Anda di halaman 1dari 26

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jembatan

1. Pengertian Jembatan Secara Umum

Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau

rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Jembatan dibangun

untuk penyeberangan pejalan kaki, kendaraan atau kereta api di atas

halangan.Jembatan juga merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat

yang sangat vital dalam aliran perjalanan (traffic flows). Jembatan sering

menjadi komponen kritis dari suatu ruas jalan,karena sebagai penentu beban

maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut.

Jembatan memiliki banyak jenis berdasarkan fungsi,lokasi,bahan

konstruksi,dan tipe struktur.Salah satu jenis jembatan adalah suspension

bridge, dimana gelagar jembatan digantung menggunakan hanger yang akan

menyalurkan gaya melalui kabel utama yang kemudian disalurkan ke tanah

lewat pondasi.

Angkur digunakan untuk menahan kabel utama di kedua ujung jembatan

sehingga angkur menjadi komponen vital dalam perencanaan jembatan

gantung. Pada jembatan gantung, dipakai gravity anchorage,dimana angkur

beban sendiri angkur untuk menahan gaya dari kabel dan tunnel anchorage,

dimana angkur menyalurkan gaya dari kabel langsung ke dalam tanah. Kedua
8

jenis angkur diatas sangat bergantung pada kondisi tanah,untuk menghindari

hal tersebut, angkur dapat diletakkan pada gelagar jembatan itu sendiri. Jenis

jembatan ini dinamakan self-anchored suspension bridge. Jembatan ini akan

menyalurkan gaya horizontal dari kabel menuju gelagar jembatan sehingga

gelagar jembatan akan menahan gaya tekan horizontal dari kabel serta

menahan beban vertikal kendaraan yang disebarkan ke kabel.

2. Pengertian Jembatan Gantung

Jembatan gantung adalah sistem struktur jembatan yang menggunakan kabel

sebagai pemikul utama beban lalu lintas di atasnya, pada sistem ini kabel

utama (main cable) memikul beberapa kabel penggantung (suspension

cables/hanger) yang menghubungkan antara kabel utama dengan gelagar

jembatan. Kabel utama dihubungkan pada kedua tower jembatan dan

memanjang disepanjang jembatan yang berakhir pada pengangkeran pada

kedua ujung jembatan untuk menahan pergerakan vertikal dan horizontal

akibat beban-beban yang bekerja.

Gambar 2.1 Komponen Struktur Jembatan Gantung


Sumber: Bridge Engineering Handbook: Superstructure Design
9

B. Struktur Jembatan Gantung

Menurut (Manu, 1995) Secara garis besar konstruksi jembatan terdiri dari

dua komponen utama yaitu bangunan atas (super structure/upper structure)

dan bangunan bawah (sub structure). Bangunan atas merupakan bagian

jembatan yang menerima langsung beban dari orang dan kendaraan yang

melewatinya.Bangunan atas terdiri dari komponen utama yaitu lantai jembatan,

rangka utama, gelagar melintang, gelagar memanjang, diafragma,pertambatan,

dan perletakan. Selain itu juga terdapat komponen penunjang yaitu

perlengkapan sambungan, ralling, pagar jembatan, drainase, dan penerangan.

1. Pembebanan Jembatan Gantung

Pembebanan pada jembatan yaitu terdiri dari:

a) Beban mati

Beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri

jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur

tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya.

b) Beban mati tambahan.

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu

beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan

besarnya dapat berubah selama umur jembatan.


10

c) Beban hidup.

Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan

bergerak/lalu lintas dan atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada

jembatan.

d) Beban lalu lintas.

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur dan

beban truk. Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-

iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur yang bekerja

tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. - Bekerjanya gaya-gaya di

arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk

kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem

sebesar 5% dari beban lajur yang dianggap pada semua jalur lalu lintas, tanpa

dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan.

2. Struktur Atas (Upper Structure)

Bangunan atas merupakan bagian atas suatu jembatan yang berfungsi untuk

menampung beban- beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas, orang, atau

lainnya, yang kemudian menyalurkannya kebangunan di bawahnya.

Berikut ini adalah komponen-komponen bangunan atas jembatan :

a). Plat Lantai

Plat lantai merupakan komponen jembatan yang memiliki fingsi utama untuk
11

mendistribusikan beban sepanjang potongan melintang jembatan dan beban-

beban sepanjang bentang jembatan.

b). Gelagar Induk

Gelagar induk merupakan komponen utama yang berfungsi untuk


mendistribusikan beban-beban secara longitudinal dan biasanya di desain
untuk menahan lendutan.
c). Pilon / Pilar
Pilar atau pier merupakan struktur pendukung bangunan atas pilar biasa
digunakan pada jembatan bentang panjang, posisi pilar berada diantara kedua
abutment.
3. Bangunan Bawah (sub structure)

Struktur bangunan bagian bawah jembatan terdiri dari :

1. Pondasi

Pondasi jembatan adalah struktur yang meneruskan beban dari abutmen atau

pilar ke tanah keras. Fungsi pondasi pada jembatan :

a. Meneruskan beban ke lapisan tanah yang mampu memikulnya.

b. Mencegah abutment dan pilar dari bahaya miring dan guling.

c. Mendukung kestabilan dasar sungai, mencegah turunya pilar.

d. Menetapkan tinggi dasar pelaksanaan bangunan bagian bawah jembatan.

e. Mencegah penumnan struktur dan meratakan beban

Pada Suatu Fungsi Pondasi abutmen juga berperan penting dalam suatu

struktur jembatan yaitu menyalurkan beban langsung kedalam tanah. Gaya

yang bekerja pada abutmen yaitu gaya Vertikal dan gaya Horizontal terlihat

pada gambar 2.2


12

Gam

bar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja


pada abutment
Sumber: Supriadi, B., & Muntohar, A. S., 2007

Keterangan:
Pa1 , Pa2 , Pa3 : Gaya ekan aktip tanah pada belakang abutment
Pp1 , Pp2 : Gaya tekan pasif tanah pada depan abutment
G : Berat sendiri abutment
G1 : Gaya gempa akibat bangunan atas
Hg : Gaya gesek akibat tumpuan bergerak
Hrm : Gaya akibat rem
Rvd : Gaya tekan akibat beban dari atas

2. Pile cap (Kepala Tiang)

Pile cap merupakan struktur pengikat tiang pondasi menjadi satu kesatuan

dan penghubung antara pondasi tiang dengan bangunan di atasnya (abutment

atau pilar pada jembatan dan kolom atau dinding pada bangunan bertingkat).

Berfungsi menyebarkan beban ke pondasi.


13

3. Pangkal Jembatan

Pangkal jembatan adalah bangunan pada ujung jembatan , berfungsi untuk

mendukung salah satu ujung bangunan atas jembatan sekaligus berfungsi

sebagai dinding penahan tanah untuk menahan gaya lateral.

C. Gaya Yang Bekerja Dibawa Jembatan Gantung

1. Abutmen

Abutmen merupakan struktur yang berfungsi untuk menahan/memikul

beban bangunan sekaligus menopang bangunan yang ada diatasnya (konstruksi

atas) yang kemudian beban tersebut akan diteruskan ke tanah

Gambar 2.3 Penampang Abutmen


Sumber: PU Bina Marga 2019
1) Pembebanan pada Abutmen terdiri dari;

a. Beban mati (Pm)

b. Beban hidup (H + DLA)

c. Tekanan Tanah (PTA)


14

d. Beban Angin (Wn)

e. Gaya rem (Rm)

f. Gesekan pada perletakan (Gs)

g. Gaya gempa (Gm)

h. Beban pelaksanaan (pel)

Kombinasi pembebanan adalah sebagai berikut:

a. Kombinasi I (AT) = Pm + PTA + Gs

b. Kombinasi II (LL) = (H + DLA) + Rm

c. Kombinasi III (AG) = Wn

d. Kombinasi IV (GP) = Gm

e. Kombinasi V (PL) = pel

Kemudian dikombinasikan lagi seperti berikut:

a. Kombinasi I = AT + LL (100%)

b. Kombinasi II = AT + LL (120%)

c. Kombinasi III = AT + LL (120%)

d. Kombinasi IV = AT + LL (140%)

e. Kombinasi V = AT + GL (150%)

f. Kombinasi VI = AT + PL (130%)

g. Kombinasi VII = AT + LL (150%)

2) Kontrol stabilitas pembebanan

a. Kontrol terhadap bahaya guling


FGL MT/M GL < 1,5 ………………………………………………(2.1)
b. Kontrol terhadap bahaya geser
15

FGL µV /M < 1,5 ………………………………………………(2.2)


c. Kontrol terhadap kelongsoran daya dukung

FGL qUlt / qada > 2,0 ………………………………………………(2.3)


Tabel 2.1 Rentang nilai sudut geser
Jenis tanah Sudut geser
Pasir lepas 27 – 35
Pasir sedang 30 – 40
Pasir padat 35 – 45
Lempung berpasir 34 – 48
Lempung 26 – 35

Sumber: Hardiyatmo C.H, 2017

Bila abutmens tidak aman terhadap stabilitas, maka abutment tersebut


memerlukan pondasi atau bangunan pendukung lainnya

2. Tiang Panjang

(Joseph, 1983) Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang

tebuat dari kayu, beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan

beban-beban permukaan ke tingkat yang lebih rendah di dalam massa

tanah.
16

Gambar 2.4 Penampang tiang pancang


Sumber PU Bina Marga 2019

Pondasi tiang pancang dapat dibedakan menjadi :

1) Tiang pancang yang dipancang masuk sampai lapisan tanah keras,

sehingga daya dukung tanah untuk pondasi ini lebih ditekankan

tahanan ujungnya. Tiang pancang tipe ini disebut end bearing pile

point bearing pile. Untuk tiang pancang tipe ini ujung tiang pancang

harus terletak pada lapisan tanah keras.

2) Apabila tiang pancang tidak mencapai lapisan tanah keras, maka untuk

menahan beban yang diterima tiang pancang, mobilisasi tahanan

sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan antara tiang pancang dengan

tanah (skin friction). Tiang pancang ini disebut friction pile.

Perhitungan pondasi tiang pancang didasarkan daya dukung tanah,

terdapat 2 (dua) metode untuk menentukan daya dukung tanah, yaitu :

1) Daya dukung berdasarkan sondir, menggunakan metode Meyerhof.

Qult = qc x Ap + ( JHP Kel.0 ) ………… …………………..…….(2.4)

Dimana:
17

Qult = kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal

qc = tahanan ujung sondir

Ap = luas penampang tiang

JHP = jumlah hambatan pelekat

Kel.O = keliling tiang pancang

Daya dukung ijin pondasi tiang dinyatakan dengan rumus:

Qijin = qc x Ap / 3 + JHP x Kel .O / 5 ……………………………(2.5)

Dimana:

Qijin = kapasitas daya dukung ijin pondasi

qc = tahanan ujung sondir

Ap = luas penampang tiang

JHP = jumlah hambatan pelekat

Kel.O = keliling tiang pancang

2) Daya dukung Aksial

Qult = Qc + Qs …………………………………………………………(2.6)

Qall = Qult / SF …………………………………………………..(2.7)

Dimana:

Qult = daya dukung tiang pancang maksimum


18

Qc = daya dukung ujung

Qs = daya dukung gesekan

Qall = daya dukung ijin

SF = faktor keamanan

D. Standar Dan Pembebanan Jembatan Gantung

a). Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan minimum untuk pembebanan beserta

batasan penggunaan setiap beban, faktor beban dan kombinasi pembebanan

yang digunakan untuk perencanaan jembatan jalan raya, termasuk jembatan

pejalan kaki serta bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan tersebut.

Ketentuan mengenai pembebanan juga dapat digunakan untuk

penilaian/evaluasi struktur jembatan yang sudah beroperasi. Jika jembatan

diharapkan untuk memenuhi beberapa tingkat kinerja, pemilik jembatan

bertanggung jawab untuk menentukan tingkat kinerja yang diinginkan. Standar

ini juga memberikan faktor beban minimum yang diperlukan untuk

menentukan besarnya beban-beban rencana selama masa konstruksi.

Persyaratan tambahan untuk pembangunan jembatan beton segmental

ditentukan dalam tata cara perencanaan jembatan beton. Dalam hal khusus,

beban-beban dan aksi-aksi serta metode penerapannya boleh dimodifikasi

dengan seizin pemilik pekerjaan.


19

b). Ketentuan Umum

Perencana harus menentukan semua aksi yang dapat terjadi selama umur

rencana jembatan. Setiap aksi yang tidak umum yang tidak dijelaskan dalam

tata cara ini harus dievaluasi dengan memperhitungkan besarnya faktor beban

serta lamanya aksi tersebut bekerja. Apabila semua aksi telah diketahui,

seluruh kombinasi yang ada harus dihitung . Suatu kombinasi berlaku untuk

bagian dari jembatan saja, dan beberapa aksi dapat terjadi secara bersamaan.

Hal semacam ini harus bisa ditentukan oleh perencana. Aksi rencana diperoleh

dengan cara mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang sesuai. Dalam

hal aksi yang merupakan beban terbagi merata seperti lapis permukaan aspal

beton pada jembatan bentang menerus, dimana hanya sebagian aksi adalah

mengurangi, maka perencana harus menggunakan hanya satu nilai faktor beban

untuk seluruh aksi tersebut. Perencana harus menentukan faktor beban yang

menyebabkan pengaruh paling besar. Perencana harus menentukan aksi-aksi

yang bersifat normal atau yang mengurangi. Sebagai contoh, perlu digunakan

faktor beban terkurangi untuk berat sendiri jembatan pada waktu menghitung

gaya angkat jembatan atau stabilitas bangunan bawah. Dalam semua hal, faktor

beban yang dipilih adalah yang menghasilkan pengaruh total terbesar. Aksi-

aksi rencana digabungkan untuk memperoleh kombinasi pembebanan yang

telah ditentukan untuk dapat membedakan secara langsung beberapa kombinasi

dan menguranginya dengan kombinasi yang memberikan pengaruh paling kecil

pada jembatan. Kombinasi selebihnya adalah yang harus digunakan dalam

perencanaan jembatan.
20

Penjelasan yang terperinci dari beban-beban rencana yang digunakan harus

dicantumkan dalam gambar perencanaan jembatan sebagai berikut :

a. Judul dan edisi tata cara yang digunakan;

b. Perbedaan penting terhadap persyaratan dalam tata cara ini;

c. Pengurangan yang diizinkan dari 100% beban lalu lintas rencana;

d. Zona gempa

e. Aksi-aksi rencana yang penting, seperti :

- kecepatan angin

- penurunan/perbedaan penurunan

- kecepatan arus/beban hanyutan

f. Beban untuk perencanaan fondasi

g. Temperatur rencana untuk pemasangan perletakan

1. Pembebanan Jembatan Gantung

Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang

tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-

bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi

(g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,81

m/detik2.
21

Tabel 2.2 Berat isi untuk beban mati


No Bahan Berat isi Kerapatan
(kN/m3 ) massa (kg/m3 )
1 Lapisan permukaan beraspal 22,0 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240

3 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1755


(compacted sand, silt or clay)
4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel, 18,8-22,7 1920-2315
macadam or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000

7 Beton f’c < 35 MPa 22,0-25,0 2320

35 < f‘c 22 + 0,022 f’c 2240 + 2,29 f’c

8 Baja (steel) 78,5 7850

Sumber : BSN Bina Marga (2016)

Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas

akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut

dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi, apabila kerapatan massa

diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang sebenarnya tidak bisa ditentukan

dengan tepat, perencana harus memilih di antara nilai tersebut yang


22

memberikan keadaan yang paling kritis. Beban mati jembatan merupakan

kumpulan berat setiap komponen struktural dan nonstruktural. Setiap

komponen ini harus dianggap sebagai suatu kesatuan aksi yang tidak

terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban normal dan faktor beban

terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan keahliannya di dalam

menentukan komponenkomponen tersebut.

2. Berat sendiri

Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural

lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian

jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen

nonstruktural yang dianggap tetap.

Tabel 2.3 - Faktor beban untuk berat sendiri


Faktor beban ( MS )
Tipe beban Keadaan Batas Layan (  S Keadaan Batas Ultimit  U MS
MS
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Tetap Aluminium 1,00 1,10 0,90
Beton pracetak 1,00 1,20 0.85
Beton dicor di 1,00 1,30 0,75
tempat
Kayu 1,00 1,40 0,70

Sumber : BSN Bina Marga (2018)

3. Pengaruh Gempa

Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk

runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan


23

terhadap pelayanan akibat gempa. Penggantian secara parsial atau lengkap pada

struktur diperlukan untuk beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti

kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Beban gempa

diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara

koefisien respons elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian

dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai

berikut :

EQ = csm/ Rd  wt ……………………………………………………...(2.8)

Keterangan:

EQ adalah gaya gempa horizontal statis (kN)

Csm adalah koefisien respons gempa elastis

Rd adalah faktor modifikasi respons

Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang

sesuai (kN)

Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar

dan spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa

rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan

dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan keadaan tanah sampai kedalaman

30 m di bawah struktur jembatan. Ketentuan pada standar ini berlaku untuk

jembatan konvensional. Pemilik pekerjaan harus menentukan dan menyetujui


24

ketentuan yang sesuai untuk jembatan nonkonvensional. Ketentuan ini tidak

perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh

pemilik pekerjaan. Pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi dan

bangunan bawah tanah tidak perlu diperhitungkan kecuali struktur tersebut

melewati patahan aktif. Pengaruh ketidakstabilan keadaan tanah (misalnya :

likuifaksi, longsor, dan perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus

diperhitungkan. Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan

batuan dasar dan spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode

ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh berdasarkan peta

gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan keadaan tanah

sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.

Ketentuan pada standar ini berlaku untuk jembatan konvensional. Pemilik

pekerjaan harus menentukan dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk

jembatan nonkonvensional. Ketentuan ini tidak perlu digunakan untuk struktur

bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh pemilik pekerjaan. Pengaruh gempa

terhadap gorong-gorong persegi dan bangunan bawah tanah tidak perlu

diperhitungkan kecuali struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh

ketidakstabilan keadaan tanah (misalnya : likuifaksi, longsor, dan perpindahan

patahan) terhadap fungsi jembatan harus diperhitungkan.

Wilayah indonesia dipetakan berdasarkan tingkat resiko gempanya, yang

ditentukan atas dasar besarnya percepatan puncak batuan dasar (Peak Ground

Acceleration, PGA). Peta gempa indonesia terbaru dirilis pada tahun 2010 yang

dikembangkan oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010.


25

Gambar 2.5 Peta untuk SS (Parameter respons spektra  percepatan gempa


maksimum yang dipertimbangkan resiko - tertarget (MCER),
Perioda Ulang Gempa 2500 tahun ; T = 0.2  detik ; Kelas Situs
SB).
Sumber : SNI 1726:2012

Gambar 2.6 Peta untuk S1 (Parameter respons spektra percepatan gempa


 maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget (MCER),
Perioda Ulang Gempa 2500 tahun ; T = 1.0 detik ; Kelas Situs
SB).
Sumber : SNI 1726:2012
26

E. Kriteria Perencanaan Abutmen

Kriteria perencanaan abutment jembatan, berkaitan dengan persyaratan mutu

bahan yang akan digunakan untuk abutment. Mutu bahan yang digunakan akan

memberikan gambaran bagi bridge design engineer untuk menentukan batasan

tegangan ijin dalam proses perhitungan konstruksi. Penerapan ketentuan

pembebanan, dimulai dengan memilih, standar pembebanan yang mana yang akan

digunakan dalam perencanaan abutment. Atas dasar standar pembebanan yang

telah dipilih tersebut, bridge design engineer menyusun tata urut proses

perhitungan, diawali dengan menghitung beban-beban yang bekerja, berbagai

gaya yang diperhitungkan akan berpengaruh pada desain abutment, tekanan tanah

dan kombinasi dari beban dan gaya-gaya yang mempunyai pengaruh paling tinggi

dalam perhitungan perencanaan abutment.

Perhitungan dan perencanaan abutment, merupakan perhitungan yang

didasarkan atas beban mati, beban hidup, tekanan tanah dan gaya-gaya lain yang

disusun secara terstruktur mengikuti proses perhitungan sebagaimana ditentukan

di dalam pedoman pembebanan jembatan jalan raya yang digunakan. Hasil

perhitungan nantinya akan digunakan sebagai masukan dalam penyiapan gambar

rencana, yang merupakan salah satu komponen dari produk perencanaan teknis

jembatan.
27

Penentuan kriteria perencanaan untuk abutment tergantung pada tipe dan jenis

abutment yang dipilih. Modul ini membatasi diri pada abutment yang dibuat dari

beton bertulang, sehingga seluruh aspek perencanaan didasarkan atas perilaku

beton bertulang. Ada 3 jenis beton yang dikenal pada saat sekarang yaitu:

 Beton mutu tinggi (K-400, K450, K-500 dan K-600)

 Beton mutu sedang (K-250, K-300, dan K-350)

 Beton mutu rendah (K-125 dan K-175).

Untuk abutment jembatan, disarankan menggunakan beton K-350. Untuk

dapat membuat beton K-350 perencana harus mempelajari Spesifikasi terlebih

dahulu untuk mengetahui persyaratan-persyaratan bahan penyusun beton K-350

yaitu semen, air, agregat dan mungkin juga bahan tambah. Dari keempat jenis

bahan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah pemilihan agregat yang terdiri

dari agregat kasar dan agregat halus. Fokus perhatian perlu ditujukan kepada

agregat kasar, dalam hal ini perencana harus memilih, berapa ukuran terbesar

agregat kasar yang akan digunakan. Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa

sehingga ukuran agregat terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara

baja tulangan atau antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di

mana beton harus dicor. Kekuatan karakteristik untuk beton K-350 pada umur 28

hari Fc’ = 29.05 Mpa.

Untuk baja tulangan, menurut Spesifikasi tersedia banyak pilihan, yaitu baja

lunak BJ-24, baja sedang BJ-32, baja keras BJ-39 dan baja keras BJ-48. Namun

misalkan di pasar yang tersedia adalah baja dengan kekuatan karakteristik leleh
28

baja Fy = 400 Mpa, meskipun di dalam Spesifikasi yang tersedia adalah BJ-39

dengan Fy = 390 Mpa, bisa saja kita menggunakan baja BTJD 40 dengan Fy =

400 Mpa. Dengan demikian kriteria perencanaan untuk perhitungan abutment

didasarkan atas Fc’ = 29.05 Mpa dan Fy = 400 Mpa jika menggunakan beton K-

350.

F. Pembebanan Pejalan Kaki

Jembatan pejalan kaki harus kuat dan kaku (tanpa lendutan yang berlebih)

untuk menahan berat sendiri jembatan, beban mati tambahan dan beban hidup

rencana yang bekerja pada arah vertikal. Selain itu jembatan gantung pejalan

kaki juga harus mampu menahan beban yang terjadi pada arah horizontal yang

diakibatkan oleh tekanan angin, gempa, pengguna yang bersandar dan benturan

akibat barang-barang yang terbawa oleh arus sungai.

Dalam hal pembebanan yang berasal dari beban hidup atau pengguna

jembatan dibedakan berdasarkan kelas jembatan yang direncanakan. Selain dari

kelas jembatan, ada dua aspek dari beban hidup pada jembatan gantung yang

harus diperhatikan yaitu beban terpusat pada lantai jembatan jembatan akibat

langkah kaki manusia untuk memeriksa kekuatan lantai jembatan dan beban

yang dipindahkan dari lantai jembatan ke batang struktur yang kemudian

dipindahkan ke tumpuan jembatan.


29

Untuk nilai dari beban-beban hidup rencana dapat dilihat pada Tabel 1 di

bawah ini:

Tabel 2.4 Kelas Jembatan


No Kelas Penggguna Lebar Beban Terpusat Beban distribusi
1 Jembatan gantung 1,8 m 20 kN (hanya ada 500 kg/m²
pejalan kaki kelas I satu kendaraan
(beban hidup maksimum bermotor ringan
sampai dengan pada satu waktu
kendaraan ringan) tertentu)
2 Jembatan gantung 1.4 m 400 kg/m²
pejalan kaki kelas II
(beban hidup dibatasi -
hanya untuk pejalan kaki
dan sepeda motor)
Sumber : Bina Marga 2018

G. Desain Elemen Jembatan

Perencanaan dimensi jembatan dilakukan untuk masing-masing elemen.

Dimulai dari elemen pelat lantai, elemen balok memanjang dan melintang,

elemen hanger, elemen kabel dan terakhir elemen pilar jembatan. Perhitungan

ini mempertimbangan tegangan leleh material jembatan yang dibandingkan

dengan beban rencana yang diterima oleh jembatan. Luaran dari tahapan ini

adalah dimensi elemen-elemen jembatan gantung yang digunakan dalam

pemodelan jembatan keseluruhan untuk pengecekan syarat kekuatan dan

lendutan struktur jembatan secara global.


30

Elemen jembatan direncanakan menahan beban sebesar 5 kPa sesuai dengan

panduan yang berlaku. Dimensi elemen jembatan yang diperoleh dapat dilihat

pada tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2.5 Dimensi Elemen Jembatan


No Elemen Jembatan Matrial Dimensi
1 Pelat Kayu LVL 300 mm x 50 mm
2 Gelagar Memanjang Kayu LVL 150 mm x 75 mm
3 Gelagar Melintang Kayu LVL 150 mm x 75 mm
4 Batang Penggantung Baja BJ41 10 mm
5 Kabel Kabel Baja ASTM kawat untaian 7 wire-
A416 Grade 270 strand diameter
12.7mm

6 Pilar Baja BJ41 IWF 300.300.10.15

Sumber : Bina Marga 2018

H. Penentuan Variasi Jenis Beban Aktual

Variasi beban statis dihasilkan oleh beban hidup yang masuk ke jembatan

gantung. Beban hidup yang diijinkan masuk ke jembatan pejalan kaki tipe I

adalah pejalan kaki dan kendaraan bermotor roda dua. Kondisi pejalan kaki

yang masuk ke jembatan gantung divariasikan berdasarkan bobot berat badan

orang di Indonesia. Variasi ini dikelompokkan menjadi lima kelompok pejalan

kaki dengan bobot masing-masing kelompoknya 60 kg, 70 kg, 80 kg, 90 kg,

dan 100 kg.


31

Tabel 2.6 Pengelompokan Beban Pejalan Kaki Berdasarkan Bobot


No Tipe Beban Pejalan Kaki P total (kg)
1 1 orang 60
2 2 orang 70
3 3 orang 80
4 4 orang 90
5 5 orang 100

Sumber : Karasteristik Beban Kendaraan PUPR 2016

Untuk variasi data kendaraan roda dua terdapat banyak sekali jenis dan

merek kendaraan bermotor yang digunakan di Indonesia, maka pada penelitian

ini kendaraan bermotor yang digunakan dibatasi hanya menggunakan 3 merek

saja yaitu Suzuki, Honda dan Yamaha. Kendaraan bermotor dari tiga merek

tersebut dikelompokan berdasarkan cc kendaraan nya. Sehingga diperoleh 4

pengelompokan kendaraan bermotor dengan masing-masing nilai cc sebesar

115 cc, 125 cc, 150 cc, dan 250 cc.

Dengan menganggap beban total (P) pada kendaraan bermotor terbagi dua

sama rata ke roda depan (P1) dan roda belakang (P2), maka pembagian variasi

kendaraan bermotor dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Pengelompokan Berat Kendaraan Roda Dua


No Cc motor P total (kg) P1 (kg) P2 (kg)
1 Motor 1 115 100.6 50.3 50.3
2 Motor 2 125 105.5 52.75 52.75
3 Motor 3 150 134.3 67.15 67.15
4 Motor 4 250 178.7 89.35 89.35
Sumber : Bina Marga 2018
32

Dari data pejalan kaki dan kendaraan roda dua di atas, tipe beban yang masuk

ke struktur jembatan dapat divariasikan kembali, untuk kondisi hanya pejalan kaki

saja yang masuk, maupun beban manusia masuk sebagai pengendara kendaraan

roda dua. Untuk kondisi manusia sebagai pengendara roda dua, di asumsikan

pengendara menjadi beban tambahan di roda depan dan penumpang menjadi

beban di roda belakang. Kombinasi kendaraan roda dua dan variasi bobot pejalan

kaki menghasilkan 80 kombinasi pembebanan yang kemudian diterapkan pada

pemodelan sebagai 2 beban sumbu roda yang mengisi jembatan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai