SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Oleh
Aulia Panji Wihapsoro
3450404022
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Pembantu Dekan Bidang Akademik
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Hukum, Universitas Negeri Semarang pada tanggal 22 Oktober 2010.
Panitia:
Ketua, Sekretaris,
Penguji Utama
Penguji I Penguji II
iii
PERNYATAAN
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi
yang berjudul “Tanggung Jawab Pengangkut Atas Keterlambatan Atau Kerusakan
Dalam Pengiriman Paket Barang Melalui Jalur Darat (studi di PT. Siba Transindo
Kota Surabaya)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Penulis sangat menyadari, bahwa penyelesaian penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang sekaligus bapak kami seluruh mahasiswa hukum;
2. Drs. Sartono Sahlan, M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Pujiono, S.H. M.H selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk, motivasi, bantuan, saran dan kritik dengan sabar dan tulus sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
4. Duhita Driyah S, S.H, M.Hum, selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran, motivasi, dan banyak petunjuk dengan sabar dan tulus
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
5. Robertus Gunawan selaku Kepala cabang PT. Siba Transindo Surabaya yang
telah memberikan izin dalam melakukan penelitian sehingga terselesaikannya
skripsi ini;
6. Pekerja PT. Siba Transindo Surabaya yang telah memberikan informasi dan
membantu dalam penyusunan skripsi ini;
7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan ilmu selama kuliah;
8. Ibu dan Bapakku tercinta. Doa disetiap sujudmu, pengorbanan dan cintamu
jauh melebihi apa yang aku raih;
9. Kakak ku, terima kasih atas doa dan dukungannya;
10. Semua Keluarga dan Teman-teman, terimakasih;
vi
11. Teman-temanku angkatan 2003, 2004 dan 2005 Ilmu Hukum yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini;
12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat dalam
penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sesuai dengan amalannya
dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembaca yang telah berkenan
membaca skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
vii
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Gambar : 4.1 Kecelakaan karena Jalan Rusak .......................................... 66
Gambar : 4.2 Kecelakaan karena Jalan Rusak .......................................... 67
Gambar : 4.3 Kecelakaan karena Jalan Rusak .......................................... 67
Gambar 4.4: Kerusakan Barang yang Disebabkan
Kurang Bagusnya Pembungkusan ....................................... 68
Gambar 4.5: Kerusakan Barang yang Disebabkan
Kurang Bagusnya Pembungkusan ....................................... 69
Gambar 4.6: Kerusakan Barang yang Disebabkan
Kurang Bagusnya Pembungkusan ....................................... 69
Daftar Bagan
Halaman
Bagan 3.1 Bagan Triangulasi ................................................................... 51
Bagan 2 : Struktur Perusahaan ................................................................. 56
Bagan 3: Struktur Organisasi PT. Siba Transindo Surabya ....................... 58
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 4.1: Tarif Pengiriman Paket Barang ................................................ 63
BAB 1
PENDAHULU
udara. Hal ini dikarenakan geografis Indonesia terdiri atas beribu pulau baik yang
besar, sedang maupun kecil. Jadi untuk urusan angkutan barang di dalam negeri
saja ketiga jalur lalu lintas transportasi tersebut cukup memadai, mengingat
jumlah penduduk bangsa Indonesia yang hampir dua ratus jiwa tersebar di
sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu
1
2
pengangkutan.
pengangkutan.
pengangkutan
orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api,
di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang
ataupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan
dari suatu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan
pengangkutan tidak selamat akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di
tempat tujuan tidak ada (musnah) atau ada, tetapi rusak, sebagian atau seluruhnya.
Barang yang tidak ada mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, dicuri
orang, dibuang di laut, dan lain-lain. Barang rusak sebagian atau seluruhnya,
Kalau barang muatan tidak ada atau ad tetapi rusak, menjadi tanggung jawab
pengirim barang dan atau penumpang. Jika tercapai kesepakatan diantara para
pihak, maka pada saat itu lahirlah perjanjian pengangkutan. Apabila pengangkut
dipikul oleh pengangkut barang atau tanggung jawab terhadap penumpang dan
muatan yang diangkutnya. Dari kewajiban itu timbul tanggung jawab pengangkut,
dalam penyelenggaraan pengiriman atau paket barang ini, jika pengirim akan
paket tersebut. Maka sejak itu, tanggung jawab mengenai barang atau paket
barang, PT. Siba Transindo telah menerima titipan suatu barang dari orang atau
jawab untuk dikirim ketmpat tujuan yang dituju dengan selamat. Artinya bahwa
pihak pengangkut, yaitu PT. Siba Transindo bertanggung jawab atas keselamatan
barang dan keamanan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya
dalam pengirimannya, maka hal ini juga menjadi tanggung jawab pengangkut.
bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi pada pengirim apabila kerugian
karena kelalaiannya, kecuali apabila kerugian itu timbul karena salah satu sebab
sebagai berikut :
Dagang)
jawab PT. Siba Transindo atas keterlambatan atau kerusakan dalam pengiriman
paket di Kota Surabaya. Oleh karena itu identifikasi masalah dalam skripsi ini
adalah:
Siba Transindo.
4. Prosedur ganti rugi yang diberikan oleh PT. Siba Transindo dalam
1. Pelaksanaan pengangkutan barang paket melalui jalur darat oleh PT. Siba
Transindo.
sebagai berikut :
ataupun kerusakan barang melalui jalur darat oleh PT. Siba Transindo.
1. Manfaat Teoritis
pengangkutan.
2. Manfaat Praktis
kesadaran masyarakat.
9
Penulisan skripsi ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yang mencakup 5 (lima)
Bab pendahuluan ini terdiri dari sub bab, yang dimulai dengan
sistematika penulisan.
Dalam bab ini juga akan dibagi ke dalam beberapa sub bab yaitu
lampiran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
kegiatan pengangkutan.
11
12
yang sangat penting, tidak hanya sebagai alat fisik, alat yang harus
juga sebagai penentu dari harga barang–barang tersebut. Karena itu untuk
”angkut” yang berarti angkut dan bawa, muat bawa atau kirimkan.
barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang
tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ketempat
lain.
(Muhammad,1991:19).
atau orang dari suatu tempat ke tempat yan lain dengan selamat, yang
14
mana hal tersebut juga bermaksud untuk meningkatnya daya guna dan
nilai.
1. Pelaku
2. Alat Pengangkutan
hewan.
4. Perbuatan
5. Fungsi Pengangkutan
6. Tujuan Pengangkutan
diatur pada Buku I Bab V Bagian 2 dan 3 Pasal 90 sampai dengan Pasal
Angkutan Jalan.
1) BAB 10, Bagian kesatu Pasal 137 ayat (1), ”angkutan orang dan/atau
belum memadai;
2) Pasal 138 ayat (3) , ”angkutan umum orang dan/atau barang hanya
wilayah kabupaten/kota”.
sebagai berikut :
yang diangkut;
jalan;
angkutan jalan”.
meliputi:
10) Pasal 168 ayat (1), ”perusahaan angkutan umum yang mengangkut
dokumen perjalanan”.
kelas jalan”.
terdiri atas:
12) Pasal 170 ayat (1), ”alat penimbangan yang dipasang secara tetap
wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal
tujuan”.
dan/atau
15) Pasal 174 ayat (1), ”izin sebagaaimana dimaksud dalam Pasal 173
pengawasan”.
Ayat (3), ”izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu
kawasan”.
16) Pasal 175 ayat (1), ”izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku
dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh menteri
18) Bagian kesembilan Pasal 181 ayat (1), ”tarif angkutan terdiri atas
angkutan”.
27) Pasal 194 ayat (1), ”perusahaan angkutan umum tidak bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika
kerugian”.
28) Paragraf 2 Pasal 195 ayat (1), ”perusahaan angkutan umum berhak
dengan kesepakatan”.
yakni :
pengangkutan barang.
b. S. 1936 – 451 bsd PP No28 Tahun 1951 (LN 1951 - 47), yang
telah dirubah dan ditambah dengan PP. No.44 tahun 1954 (LN
lintas jalan”.
Angkutan Jalan.
menyebutkan bahwa KUHPerdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam
KUHD. Didalam KUHD tidak diatur secara khusus menyimpang, maka pasal ini
terjadi tanpa adanya surat angkutan, artinya dapat terjadi dengan atau secara lisan.
Sehingga cukup dengan adanya kata sepakat saja. Pasal 90 KUHD sebenarnya
pengangkutan adalah perjanjian dua pihak. Oleh karena itu hal tersebut hanyalah
diangkut menurut penyebut dan syarat-syarat sebagai yang tertulis dalam surat
angkut termaksud.
bila cukup bila ada kesepakatan kehendak atau konsensus diantara para pihak saja,
maka tidak diperlukan adanya surat bukti muatan. Dengan demikian, prinsip dari
Seperti halnya dengan perjanjian pada umumnya, disini kedua belah pihak
Hal ini memang sesuai dengan pasal 1388 KUHPerdata yang menyatakan:
(1) Semua perjanjian yan dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang
kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh Undang-
Menurut pasal 1320 jo pasal 1338 KUHPerdata setiap orang bebas untuk
ini bersifat konsensuil, artinya untuk adanya perjanjian pengangkutan telah cukup
bila ada persetujuan kehendak antara pengirim dengan pengangkut. Dan tidak
perlu adanya surat muatan. Sehingga surat muatan yang diatur dalam pasal 90
KUHD itu hanya merupakan suatu alat pembuktian belaka tentang adanya
perjanjian pengangkutan.
Undang, melainkan ada dalam kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan.
Undang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak serta syarat-syarat yang
(1) Dalam keadaan tidak terjadi yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan
kerugian.
adalah:
tujuan dengan selamat. Dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk
Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi
4) Barang berharga;
6) Barang khusus.
Secara alami barang muatan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:
1) Barang padat
2) Barang cair
3) Barang gas
61).
Pengangkut adalah:
umum, perusahaan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif
jaringan angkutan.
33
undang, yaitu dalam Pasal 1139 sub 7 bsd. Pasal 1147 KUH Perdata
menurut Pasal 1134 ayat 1 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh
sifat piutangnya.
Hal tersebut berbeda dengan perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama
tingginya, yaitu majikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari si buruh.
34
lain:
menerus, tetapi hanya bersifat kadang kala. Dimana bila pihak pemakai
yang diperjanjikan dan jika itu tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah
dalam KUHD”
pekerjaan ”.
bukti.
pihak yang mengikatkan untuk melaksanakan prestasi yang berbeda, yaitu antara
penumpang. Ada juga yang secara tidak langsung terikat dalam perjanjian karena
bukan pihak, melainkan bertindak sebagai atas namaatau kepentingan pihak lain,
pengangkutan adalah :
(1) Pengangkutan
(Purwisutjipto,1991:3-4).
(Purwosutjipto,1991:4).
38
(2) Pengirim
(Muhammad,1991:35).
(Purwosutjipto,1991:2).
Yaitu bus, kereta api, kapal laut dan pesawat udara. Tiap jenis
Yaitu jarak jauh, jarak dekat. Semakin jauh jarak yang ditempuh
dekat.
dalam perjanjian pengangkutan, masih ada pihak yang terkait yaitu pihak
penerima. Hal yang ketiga ini sering diperdebatkan oleh para sarjana,
dan Purwosutjipto.
KUPerdata.
kerugan tersebut”
Liability)
diderita.
tidak relevan.
tetapi ada kalanya ongkos itu dibayarkan oleh orang yang dialamatkan.
ditentukan dilanggar.
jawab yang dalam hal ini melekat pada pengangkut, yaitu dimana
yang memaksa”
(1) Karena alam, misalnya banjir, longsor, angin topan, dan lain-
lain.
disengaja.
kenegara musuh.
(Pasal 91 KUHD)
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan judul dan permasalahan yang akan diteliti, meka jenis
deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk memberikan data yang seteliti
dilakukan untuk lebih berupaya memahami sesuatu secara lebih cermat. Penelitian
ini dilakukan apabila data yang terkumpul hanya berujud kata dan gambar, bukan
Sesuai dengan Judul dan Maksud penelitian ini, maka lokasi yang dipilih
dalam penelitian ini adalah: PT. Siba Transindo Jalan Penghela No.27-A,
Surabaya. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena PT. Siba
45
46
angkutan barang yang dalam proses perjalanan usahanya tidak lepas dari resiko
Suatu penelitian didalamnya menggunakan dua jenis data yaitu data yang
secara langsung didapat dari lapangan dan data yang didapat dari bahan-bahan
pustaka.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
yang diteliti. Adapun data sekunder dalam penelitian ini antara lain:
Angkutan Jalan;
47
Untuk mendukung hasil penelitian yang baik, dalam penelitian ini teknik
(2) Wawancara
garis besarnya. Yang menjadi responden dalam hal ini adalah pengusaha
penyedia jasa angkutan barang yaitu pihak dari PT. Siba Transindo
cabang Surabaya.
kedalam pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
Data dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu beraneka ragam dan tidak
Menurut H.B. Sutopo, ada tiga komponen utama yang menjadi dasar dari
tahapan analisis data yang harus benar-benar dipahami oleh seorang peneliti yaitu:
data dari fieldnote. Proses ini berlangsung terus sampai laporan akhir
jenis matrik, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan juga tabel.
dengan gerak cepat, sebagai pikiran kedua yang timbul melintas dibenak
1988)
berikut:
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
sebuah kota yang kaya akan warisan sejarah dan budaya dan memiliki
nama menjadi CV. Siliwangi Bangkit (SIBA) dan memasuki periode yang
51
52
bahan bakar dan perawatan yang lebih rendah. Berkat prinsip dan gaya
klien kepada manajemen baru yang dipimpin oleh Bapak Daniel Budi
transportasinya.
Setelah merubah nama sekali lagi menjadi PT. Siba Surya, rencana
perusahaan untuk IPO pada tahun 1999 tertunda karena krisis ekonomi
perusahaan dan Siba Surya tetap menjaga dan memegang teguh posisinya
Daniel, perubahan baru ini terbukti berhasil dan SIBA GROUP saat ini
mengoperasikan lebih dari 1.600 unit truk dan menetapkan diri sebagai
Saat ini SIBA Group berfungsi sebagai perusahaan induk dari PT.
sebagai berikut:
53
SIBA GROUP
PT. Siliwangi Bangkit
Siba Surya Siba Transindo Siba Mandiri Siba Sistem SIba Satria
Siba Courier
(1) SIBA Group berfungsi sebagai perusahaan induk dari PT. Siba
Surya
(3) Siba Transindo, yang lebih berfokus pada kargo menengah dan
(4) Siba Courier, berfungsi sebagai divisi kurir dari Siba Transindo,
(5) Siba Satria, yang berfokus pada system logistic dan fasilitas
melalui jalur darat dan merupakan anak perusahaan dari SIBA Group
berat ringan dan menengah dan bisnis intermediate seperti bisnis ritel atau
grosir dan dibantu oleh Siba Courier sebagai divisi kurir dari Siba
(1) Visi
(2) Misi
industri transportasi.
terkenal.
Direktur umum
General Manager
Opersional
Supervisor
Marketing Planer Staf Treasury Staf Mekanik Staf
(LAKA) penyedia
logistik
Asisten
supervisor
Krani Finance
(Bag,Lapangan) Accounting
Driver
57
PT.SIBA TRANSINDO
dengan apa yang telah disepakati oleh pihak PT. Siba Transindo dan
pengirim.
melalui darat harus sesuai dengan prosedur pengiriman barang yang dibuat
oleh PT. Siba Transindo , sebelum PT. Siba Transindo menerima barang
barang, jenis bungkusan barang, ukuran barang, berat barang, harga tarif
akan selalu dipantau dan dimonitor secara ketat oleh pos pemantauan di
2010), dan setiap kali pengiriman barang atau muatan, driver atau
kecelakaan lalu lintas ataupun kerusakan truk maka surat angkutan yang
penerima barang sebagai wujud tanggung jawab dari PT. Siba Transindo,
dengan bapak Ahmadi, selaku driver atau pengemudi truk PT. Siba
Berikut merupakan contoh dari surat muatan atau surat jalan, dan
belah pihak, barang yang akan diangkut dikemas secara rapi oleh pengirim
dan diletakkan digudang untuk siap diangkut oleh truk menuju tujuan,
untuk muatan dengan resiko basah maka di tiap-tiap truk akan dibekali
terpal rangkap tiga, trackbelt, balok dan tajuk. Muatan resiko basah yang
dan batubara. Muatan yang tidak resiko basah adalah CNP, Hbiem,
3) Ketinggian muatan untuk semua kenis truk tidak lebih tinggi dari
5) Batas ukuran
meter)
meter)
meter)
meter)
Surabaya – ± 245/kg
tasik/sukabumi
Surabaya – solo/jogja ± 125/kg
kerusakan barang paket melalui jalur darat oleh PT. Siba Transindo.
pengangkutan darat bisa disebabkan oleh beberapa hal, keadaan alam dan
kecelakaan lalu lintas karena mengantuk atau rem blong ataupun mati
lampu depan dan belakang, dan faktor cuaca yang dapat menghambat
pada tanggal 20 April 2010 pada pukul 22.30 dengan tujuan GS Batery
tidak beraturan bahkan ada 2 pack muatan yang ambruk dan rusak
supervisor atau orang lapangan yang biasa ikut mengawal barang kiriman
adalah kecelakaan yang terjadi karena keadaan jalan yang kurang baik
pantura merupakan daerah yang rawan akan kejahatan, bisa terjadi ketika
hambatan dalam pengiriman barang melalui jalur darat oleh PT. Siba
pengankutan melalui jalur darat, hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara
68
dengan kepala cabang, nahkoda atau driver atau pengemudi truk dan
supervisor.
pengangkut (truk) dan barang tersebut harus dikirim pada hari itu juga, PT.
bapak wisnu selaku supervisor dari PT. Siba Transindo Surabaya tanggal
21 juli 2010).
majeure atau murni karena human eror, apabila memang terbukti karena
dengan surat order pengangkutan yang menjadi dasar dari perjanjian antara
selama pelaksanaan pengangkutan, maka ini tanggung jawab dari PT. Siba
tersebut dianggap sempurna bagi pihak PT. Siba Transindo. Dan apabila
Transido juga akan bertanggung jawab penuh, namun harus sesuai dengan
prosedur yang ada, antara lain adanya surat keterlambatan dan kerusakan
bapak wisnu selaku supervisor dari PT. Siba Transindo Surabaya tanggal
21 juli 2010).
tentang claim atau ganti rugi yang akan dikeluarkan, apabila terjadi
memunculkan claim atau ganti rugi, maka dari driver atau pengemudi
keterangan atas keterlambatan, dengan bukti bahwa ada tanda tangan dari
Dengan kata lain PT. Siba Transindo baru akan menindak lanjuti
claim dari konsumen berdasarkan atas surat muatan atau surat jalan yang
bahwa dalam surat jalan itu terdapat keterangan dari penerima dan suir
dikirim, dengan adanya tanda tangan dari keduanya dalam surat muatan
itu.
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Pelaksanaan Pengangkutan Barang Melalui Jalur Darat oleh PT. Siba
Transindo.
pihak, yaitu pengangkut dan pengirim. Antara kedua belah pihak tercipta
sebagainya;
jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan”. Dalam ayat
(2) persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
susunan;
1) perlengkapan;
2) ukuran;
3) karoseri;
5) pemuatan;
6) penggunaan
yang diangkut;
jalan; dan
pengangkut dalam hal ini PT. Siba Transindo selama 15 hari, maka
bertanggung jawab lagi atas barang tersebut. Dalam Pasal 195 ayat (2)
peraturan perundang-undangan”.
kerusakan barang paket melalui jalur darat oleh PT. Siba Transindo.
76
4.2.2.1 Faktor yang dihadapi dalam proses pengangkutan oleh PT. Siba
Transindo
sebagai berikut :
(1) Berupa faktor alam seperti cuaca yang buruk atau hujan. Dalam
keselamatan barang.
(2) Berupa faktor kecelakaan lalu lintas, hal ini bisa terjadi karena
lain.
sebagai alat pengangkut, seperti ban atau rem yang sudah aus atau
tipis, lampu depan atau belakang yang mati atau tidak menyala
4.2.2.2 Upaya yang dilakukan PT. Siba Transindo untuk mengatasi kendala
(1) Terhadap kendala berupa faktor alam, maka yang dilakukan adalah
bisa beristirahat.
kondisi dari armada (truk) dan paket barang dikiriman di PT. Siba
(Muhammad,2008:8).
Dagang ).
2008:55).
tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun
ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak
diantaranya yaitu:
Angkutan).
82
Jalan.).
Angkutan Jalan ).
Jalan).
Pasal 1247 KUH Perdata dan Pasal 1248 KUH Perdata, yaitu :
(2) kerugian itu harus merupakan akibat yang langsung dari tidak
pada waktu diterimanya dari pihak pengirim. Apabila dalam hal ini
waktu diterimanya dari pihak pengirim. Apabila dalam hal ini terdapat
Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan
Hukum Perdata). Pada Pasal 1247 KUH Perdata, ”Si berutang hanya
diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau
jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya
biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh
pengangkutan yang normal. Lain hal adanya kalau rusak atau cacatnya
85
barang-barang itu adalah akibat dari penempatan tak kurang tepat dalam
kurang kokoh; atau peti-peti ternyata kurang rapat dan mudah dapat
cacat pada barang itu sendiri, karena keadaan yang memaksa atau karena
dan apabila itu tejadi pihak pengangkut, dalam hal ini PT. Siba
(4) Barang kiriman yang hilang atau rusak kecuali jika hilang atau
itu secara wajar dan dalam waktu yang ditetapkan tidak pula
telah dijual oleh pengirim kepada pihak dialamati dan harga telah
Kerugian yang harus diganti dalam hal ini ialah harga barang
ada di dalam Pasal 1246, 1247, dan 1248 KUH Perdata. Kecuali
1986:406).
atau muatan, pihak pengangkut dalam hal ini PT. Siba Transindo
89
1995:34).
yang menyambar.
Dagang).
93
Hukum Dagang).
pengangkut-debitur.
468 ayat (2) dan Pasal 522 ayat (2) KUHD, istilah
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan pada PT. Siba Transindo
serta hasil uji lapangan selama beberapa waktu maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
(1) Pelaksanaan pengangkutan barang melalui jalur darat oleh PT. Siba
Transindo.
94
95
tidak tanggung jawab pihak PT. Siba Transindo dan Jika barang
pihak penerima maka barang tersebut akan dibawa oleh supir dan
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian diatas adapun saran yang perlu
(1) Saran dalam hal pelaksanaan pengangkutan barang melalui jalur darat
langkah lanjut yang perlu dilakukan oleh PT. Siba Transindo dalam
1) Keselamatan (safety):
2) Mobilitas (mobility):
trade) :
ataupun kerusakan barang paket atau muatan oleh PT. Siba Transindo.
(3) Saran dalam hal tanggung jawab PT. Siba Transindo apabila terjadi
dengan proses lebih lanjut untuk proses penuntutan ganti rugi ke pihak
Buku
A, Erhans, Audi C, 1995, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Penebit
Indah.
Adji, Sution Usman, Djoko Prakoso, dan Hari Pramono, 1991, Hukum
Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.
Kansil, C.S.T, Christine Kansil, 1994, Disiplin Berlalu Lintas Di Jalan Raya,
Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.
Prakoso, Djoko, 2004, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.
99
100
Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
101
102
104
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
TENTANG
BAB X
ANGKUTAN
Bagian Kesatu
Angkutan Orang dan Barang
Pasal 137
(1) Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
(2) Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa
Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.
(3) Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan
mobil barang.
(4) Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi
geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum
memadai;
b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia
dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mobil barang yang digunakan untuk
angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum
Pasal 138
(1) Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan
angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.
(2) Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
114
Pasal 139
(1) Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa
angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas
batas negara.
(2) Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan
umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam
provinsi.
(3) Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya
angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam
wilayah kabupaten/kota.
(4) Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
Paragraf 1
Umum
Pasal 140
Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri
atas:
a. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan
b. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam
trayek.
Paragraf 2
Standar Pelayanan Angkutan Orang
Pasal 141
(1) Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan
minimal yang meliputi:
a. keamanan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan;
d. keterjangkauan;
e. kesetaraan; dan
f. keteraturan.
115
Paragraf 3
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek
Pasal 142
Jenis pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a terdiri
atas:
a. angkutan lintas batas negara;
b. angkutan antarkota antarprovinsi;
c. angkutan antarkota dalam provinsi;
d. angkutan perkotaan; atau
e. angkutan perdesaan.
Pasal 143
Kriteria pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a harus:
a. memiliki rute tetap dan teratur;
b. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan
penumpang di Terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas
negara; dan
c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan
untuk angkutan perkotaan dan perdesaan.
Pasal 144
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun
berdasarkan:
a. tata ruang wilayah;
b. tingkat permintaan jasa angkutan;
c. kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. kesesuaian dengan kelas jalan;
f. keterpaduan intramoda angkutan; dan
g. keterpaduan antarmoda angkutan.
Pasal 145
(1) Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 disusun dalam bentuk
rencana umum jaringan trayek.
116
Pasal 146
(1) Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145
ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.
(2) Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang
melampaui batas wilayah provinsi;
b. gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah
kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau
c. bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam
wilayah kabupaten/kota.
Pasal 147
(1) Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas
batas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf a
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan
perjanjian antarnegara.
(2) Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 148
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, huruf c, dan
huruf d ditetapkan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan untuk jaringan trayek dan kebutuhan
Kendaraan Bermotor Umum antarkota antarprovinsi dan perkotaan
yang melampaui batas 1 (satu) provinsi;
b. gubernur untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor
Umum antarkota dalam provinsi dan perkotaan yang melampaui batas
1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapat
117
Pasal 149
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf e ditetapkan oleh:
a. bupati untuk kawasan perdesaan yang menghubungkan 1 (satu) daerah
kabupaten;
b. gubernur untuk kawasan perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah
kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
c. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perdesaan yang melampaui
satu daerah provinsi.
Pasal 150
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan
Bermotor Umum dalam trayek diatur dengan peraturan pemerintah.
Paragraf 4
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam
Trayek
Pasal 151
Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak
dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri
atas:
a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
d. angkutan orang di kawasan tertentu.
Pasal 152
(1) Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 151 huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan
dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan
perkotaan.
(2) Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat:
a. berada dalam wilayah kota;
b. berada dalam wilayah kabupaten;
c. melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu)
daerah provinsi; atau
118
Pasal 153
(1) Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan
Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar
pelayanan angkutan orang dalam trayek.
(2) Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan
menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum.
Pasal 154
(1) Angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 151 huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan
wisata.
(2) Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil
penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.
(3) Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan
menggunakan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, kecuali di
daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.
Pasal 155
(1) Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 huruf d harus dilaksanakan melalui pelayanaan angkutan di jalan
lokal dan jalan lingkungan.
(2) Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum.
Pasal 156
Evaluasi wilayah operasi dan kebutuhan angkutan orang tidak dalam
trayek dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun dan
diumumkan kepada masyarakat.
119
Pasal 157
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan
Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Paragraf 5
Angkutan Massal
Pasal 158
(1) Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan
untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan
Bermotor Umum di kawasan perkotaan.
(2) Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung
dengan:
a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal;
b. lajur khusus;
c. trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek
angkutan massal; dan
d. angkutan pengumpan.
Pasal 159
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 158 diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bagian Keempat
Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum
Paragraf 1
Umum
Pasal 160
Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas:
a. angkutan barang umum; dan
b. angkutan barang khusus.
Paragraf 2
Angkutan Barang Umum
Pasal 161
Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160
huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas Jalan;
b. tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan
membongkar barang; dan
120
Paragraf 3
Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat
Pasal 162
(1) Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib:
a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan
bentuk barang yang diangkut;
b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut;
c. memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;
d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan
dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang
yang diangkut;
e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu Keamanan,
Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; dan
f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.
(2) Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan
dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat pengawalan dari Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
(3) Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu
sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.
Pasal 163
(1) Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang
menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada
pengelola pergudangan dan/atau penyelenggara angkutan barang
sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.
(2) Penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan
pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat
penyimpanan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem
dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama
barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.
Pasal 164
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan Kendaraan
Bermotor Umum diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bagian Kelima
Angkutan Multimoda
121
Pasal 165
(1) Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan
multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda.
(2) Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan
berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan
Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum
moda lain.
(3) Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan
mendapat izin dari Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda, persyaratan,
dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keenam
Dokumen Angkutan Orang dan Barang
dengan Kendaraan Bermotor Umum
Pasal 166
(1) Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani
trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan
antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen.
(2) Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam trayek;
b. tanda pengenal bagasi; dan
c. manifes.
(3) Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum wajib
dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
a. surat perjanjian pengangkutan; dan
b. surat muatan barang.
Pasal 167
(1) Perusahaan Angkutan Umum orang wajib:
a. menyerahkan tiket Penumpang;
b. menyerahkan tanda bukti pembayaran pengangkutan untuk
angkutan tidak dalam trayek;
c. menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada Penumpang; dan
d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.
(2) Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang namanya
tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen identitas diri yang
sah.
122
Pasal 168
(1) Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib
membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan.
(2) Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib
membuat surat perjanjian pengangkutan barang.
Bagian Ketujuh
Pengawasan Muatan Barang
Pasal 169
(1) Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib
mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut,
dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.
(2) Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan
barang.
(3) Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan
menggunakan alat penimbangan.
(4) Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau
b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan.
Pasal 170
(1) Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu.
(2) Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat penimbangan
yang dipasang secara tetap pada Jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah.
(3) Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara
tetap dilakukan oleh unit pelaksana penimbangan yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
(4) Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata
jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan.
Pasal 171
(1) Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan dalam pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan dan penyidikan tindak pidana
pelanggaran muatan.
(2) Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan Kendaraan
Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh petugas pemeriksa Kendaraan Bermotor.
(3) Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
123
Pasal 172
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan muatan angkutan barang
diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pengusahaan Angkutan
Paragraf 1
Perizinan Angkutan
Pasal 173
(1) Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang
dan/atau barang wajib memiliki:
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek;
dan/atau
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.
(2) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk:
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau
b. pengangkutan jenazah.
Pasal 174
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa dokumen
kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan,
surat pernyataan, dan kartu pengawasan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1
(satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.
Pasal 175
(1) Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu
tertentu.
(2) Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau pelelangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2).
Paragraf 2
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek
Pasal 176
Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a diberikan oleh:
124
Pasal 177
Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib:
a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang diberikan;
dan
b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar
pelayanan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1).
Pasal 178
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan angkutan orang
dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab
di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Paragraf 3
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam Trayek
Pasal 179
(1) Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan
oleh:
125
Paragraf 4
Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat
Pasal 180
(1) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari instansi terkait.
(2) Izin penyelenggaraan angkutan alat berat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
pemberian izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat
berat diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bagian Kesembilan
Tarif Angkutan
Pasal 181
(1) Tarif angkutan terdiri atas tarif Penumpang dan tarif barang.
(2) Tarif Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek; dan
b. tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek.
126
Pasal 182
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek terdiri atas:
a. tarif kelas ekonomi; dan
b. tarif kelas nonekonomi.
(2) Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang
melayani trayek antarkota antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan
angkutan perdesaan yang wilayah pelayanannya melampaui
wilayah provinsi;
b. gubernur untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota
dalam provinsi serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang
melampaui batas satu kabupaten/kota dalam satu provinsi;
c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota
dalam kabupaten serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang
wilayah pelayanannya dalam kabupaten; dan
d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek angkutan
perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kota.
(3) Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas nonekonomi
ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penumpang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Pasal 183
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan
menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a
ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan
Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan.
(2) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan
tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan
Angkutan Umum.
Pasal 184
Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2)
huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan
Perusahaan Angkutan Umum.
Bagian Kesepuluh
Subsidi Angkutan Penumpang Umum
127
Pasal 185
(1) Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek
tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan
Penumpang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesebelas
Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum
Paragraf 1
Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum
Pasal 186
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang
setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran
biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang.
Pasal 187
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang
telah dibayar oleh Penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi
pembatalan pemberangkatan.
Pasal 188
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh
Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan
pelayanan angkutan.
Pasal 189
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.
Pasal 190
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang
dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat
jika Penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan
keamanan dan keselamatan angkutan.
Pasal 191
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam
kegiatan penyelenggaraan angkutan.
128
Pasal 192
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat
penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian
yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan
Penumpang.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak
Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati.
(4) Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan
Penumpang, kecuali jika Penumpang dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian
pengangkut.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 193
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau
rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa
musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu
kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan
pengirim.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
kerugian yang nyata-nyata dialami.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak
barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang
disepakati.
(4) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian
disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan
surat muatan angkutan barang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 194
(1) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan
Perusahaan Angkutan Umum.
(2) Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian
pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
129
Paragraf 2
Hak Perusahaan Angkutan Umum
Pasal 195
(1) Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan barang yang
diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban
dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian
angkutan.
(2) Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya tambahan atas
barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan.
(3) Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang yang diangkut
secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban
sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 196
Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai
dengan batas waktu yang telah disepakati, Perusahaan Angkutan Umum
berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu
dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 197
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutan
wajib:
a. memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa angkutan umum untuk
mendapatkan pelayanan;
b. memberikan perlindungan kepada Perusahaan Angkutan Umum
dengan menjaga keseimbangan antara penyediaan dan permintaan
angkutan umum; dan
c. melakukan pemantauan dan pengevaluasian terhadap angkutan
orang dan barang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab penyelenggara
angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 198
(1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang
memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.
130
Pasal 199
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal 177, Pasal 186, Pasal 187, Pasal
189, Pasal 192, dan Pasal 193 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin; dan/atau
d. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.