terletak di kawasan Pasar Lama, Jalan Mesjid Jami, Kecamatan
Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian


(Sumber : Google Maps)

Gambar 3.2 Gambar Situasi Rencana Jembatan Sulawesi 2


(Sumber : Shop Drawing Proyek Penggantian Jembatan Sulawesi 2)
Gambar 3.3 Gambar Kerja Pilar Jembatan Sulawesi 2
(Sumber : Shop Drawing Proyek Penggantian Jembatan Sulawesi 2)

3.2. Metode Pelaksanaan


Dalam pelaksanaan penelitian studi terdapat tahap - tahap pengerjaan,
adapun uraiannya sebagai berikut :

3.2.1 Mulai
Proses penulisan Tugas Akhir ini dimulai dari menentukan tema atau
judul yang akan diangkat dan dapat diterima oleh panitia Tugas Akhir.

3.2.2 Studi Pustaka


Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan mencari
informasi didalam buku-buku dan media lainnya yang berhubungan dengan
tinjauan yang dilakukan. Referensi yang dapat diambil dalam Tugas Akhir
ini adalah buku-buku dari perpustakaan umum, dan referensi lain seperti
jurnal, contoh-contoh buku atau dari Tugas Akhir yang terdahulu,
Spesifikasi Umum dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang bersangkutan
dengan tema atau judul.

3.2.3 Pengumpulan Data


Hal yang penting untuk bisa mengerjakan pembahasan dan
menganalisa Tugas Akhir ini adalah data, jadi ada dikelompokkan dua buah
data yang diperlukan yaitu :
1) Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan memalui peninjauan dan
pengamatan atau survey langsung dilapangan.

2) Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh berupa informasi
tertulis atau data pendukung yang didapatkan dari pihak kontraktor.
Data sekunder yang didapatkan sebagai berikut :
a. Gambar kerja

3.2.4 Pengolahan Data


Data-data yang sudah didapat selanjutnya dapat diolah menjadi
perhitungan atau pembahasan sebagai berikut :
a) Menghitung pembebanan pada pilar

3.2.5 Kesimpulan
Proses terakhir dari penelitian ini adalah menyimpulkan Tugas Akhir
dan dijelaskan secara singkat mengenai hasil-hasil penelitian yang telah
dilaksanakan dan memberikan saran atau rekomendasi dari sebuah penulis
terkait topik yang dibahas.

3.3. Diagram Alir


Diagram alir atau flowchart adalah sebuah jenis diagram yang mewakili
algoritma, alir kerja atau proses, yang menampilkan langkah-langkah dalam
bentuk symbol-simbol grafis, dan urutannya dihubungkan dengan panah. Diagram
alir ditunjukkan pada Gambar 3.4

Mulai

- Menentukan Topik Pembahasan


- Survey Pendahuluan

Tidak

Studi Pustaka
PPengumpulan
Data

Ya

Data Sekunder :
 Gambar kerja proyek

Pengolahan dan Perhitungan Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.4 Diagram Alir Perhitungan Struktur Pilar Jembatan Pada Proyek
Penggantian Jembatan Sulawesi 2 Kota Banjarmasin
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Umum
4.1.1. Data Jembatan
Tipe Jembatan = Jembatan Girder Beton
Panjang Jembatan = 64,72 m
Lebar Jembatan = 7,7 m
Lebar Lalu Lintas =6m
Jumlah Gelagar = 5 buah

4.1.2. Data Pilar


Mutu Beton (fc') = 30 MPa
Panjang Pilar = 4,2 m
Lebar Pilar =8m
Tinggi Pilar = 4,4 m
4.2. Perhitungan Pembebanan
4.2.1. Beban Tetap (MS)
a. Beban Sendiri Struktur Atas

Gambar 4.1 Dimensi Girder


Tabel 4.1 Perhitungan Beban Sendiri Struktur Atas
Berat Jenis Panjang Lebar Tinggi
No Komponen Jembatan Keterangan Volume (m3) Jumlah Berat (ton)
(ton/m3) (m) (m) (m)
a b c d e=bxcxd f g=axexf
1 Girder 50 MPa 2,4
Bagian 1 30,0 0,65 0,23 4,39 5 52,65
Bagian 2 30,0 0,06 0,10 0,18 5 2,11
Bagian 3 30,0 0,18 1,08 5,81 5 69,66
Bagian 4 30,0 0,05 0,08 0,11 5 1,34
Bagian 5 30,0 0,55 0,13 2,06 5 24,75
Total 12,54 150,50
2 Diafragma 30 MPa 2,4
Bagian Tepi 0,95 0,30 1,23 0,35 8 6,73
Bagian Tengah 1,32 0,30 1,05 0,42 20 19,96
Total 0,77 26,69
3 Lantai Kendaraan 30 MPa 2,4 30,0 6,00 0,30 54,0 1 129,60
4 Trotoar 30 MPa 2,4 30,0 0,50 0,30 4,5 2 21,60
5 Pagar 30 Mpa 2,4 30,0 0,35 1,45 15,2 2 73,08
Total 401,47
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2023)

Dari Perhitungan diatas didapat gaya beban sendiri bangunan atas adalah :

PMBA = = = 200,74 ton


b. Beban Mati Tambahan Struktur Atas
Tabel 4.2 Perhitungan Beban Mati Struktur Atas
Berat
Komponen Panjang Tebal Lebar jenis
No Berat (ton)
Jembatan (m) (m) (m) (ton/
m3)
a b c d e=axbxcxd
1 Aspal 30 0,05 6 2,25 20,2
2 Air Hujan 30 0,03 6 1,00 5,4
Total 25,6
PMTBA 12,8
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2023)

Dari Perhitungan diatas didapat gaya beban sendiri bangunan atas


adalah :

PMTBA =

= 12,8 ton

c. Beban Sendiri Pada Pilar

Gambar 4.2 Dimensi Pilar


Tabel 4.3 Perhitungan Beban Sendiri Pilar

Lebar Tinggi Panjang Volume Berat jenis Berat Titik berat Momen dititik 0 Jarak ke
No Momen
(m) (m) (m) (m3) (ton/m3) (ton) x y Mx My Cl

a b c d=axbxc e f=dxe g h i=fxg j=fxh k l=fxk

1 0,30 0,83 8,00 1,98 2,4 4,75 1,45 3,94 6,89 18,73 0,65 3,09

2 0,90 1,13 8,00 8,14 2,4 19,53 1,15 2,97 22,46 57,90 0,95 18,55

3 2,50 1,40 8,00 28,00 2,4 67,20 1,95 1,70 131,04 114,24 0,15 10,08

4 4,20 1,00 8,00 33,60 2,4 80,64 2,10 0,50 169,34 40,32 0 0

Total 71,72 - 172,12 - - 329,73 231,19 31,72


(Sumber : Hasil Perhitungan, 2023)

Titik berat pilar terhadap titik 0 adalah :

Xpilar = = = 1,92 m

Ypilar = = = 1,34 m

Didapat berat beban dari pilar sendiri adalah :


Ppilar = ƩBerat
= 172,12 ton
4.2.2. Beban Lalu Lintas
a. Beban Lajur “D”
Beban terbagi rata (BTR) :
q = 9,0 kPa = 0,9177 ton/m2 karena panjang bentang ≤ 30 m.

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p = 49,0


kN/m = 4,996 ton/m. Pada beban BGT terdapat faktor beban
dinamis atau Dinamic Load Allowance (DLA) yang diambil
adalah DLA = 0,4 untuk L ≤ 50 m (Pasal 8.6).
Beban garis (BGT) :
p' = (5,5 × p ) + ((l – 5,5) × p)
= (5,5 × 4,996) + ((6 – 5,5) × 4,996)
= 29,976 ton

Beban lajur D pada pilar :


PTD = (1 + DLA) × p’
= (1 + 0,4) × 29,976
= 41,966 ton

b. Beban Truk “TT”

P2 = 22,5 ton
P1 = 5 ton P3 = 22,5 ton

A B

RA RB
A A
21m 5m 4m

Gambar 4.3 Perletakan Beban


Jarak RA ke RB = 30 m
Jarak P1 ke P2 =5m
Jarak P2 ke P3 =4m
Beban P1 = 5 ton
Beban P2 = 22,5 ton
Beban P3 = 22,5 ton

Perhitungan gaya dari pilar :


ƩMA = 0
(-RB × 30) + (P1 × 21) + (P2 × 26) = 0
30 RB = (5 × 21) + (22,5 × 26)
30 RB = 105 + 585
30 RB = 690
RB = 690/30
RB = 23 ton
Jadi, gaya pada pilar adalah sebesar 23 ton.

c. Gaya Rem
Berdasarkan SNI 1725:2016, gaya rem harus diambil dari yang
terbesar 25% dari berat gandar truk desain dan 5% dari berat truk
rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR.
Gaya rem truk rencana :
PTB = 5% × (Berat Truk Rencana + Beban Lajur “D”)
= 5% × (50 + 41,966)
= 4,598 ton
Gaya rem gandar truk desain :
PTB = 25% × Berat Gandar Truk Desain
= 25% × 22,5
= 5,625 ton
Dari perhitungan diatas, diambil gaya rem yang terbesar yaitu
5,625 ton.
Maka berat momen akibat gaya rem :
MTB = (Tinggi pilar + 1,8) × PTB
= (4,4 + 1,8) × 5,625
= 34,875 ton/m

d. Beban untuk Pejalan Kaki “TP”


Lebar Trotar (Lb) = 0,5 m
Jumlah Trotar (n) = 2 buah
Panjang Bentang (L) = 30 m
Luas biang yang dibebani (At) = Lb × n × L
= 0,5 × 2 × 30
= 30 m2
Beban nominal pejalan kaki (q) = 5 Kpa (Pasal 8.9)
= 0,5 t/m2
Maka beban untuk pejalan kaki :
PTP = 2 × q × At
= 2 × 0,5 × 30
= 30 ton

4.2.3. Aksi Lingkungan


a. Beban Angin “EW”
Beban angin pada struktur :
Nilai VDZ langsung diambil sebesar 126 km/jam (kondisi ultimit)
karena elevasi jembatan atau bagian jembatan kurang dari
10000mm diatas permukaan tanah atau permukaan air (SNI
1725:2016).
VDZ = 126 km/jam
= 35 m/det
VB = 126 km/jam
= 35 m/det
PB = 0,0024 MPa (untuk balok)
Tekanan angin rencana :
2
PD = PB
2
= 0,0024

= 0,0024 MPa
Panjang bentang = 30 m
Tinggi struktur atas=
Lebar koefisien = T. struktur atas × (0,5 × P. Bentang)
= × (0,5 × 30)
= m2
b.
4.3.

Anda mungkin juga menyukai