SKRIPSI
Oleh
NIM : A.111.19.0206
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
TAHUN 2023
PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : A.111.19.0206
1. Skripsi dengan judul tersebut tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
Penulis
Materai
Rp 10.000,00
A.111.19.0206
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
USM
Oleh
A.111.19.0206
Skripsi dengan judul tersebut sudah disetujui untuk diperbanyak dan diuji
di hadapan Penguji
iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
USM
Penguji I,
Mengetahui
Dekan
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
limpahan kasih sayang, berkah, karunia serta rahmat-Nya, sehingga skripsi yang
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penyusun mengungkapkan rasa Terima
diantaranya:
2. Dr. Amri P. Sihotang, S.S., S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Semarang.
3. Dhian Indah Astanti, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum
Universitas Semarang.
4. Dr. Ani Triwati, S.H., M.H., selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum
5. Dr. Dian Septiandani, S.H., M.H. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
v
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang yang telah
10. Pegawai beserta Staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Semarang atas
12. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan, doa dan fasilitas
penyusun.
teman kelas D Angkatan 2019 pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
masih banyak kekurangan. Segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun
dengan senang hati penyusun menerima dan diharapkan dapat memperbaiki segala
kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang relevan
sifatnya.
Penulis,
NIM : A.111.19.0206
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Jangan terlalu cepat menilai keburukan orang lain karena kita tidak tau dari sisi dan
(Penulis)
Persembahan
1. Untuk kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa
kepada saya.
4. Seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang mendukung
vii
ABSTRAK
Tanah memiliki fungsi untuk dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat
dan tujuan pemberian haknya. Tanah yang tidak dipergunakan dengan semestinya
dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar. Tanah yang terindikasi terlantar
disebabkan karena pemilik hak atas tanah tersebut tidak memanfaatkan tanahnya
sesuai dengan fungsinya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimanakah pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa
Tengah. (2) Apa hambatan dan solusi dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar di
Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum
yuridis-empiris, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada responden
berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan. Penelitian hukum empiris mengkaji
ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di
masyarakat. Pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah
dilaksanakan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah yang dibantu oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, pelaksanaan penertiban tanah terlantar
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021, dalam pelaksanaan
penertiban tanah terlantar Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah membentuk panitia C
yang memiliki tugas untuk membantu tahap evaluasi tanah terindikasi terlantar.
Tanah yang ditertibkan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah selama ini berupa tanah
HGU dan HGB. Hambatan dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar yaitu
keterbatasan dana, jarak yang jauh, banyak tanah terindikasi terlantar, alamat yang
tidak sesuai. Solusi yang dapat dilakukan yaitu pemberian anggaran, menyiapkan
sarana dan prasarana, mengelompokkan tanah terindikasi terlantar, dan
mengumumkan di kantor kelurahan setempat atau di website kementerian.
viii
ABSTRACT
Land has a function to be used in accordance with the circumstances or nature and
purpose of granting the right. Land that is not used properly can be categorized as
abandoned land. Land that is indicated to be abandoned is because the owner of the
land rights does not utilize the land according to its function. The problems in this
study are (1) How is the implementation of the control of abandoned land in the
Central Java Province Region. (2) What are the obstacles and solutions in the
implementation of controlling abandoned land in Central Java Province. This
research uses juridical-empirical legal research, which is research conducted
directly to respondents based on the reality in the field. Empirical legal research
examines the applicable legal provisions and what happens in reality in society. The
implementation of the control of abandoned land in the Central Java Province
Region is carried out by the Regional Office of the BPN of Central Java Province
assisted by the local Regency / City Land Office, the implementation of the control of
abandoned land is based on Government Regulation of the Republic of Indonesia
Number 11 of 2010 and Government Regulation of the Republic of Indonesia Number
20 of 2021, in the implementation of the control of abandoned land, the Regional
Office of the BPN of Central Java Province forms committee C which has the task of
assisting the evaluation stage of indicated abandoned land. The land that has been
disciplined in the Central Java Provincial Region so far is in the form of HGU and
HGB land. Obstacles in the implementation of controlling abandoned land are
limited funds, long distances, many lands indicated as abandoned, addresses that do
not match. Solutions that can be done are providing a budget, preparing facilities
and infrastructure, classifying land indicated as abandoned, and announcing at the
local village office or on the ministry's website.
ix
DAFTAR ISI
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 10
x
3.3 Metode Penentuan Sampel ............................................................................. 25
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 26
3.5 Metode Analisa Data ..................................................................................... 29
BAB IV .................................................................................................................. 30
4.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah ... 30
4.1.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar .. 31
4.1.2 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar ............ 37
4.2 Hambatan dan Solusi pada Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah
Provinsi Jawa Tengah .......................................................................................... 48
PENUTUP .............................................................................................................. 50
LAMPIRAN ........................................................................................................... 59
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
beraneka ragam. Kekayaan alam ini salah satunya berupa bentuk tanah yang sangat
luas serta dapat digunakan, dipelihara serta dimanfaatkan seoptimal mungkin, tanah
sebagai tempat tinggal maupun dalam mencari nafkah. 1 Tanah sendiri juga
merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh
usaha. Dalam hukum sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu
pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA). Dalam Pasal 4 UUPA menyatakan bahwa : “Atas dasar hak menguasai dari
Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-
badan hukum”.
pengertian yuridis adalah permukaan bumi. Makna permukaan bumi yaitu sebagai
1
Muchsin dan Imam Koeswahyono, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah Dan
Penataan Ruang (Jakarta: Sinar Grafika, 2015) , hlm.10.
2
Eni Herawati, “Tanah Terlantar dan Tanah Absentee”, (online), (http://business-law.binus
.ac.id/2017/01/30/tanah-terlantar-dan-tanah-absentee/, diakses pada tanggal 24 Maret 2020), 2017.
1
bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan hukum. Oleh karena
itu, hak-hak yang timbul di atas hak atas permukaan bumi termasuk di dalamnya
hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang berkaitan dengan
dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah dengan tanaman
Tanah memiliki fungsi untuk dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat
dan tujuan pemberian haknya. Tanah yang tidak dipergunakan dengan semestinya
dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar. Pengertian tanah terlantar dalam Pasal 2
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang menentukan bahwa obyek tanah terlantar
seperti tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atau dasar penguasaan
atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai
4
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Tanah yang tidak termasuk dalam objek penertiban tanah terlantar diatur
a. Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara
tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
3
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), halaman 3.
4
Nony Oktaviani Lobertus Sihaloho, “Pelaksanaan Penertiban Tanah Hak Guna Bangunan
(HGB) Terlantar Dengan Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 di Kabupaten
Brebes” (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2021), halaman 5.
2
b. Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan
sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak
sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya.5
Provinsi Jawa Tengah memiliki wilayah yang luas dan terbagi menjadi 35
kabupaten dan kota, dimana setiap kabupaten dan kota berpotensi memiliki tanah
yang terindikasi terlantar. Tanah yang terindikasi terlantar disebabkan karena pemilik
hak atas tanah tersebut tidak memanfaatkan tanahnya sesuai dengan fungsinya. Jika
tanah terindikasi terlantar tidak diupayakan dan dimanfaatkan maka status tanah
tersebut dapat berubah menjadi tanah terlantar dan memutus hubungan hukum antara
pemegang hak dengan tanah tersebut. Sebelum ditetapkan sebagai tanah terlantar
pemilik hak atas tanah akan diberikan peringatan tertulis untuk segera memanfaatkan
tanahnya.
apakah tanah tersebut benar sebagai tanah terlantar atau masih masuk dalam kategori
tanah produktif guna menghindari kerugian pada masyarakat yang tanahnya akan
ditetapkan menjadi tanah terlantar. Maka dari itu perlu adanya pengecekan dan
identifikasi oleh pihak berwenang yaitu Badan Pertanahan Nasional setempat dan
dibantu oleh instansi terkait untuk menentukan apakah tanah tersebut masuk kedalam
5
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Jakarta, 2010), halaman 4.
3
Tanah yang terindikasi sebagai tanah terlantar perlu adanya upaya yang
dilakukan oleh pemilik hak atas tanah untuk mengembalikan status tanahnya menjadi
tanah produktif. Tanah produktif yang dimaksud ialah tanah yang digunakan sesuai
dengan dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Tanah yang
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
Tengah?
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka tujuan yang ingin
Jawa Tengah.
4
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berguna
1. Manfaat Teoritis
penulis serta memberikan manfaat kepada masyarakat mengenai tema yang diteliti
dan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu hukum
khususnya tentang pertanahan. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi referensi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
tentang hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar dari kerugian mengenai
c. Bagi Pemerintah
pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan tanah yang sudah ditetapkan sebagai
5
1.4 Keaslian Penelitian
6
Perbedaan Perbedaan dari Perbedaan dari Perbedaan dari
Penelitian penelitian ini penelitian tersebut penelitian tersebut
terletak pada lokasi terletak pada lokasi terletak pada metode
penelitian. penelitian dan juga penelitian, metode
Penelitian objek tanah terlantar. penelitian yang
sebelumnya berada Penelitian tersebut digunakan yaitu
di Kota Salatiga dilakukan di Kabupaten yuridis normatif dan
sedangkan Brebes sedangkan penelitian berlokasi di
penelitian ini berada penelitian ini dilakukan Kota Samarinda.
di Kota Semarang. di Kota Semarang dan Sedangkan penelitian
objek penelitian tersebut ini menggunakan
berfokus pada tanah hak metode yuridis
guna bangunan (HGB) empiris dan berlokasi
sedangkan penelitian ini di Kota Semarang
mencakup seluruh objek
tanah terlantar.
7
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan
penulisan.
Bab ini berisi uraian tentang kerangka pemikiran yang berisi teori-teori yang
yang terdiri tinjauan mengenai pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan objek
tanah terlantar.
analisis data.
Dalam bab ini membahas hasil data penelitian yang dilakukan di lapangan
8
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi simpulan dan saran, simpulan yang disajikan berupa
rangkuman hasil penelitian yang dilakukan. Adapun saran upaya yang dapat
tanah terlantar.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar menyatakan, “Tanah
Telantar adalah tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh
berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak
Agraria juga ikut mendefinisikan pengertian dari tanah terlantar. Berikut beberapa
memiliki konsep tanah terlantar dengan merujuk pada Hukum Adat, yaitu sesuai
dengan karakter tanah terlantar (kondisi fisik) yang telah berubah dalam waktu
tertentu (3,5 tahun sampai 10 tahun) maka haknya gugur, tanah kembali pada
peristiwa hukum karena perbuatan manusia sehingga hak atas tanah menjadi
untuk perkebunan oleh pemerintah, namun hak atas tanah tersebut tidak
6
A.P. Parlindungan. Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah (Menurut sistem UUPA) (Bandung:
Mandar Maju, 1990), halaman 17.
10
dipergunakan dengan baik, maka hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk
bagaimana dan oleh siapa status tanah dinyatakan terlantar. Demikian juga tanah
yang jatuh ke tangan Negara itu bekas pemiliknya sama sekali kehilangan hak
atas tanah yang demikian ini haruslah mendapatkan kejelasan yang pasti. 8
Dari pendapat para pakar hukum agraria di atas dapat disimpulkan bahwa
tanah terlantar merupakan keadaan dimana tanah yang diberikan hak penguasaannya
kepada seseorang ataupun badan hukum oleh negara, tidak dipergunakan sesuai
dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya dalam waktu tertentu sehingga
tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau
dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak
dimanfaaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar
penguasaannya.
7
Annisa Sintawati, “Efektifitas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan”
(Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, 2018), halaman 31.
8
Adib Budi Mahmudi, “Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar Dalam Penyelesaian
Tanah Terindikasi Terlantar Milik Perkebunan Ngusri, PT. Blitar Putra (Studi di Kantor Pertanahan
Kabupaten Blitar)”. (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, 2019), halaman 19
9
Ibid., Halaman 20.
11
Tanah dalam pengertian yuridis diingatkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA
yaitu bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum. Dengan demikian tanah
yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, orang-orang atau badan hukum
dengan hak yang disediakan oleh UUPA adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan.
Diberikan dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut meliputi juga bagian tubuh
bumi yang berada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar yang
unsur yang ada dalam tanah terlantar. Adapun unsur-unsur yang ada pada tanah
terlantar:
10
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria ini dan Pelaksanaanya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambutan , Jakarta, 2003, hlm. 54.
11
Saefullah, H. Hafied Cangara, Aminuddin Salle, 2018. Kompleksitas Antara Hak Guna
Usaha (HGU) dan Penyelamatan Aset Negara Terhadap Tanah-Tanha Terlantar Melalui Komunikasi
12
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Pada peraturan terbaru terdapat tahapan
penertiban tanah terlantar yaitu: evaluasi tanah telantar, peringatan tanah telantar,
dan penetapan tanah terlantar. Penelantaran tanah tidak sesuai dengan cita-cita
dan amanat bangsa di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, tanah yang sudah Hak Milik,
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dinyatakan
sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan tidak dipergunakan, atau
tidak dimanfaaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Demikian
pula tanah yang ada dasar penguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila
tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan tidak dipergunakan, atau tidak
dimanfaaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin
(Negosiasi) Oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kabupaten Enrekang, Jurnal Komunikasi
Kareba, Volume 7, Nomor 1, hlm. 169-170.
13
lokasi, suarat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan,
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 yaitu meliputi tanah yang sudah diberikan hak
oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan
Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh, yang dapat
Pokok Agraria.14 Hak milik adalah hak kepemilikan tanah yang paling fundamental
dan kuat yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain. Dengan memiliki hak ini, seseorang memiliki kuasa penuh atas
tanah yang menjadi miliknya. Hak milik dapat dimiliki oleh perorangan atau badan
hukum. Badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik ini dapat dilihat
Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
yaitu:
12
Nony Oktaviani Lobertus Sihaloho, loc.cit.
13
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Jakarta, 2010), halaman 3.
14
Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), hlm. 37.
14
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan
Sedangkan perorangan yang dapat memiliki hak milik hanya warga negara Indonesia
dan badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan
Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu
dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya
kewarganegaraan itu.
1. Pencabutan hak;
3. Ditelantarkan, atau
15
penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang
b. tanahnya musnah. 15
Hak Guna Usaha disebutkan dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA yaitu hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas
Tanah menetapkan bahwa luas minimum tanah Hak Guna Usaha adalah lima hektar
dan luas maksimum tanah yang dapat diberikan kepada perorangan adalah dua puluh
lima hektar, sedangkan luas maksimum yang dapat diberikan kepada badan hukum
Subjek hukum yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha menurut Pasal 30
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah, yaitu:
15
Arthur Daniel P. Sitorus, “Jenis Kepemilikan Hak Atas Tanah”, (Online),
(https://indonesiare.co.id/id/article/jenis-jenis-kepemilikan-hak-atas-tanah, diakses 1 Juli 2022), 2021.
16
Urip Santoso, op.cit, halaman 47.
16
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah, menetapkan bahwa bagi pemegang Hak Guna Usaha yang tidak
memenuhi syarat sebagai subjek Hak Guna Usaha, maka dalam waktu 1 (satu) tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usahanya kepada pihak lain yang
memenuhi syarat sebagai subjek Hak Guna Usaha. Kalau hal ini tidak dilakukan
maka Hak Guna Usaha hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.
Pasal 28 ayat (1) UUPA juncto Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 menetapkan bahwa asal tanah Hak Guna
Usaha adalah tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Kalau asal
tanah Hak Guna Usaha berasal dari kawasan hutan, maka Hak Guna Usaha dapat
hutan. Kalau asal tanah Hak Guna Usaha adalah tanah hak tertentu, maka Hak Guna
Usaha dapat diberikan setelah tanah hak tersebut dilepaskan atau diserahkan oleh
pemegang haknya dengan pemberian ganti kerugian atas tanah dan bangunan oleh
tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran
17
Ibid., halaman 48-49.
17
a. Melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai peruntukan
b. Mengusahakan Tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha
c. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada dalam
e. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
konservasi bernilai tinggi (high conseruation ualuel, dalam hal areal konservasi
g. Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;
h. Mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;
puluh persen) dari luas Tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal
j. Menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha;
k. Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal
18
1. Menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada
negara atau pemegang Hak Pengelolaan, setelah hak guna usaha hapus.
Hak Guna Bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
atas tanah yang bukan miliknya. Pemegang Hak Guna Bangunan berhak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri untuk
jangka waktu tertentu dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. 18 Penggunaan tanah Hak
Indonesia.
Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak
lagi memenuhi syarat, dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
kepada pihak lain memenuhi syarat. Jika dalam waktu tersebut tidak
18
Urip Santoso, op.cit, halaman 58.
19
bahwa hak pihak lain akan dipindahkan menurut ketentuan peraturan perundang-
5. Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian maupun secara keseluruhan dalam hal
6. Menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada
negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang hak milik, setelah hak guna
bangunan hapus.
Hak Pakai disebutkan dalam pasal 41 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria,
yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
19
Nindy Rofiana, “Pelaksanaan Pendaftaran Perubahan Hak Atas Tanah dari Hak Milik
Menjadi Hak Guna Bangunan Untuk Kepentingan Perseroan Terbatas di Kantor Pertanahan Kota
Semarang” (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Semarang, 2019), halaman 20.
20
berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Perkataan “menggunakan”
perkataan “memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak
perkebunan. 20
UUPA menjelaskan bahwa Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu
kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
tugasnya masing-masing.21
Dasar Penguasaan Atas Tanah dalam pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahhun 2021 yaitu suatu keputusan dari pejabat yang berwenang yang
menjadi dasar bagi orang atau badan hukum untuk memperoleh, menguasai,
ada hak dalam penguasaan itu yang diatur oleh hukum ada kewenangan menguasai
secara fisik, misalnya dalam hal sewa menyewa tanah secara yuridis tanah adalah hak
20
Urip Santoso, op.cit, halaman 69.
21
Ibid,, halaman 96.
21
pemilik tanah tetapi secara fisik tanah itu digarap atau digunakan oleh penyewa tanah
tersebut dalam jangka waktu yang sudah disepakati, juga dalam hal menjamin tanah
pada Bank maka Bank sebagai kreditur adalah pemegang hak jaminan atas tanah
yang dijadikan jaminan tetapi fisik penguasaannya atau penggunaannya tetap ada
pada pemilik hak atas tanah. Penguasaan ini ada dalam aspek privat sedangkan aspek
publiknya diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Rakyat Indonesia tahun
1945 dan pasal 2 Undang-undang Pokok Agraria bahwa Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
22
Vallida Anita Pieter, “Hak Penguasaan Atas Tanah”, https://fh.unpatti.ac.id/hak-
penguasaan-atas-tanah/, diakses tanggal 30 Juli 2022.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
penyusunan skripsi. Penelitian merupakan suatu proses yang berupa suatu rangkaian
pertanyaan-pertanyaan tertentu.
antara satu dengan yang lain, agar penelitian yang dilakukan mempunyai nilai ilmiah
Dalam hal ini, penelitian tersebut akan mencapai hasil yang memuaskan jika
tujuan yang akan dicapai dari penelitian yang dilakukan. Pemakaian metode tertentu
ini merupakan salah satu dasar dilakukannya penelitian hukum. Terhadap hal ini
merupakan suatu bagian ilmiah yang mendasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa hukum
tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan
yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
bersangkutan.23
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007,
halaman 35.
23
3.1 Jenis Penelitian
yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada responden
ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di
masyarakat.24
Dengan kata lain, penelitian jenis ini dilakukan terhadap keadaan sebenarnya
yang terjadi di masyarakat melalui responden serta narasumber dengan maksud untuk
mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan.25 Penelitian tentang
Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah masih belum
banyak dilakukan, serta dari masyarakatnya sendiri masih banyak yang belum paham
24
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek,(Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
halaman 15.
25
Ibid., halaman 16.
26
Cholid Narbuko, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksa, 2003), halaman 114.
24
3.3 Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 27 Dalam penelitian ini yang dijadikan
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek. Untuk menentukan
besarnya sampel bisa dilakukan dengan statistik atau berdasarkan estimasi penelitian.
Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel
yang benar-benar dapat berfungsi atau dapat menggambarkan keadaaan populasi yang
peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
27
Taufan Budi Fariyanto, “Relokasi Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di Terminal Terboyo di
Tinjau Berdasarkan Perda Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan
PKL” (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Semarang, 2019), halaman 42.
28
Ibid.
25
b. Non Probability Sampling, adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental,
menggunakan teknik purposive sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki
kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih
dalam penelitian ini. 30 Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu tanah terlantar
sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang
diperlukan untuk selanjutnya dianalisa, maka data yang dikumpulkan adalah data
1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. Data
29
Ibid., halaman 43.
30
Ibid.
26
a) Observasi, yaitu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis
mengenai gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini menjadi salah satu dari teknik
pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, yang direncanakan dan
dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol Reabilitasi dan Validitasnya. Dalam
2022 di PT. Jamu Borobudur dan PT. Samji Sengon Makmur Indo di Kabupaten
dengan Bapak Safri selaku kepala seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan
adanya variasi pertanyaan yang disesuiakan dengan situasi pada saat wawancara
dilakukan. 32
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung. Ciri utama dari
31
Ibid., halaman 45.
32
Sortrisno Hadi, Metode Research Jilid II, ( Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada , 2015 ), halaman 26.
27
dari pihak lain sebagai sumber data atau diperoleh berdasarkan studi pustaka,
penelitian pihak lain dan atau studi dokumen (putusan pengadilan, data statistik dan
a. Bahan hukum primer terdiri dari bahan-bahan yang memiliki kekuatan yang
mengikat, yaitu:
Atas Tanah
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran
Tanah
28
9) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum
primer, yaitu:
b. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang membantu dari bahan hukum
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Menggunakan cara
kualitatif yaitu berupa analisa terhadap data yang telah diperoleh baik data primer
maupun sekunder. Penarikan kesimpulan secara induktif yaitu pengambilan dari hal-
hal yang bersifat umum ke khusus, agar penelitian ini lebih mudah dipahami. 33
33
Peter M. Marzuki, Penelittian Hukum (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013),
halaman 27.
29
BAB IV
Tahun 2021 yaitu tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh
berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang dengan sengaja tidak diusahakan
dan tidak digunakan sebagaimana mestinya serta tidak dimanfaatkan. Tanah yang
seharusnya dapat digunakan dan dimanfaatkan justru dibiarkan begitu saja dan
digunakan yaitu data pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2010 hingga Oktober 2022. Pada penelitian ini terdapat dua
30
4.1.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah
Provinsi yang dibantu oleh BPN Kabupaten/Kota serta instansi terkait. Penertiban
tanah terlantar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah
dari hasil pemantauan lapangan oleh Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan, atau dari
dinas/instansi lain, maupun berasal dari laporan tertulis dari masyarakat, atau
pemegang hak. Objek dalam inventarisasi tanah terindikasi terlantar meliputi Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan
Dasar Penguasaan Atas Tanah yang telah diperoleh dari pejabat yang berwenang
a. Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara
tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya.
b. Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan
sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak
31
sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian
haknya.
a. pengumpulan data mengenai tanah yang terindikasi terlantar meliputi data tekstual
1. Data tekstual meliputi nama dan alamat pemegang hak, nomor, dan tanggal
2. Data spasial merupakan data grafis berupa peta yang dilengkapi dengan
diselenggarakan secara tertib dalam basis data untuk keperluan pelaporan, bahan
dengan identifikasi dan penelitian aspek administrasi dan penelitian lapangan. Pada
32
Selain aspek administrasi, Kantor Wilayah juga melakukan penelitian
penelitian lapangan ini akan menyimpulkan apakah tanah yang sudah diberikan hak
oleh Kantor Pertanahan kepada perseorangan maupun badan hukum digunakan dan
dimanfaatkan sesuai fungsinya. Tanah yang tidak digunakan dan dimanfaatkan akan
masuk dalam database tanah terindikasi terlantar, tanah terindikasi terlantar yaitu:
a. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai terhitung mulai
tersebut.
Setelah data hasil identifikasi dan penelitian dinilai cukup sebagai bahan
tanahnya
peruntukan tanahnya
33
Tugas panitia C melakukan identifikasi dan penelitian, meliputi
b. Mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui
c. Meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait, dan Pemegang
Hak dan pihak lain harus memberi keterangan atau menyampaikan data yang
diperlukan
pertanahan
tanah terlantar
Panitia C bertanggung jawab secara yuridis administratif atas isi dari Berita
Acara Panitia dan Panitia C menyampaikan laporan akhir hasil identifikasi dan
34
3. Peringatan dan Pemberitahuan
merupakan peringatan yang disampaikan kepada pemegang hak agar dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan surat peringatan tersebut, pemegang
sifat dan tujuan pemberian haknya atau dasar penguasaannya. Dalam surat peringatan
pertama disebutkan data luas tanah yang diterlantarkan yang berasal dari hasil
identifikasi dan penelitian Panitia C, serta hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh
pemegang hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila pemegang hak tidak
tertulis kedua dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan tertulis pertama
yaitu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya peringatan tertulis kedua. Pemegang hak
hak.
jangka waktu yang sama dengan peringatan kedua yaitu selama 1 (satu) bulan sejak
35
4. Penetapan Tanah Terlantar
Nasional untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar. Tanah yang ditetapkan sebagai
sebagaimanamestinya. Jika didalam satu bidang tanah ada sebagian tanah yang
dimanfaatkan dan digunakan, maka hanya tanah yang tidak dimanfaatkan dan
Tanah terlantar berstatus quo yang berarti tidak dapat dilakukan perbuatan
hukum atas tanah dimaksud. Tanah yang dinyatakan dalam keadaan status quo tidak
dapat dilakukan perbuatan hukum atas bidang tanah tersebut sampai diterbitkan
Penetapan Tanah Terlantar atas usulan Kepala Kantor Wilayah. Dalam keputusan
tersebut memuat hapusnya hak atas tanah, pemutusan hubungan hukumnya, dan
Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya keputusan penetapan tanah terlantar,
tanah tersebut wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang Hak atas segala benda-benda
yang berada di area yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar tersebut. Apabila
bekas Pemegang Hak tidak melaksanakannya maka benda-benda yang berada pada
tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar tidak lagi menjadi miliknya dan
36
4.1.2 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah
mengatur tentang penertiban tanah terlantar. Peraturan ini mulai berlaku di Indonesia
pada 2 Februari 2021 dan berlaku di Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah pada
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 yaitu, Hak Milik, Hak Guna Bagunan, Hak Guna
Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan tanah yang diperoleh melalui Dasar
Tanah hak milik menjadi objek penertiban tanah terlantar jika dengan sengaja
oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya
Tanah Hak Guna Bagunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan
dan tanah yang diperoleh melalui Dasar Penguasaan Atas Tanah menjadi objek
Penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan,
tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak
diterbitkannya hak.
37
hasil pelaporan yang bersumber dari Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan,
atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah, hasil pemantauan dan evaluasi Hak
Atas Tanah dan Dasar Penguasaan Atas Tanah yang dilakukan oleh Kantor
serta lembaga yang berada di lingkup Provinsi Jawa tengah, Pemerintah Daerah
data spasial dan data tekstual. Data Tanah Terindikasi Terlantar dikelompokkan
sesuai dengan jenis Hak Atas Tanah dan menurut wilayah Kabupaten/Kota.
Terindikasi Terlantar.
dilakukan oleh Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan dibantu oleh Kantor
Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar jo Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan
Kawasan dan Tanah Telantar. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 mulai
diterapkan di Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah pada November 2021 dan mulai
38
dilaksanakannya Penertiban Tanah Terlantar.34 Tahapan Penertiban Tanah Terlantar
yaitu:
Tengah. Evaluasi tanah terindikasi terlantar dilakukan oleh Panitia C yang dibentuk
oleh Kepala Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah.35 Anggota Panitia C terdiri dari:
Sekretaris : Kepala bidang di lingkungan Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah yang
peruntukan tanah
34
Safri, Kepala Seksi Pengendalian Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kanwil
BPN Jawa Tengah, Wawancara (Semarang, 9 Desember 2022).
35
Ibid.
39
Tugas dari Panitia C yaitu:
2. Pengecekan buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui
Jawa Tengah sedang berlangsung dan dilakukan penertiban di 2 (dua) tempat yaitu di
Kabupaten Demak dan Kota Salatiga. Dalam penetapan Objek yang menjadi target
Terlantar. Penertiban di Kabupaten Demak terdapat 2 (dua) bidang tanah Hak Guna
Bangunan yang Terindikasi Terlantar, 1 (satu) bidang milik PT. Jamu Borobudur dan
1 (satu) bidang milik PT. Samji Sengon Makmur Indo, di Kota Salatiga terdapat juga
1 (satu) bidang Tanah Terindikasi Terlantar berupa Hak guna Bangunan milik PT.
Dadi Sarana Manunggal. Objek Tanah Terindikasi Terlantar sudah dilakukan proses
Evaluasi awal dan Evaluasi akhir dengan jangka waktu 180 (seratus delapan puluh)
hari namun belum ada perkembangan dan pemanfaatan dari pemegang hak,
40
selanjutnya dilakukan proses Pemberitahuan dengan jangka waktu yang sama yaitu
dilaksanakan di Kabupaten Demak berupa 1 (satu) bidang tanah Hak Guna Bangunan
milik PT. Jamu Borobudur dan 1 (satu) bidang tanah Hak Guna Bangunan milik PT.
Samji Sengon Makmur Indo yang mana dalam pelaksanaannya juga dibantu oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten Demak. Dalam proses Observasi PT. Jamu Borobudur
sudah memanfaatkan tanahnya dan sedang dalam tahap pembangunan gedung dan
PT. Samji Sengon Makmur Indo masih belum memanfaatkan tanahnya dan akan
lapangan ke Kota Salatiga yang dibantu oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Di
Kota Salatiga terdapat 1 (satu) bidang Tanah Terindikasi Telantar berupa Hak Guna
Bangunan milik PT. Dadi Sarana Manunggal. Hasil dari pemantauan lapangan PT.
Pada tahun 2014 1 (satu) bidang tanah Hak Guna Bangunan PT. Jamu
36
Observasi, di PT. Jamu Borobudur Demak, PT. Samji Sengon Makmur Indo Demak, PT.
Dadi Sarana Manunggal Salatiga, 14-15 Desember 2022
41
hingga Peringatan ke 3 namun prosesnya tidak atau belum ditetapkan sebagai Tanah
Terlantar. Pada tahun 2021 dengan pelaksanaan peraturan baru yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tanah Hak Guna Bangunan milik PT. Jamu
Terindikasi Terlantar dimulai dari tahap Evaluasi dan saat ini sudah memanfaatkan
PT. Jamu Borobudur dan PT. Dadi Sarana Manunggal dikarenakan sudah
Provinsi Jawa Tengah untuk mengeluarkan tanahnya dari database Tanah Terindikasi
Terlantar.
memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai, kepala Kantor Wilayah memberikan
dan/atau memelihara tanahnya dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
hari kalender sejak tanggal diterimanya surat peringatan pertama. Dalam peringatan
tertulis pertama sebagaimana disebutkan hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh
Pemegang Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak
melaksanakan peringatan.
42
Jika Pemegang Hak masih tidak melaksanakan peringatan tertulis pertama,
Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis kedua yang berisi peringatan
memelihara tanahnya dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari
kemajuan dari surat peringatan pertama, menyebutkan kembali hal-hal konkret yang
harus dilakukan oleh Pemegang Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila
tersebut.
Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga yang berisi peringatan
memelihara tanahnya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak tanggal diterimanya surat peringatan ketiga. Dalam surat peringatan ketiga
peringatan kedua, menyebutkan hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh Pemegang
Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak mengindahkan
atau tidak melaksanakan peringatan tertulis tersebut. Sanksi yang dapat dijatuhkan
terhadap Pemegang Hak berupa tanah ditetapkan menjadi Tanah Telantar, yang
kedua, dan ketiga disampaikan juga kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan
43
pemegang Hak Tanggungan, dalam hal tanah dibebani dengan hak tanggungan. Jika
Pemegang Hak tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga Kepala Kantor Wilayah
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja mengusulkan Penetapan
Tanah Telantar kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. Terhadap tanah yang
diusulkan untuk ditetapkan sebagai Tanah Telantar tidak dapat dilakukan perbuatan
hukum atas bidang tanah tersebut sampai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri.
Hasil data tanah terindikasi terlantar berbentuk tabel yang diperoleh dari Seksi
Tabel 4.1
Rekapitulasi Database Tanah Terindikasi Terlantar
Di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010- Oktober 2022
No. Jenis Kegiatan Bidang Luas (M2)
Sumber: Seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kantor Wilayah Provinsi
Jawa Tengah
44
Sesuai data yang diperoleh dan hasil wawancara bahwa selama ini tanah yang
dilakukan penertiban masih berupa tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha
serta selama tahun 2010-2022 tanah yang ditetapkan sebagai Tanah Terlantar
berjumlah 5 bidang dan semua berasal dari tanah Hak Guna Usaha.
Kepala Kantor Wilayah melalui Direktur Jendral. Dalam hal tanah yang akan
ditetapkan sebagai Tanah Telantar berupa tanah hak atau tanah Hak Pengelolaan dan
d. Penegasan sebagai tanah negara bekas Tanah Telantar yang dikuasai langsung oleh
negara.
Jika tanah yang ditelantarkan hanya sebagian dari keseluruhan bidang tanah
maka tanah yang akan ditetapkan sebagai Tanah Terlantar hanya sebagian dari bidang
tanah yang tidak dimanfaatkan saja. Pemegang Hak diperintah untuk melakukan
revisi luas Hak Atas Tanah, revisi luas menjadi beban pemegang Hak. Dalam hal
revisi luas belum dilaksanakan, Pemegang Hak tidak dapat melakukan perbuatan
hukum lainnya terkait tanah tersebut. Apabila dalam jangka waktu paling lama 180
(seratus delapan puluh) hari kalender tidak dilaksanakan revisi luas oleh Pemegang
45
Hak, tanah yang tidak ditelantarkan dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah
a. Gubernur
c. Bupati/wali kota
e. Instansi terkait
f. Pemegang hak tanggungan, dalam hal tanah dibebani dengan hak tanggungan.
Tanah yang telah ditetapkan sebagai Tanah Telantar, dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak penetapan, wajib dikosongkan oleh
bekas Pemegang Hak. Dalam hal bekas Pemegang Hak tidak memenuhi kewajiban,
46
Tabel 4.2
Data Bidang Tanah Menurut Database Tanah Terindikasi Terlantar di Jawa
Tengah Tahun 2010-2022
Sumber: Seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kantor Wilayah Provinsi
Jawa Tengah
bidang Hak Guna Usaha milik PT. Perkebunan Tratak di Kabupaten Batang, 1 bidang
Hak Guna Usaha milik PT. Puri Gajah Perkasa di Kabupaten Batang dan 3 bidang
Hak Guna Usaha milik PT. Estu Subur di Kabupaten Pekalongan. Seluruh tanah yang
ditetapkan sebagai Tanah Terlantar dari tahun 2010-2022 berjumlah 5 bidang tanah
47
Maksud dari peraturan ini bukan berlomba-lomba untuk menetapkan sebagai
tanah terlantar, tetapi agar orang yang tidak memanfaatkan tanah itu segera
memanfaatkan tanahnya. 37
2. Lokasi yang jauh dari Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan
Provinsi Jawa Tengah, yang mana penertiban tanah terlantar ini mencakup
lokasi penertiban bisa sangat jauh dan membutuhkan waktu yang lama.
37
Ibid.
48
prasarana yang memadai serta kordinasi dengan Kantor Pertanahan
Kabupaen/Kota setempat.
3. Banyak tanah Hak Guna Usaha maupun Hak Guna Bangunan yang
terlantar terkadang alamat yang tertera pada izin tidak sesuai dengan alamat
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
sebagai berikut:
dilakukan oleh Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah khususnya pada bidang
yaitu :
50
Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai terhitung
mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan sertipikatnya atau Tanah yang telah
b. Peringatan
kepada pemegang hak dan berisi kewajiban yang harus dilakukan dan
oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan tanah yang
51
melalui 3 tahapan yaitu Evaluasi Tanah Terlantar, Peringatan Tanah Terlantar
setempat. Tahap evaluasi dilakukan selama 180 hari kalender yang dibagi
menjadi tahap evaluasi awal dan evaluasi akhir. Jika dalam waktu 180 hari
pemberitahuan diberikan dengan jangka waktu 180 hari kalender, jika dalam
waktu tersebut pemegang hak atas tanah masih belum memanfaatkan tanahnya
jangka waktu 90 hari kalender, peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu
45 hari kalender dan peringatan tertulis ketiga dengan jangka waktu 30 hari
tanah terlantar.
52
c. Penetapan Tanah Terlantar
Setelah proses peringatan tanah terlantar selesai dan belum ada upaya dan
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, maka tanah tersebut akan
Menteri atas usul dari Kepala Kantor Wilayah. Tanah yang sudah ditetapkan
sebagai tanah terlantar akan memutus hubungan hukum dengan pemegang hak
atas tanah.
sampai saat ini yang dilakukan penertiban hanya tanah Hak Guna Bangunan dan
Hak Guna Usaha saja dan tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar
2. Lokasi yang jauh dari Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Solusi yang
53
3. Lokasi yang jauh dari Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Solusi yang
alamat yang tertera tidak sesuai. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan
5.2 Saran
dan berasal dari dana pribadi. Dengan adanya keterbatasan dana tersebut maka
maksimal. Maka dari itu perlu adanya anggaran yang diberikan oleh
dengan maksimal.
maka banyak tanah terindikasi terlantar yang dapat ditertibkan dan segera
dimanfaatkan kembali.
alamat pemegang hak atas tanah dapat juga diberitahukan ke media sosial
daerah agar pemegang hak atas tanah dapat mengetahui informasi tersebut dan
54
segera memanfaatkan tanahnya, serta bagi masyarakat dapat mengetahui
55
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Harsono, Budi. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria ini dan Pelaksanaanya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
Jakarta: Djambatan, 2003.
Marzuki, Peter M. Penelittian Huku. Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013.
Santoso, Urip . Perolehan Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media Group, 2015.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Peraturan Perundang-Undangan
56
Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Jakarta, 2010.
Jurnal
Skripsi
Fariyanto, Taufan Budi. “Relokasi Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di Terminal Terboyo
di Tinjau Berdasarkan Perda Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000 tentang
Pengaturan dan Pembinaan PKL” Skripsi Fakultas Hukum, Universitas
Semarang, 2019.
Rofiana, Nindy. “Pelaksanaan Pendaftaran Perubahan Hak Atas Tanah dari Hak
Milik Menjadi Hak Guna Bangunan Untuk Kepentingan Perseroan Terbatas di
Kantor Pertanahan Kota Semarang”, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas
Semarang, 2019.
57
11 Tahun 2010 di Kabupaten Brebes”, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, 2021.
Internet
Wawancara
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 2 Surat Selesai Riset
60
Lampiran 3 Observasi Tanah HGB PT. Jamu Borobudur
61
Lampiran 5 Observasi Tanah HGB PT. Dadi Sarana Manunggal
62