Anda di halaman 1dari 74

PELAKSANAAN PENERTIBAN TANAH TERLANTAR

DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Skripsi

Oleh

Nama : Fatkhurrahman Surya Samudra

NIM : A.111.19.0206

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

TAHUN 2023
PERNYATAAN ORISINALITAS

PELAKSANAAN PENERTIBAN TANAH TERLANTAR


DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

Dipersiapkan dan disusun oleh

Nama : Fatkhurrahman Surya Samudra

NIM : A.111.19.0206

Saya menyatakan bahwa

1. Skripsi dengan judul tersebut tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

2. Saya bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orisinalitas isi skripsi ini.

Semarang, 15 Februari 2023

Penulis

Materai

Rp 10.000,00

Fatkhurrahman Surya Samudra

A.111.19.0206

ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

USM

PELAKSANAAN PENERTIBAN TANAH TERLANTAR


DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

Dipersiapkan dan disusun

Oleh

Fatkhurrahman Surya Samudra

A.111.19.0206

Skripsi dengan judul tersebut sudah disetujui untuk diperbanyak dan diuji

di hadapan Penguji

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Supriyadi, S.H., M.Kn. Endah Pujiastuti, S.H., M.H.

iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

USM

Telah diujikan di depan Dewan Penguji

pada tanggal 15 Februari 2023

Penguji I,

Dr. Supriyadi, S.H., M.Kn.

Penguji II, Penguji III,

Endah Pujiastuti, S.H., M.H. Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H.

Mengetahui

Dekan

Dr. Amri P. Sihotang, S.S., S.H., M.Hum.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan

limpahan kasih sayang, berkah, karunia serta rahmat-Nya, sehingga skripsi yang

berjudul “Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

” dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penyusun mengungkapkan rasa Terima

kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunannya,

diantaranya:

1. Dr. Supari, S.T., M.T. selaku Rektor Universitas Semarang.

2. Dr. Amri P. Sihotang, S.S., S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Semarang.

3. Dhian Indah Astanti, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum

Universitas Semarang.

4. Dr. Ani Triwati, S.H., M.H., selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Semarang.

5. Dr. Dian Septiandani, S.H., M.H. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Semarang.

6. Dr. Tri Mulyani, S.Pd., S.H., M.H. selaku Dosen Wali.

7. Dr. Supriyadi, S.H., M.Kn. selaku Dosen Pembimbing.

8. Endah Pujiastuti, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing.

v
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang yang telah

memberikan pengetahuan selama menjalani perkuliahan.

10. Pegawai beserta Staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Semarang atas

segala bantuan yang diberikan.

11. Kasi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kanwil

BPN Jawa Tengah beserta rekan-rekan yang telah membantu penelitian.

12. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan, doa dan fasilitas

sehingga mampu menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab

penyusun.

13. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Semarang, khususnya teman-

teman kelas D Angkatan 2019 pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Semarang.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini dimungkinkan

masih banyak kekurangan. Segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun

dengan senang hati penyusun menerima dan diharapkan dapat memperbaiki segala

kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang relevan

sifatnya.

Semarang, 3 Januari 2023

Penulis,

Fatkhurrahman Surya Samudra

NIM : A.111.19.0206

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya

dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat

penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

(QS. Hud Ayat 6).

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah

kesulitan itu ada kemudahan.

(QS. Al-Insyirah Ayat 5-6).

Jangan terlalu cepat menilai keburukan orang lain karena kita tidak tau dari sisi dan

sudut pandang mereka.

(Penulis)

Persembahan

1. Untuk kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa

kepada saya.

2. Untuk nenek saya yang selalu memberikan dukungan dan doa.

3. Untuk saudara-saudara saya yang memberikan dukungan, semangat.

4. Seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2019 terutama kelas D yang

mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

vii
ABSTRAK

Tanah memiliki fungsi untuk dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat
dan tujuan pemberian haknya. Tanah yang tidak dipergunakan dengan semestinya
dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar. Tanah yang terindikasi terlantar
disebabkan karena pemilik hak atas tanah tersebut tidak memanfaatkan tanahnya
sesuai dengan fungsinya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimanakah pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa
Tengah. (2) Apa hambatan dan solusi dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar di
Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum
yuridis-empiris, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada responden
berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan. Penelitian hukum empiris mengkaji
ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di
masyarakat. Pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah
dilaksanakan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah yang dibantu oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, pelaksanaan penertiban tanah terlantar
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021, dalam pelaksanaan
penertiban tanah terlantar Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah membentuk panitia C
yang memiliki tugas untuk membantu tahap evaluasi tanah terindikasi terlantar.
Tanah yang ditertibkan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah selama ini berupa tanah
HGU dan HGB. Hambatan dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar yaitu
keterbatasan dana, jarak yang jauh, banyak tanah terindikasi terlantar, alamat yang
tidak sesuai. Solusi yang dapat dilakukan yaitu pemberian anggaran, menyiapkan
sarana dan prasarana, mengelompokkan tanah terindikasi terlantar, dan
mengumumkan di kantor kelurahan setempat atau di website kementerian.

Kata Kunci : Pelaksanaan, Tanah Terlantar, Kanwil, Jawa Tengah

viii
ABSTRACT
Land has a function to be used in accordance with the circumstances or nature and
purpose of granting the right. Land that is not used properly can be categorized as
abandoned land. Land that is indicated to be abandoned is because the owner of the
land rights does not utilize the land according to its function. The problems in this
study are (1) How is the implementation of the control of abandoned land in the
Central Java Province Region. (2) What are the obstacles and solutions in the
implementation of controlling abandoned land in Central Java Province. This
research uses juridical-empirical legal research, which is research conducted
directly to respondents based on the reality in the field. Empirical legal research
examines the applicable legal provisions and what happens in reality in society. The
implementation of the control of abandoned land in the Central Java Province
Region is carried out by the Regional Office of the BPN of Central Java Province
assisted by the local Regency / City Land Office, the implementation of the control of
abandoned land is based on Government Regulation of the Republic of Indonesia
Number 11 of 2010 and Government Regulation of the Republic of Indonesia Number
20 of 2021, in the implementation of the control of abandoned land, the Regional
Office of the BPN of Central Java Province forms committee C which has the task of
assisting the evaluation stage of indicated abandoned land. The land that has been
disciplined in the Central Java Provincial Region so far is in the form of HGU and
HGB land. Obstacles in the implementation of controlling abandoned land are
limited funds, long distances, many lands indicated as abandoned, addresses that do
not match. Solutions that can be done are providing a budget, preparing facilities
and infrastructure, classifying land indicated as abandoned, and announcing at the
local village office or on the ministry's website.

Keywords: Implementation, Abandoned Land, Regional Office, Central Java

ix
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..................................................................... iv

KATA PENGANTAR .............................................................................................. v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii

BAB I ....................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................................ 1


1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
1.4 Keaslian Penelitian .......................................................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 8
BAB II .................................................................................................................... 10

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 10

2.1 Tinjauan Umum Tanah Terlantar ................................................................... 10


2.2 Objek Tanah Terlantar ................................................................................... 13
BAB III................................................................................................................... 23

METODE PENELITIAN ........................................................................................ 23

3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 24


3.2 Spesifikasi Penelitian ..................................................................................... 24

x
3.3 Metode Penentuan Sampel ............................................................................. 25
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 26
3.5 Metode Analisa Data ..................................................................................... 29
BAB IV .................................................................................................................. 30

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................................ 30

4.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah ... 30
4.1.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar .. 31
4.1.2 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar ............ 37
4.2 Hambatan dan Solusi pada Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah
Provinsi Jawa Tengah .......................................................................................... 48
PENUTUP .............................................................................................................. 50

5.1 Simpulan ....................................................................................................... 50


5.2 Saran ............................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 56

LAMPIRAN ........................................................................................................... 59

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Perbandingan 1 ......................................................................... 7

Tabel 4.1 Rekapitulasi Database Tanah ................................................................. 44

Tabel 4.2 Data Bidang Tanah Menurut Data 1......................................................... 47

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia diberkahi kekayaan alam yang sangat melimpah dan

beraneka ragam. Kekayaan alam ini salah satunya berupa bentuk tanah yang sangat

luas serta dapat digunakan, dipelihara serta dimanfaatkan seoptimal mungkin, tanah

sebagai tempat tinggal maupun dalam mencari nafkah. 1 Tanah sendiri juga

merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh

karenanya di dalam pembangunan hukum tanah nasional sangat ditekankan

bagaimana tanah dapat dimanfaatkan secara maksimal. 2

Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang digunakan untuk di pakai

usaha. Dalam hukum sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu

pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA). Dalam Pasal 4 UUPA menyatakan bahwa : “Atas dasar hak menguasai dari

Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak

atas permukaaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai

oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-

badan hukum”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa tanah dalam

pengertian yuridis adalah permukaan bumi. Makna permukaan bumi yaitu sebagai

1
Muchsin dan Imam Koeswahyono, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah Dan
Penataan Ruang (Jakarta: Sinar Grafika, 2015) , hlm.10.
2
Eni Herawati, “Tanah Terlantar dan Tanah Absentee”, (online), (http://business-law.binus
.ac.id/2017/01/30/tanah-terlantar-dan-tanah-absentee/, diakses pada tanggal 24 Maret 2020), 2017.

1
bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan hukum. Oleh karena

itu, hak-hak yang timbul di atas hak atas permukaan bumi termasuk di dalamnya

bangunan atau benda-benda yang terdapat di atasnya merupakan suatu persoalan

hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang berkaitan dengan

dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah dengan tanaman

dan bangunan yang terdapat di atasnya.3

Tanah memiliki fungsi untuk dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat

dan tujuan pemberian haknya. Tanah yang tidak dipergunakan dengan semestinya

dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar. Pengertian tanah terlantar dalam Pasal 2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban

dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang menentukan bahwa obyek tanah terlantar

seperti tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atau dasar penguasaan

atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai
4
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Tanah yang tidak termasuk dalam objek penertiban tanah terlantar diatur

dalam Pasal 3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu:

a. Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara

tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan

pemberian haknya; dan

3
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), halaman 3.
4
Nony Oktaviani Lobertus Sihaloho, “Pelaksanaan Penertiban Tanah Hak Guna Bangunan
(HGB) Terlantar Dengan Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 di Kabupaten
Brebes” (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2021), halaman 5.

2
b. Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan

sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak

sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan

pemberian haknya.5

Provinsi Jawa Tengah memiliki wilayah yang luas dan terbagi menjadi 35

kabupaten dan kota, dimana setiap kabupaten dan kota berpotensi memiliki tanah

yang terindikasi terlantar. Tanah yang terindikasi terlantar disebabkan karena pemilik

hak atas tanah tersebut tidak memanfaatkan tanahnya sesuai dengan fungsinya. Jika

tanah terindikasi terlantar tidak diupayakan dan dimanfaatkan maka status tanah

tersebut dapat berubah menjadi tanah terlantar dan memutus hubungan hukum antara

pemegang hak dengan tanah tersebut. Sebelum ditetapkan sebagai tanah terlantar

pemilik hak atas tanah akan diberikan peringatan tertulis untuk segera memanfaatkan

tanahnya.

Pelaksanaan penertiban tanah terlantar harus mempertimbangkan dengan baik

apakah tanah tersebut benar sebagai tanah terlantar atau masih masuk dalam kategori

tanah produktif guna menghindari kerugian pada masyarakat yang tanahnya akan

ditetapkan menjadi tanah terlantar. Maka dari itu perlu adanya pengecekan dan

identifikasi oleh pihak berwenang yaitu Badan Pertanahan Nasional setempat dan

dibantu oleh instansi terkait untuk menentukan apakah tanah tersebut masuk kedalam

kategori tanah terlantar.

5
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Jakarta, 2010), halaman 4.

3
Tanah yang terindikasi sebagai tanah terlantar perlu adanya upaya yang

dilakukan oleh pemilik hak atas tanah untuk mengembalikan status tanahnya menjadi

tanah produktif. Tanah produktif yang dimaksud ialah tanah yang digunakan sesuai

dengan dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Tanah yang

digunakan sebagaimana tujuan pemberian haknya, dapat bermanfaat bagi masyarakat

serta tidak menimbulkan kerugian.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa

Tengah?

2. Apa hambatan dan solusi dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar di

Wilayah Provinsi Jawa Tengah?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi

Jawa Tengah.

2. Untuk mengetahui hambatan dan solusi dalam pelaksanaan Penertiban Tanah

Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

4
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berguna

oleh berbagai pihak:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

penulis serta memberikan manfaat kepada masyarakat mengenai tema yang diteliti

dan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu hukum

khususnya tentang pertanahan. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi referensi

bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat berguna sebagai pengetahuan dan

pemahaman kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat memahami

tentang hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar dari kerugian mengenai

permasalahan tanah terlantar.

b. Bagi Petugas Pertanahan

Petugas pertanahan dapat melaksanakan tugas dengan baik dan dalam

pelaksanaan pengawasan dapat berjalan secara maksimal dengan menjunjung

tinggi profesionalitas pekerjaannya khususnya pada permasalahan tanah

terindikasi terlantar melaksanakannya sesuai peraturan yang berlaku.

c. Bagi Pemerintah

Pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan adanya

pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan tanah yang sudah ditetapkan sebagai

tanah terlantar dapat dimanfaatkan sebagai tanah cadangan umum negara.

5
1.4 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Penelitian Perbandingan

Nama 1. Tri Mahwati 2. Nony Oktaviani 3. Khalifa Nur


Penulis Fakutas Hukum Lobertus Sihaloho Maulidan
Unnes, 2020 Fakultas Hukum Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Universitas Islam
Yogyakarta, 2021 Indonesia, 2018
Judul Penertiban Tanah Pelaksanaan Penertiban Implementasi
Penelitian Terindikasi Tanah Hak Guna Peraturan Pemerintah
Terlantar Oleh Bangunan (HGB) Nomor 11 Tahun 2010
Kantor Pertanahan Terlantar Dengan Tentang Penertiban
Kota Salatiga Berlakunya Peraturan dan Pendayagunaan
Pemerintah Nomor 11 Tanah Terlantar di
Tahun 2010 di Kota Samarinda (Studi
Kabupaten Brebes PT. Sumber Cahaya
ABC dan PT. Batu
Penggal Industri)

Metode Yuridis Empiris, Yuridis Empiris, Yuridis Normatif,


Penelitian 1. Observasi 1. Kuesioner 1. Wawancara
2. Wawancara 2. Wawancara
3. Dokumentasi 3. Studi Kepustakaan

Persamaan Penelitian ini Persamaan dengan Sama-sama meneliti


Penelitian mempunyai penelitian ini yaitu tentang tanah terlantar
kesamaan yaitu sama-sama membahas
tentang penertiban mengenai Pelaksanaan
tanah terlantar dan Penertiban Tanah
upaya yang Terlantar
dilakukan oleh
pemilik hak atas
tanah yang
tanahnya terindikasi
sebagai tanah
terlantar.

6
Perbedaan Perbedaan dari Perbedaan dari Perbedaan dari
Penelitian penelitian ini penelitian tersebut penelitian tersebut
terletak pada lokasi terletak pada lokasi terletak pada metode
penelitian. penelitian dan juga penelitian, metode
Penelitian objek tanah terlantar. penelitian yang
sebelumnya berada Penelitian tersebut digunakan yaitu
di Kota Salatiga dilakukan di Kabupaten yuridis normatif dan
sedangkan Brebes sedangkan penelitian berlokasi di
penelitian ini berada penelitian ini dilakukan Kota Samarinda.
di Kota Semarang. di Kota Semarang dan Sedangkan penelitian
objek penelitian tersebut ini menggunakan
berfokus pada tanah hak metode yuridis
guna bangunan (HGB) empiris dan berlokasi
sedangkan penelitian ini di Kota Semarang
mencakup seluruh objek
tanah terlantar.

Sumber http://lib.unnes.ac.id http://e- https://dspace.uii.ac.id


journal.uajy.ac.id

Tabel 1.1 Penelitian Perbandingan 1

Sumber : Data sekunder setelah diolah.

Disimpulkan bahwa dalam penulisan penelitian ini tidak terdapat unsur


plagiarisme.

7
1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan penulisan

hukum dengan judul Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi

Jawa Tengah . Sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang kerangka pemikiran yang berisi teori-teori yang

dijelaskan secara sistematis berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan,

yang terdiri tinjauan mengenai pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan objek

tanah terlantar.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan menguraikan tentang jenis/tipe penelitian, spesifikasi

penelitian, metode penetuan sampel, meode pengumpulan data, dan metode

analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini membahas hasil data penelitian yang dilakukan di lapangan

mengenai pelaksanaan penertiban tanah telantar di Wilayah Provinsi Jawa

Tengah serta hambatan dan solusi dalam pelaksanaan tersebut.

8
BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi simpulan dan saran, simpulan yang disajikan berupa

rangkuman hasil penelitian yang dilakukan. Adapun saran upaya yang dapat

dilakukan untuk memperbaiki dan memaksimalkan pelaksanaan penertiban

tanah terlantar.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanah Terlantar

Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar menyatakan, “Tanah

Telantar adalah tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh

berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak

dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara”. Para Pakar Hukum

Agraria juga ikut mendefinisikan pengertian dari tanah terlantar. Berikut beberapa

pengertian tanah terlantar menurut pakar hukum, yaitu :

1. A.P. Parlindungan, menyatakan bahwa bahasannya tentang tanah terlantar lebih

menitikberatkan pada pandangan Hukum Adat Indonesia. A.P. Parlindungan

memiliki konsep tanah terlantar dengan merujuk pada Hukum Adat, yaitu sesuai

dengan karakter tanah terlantar (kondisi fisik) yang telah berubah dalam waktu

tertentu (3,5 tahun sampai 10 tahun) maka haknya gugur, tanah kembali pada

penguasaan hak ulayat.6

2. Menurut Boedi Harsono penelantaran tanah lebih mengarah kepada terjadinya

peristiwa hukum karena perbuatan manusia sehingga hak atas tanah menjadi

hapus. Boedi Harsono, memberikan contoh untuk perusahaan diberikan HGU

untuk perkebunan oleh pemerintah, namun hak atas tanah tersebut tidak

6
A.P. Parlindungan. Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah (Menurut sistem UUPA) (Bandung:
Mandar Maju, 1990), halaman 17.

10
dipergunakan dengan baik, maka hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk

membatalkan hak yang bersangkutan oleh pejabat yang berwenang. 7

3. Achmad Sodiki, menyatakan bahwa persoalan pengertian tanah terlantar meliputi

bagaimana dan oleh siapa status tanah dinyatakan terlantar. Demikian juga tanah

yang jatuh ke tangan Negara itu bekas pemiliknya sama sekali kehilangan hak

atas tanah yang demikian ini haruslah mendapatkan kejelasan yang pasti. 8

Dari pendapat para pakar hukum agraria di atas dapat disimpulkan bahwa

tanah terlantar merupakan keadaan dimana tanah yang diberikan hak penguasaannya

kepada seseorang ataupun badan hukum oleh negara, tidak dipergunakan sesuai

dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya dalam waktu tertentu sehingga

tanahnya kembali dalam penguasaan negara. 9

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang menjadi obyek penertiban

tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau

dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak

dimanfaaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar

penguasaannya.

7
Annisa Sintawati, “Efektifitas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan”
(Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, 2018), halaman 31.
8
Adib Budi Mahmudi, “Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar Dalam Penyelesaian
Tanah Terindikasi Terlantar Milik Perkebunan Ngusri, PT. Blitar Putra (Studi di Kantor Pertanahan
Kabupaten Blitar)”. (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, 2019), halaman 19
9
Ibid., Halaman 20.

11
Tanah dalam pengertian yuridis diingatkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA

yaitu bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam

Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri

maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum. Dengan demikian tanah

yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, orang-orang atau badan hukum

dengan hak yang disediakan oleh UUPA adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan.

Diberikan dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut meliputi juga bagian tubuh

bumi yang berada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar yang

berhubungan langsung dengan tanahnya.10

Kriteria tanah terlantar dapat ditemukan dengan cara mensistematisasi unsur-

unsur yang ada dalam tanah terlantar. Adapun unsur-unsur yang ada pada tanah

terlantar:

a. Adanya pemilik atau pemegang hak atas tanah (subyek).

b. Adanya tanah hak yang diusahakan atau tidak (obyek).

c. Adanya tanah yang teridentifikasi telah menjadi hutan kembali atau

kesuburannya tidak terjaga.

d. Adanya jangka waktu tertentu dimana tanah menjadi tidak produktif.

e. Adanya perbuatan yang sengaja tidak menggunakan tanah.

f. Status tanah kembali kepada Negara.11

10
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria ini dan Pelaksanaanya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambutan , Jakarta, 2003, hlm. 54.
11
Saefullah, H. Hafied Cangara, Aminuddin Salle, 2018. Kompleksitas Antara Hak Guna
Usaha (HGU) dan Penyelamatan Aset Negara Terhadap Tanah-Tanha Terlantar Melalui Komunikasi

12
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan

penertiban tanah terlantar dimulai dari tahap indetifikasi dan penelitian,

peringatan, dan penetapan. Sedikit berbeda dengan peraturan baru sebagai

penggantinya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 Tentang

Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Pada peraturan terbaru terdapat tahapan

penertiban tanah terlantar yaitu: evaluasi tanah telantar, peringatan tanah telantar,

dan penetapan tanah terlantar. Penelantaran tanah tidak sesuai dengan cita-cita

dan amanat bangsa di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2.2 Objek Tanah Terlantar

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010

tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, tanah yang sudah Hak Milik,

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dinyatakan

sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan tidak dipergunakan, atau

tidak dimanfaaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Demikian

pula tanah yang ada dasar penguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila

tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan tidak dipergunakan, atau tidak

dimanfaaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin

(Negosiasi) Oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kabupaten Enrekang, Jurnal Komunikasi
Kareba, Volume 7, Nomor 1, hlm. 169-170.

13
lokasi, suarat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan,

dan/atau dalam izin/keputusan/surat lainnnya dari pejabat yang berwenang. 12

Objek tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 yaitu meliputi tanah yang sudah diberikan hak

oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,

dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak

dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan

tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.13

Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh, yang dapat

dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 Undang-undang

Pokok Agraria.14 Hak milik adalah hak kepemilikan tanah yang paling fundamental

dan kuat yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain. Dengan memiliki hak ini, seseorang memiliki kuasa penuh atas

tanah yang menjadi miliknya. Hak milik dapat dimiliki oleh perorangan atau badan

hukum. Badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik ini dapat dilihat

dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963 tentang

Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah

yaitu:

a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara).

12
Nony Oktaviani Lobertus Sihaloho, loc.cit.
13
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Jakarta, 2010), halaman 3.
14
Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), hlm. 37.

14
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1958.

c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah

mendengar Menteri Agama.

d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah

mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.

Sedangkan perorangan yang dapat memiliki hak milik hanya warga negara Indonesia

dan badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963, selama seseorang disamping

kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia juga

tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik.

Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang

mempunyai hak milik dan kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu

dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya

kewarganegaraan itu.

Hak Milik hapus apabila:

a. Tanahnya jatuh kepada negara karena:

1. Pencabutan hak;

2. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

3. Ditelantarkan, atau

4. Orang asing yang mendapatkannya berdasarkan waris atau percampuran harta

akibat perkawinan, kehilangan kewarganegaraan, serta jual beli, penukaran,

15
penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang

dimaksudkan untuk memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada

seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum yang

tidak ditetapkan pemerintah;

b. tanahnya musnah. 15

Hak Guna Usaha disebutkan dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA yaitu hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu

sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 UUPA guna perusahaan pertanian, perkebunan,

perikanan, atau peternakan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas

Tanah menetapkan bahwa luas minimum tanah Hak Guna Usaha adalah lima hektar

dan luas maksimum tanah yang dapat diberikan kepada perorangan adalah dua puluh

lima hektar, sedangkan luas maksimum yang dapat diberikan kepada badan hukum

ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang

berwenang di bidang usaha yang bersangkutan. 16

Subjek hukum yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha menurut Pasal 30

UUPA juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun

1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah, yaitu:

1. Warga negara Indonesia;

15
Arthur Daniel P. Sitorus, “Jenis Kepemilikan Hak Atas Tanah”, (Online),
(https://indonesiare.co.id/id/article/jenis-jenis-kepemilikan-hak-atas-tanah, diakses 1 Juli 2022), 2021.

16
Urip Santoso, op.cit, halaman 47.

16
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia.

Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan

Pendaftaran Tanah, menetapkan bahwa bagi pemegang Hak Guna Usaha yang tidak

memenuhi syarat sebagai subjek Hak Guna Usaha, maka dalam waktu 1 (satu) tahun

wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usahanya kepada pihak lain yang

memenuhi syarat sebagai subjek Hak Guna Usaha. Kalau hal ini tidak dilakukan

maka Hak Guna Usaha hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.

Pasal 28 ayat (1) UUPA juncto Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 menetapkan bahwa asal tanah Hak Guna

Usaha adalah tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Kalau asal

tanah Hak Guna Usaha berasal dari kawasan hutan, maka Hak Guna Usaha dapat

diberikan setelah kawasan hutan tersebut dikeluarkan statusnya sebagai kawasan

hutan. Kalau asal tanah Hak Guna Usaha adalah tanah hak tertentu, maka Hak Guna

Usaha dapat diberikan setelah tanah hak tersebut dilepaskan atau diserahkan oleh

pemegang haknya dengan pemberian ganti kerugian atas tanah dan bangunan oleh

calon pemegang Hak Guna Usaha. 17

Setiap pemegang Hak Guna Usaha wajib melaksanakan ketentuan sesuai

dengan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021

tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran

Tanah. Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Usaha, yaitu:

17
Ibid., halaman 48-49.

17
a. Melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai peruntukan

dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya

paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;

b. Mengusahakan Tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha

berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

c. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada dalam

lingkungan areal hak guna usaha;

d. Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya

serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau

bidang Tanah yang terkurung;

f. Mengelola, memelihara, dan mengau,asi serta mempertahankan fungsi kawasan

konservasi bernilai tinggi (high conseruation ualuel, dalam hal areal konservasi

berada pada areal hak guna usaha

g. Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;

h. Mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;

i. Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% (dua

puluh persen) dari luas Tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal

pemegang hak merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan

penggunaannya untuk perkebunan;

j. Menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha;

k. Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal

dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

18
1. Menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada

negara atau pemegang Hak Pengelolaan, setelah hak guna usaha hapus.

Hak Guna Bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan

atas tanah yang bukan miliknya. Pemegang Hak Guna Bangunan berhak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri untuk

jangka waktu tertentu dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat

diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. 18 Penggunaan tanah Hak

Guna Bangunan adalah untuk mendirikan bangunan-bangunan, meliputi bangunan

rumah tempat tinggal, pabrik, perkantoran, pertokoan, gudang dan lain-lain.

Adapun subjek hukum yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan

berdasarkan UUPA Pasal 48 adalah:

a. Warga Negara Indonesia

b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia.

Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak

lagi memenuhi syarat, dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan

kepada pihak lain memenuhi syarat. Jika dalam waktu tersebut tidak

diperhatikan/dilaksanakan, maka hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan

18
Urip Santoso, op.cit, halaman 58.

19
bahwa hak pihak lain akan dipindahkan menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. 19

Setiap pemegang Hak Guna Bangunan memiliki kewajiban sesuai dengan

Pasal 42 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 yaitu:

1. Mengusahakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan tujuan diberikan izin

paling lama 2 (dua) tahun sejak diterbitkan.

2. Memelihara tanah agar tetap subur dan menjaga kelestariannya

3. Menjaga fungsi konservasi

4. Mematuhi ketentuan pemanfaatan rencana tata ruang

5. Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian maupun secara keseluruhan dalam hal

dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum

6. Menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada

negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang hak milik, setelah hak guna

bangunan hapus.

Hak Pakai disebutkan dalam pasal 41 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria,

yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan

kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

19
Nindy Rofiana, “Pelaksanaan Pendaftaran Perubahan Hak Atas Tanah dari Hak Milik
Menjadi Hak Guna Bangunan Untuk Kepentingan Perseroan Terbatas di Kantor Pertanahan Kota
Semarang” (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Semarang, 2019), halaman 20.

20
berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang

bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu

asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Perkataan “menggunakan”

dalam Hak Pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan

perkataan “memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak

Pakai digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan dan peternakan, dan

perkebunan. 20

Hak Pengelolaan. Secara tersurat, UUPA tidak menyebutkan Hak

Pengelolaan, tetapi hanya menyebut pengelolaan dalam Penjelasan Umum Angka 2

UUPA menjelaskan bahwa Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu

kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan

keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak

Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa

(Departemen, Jawatan, dan Daerah Swatantra) untuk digunakan bagi pelaksanaan

tugasnya masing-masing.21

Dasar Penguasaan Atas Tanah dalam pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah

Nomor 20 Tahhun 2021 yaitu suatu keputusan dari pejabat yang berwenang yang

menjadi dasar bagi orang atau badan hukum untuk memperoleh, menguasai,

mempergunakan, atau memanfaatkan tanah. Penguasaan tanah secara yuridis berarti

ada hak dalam penguasaan itu yang diatur oleh hukum ada kewenangan menguasai

secara fisik, misalnya dalam hal sewa menyewa tanah secara yuridis tanah adalah hak

20
Urip Santoso, op.cit, halaman 69.
21
Ibid,, halaman 96.

21
pemilik tanah tetapi secara fisik tanah itu digarap atau digunakan oleh penyewa tanah

tersebut dalam jangka waktu yang sudah disepakati, juga dalam hal menjamin tanah

pada Bank maka Bank sebagai kreditur adalah pemegang hak jaminan atas tanah

yang dijadikan jaminan tetapi fisik penguasaannya atau penggunaannya tetap ada

pada pemilik hak atas tanah. Penguasaan ini ada dalam aspek privat sedangkan aspek

publiknya diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Rakyat Indonesia tahun

1945 dan pasal 2 Undang-undang Pokok Agraria bahwa Bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat.22

22
Vallida Anita Pieter, “Hak Penguasaan Atas Tanah”, https://fh.unpatti.ac.id/hak-
penguasaan-atas-tanah/, diakses tanggal 30 Juli 2022.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu langkah utama yang harus dilakukan dalam

penyusunan skripsi. Penelitian merupakan suatu proses yang berupa suatu rangkaian

untuk memperoleh pemecahan permasalahan atau mendapatkan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan tertentu.

Langkah-langkah yang dilakukan itu harus sesuai dan saling mendukung

antara satu dengan yang lain, agar penelitian yang dilakukan mempunyai nilai ilmiah

yang memadai dan memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan.

Dalam hal ini, penelitian tersebut akan mencapai hasil yang memuaskan jika

dilakukan dengan menggunakan metode tertentu yang harus disesuaikan dengan

tujuan yang akan dicapai dari penelitian yang dilakukan. Pemakaian metode tertentu

ini merupakan salah satu dasar dilakukannya penelitian hukum. Terhadap hal ini

Soerjono Soekanto menyatakan pendapatnya sebagai berikut: Penelitian hukum

merupakan suatu bagian ilmiah yang mendasarkan pada metode, sistematika dan

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa hukum

tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan

yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang

bersangkutan.23

23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007,
halaman 35.

23
3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Penelitian hukum

yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada responden

berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan. Penelitian hukum empiris mengkaji

ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di

masyarakat.24

Dengan kata lain, penelitian jenis ini dilakukan terhadap keadaan sebenarnya

yang terjadi di masyarakat melalui responden serta narasumber dengan maksud untuk

mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan.25 Penelitian tentang

Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah masih belum

banyak dilakukan, serta dari masyarakatnya sendiri masih banyak yang belum paham

mengenai penertiban tanah terlantar.

3.2 Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis yaitu

penelitian yang menggambarkan objek yang menjadi pokok permasalahan dan

menganalisiskan dengan maksud untuk mengambil suatu kesimpulan. 26 Spesifikasi

ini dipergunakan karena dalam penelitian ini akan menggambarkan tentang

Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

24
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek,(Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
halaman 15.
25
Ibid., halaman 16.
26
Cholid Narbuko, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksa, 2003), halaman 114.

24
3.3 Metode Penentuan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 27 Dalam penelitian ini yang dijadikan

populasi adalah tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya

sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek. Untuk menentukan

besarnya sampel bisa dilakukan dengan statistik atau berdasarkan estimasi penelitian.

Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel

yang benar-benar dapat berfungsi atau dapat menggambarkan keadaaan populasi yang

sebenarnya, dengan istilah lain harus representatif atau mewakili. 28

Dalam menentukan teknik sampling, terdapat 2 (dua) jenis sampling yang

dapat digunakan, yaitu sebagai berikut :

a. Probability Sampling, adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan

peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Teknik ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratifed random

sampling, disproportionate stratifies random sampling, sampling area (cluser).

27
Taufan Budi Fariyanto, “Relokasi Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di Terminal Terboyo di
Tinjau Berdasarkan Perda Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan
PKL” (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Semarang, 2019), halaman 42.
28
Ibid.

25
b. Non Probability Sampling, adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi

peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih

menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental,

purposive, jenuh, snowball. 29

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu non-probability

sampling dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Alasan

menggunakan teknik purposive sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki

kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih

teknik purposive sampling yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau

kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan

dalam penelitian ini. 30 Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu tanah terlantar

di Wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2022.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan

sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang

diperlukan untuk selanjutnya dianalisa, maka data yang dikumpulkan adalah data

primer dan data sekunder.

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. Data

primer diperoleh dengan :

29
Ibid., halaman 43.
30
Ibid.

26
a) Observasi, yaitu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis

mengenai gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini menjadi salah satu dari teknik

pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, yang direncanakan dan

dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol Reabilitasi dan Validitasnya. Dalam

menggunakan teknik observasi, hal terpenting yang harus diperhatikan ialah

mengendalikan pengamatan dan ingatan peneliti. Pengumpulan data dengan cara

mempelajari, memahami, mencatat data yang diperoleh dari berbagai buku-buku,

peraturan perundang-undangan, serta data primer yang diperoleh dari masyarakat

yang berkaitan dengan penelitian. 31 Observasi dilaksanakan pada 14-15 Desember

2022 di PT. Jamu Borobudur dan PT. Samji Sengon Makmur Indo di Kabupaten

Demak serta PT. Dadi Sarana Manunggal di Kota Salatiga

b) Wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung

dengan Bapak Safri selaku kepala seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar di Kanwil Badan Pertanahan Nasional Jawa Tengah. Sistem

wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih

dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan

adanya variasi pertanyaan yang disesuiakan dengan situasi pada saat wawancara

dilakukan. 32

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung. Ciri utama dari

data sekunder adalah informasi diperoleh berdasarkan pengalaman yang mendalam

31
Ibid., halaman 45.
32
Sortrisno Hadi, Metode Research Jilid II, ( Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada , 2015 ), halaman 26.

27
dari pihak lain sebagai sumber data atau diperoleh berdasarkan studi pustaka,

penelitian pihak lain dan atau studi dokumen (putusan pengadilan, data statistik dan

sebagainya). Data sekunder di bidang hukum terdiri dari dari:

a. Bahan hukum primer terdiri dari bahan-bahan yang memiliki kekuatan yang

mengikat, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963 tentang

Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik

Atas Tanah

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah

5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

6) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang

Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran

Tanah

8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang

Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar

28
9) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2021 tentnag Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan

Kawasan dan Tanah Terlantar

a. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum

primer, yaitu:

1) Pendapat para sarjana hukum

2) Buku-buku yang berhubungan dengan penulisan proposal penelitian

3) Jurnal yang berhubungan dengan penulisan proposal penelitian

4) Kamus Besar Bahasa Indonesia

b. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang membantu dari bahan hukum

primer dan sekunder, seperti Kamus, Ensiklopedi dan lain-lain.

3.5 Metode Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Menggunakan cara

kualitatif yaitu berupa analisa terhadap data yang telah diperoleh baik data primer

maupun sekunder. Penarikan kesimpulan secara induktif yaitu pengambilan dari hal-

hal yang bersifat umum ke khusus, agar penelitian ini lebih mudah dipahami. 33

33
Peter M. Marzuki, Penelittian Hukum (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013),
halaman 27.

29
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Tanah terlantar menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 20

Tahun 2021 yaitu tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh

berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang dengan sengaja tidak diusahakan

dan tidak digunakan sebagaimana mestinya serta tidak dimanfaatkan. Tanah yang

ditelantarkan oleh pemiliknya akan merugikan masyarakat dimana tanah yang

seharusnya dapat digunakan dan dimanfaatkan justru dibiarkan begitu saja dan

menyebabkan tanah menjadi terbengkalai. Dalam penelitian ini sampel yang

digunakan yaitu data pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2010 hingga Oktober 2022. Pada penelitian ini terdapat dua

peraturan yang digunakan dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang

Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar

30
4.1.1 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Pelaksanaan penertiban tanah terlantar dilakukan oleh Kantor Wilayah BPN

Provinsi yang dibantu oleh BPN Kabupaten/Kota serta instansi terkait. Penertiban

tanah terlantar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar jo Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah

Terlantar, dapat dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Inventarisasi Tanah Terindikasi Terlantar

Inventarisasi tanah terindikasi terlantar dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah

dari hasil pemantauan lapangan oleh Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan, atau dari

dinas/instansi lain, maupun berasal dari laporan tertulis dari masyarakat, atau

pemegang hak. Objek dalam inventarisasi tanah terindikasi terlantar meliputi Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan

Dasar Penguasaan Atas Tanah yang telah diperoleh dari pejabat yang berwenang

sejak diterbitkan izin/keputusan/surat dasar penguasaan tanah tersebut.

Tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar adalah:

a. Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara

tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan

pemberian haknya.

b. Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan

sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak

31
sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian

haknya.

Inventarisasi tanah terindikasi terlantar dilaksanakan melalui :

a. pengumpulan data mengenai tanah yang terindikasi terlantar meliputi data tekstual

dan data spasial:

1. Data tekstual meliputi nama dan alamat pemegang hak, nomor, dan tanggal

keputusan pemberian hak, nomor, tanggal, dan berakhirnya sertipikat, letak

tanah, luas tanah, penggunaan tanah, luas tanah terindikasi terlantar

2. Data spasial merupakan data grafis berupa peta yang dilengkapi dengan

koordinat posisi bidang tanah terindikasi terlantar.

b. Pengelompokan data tanah yang terindikasi terlantar yang terhimpun yang

dilakukan menurut wilayah Kabupaten/Kota dan jenis hak/dasar penguasaan,

c. Pengadministrasian data hasil inventarisasi tanah terindikasi terlantar yang

diselenggarakan secara tertib dalam basis data untuk keperluan pelaporan, bahan

analisis, dan penentuan tindakan selanjutnya.

2. Identifikasi dan Penelitian

Tanah terindikasi terlantar yang telah diinventarisasi maka akan dilanjutkan

dengan identifikasi dan penelitian aspek administrasi dan penelitian lapangan. Pada

proses identifikasi dan penelitian akan dilakukan dengan pengecekan administrasi

dengan mencocokan tanggal diterbitkannya hak dengan tanggal pada saat

dilakukannya identifikasi dan penelitian.

32
Selain aspek administrasi, Kantor Wilayah juga melakukan penelitian

lapangan dengan dibantu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, dimana dalam

penelitian lapangan ini akan menyimpulkan apakah tanah yang sudah diberikan hak

oleh Kantor Pertanahan kepada perseorangan maupun badan hukum digunakan dan

dimanfaatkan sesuai fungsinya. Tanah yang tidak digunakan dan dimanfaatkan akan

masuk dalam database tanah terindikasi terlantar, tanah terindikasi terlantar yaitu:

a. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai terhitung mulai

3 (tiga) tahun sejak diterbitkan sertipikatnya

b. Tanah yang telah memperoleh izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah

dari pejabat yang berwenang terhitung sejak berakhirnya dasar penguasaan

tersebut.

Setelah data hasil identifikasi dan penelitian dinilai cukup sebagai bahan

pengambilan keputusan upaya penertiban, Kepala Kantor Wilayah membentuk

Panitia C. Susunan Panitia C sebagai berikut :

a. Ketua : Kepala Kantor Wilayah

b. Sekretaris : Kepala Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan

Masyarakat, merangkap anggota

c. Anggota : 1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota

2. Dinas/Instansi Provinsi yang berkaitan dengan peruntukan

tanahnya

3. Dinas/Instansi Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan

peruntukan tanahnya

4. Kepala Kantor Pertanahan

33
Tugas panitia C melakukan identifikasi dan penelitian, meliputi

a. Melakukan verifikasi data fisik dan data yuridis

b. Mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui

keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan penggunaan dan

pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak

c. Meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait, dan Pemegang

Hak dan pihak lain harus memberi keterangan atau menyampaikan data yang

diperlukan

d. Melaksanakan pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknologi yang ada

e. Melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta

pertanahan

f. Membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar

g. Menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian

h. Melaksanakan sidang panitia untuk membahas dan memberikan saran

pertimbangan kepada Kepala Kantor Wilayah dalam rangka tindakan penertiban

tanah terlantar

i. Membuat dan menandatangani Berita Acara

Panitia C bertanggung jawab secara yuridis administratif atas isi dari Berita

Acara Panitia dan Panitia C menyampaikan laporan akhir hasil identifikasi dan

penelitian serta Berita Acara kepada Kepala Kantor Wilayah.

34
3. Peringatan dan Pemberitahuan

Dalam proses identifikasi dan penelitian jika terdapat tanah yang

diterlantarkan, Kepala Kantor Wilayah memberitahukan kepada pemegang hak dan

sekaligus memberikan peringatan tertulis pertama. Peringatan tertulis pertama

merupakan peringatan yang disampaikan kepada pemegang hak agar dalam jangka

waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan surat peringatan tersebut, pemegang

hak mengusahakan, menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai keadaan atau

sifat dan tujuan pemberian haknya atau dasar penguasaannya. Dalam surat peringatan

pertama disebutkan data luas tanah yang diterlantarkan yang berasal dari hasil

identifikasi dan penelitian Panitia C, serta hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh

pemegang hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila pemegang hak tidak

mengindahkan atau tidak melaksanakan peringatan.

Apabila pemegang hak tidak melaksanakan peringatan sesuai dengan

peringatan tertulis pertama maka Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan

tertulis kedua dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan tertulis pertama

yaitu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya peringatan tertulis kedua. Pemegang hak

diperingati untuk segera memanfaatkan tanahnya sesuai dengan tujuan diberikannya

hak.

Apabila pemegang hak tidak melaksanakan peringatan tertulis kedua maka

setelah memperhatikan kemajuan peringatan kedua, Kepala Kantor Wilayah

memberikan peringatan tertulis ketiga yang merupakan peringatan terakhir, dengan

jangka waktu yang sama dengan peringatan kedua yaitu selama 1 (satu) bulan sejak

diterbitkannya peringatan tertulis ketiga.

35
4. Penetapan Tanah Terlantar

Apabila peringatan ketiga pemegang hak masih tidak mematuhi peringatan

ketiga, Kepala Kantor Wilayah mengusulkan kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar. Tanah yang ditetapkan sebagai

tanah terlantar yaitu tanah yang tidak dimanfaatkan dan digunakan

sebagaimanamestinya. Jika didalam satu bidang tanah ada sebagian tanah yang

dimanfaatkan dan digunakan, maka hanya tanah yang tidak dimanfaatkan dan

digunakan yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar.

Tanah terlantar berstatus quo yang berarti tidak dapat dilakukan perbuatan

hukum atas tanah dimaksud. Tanah yang dinyatakan dalam keadaan status quo tidak

dapat dilakukan perbuatan hukum atas bidang tanah tersebut sampai diterbitkan

penetapan tanah terlantar. Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan Keputusan

Penetapan Tanah Terlantar atas usulan Kepala Kantor Wilayah. Dalam keputusan

tersebut memuat hapusnya hak atas tanah, pemutusan hubungan hukumnya, dan

sekaligus menegaskan bahwa tanah dimaksud dikuasai langsung oleh negara.

Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dalam jangka waktu

paling lama 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya keputusan penetapan tanah terlantar,

tanah tersebut wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang Hak atas segala benda-benda

yang berada di area yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar tersebut. Apabila

bekas Pemegang Hak tidak melaksanakannya maka benda-benda yang berada pada

tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar tidak lagi menjadi miliknya dan

dikuasai langsung oleh Negara.

36
4.1.2 Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar Menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 adalah peraturan terbaru yang

mengatur tentang penertiban tanah terlantar. Peraturan ini mulai berlaku di Indonesia

pada 2 Februari 2021 dan berlaku di Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah pada

November 2021. Objek penertiban tanah terlantar sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 yaitu, Hak Milik, Hak Guna Bagunan, Hak Guna

Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan tanah yang diperoleh melalui Dasar

Penguasaan Atas Tanah.

Tanah hak milik menjadi objek penertiban tanah terlantar jika dengan sengaja

tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga dikuasai

oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya

hubungan hukum dengan Pemegang Hak dan menjadi wilayah perkampungan.

Tanah Hak Guna Bagunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan

dan tanah yang diperoleh melalui Dasar Penguasaan Atas Tanah menjadi objek

Penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan,

tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak

diterbitkannya hak.

Tanah Hak Pengelolaan yang dikecualikan dari objek penertiban tanah

terlantar meliputi: a. tanah Hak Pengelolaan masyarakat hukum adat.

b. tanah Hak Pengelolaan yang menjadi Aset Bank Tanah.

Inventarisasi tanah terindikasi terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dari

37
hasil pelaporan yang bersumber dari Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan,

atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah, hasil pemantauan dan evaluasi Hak

Atas Tanah dan Dasar Penguasaan Atas Tanah yang dilakukan oleh Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Kementerian

serta lembaga yang berada di lingkup Provinsi Jawa tengah, Pemerintah Daerah

maupun laporan yang berasal dari masyarakat. Inventarisasi Tanah Terindikasi

Terlantar dilakukan oleh Kepala Pertanahan Kabupaten/Kota dengan pengumpulan

data spasial dan data tekstual. Data Tanah Terindikasi Terlantar dikelompokkan

sesuai dengan jenis Hak Atas Tanah dan menurut wilayah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya Kantor Pertanahan menyerahkan hasil Inventarisasi kepada Kantor

Wilayah Jawa Tengah dan selanjutnya dimasukkan kedalam database Tanah

Terindikasi Terlantar.

Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

dilakukan oleh Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan dibantu oleh Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Provinsi Jawa Tengah. Dalam pelaksanaanya

dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang

Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar jo Peraturan Menteri Agraria dan Tata

Ruang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan

Kawasan dan Tanah Telantar. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 mulai

diterapkan di Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah pada November 2021 dan mulai

38
dilaksanakannya Penertiban Tanah Terlantar.34 Tahapan Penertiban Tanah Terlantar

yaitu:

1. Evaluasi Tanah Terlantar

Tanah Terindikasi Terlantar di Provinsi Jawa Tengah mulai dilakukan tahap

Evaluasi pada November 2021. Pelaksanaan tahap Evaluasi berdasarkan hasil

Inventarisasi tanah terindikasi terlantar yang sudah dikelompokan oleh Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota dan diserahkan kepada Kantor Wilayah Provinsi Jawa

Tengah. Evaluasi tanah terindikasi terlantar dilakukan oleh Panitia C yang dibentuk

oleh Kepala Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah.35 Anggota Panitia C terdiri dari:

Ketua : Kepala Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Sekretaris : Kepala bidang di lingkungan Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah yang

membidangi pengendalian dan penanganan sengketa

Anggota : a. Sekretaris daerah Kabupaten/Kota

b. Kepala dinas/instansi kabupaten/ kota yang berkaitan dengan

peruntukan tanah

c. Kepala bidang di lingkungan Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah

yang membidangi survei dan pemetaan

d. Kepala Kantor Pertanahan

e. Koordinator yang membidangi pengendalian pertanahan di lingkungan

Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah

34
Safri, Kepala Seksi Pengendalian Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kanwil
BPN Jawa Tengah, Wawancara (Semarang, 9 Desember 2022).
35
Ibid.

39
Tugas dari Panitia C yaitu:

1. Pemeriksaan data fisik dan data yuridis

2. Pengecekan buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui

keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana, serta tahapan pengusahaan,

penggunaan, dan/atau pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak

3. Permintaan keterangan dari Pemegang Hak/Pemegang Hak Pengelolaan/Pemegang

DPAT dan pihak lain yang terkait

4. Pemeriksaan fisik pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan

tanah dengan menggunakan teknologi yang ada

5. Penyusunan analisis penyebab terjadinya Tanah Telantar

6. Penyusunan laporan hasil evaluasi

Untuk saat ini pelaksanaan Evaluasi Tanah Terindikasi Terlantar di Provinsi

Jawa Tengah sedang berlangsung dan dilakukan penertiban di 2 (dua) tempat yaitu di

Kabupaten Demak dan Kota Salatiga. Dalam penetapan Objek yang menjadi target

penertiban ditetapkan melalui surat keputusan penetapan Objek Tanah Terindikasi

Terlantar. Penertiban di Kabupaten Demak terdapat 2 (dua) bidang tanah Hak Guna

Bangunan yang Terindikasi Terlantar, 1 (satu) bidang milik PT. Jamu Borobudur dan

1 (satu) bidang milik PT. Samji Sengon Makmur Indo, di Kota Salatiga terdapat juga

1 (satu) bidang Tanah Terindikasi Terlantar berupa Hak guna Bangunan milik PT.

Dadi Sarana Manunggal. Objek Tanah Terindikasi Terlantar sudah dilakukan proses

Evaluasi awal dan Evaluasi akhir dengan jangka waktu 180 (seratus delapan puluh)

hari namun belum ada perkembangan dan pemanfaatan dari pemegang hak,

40
selanjutnya dilakukan proses Pemberitahuan dengan jangka waktu yang sama yaitu

180 (seratus delapan puluh) hari.

Menjelang akhir masa pemberitahuan, peneliti berkesempatan untuk

melakukan Observasi bersama Seksi Bidang Pengendalian, Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. 36 Observasi

dilaksanakan di Kabupaten Demak berupa 1 (satu) bidang tanah Hak Guna Bangunan

milik PT. Jamu Borobudur dan 1 (satu) bidang tanah Hak Guna Bangunan milik PT.

Samji Sengon Makmur Indo yang mana dalam pelaksanaannya juga dibantu oleh

Kantor Pertanahan Kabupaten Demak. Dalam proses Observasi PT. Jamu Borobudur

sudah memanfaatkan tanahnya dan sedang dalam tahap pembangunan gedung dan

PT. Samji Sengon Makmur Indo masih belum memanfaatkan tanahnya dan akan

dilakukan tahapan selanjutnya yaitu diberikannya Peringatan Tertulis Pertama.

Selanjutnya Seksi Bidang Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah melanjutkan pemantauan

lapangan ke Kota Salatiga yang dibantu oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Di

Kota Salatiga terdapat 1 (satu) bidang Tanah Terindikasi Telantar berupa Hak Guna

Bangunan milik PT. Dadi Sarana Manunggal. Hasil dari pemantauan lapangan PT.

Dadi Sarana Manunggal sudah memanfaatkan tanahnya yang dibangun menjadi

jogging track sebagai fasilitas umum penunjang perumahan.

Pada tahun 2014 1 (satu) bidang tanah Hak Guna Bangunan PT. Jamu

Borobudur yang berada di Kabupaten Demak pernah ditertibkan dan berlangsung

36
Observasi, di PT. Jamu Borobudur Demak, PT. Samji Sengon Makmur Indo Demak, PT.
Dadi Sarana Manunggal Salatiga, 14-15 Desember 2022

41
hingga Peringatan ke 3 namun prosesnya tidak atau belum ditetapkan sebagai Tanah

Terlantar. Pada tahun 2021 dengan pelaksanaan peraturan baru yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tanah Hak Guna Bangunan milik PT. Jamu

Borobudur dilakukan proses penertiban ulang, dimana proses Penertiban Tanah

Terindikasi Terlantar dimulai dari tahap Evaluasi dan saat ini sudah memanfaatkan

tanahnya sesuai dengan tujuan diberikan haknya.

PT. Jamu Borobudur dan PT. Dadi Sarana Manunggal dikarenakan sudah

memanfaatkan tanahnya selanjutnya dapat mengajukan kepada Kantor Wilayah

Provinsi Jawa Tengah untuk mengeluarkan tanahnya dari database Tanah Terindikasi

Terlantar.

2. Peringatan Tanah Terlantar

Dalam hal berdasarkan hasil diketahui Pemegang Hak tetap tidak

mengusahakan, tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak

memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai, kepala Kantor Wilayah memberikan

peringatan tertulis pertama kepada Pemegang Hak. Peringatan tertulis pertama

peringatan agar Pemegang Hak mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan,

dan/atau memelihara tanahnya dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)

hari kalender sejak tanggal diterimanya surat peringatan pertama. Dalam peringatan

tertulis pertama sebagaimana disebutkan hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh

Pemegang Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak

melaksanakan peringatan.

42
Jika Pemegang Hak masih tidak melaksanakan peringatan tertulis pertama,

Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis kedua yang berisi peringatan

agar Pemegang Hak mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau

memelihara tanahnya dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari

kalender sejak tanggal diterimanya surat peringatan kedua. setelah memperhatikan

kemajuan dari surat peringatan pertama, menyebutkan kembali hal-hal konkret yang

harus dilakukan oleh Pemegang Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila

Pemegang Hak tidak mengindahkan atau tidak melaksanakan peringatan tertulis

tersebut.

Dalam hal Pemegang Hak tidak melaksanakan peringatan tertulis kedua,

Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga yang berisi peringatan

agar Pemegang Hak mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau

memelihara tanahnya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender

sejak tanggal diterimanya surat peringatan ketiga. Dalam surat peringatan ketiga

yang merupakan peringatan terakhir, setelah memperhatikan kemajuan dari surat

peringatan kedua, menyebutkan hal-hal konkret yang harus dilakukan oleh Pemegang

Hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila Pemegang Hak tidak mengindahkan

atau tidak melaksanakan peringatan tertulis tersebut. Sanksi yang dapat dijatuhkan

terhadap Pemegang Hak berupa tanah ditetapkan menjadi Tanah Telantar, yang

sekaligus hapus haknya, putus hubungan hukum, dan/atau tanahnya ditegaskan

dikuasai langsung oleh negara.

Selain disampaikan kepada Pemegang Hak, peringatan tertulis pertama,

kedua, dan ketiga disampaikan juga kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan

43
pemegang Hak Tanggungan, dalam hal tanah dibebani dengan hak tanggungan. Jika

Pemegang Hak tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga Kepala Kantor Wilayah

dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja mengusulkan Penetapan

Tanah Telantar kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. Terhadap tanah yang

diusulkan untuk ditetapkan sebagai Tanah Telantar tidak dapat dilakukan perbuatan

hukum atas bidang tanah tersebut sampai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri.

Hasil data tanah terindikasi terlantar berbentuk tabel yang diperoleh dari Seksi

Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kantor Wilayah

Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai Oktober 2022.

Tabel 4.1
Rekapitulasi Database Tanah Terindikasi Terlantar
Di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010- Oktober 2022
No. Jenis Kegiatan Bidang Luas (M2)

1. Tanah terindikasi terlantar 108 25.405.080

2. Tanah terindikasi terlantar yang 53 16.588.586


telah dikeluarkan dari database
3. Tanah terindikasi terlantar yang 5 103.0576
ditetapkan sebagai tanah terlantar
4. Sisa tanah terindikasi terlantar yang 50 7.513.204
masih terdaftar dalam database
sampai bulan Oktober 2022
Tabel 4.1 Rekapitulasi Database Tanah 1

Sumber: Seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kantor Wilayah Provinsi

Jawa Tengah

44
Sesuai data yang diperoleh dan hasil wawancara bahwa selama ini tanah yang

dilakukan penertiban masih berupa tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha

serta selama tahun 2010-2022 tanah yang ditetapkan sebagai Tanah Terlantar

berjumlah 5 bidang dan semua berasal dari tanah Hak Guna Usaha.

3. Penetapan Tanah Terlantar

Menteri menerbitkan keputusan Penetapan Tanah Telantar berdasarkan usulan

Kepala Kantor Wilayah melalui Direktur Jendral. Dalam hal tanah yang akan

ditetapkan sebagai Tanah Telantar berupa tanah hak atau tanah Hak Pengelolaan dan

merupakan keseluruhan hamparan, Penetapan Tanah Telantar memuat:

a. Penetapan status tanah sebagai Tanah Telantar

b. Hapusnya Hak Atas Tanah atau Hak Pengelolaan

c. Putusnya hubungan hukum

d. Penegasan sebagai tanah negara bekas Tanah Telantar yang dikuasai langsung oleh

negara.

Jika tanah yang ditelantarkan hanya sebagian dari keseluruhan bidang tanah

maka tanah yang akan ditetapkan sebagai Tanah Terlantar hanya sebagian dari bidang

tanah yang tidak dimanfaatkan saja. Pemegang Hak diperintah untuk melakukan

revisi luas Hak Atas Tanah, revisi luas menjadi beban pemegang Hak. Dalam hal

revisi luas belum dilaksanakan, Pemegang Hak tidak dapat melakukan perbuatan

hukum lainnya terkait tanah tersebut. Apabila dalam jangka waktu paling lama 180

(seratus delapan puluh) hari kalender tidak dilaksanakan revisi luas oleh Pemegang

45
Hak, tanah yang tidak ditelantarkan dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah

yang ditelantarkan dan menjadi Tanah Telantar secara keseluruhan.

Keputusan Menteri mengenai Penetapan Tanah Telantar disampaikan kepada

bekas Pemegang Hak dengan tembusan kepada:

a. Gubernur

b. Kepala Kantor Wilayah

c. Bupati/wali kota

d. Kepala Kantor Pertanahan

e. Instansi terkait

f. Pemegang hak tanggungan, dalam hal tanah dibebani dengan hak tanggungan.

Tanah yang telah ditetapkan sebagai Tanah Telantar, dalam jangka waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak penetapan, wajib dikosongkan oleh

bekas Pemegang Hak. Dalam hal bekas Pemegang Hak tidak memenuhi kewajiban,

benda yang ada di atasnya menjadi aset yang diabaikan.

46
Tabel 4.2
Data Bidang Tanah Menurut Database Tanah Terindikasi Terlantar di Jawa
Tengah Tahun 2010-2022

Objek Tanah Bidang Luas (Ha) Keterangan

Objek tanah yang sudah ditetapkan 5 103.0576 - PT. Perkebunan


sebagai tanah terlantar Tratak di Kab.
Batang.

- PT. Puri Gajah


Perkasa di Kab.
Batang.

- PT. Estu Subur di


Kab. Pekalongan

- PT. Estu Subur di


Kab. Pekalongan

- PT. Estu Subur di


Kab. Pekalongan

Tabel 4.2 Data Bidang Tanah Menurut Data 1

Sumber: Seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Kantor Wilayah Provinsi

Jawa Tengah

Objek tanah yang ditetapkan dari tahun 2010-2022 berjumlah 5 bidang. 1

bidang Hak Guna Usaha milik PT. Perkebunan Tratak di Kabupaten Batang, 1 bidang

Hak Guna Usaha milik PT. Puri Gajah Perkasa di Kabupaten Batang dan 3 bidang

Hak Guna Usaha milik PT. Estu Subur di Kabupaten Pekalongan. Seluruh tanah yang

ditetapkan sebagai Tanah Terlantar dari tahun 2010-2022 berjumlah 5 bidang tanah

berbentuk Hak Guna Usaha

47
Maksud dari peraturan ini bukan berlomba-lomba untuk menetapkan sebagai

tanah terlantar, tetapi agar orang yang tidak memanfaatkan tanah itu segera

memanfaatkan tanahnya. 37

4.2 Hambatan dan Solusi pada Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di

Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Dalam Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa

Tengah terdapat hambatan serta solusi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Keterbatasan dana dalam Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di

Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Untuk melaksanakan penertiban tanah

terlantar memerlukan dana yang tidak sedikit dan dalam pelaksanaannya

menggunakan dana pribadi. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan

merencanakan pemberian anggaran dana untuk Pelaksanaan Penertiban

Tanah Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah .

2. Lokasi yang jauh dari Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan

penertiban tanah terindikasi terlantar dilakukan oleh Kantor Wilayah

Provinsi Jawa Tengah, yang mana penertiban tanah terlantar ini mencakup

seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. Jangkauan untuk menuju ke

lokasi penertiban bisa sangat jauh dan membutuhkan waktu yang lama.

Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan menyiapkan sarana dan

37
Ibid.

48
prasarana yang memadai serta kordinasi dengan Kantor Pertanahan

Kabupaen/Kota setempat.

3. Banyak tanah Hak Guna Usaha maupun Hak Guna Bangunan yang

dilaporkan dan dikategorikan sebagai tanah terindikasi terlantar. Untuk

melaksanakan penertibannya memerlukan waktu yang sangat lama. Solusi

yang dapat dilakukan yaitu dengan mengelompokkan data tanah terindikasi

terlantar yang lebih di prioritaskan untuk ditertibkan terlebih dahulu serta

menambah personil dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar.

4. Dalam pelaksanaan pemberitahuan dan peringatan tanah terindikasi

terlantar terkadang alamat yang tertera pada izin tidak sesuai dengan alamat

yang ada di lapangan, maka akan menghambat proses pelaksanaan

penertiban tanah terindikasi terlantar. Solusi yang dapat dilakukan yaitu

dengan diumumkan di kantor desa/kelurahan setempat, diumumkan di situs

web Instansi dan Kementerian dan disampaikan ke alamat Pemegang Izin

Konsesi/ Perrzinan Berusaha yang terdaftar pada sistem informasi badan

hukum yang dikelola oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

49
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Penertiban Tanah

Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah, maka dapat diambil simpulan

sebagai berikut:

1. Pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

dilakukan oleh Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah khususnya pada bidang

pengendalian dan penanganan sengketa, dan dalam pelaksanaanya dibantu

oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Pelaksanaan penertiban

tanah terlantar dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

Dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 terdiri menjadi 3 tahapan

yaitu :

a. Identifikasi dan Penelitian

Tahap Identifikasi dan Penelitian dilakukan setelah adanya proses

Inventarisasi tanah terindikasi terlantar. Tanah terindikasi terlantar yaitu tanah

50
Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai terhitung

mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan sertipikatnya atau Tanah yang telah

memperoleh izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat

yang berwenang terhitung sejak berakhirnya dasar penguasaan tersebut. Tahap

Identifikasi dan Penelitian dilakukan oleh Panitia C.

b. Peringatan

Tahap peringatan dilaksanakan 3 (tiga) kali yaitu peringatan tertulis pertama,

peringatan kedua dan peringatan ketiga. Setiap peringatan tertulis ditujukan

kepada pemegang hak dan berisi kewajiban yang harus dilakukan dan

konsekuensi jika tidak mengindahkan peringatan tersebut. Setiap peringatan

tertulis diberi jangka waktu 1 bulan kalender untuk memanfaatkan tanahnya.

Konsekuensi yang diterima jika pemegang hak tidak melaksanakan kewajiban

yaitu tanahnya akan ditetapkan sebagai tanah terlantar.

c. Tahap Penetapan Tanah Terlantar

Tahap penetapan tanah terlantar dilakukan setelah peringatan tertulis

ketiga/terakhir tidak juga diindahkan. Penetapan tanah terlantar dilakukan

oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan tanah yang

sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar akan memutus hubungan hukum

dengan pemilik Hak Atas Tanah.

Pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republlik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021

51
melalui 3 tahapan yaitu Evaluasi Tanah Terlantar, Peringatan Tanah Terlantar

dan Penetapan Tanah Terlantar.

a. Evaluasi Tanah Terlantar

Evaluasi tanah terlantar dilaksanakan oleh Panitia C setelah menerima hasil

Inventarisasi yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

setempat. Tahap evaluasi dilakukan selama 180 hari kalender yang dibagi

menjadi tahap evaluasi awal dan evaluasi akhir. Jika dalam waktu 180 hari

pemilik hak atas tanah belum memanfaatkan tanahnya, selanjutnya akan

diberikan surat pemberitahuan supaya tanahnya segera dimanfaatkan. Surat

pemberitahuan diberikan dengan jangka waktu 180 hari kalender, jika dalam

waktu tersebut pemegang hak atas tanah masih belum memanfaatkan tanahnya

maka akan dilanjutkan ke tahap peringatan tanah terlantar.

b. Peringatan Tanah Terlantar

Peringatan tertulis terbagi menjadi 3 yaitu peringatan tertulis pertama dengan

jangka waktu 90 hari kalender, peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu

45 hari kalender dan peringatan tertulis ketiga dengan jangka waktu 30 hari

kalender. Peringatan tertulis berisi kewajiban pemegang hak yang harus

dilakukan yaitu memanfaatkan tanahnya dan juga berisi konsekuensi jika

tidak memanfaatkan tanahnya maka tanah tersebut akan ditetapkan sebagai

tanah terlantar.

52
c. Penetapan Tanah Terlantar

Setelah proses peringatan tanah terlantar selesai dan belum ada upaya dan

pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, maka tanah tersebut akan

ditetapkan sebagai tanah terlantar. Penetapan tanah terlantar dilakukan oleh

Menteri atas usul dari Kepala Kantor Wilayah. Tanah yang sudah ditetapkan

sebagai tanah terlantar akan memutus hubungan hukum dengan pemegang hak

atas tanah.

Pelaksanaan penertiban tanah terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

sampai saat ini yang dilakukan penertiban hanya tanah Hak Guna Bangunan dan

Hak Guna Usaha saja dan tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar

selama tahun 2010-2022 berjumlah 5 bidang. Keseluruhan bidang tanah tersebut

berbentuk Hak Guna Usaha.

2. Hambatan dan Solusi pada Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah

Provinsi Jawa Tengah yaitu :

1. Keterbatasan dana dalam Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar di Wilayah

Provinsi Jawa Tengah. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan

merencanakan pemberian anggaran dana untuk Pelaksanaan Penertiban Tanah

Terlantar di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

2. Lokasi yang jauh dari Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Solusi yang

dapat dilakukan yaitu dengan menyiapkan sarana dan prasarana yang

memadai serta kordinasi dengan Kantor Pertanahan Kabupaen/Kota setempat.

53
3. Lokasi yang jauh dari Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Solusi yang

dapat dilakukan yaitu dengan menyiapkan sarana dan prasarana yang

memadai serta kordinasi dengan Kantor Pertanahan Kabupaen/Kota setempat.

4. Dalam pelaksanaan pemberitahuan dan peringatan tanah terindikasi terlantar

alamat yang tertera tidak sesuai. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan

diumumkan di kantor desa/kelurahan setempat, diumumkan di situs web

Instansi dan Kementerian dan disampaikan ke alamat Pemegang Izin Konsesi.

5.2 Saran

1. Pelaksanaan penertiban tanah terlantar membutuhkan dana yang tidak sedikit

dan berasal dari dana pribadi. Dengan adanya keterbatasan dana tersebut maka

proses pelaksanaan penertiban tanah terlantar tidak dapat berjalan secara

maksimal. Maka dari itu perlu adanya anggaran yang diberikan oleh

pemerintah untuk pelaksanakan penertiban tanah terlantar agar dapat berjalan

dengan maksimal.

2. Perlu adanya tambahan anggota pelaksanaan penertiban tanah terlantar guna

meningkatkan kinerja dari Kantor Wilayah terkhusus pada bagian

Pengendalian dan Penanganan Sengketa. Dengan adanya tambahan anggota

maka banyak tanah terindikasi terlantar yang dapat ditertibkan dan segera

dimanfaatkan kembali.

3. Dalam penyampaian pemberitahuan maupun peringatan selain ditujukan ke

alamat pemegang hak atas tanah dapat juga diberitahukan ke media sosial

daerah agar pemegang hak atas tanah dapat mengetahui informasi tersebut dan

54
segera memanfaatkan tanahnya, serta bagi masyarakat dapat mengetahui

informasi penertiban tanah terlantar dan mengantisipasi agar tanah yang

mereka miliki tidak masuk dalam kategori tanah terindikasi terlantar.

55
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Harsono, Budi. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria ini dan Pelaksanaanya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
Jakarta: Djambatan, 2003.

Marzuki, Peter M. Penelittian Huku. Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013.

Muchsin dan Imam Koeswahyono. Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan


Tanah Dan Penataan Ruang. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Narbuko, Cholid. Metode Penelitian. Jakarta:Bumi Aksa, 2003.

Parlindungan, A.P. Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah (Menurut sistem UUPA).


Bandung: Mandar Maju, 1990.

Santoso, Urip . Perolehan Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media Group, 2015.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas. Jakarta: Universitas


Indonesia, 2007.

Supriadi. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960


tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Jakarta, 1960.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963


tentang Penunjukan Badan-Badan Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas
Tanah. Jakarta, 1963.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996


tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah. Jakarta
1996.

56
Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010
tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Jakarta, 2010.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pertanahan


Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar. Jakarta, 2010.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021


tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran tanah. Jakarta 2021.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021


tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Jakarta 2021.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Kepada badan Pertanahan


Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Terlantar. Jakarta 2021

Jurnal

Saefullah, H. Hafied Cangara, Aminuddin Salleh. “Kompleksitas Antara Hak Guna


Usaha (HGU) dan Penyelamatan Aset Negara Terhadap Tanah-Tanah
Terlantar Melalui Komunikasi (Negosiasi) Oleh Badan Pertanahan Nasional
(BPN) di Kabupaten Enrekang”, Jurnal Komunikasi Kareba, Volume 7,
Nomor 1, 2018.

Skripsi

Fariyanto, Taufan Budi. “Relokasi Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di Terminal Terboyo
di Tinjau Berdasarkan Perda Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2000 tentang
Pengaturan dan Pembinaan PKL” Skripsi Fakultas Hukum, Universitas
Semarang, 2019.

Mahmudi, Adib Budi. “Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar Dalam


Penyelesaian Tanah Terindikasi Terlantar Milik Perkebunan Ngusri, PT.
Blitar Putra (Studi di Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar)”, Skripsi Fakultas
Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang, 2019.

Rofiana, Nindy. “Pelaksanaan Pendaftaran Perubahan Hak Atas Tanah dari Hak
Milik Menjadi Hak Guna Bangunan Untuk Kepentingan Perseroan Terbatas di
Kantor Pertanahan Kota Semarang”, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas
Semarang, 2019.

Sihaloho, Nony Oktaviani Lobertus, “Pelaksanaan Penertiban Tanah Hak Guna


Bangunan (HGB) Terlantar Dengan Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor

57
11 Tahun 2010 di Kabupaten Brebes”, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, 2021.

Sintawati, Annisa.“Efektifitas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang


Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di Kabupaten Tanah Laut
Kalimantan Selatan”, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia,
2018.

Internet

Herawati, Eni. “Tanah Terlantar dan Tanah Absentee”. (Online), ( http://business-


law.binus .ac.id/2017/01/30/tanah-terlantar-dan-tanah-absentee/, diakses pada
tanggal 30 Juni 2022), 2022.

Pieter, Vallida Anita, “Hak Penguasaan Atas Tanah”. (Online),


(https://fh.unpatti.ac.id/hak-penguasaan-atas-tanah/, diakses tanggal 30 Juni
2022), 2022.

Sitorus, Arthur Daniel P. “Jenis Kepemilikan Hak Atas Tanah”, (Online),


(https://indonesiare.co.id/id/article/jenis-jenis-kepemilikan-hak-atas-tanah,
diakses 1 Juli 2022), 2021.

Wawancara

Safri. Kepala Seksi Pengendalian, Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar


Kanwil BPN Jawa Tengah. Semarang, 9 Desember 2022.

58
LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Riset

59
Lampiran 2 Surat Selesai Riset

60
Lampiran 3 Observasi Tanah HGB PT. Jamu Borobudur

Lampiran 4 Observasi Tanah HGB PT. Samji Sengon Makmur Indo

61
Lampiran 5 Observasi Tanah HGB PT. Dadi Sarana Manunggal

62

Anda mungkin juga menyukai