Anda di halaman 1dari 13

Masih Berfungsikah Semboyan Bhineka Tunggal Ika?

(Studi Kasus Intoleransi di Surabaya)

Tanggapan Mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga Angkatan 2019


Mengenai Diskriminasi Kepada Kelompok LGBT

Disusun oleh

Riszka Harvi Savitri – 071911733087

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga

2019
Pendahuluan

Indonesia merupakan negara dengan banyak pulau didalamnya. Pulau-


pulau di Indonesia sendiri terbentang dari Sabang hingga Marauke dengan
wilayah perairan yang saling menghubungkannya. Adanya jarak antar pulau
memunculkan banyak perbedaan dalam berbagai sisi. Perbedaan tersebut meliputi
suku, agama, ras, antar golongan, dan berbagai perbedaan lain yang melingkupi
kehidupan masyarakatnya.

Perbedaan yang melekat dalam setiap sendi kehidupan masyarakat


Indonesia menjadikannya disebut sebagai masyarakat multikultural. Menurut
Nasikun, yang dimaksud dengan masyarakat multikultural adalah masarakat yang
terdiri dari dua atau lebih tatanan sosial, masarakat, atau kelompok yang secara
kultural, ekonomi, dan politik dipisahkan (diisolasi), dan memiliki struktur
kelembagaan yang berbeda satu sama lain (Diniari, Embun Bening. 2018.
Mengenal Masyarakat Multikultural dan Karakteristiknya.
https://www.google.com/amp/s/blog.ruangguru.com/mengenal-masyarakat-
multikultural-dan-karakteristiknya%3fhs_amp=true. Diakses tanggal 08
Desember 2019). Sebagai masyarakat multikultural, Indonesia cenderung sering
mengalami konflik, hal ini terjadi karena masyarakat meyakini bahwa kaum
mayoritas memiliki kuasa lebih besar daripada kaum minoritas. Kondisi
masyarakat multikultural inilah yang memunculkan banyak kasus diskriminasi.
Diskriminasi sendiri bisa diartikan sebagai perlakuan yang tidak adil (Paramitha,
2009).

Salah satu kaum minoritas yang banyak mendapat perlakuan tidak adil
adalah komunitas LGBT. Istilah LGBT digunakan sejak tahun 1990-an untuk
menggantikan frasa “komunitas gay” karena istilah ini dianggap lebih bisa
mewakili kelompok-kelompok dalam istilah tersebut dengan lebih rinci (Sinyo,
2014). American Psychological Assosiation (2015) dalam Yansyah (2018)
menyebutkan bahwa secara rinci, LGBT terdiri dari kelompok: 1) Lesbi:
kelompok wanita yang secara fisik dan/atau emosional tertarik dengan wanita
lain; 2) Gay: kelompok pria yang secara fisik dan/atau emosional tertarik dengan
pria lainnya; 3) Bisexual: kelompok orang yang secara fisik dan/atau emosional
tertarik baik kepada sesama jenis maupun lawan jenis; 4) Transgender: kelompok
orang yang melakukan perubahan pada anatomi kelaminnya agar sesuai dengan
gender yang diinginkan. Disamping itu, komunitas LGBT menerapkan konsep
ketidaksetaraan gender sebagaimana yang ada dalam hubungan pada umumnya.
Misalnya, dalam hubungan sesama wanita (lesbian) akan ada pihak yang berperas
sebagai si maskulin dan akan ada pihak yang berperan sebagai pihak feminim.

Masyarakat Indonesia dengan budaya ketimurannya menganggap bahwa


fenomena LGBT adalah suatu hal yang tabu dan menyimpang dari ajaran moral,
etika, dan agama. Sehingga, komunitas LGBT bukanlah hal yang mudah diterima
dalam masyarakat. Maraknya kasus diskriminasi yang dialami oleh kaum LGBT
agaknya bisa dijadikan sebagai bukti.

Diskriminasi yang dialami oleh kaum LGBT bisa berupa diskriminasi


pekerjaan hingga tindak kekerasan fisik maupun psikis. Menurit berita yang
dilansir oleh Tempo, sebanyak 79,1 persen anggota kelompok LGBT mengaku
pernah mengalami kekerasan, 46,3 persen mengalami kekerasan fisik, dan 26,3
persen dalam bentuk kekerasan ekonomi (Hidayat, Arief. 2016. 89,3 Persen
LGBT di Indonesia Pernah Alami Kekerasan.
https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/739961/893-persen-lgbt-
di-indonesia-pernah-alami-kekerasan. Diakses tanggal 08 Desember 2019).
Bahkan, seorang Koordinator Divisi Advokasi Gaya Warna Lentera Indonesia
(GWL-INA) Slamet Raharjo yang meakili forum LGBT Indonesia menuntut
pemerintah untuk menindaklanjuti ujaran kebencian yang dilancarkan oleh
Menristek M. Nasir, Mendikbud Anies Baswedan, Walkot Bandung Ridwan
Kamil, Ketua MPR Zulkifli Hasan, anggota DPR RI fraksi PPP Reni Merlinawati,
dan Kepala Divisi Sosialisasi Anti Kekerasan Anak Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, Erlinda mengenai kelompok LGBT.

Kasus lain yang dialami oleh kelompok LGBT sebagai salah satu bentuk
serangan diskriminasi adalah perlakuan tidak adil dalam bidang pekerjaan.
Berdasarkan berita yang dilansir oleh Tempo.co.
“Brigadir TT seorang anggota kepolisan dipecat setelah mengaku sebagai
gay. Hakim pengadilan tata usaha Semarang masih perlu memeriksa
gugatan yang diajukan oleh Brigair TT. Jika memang pengakuan orientasi
seksual yang dilakukan oleh Brigadir TT merupakan alasan ia dipecat,
maka ini semua jelas merupakan tindak diskriminasi. Lemahnya landasan
yang digunakan oleh kepolisian menuntun hakim untuk memerintahkan
Polri memulihkan status Brigadir TT. Menurut pihak Polri, Brigadir TT
dinyatakan melanggar salah satu butir kode etik kepolisian: menjaga dan
meningkatkan citra, solidaritas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan
Polri.” (Tempo.co. 2019. Kisah Diskriminasi Seorang Polisi LGBT.
https://www.google.com/amp/s/kolom.tempo.co/amp/1212760/kisah-
diskriminasi -seorang-polisi-lgbt. Diakses tanggal 12 Desember 2019).

Seorang anggota kepolisian yang merupakan homoseksual tidak bisa


dinyatakan sebagai pelanggar kode etik seperti yang telah dicantumkan diatas
karena orientasi seksual merupakan salah satu bentuk kebebasan manusia yang
juga merupakan perwujudannya sebagai hak asasi.

Perlakuan kurang baik yang dialami oleh kelompok minoritas seperti


LGBT di Indonesia telah menarik banyak perhatian bahkan hingga luar negeri.
Hal ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan di luar negeri yang telah melarang
tindak diskriminasi kepada kaum LGBT. Sedangkan, Indonesia yang terkenal
dengan masyarakatnya yang ramah tamah justru melakukan banyak tindak
diskriminasi kepada kaum LGBT. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang
menarik untuk dibahas hingga munculah penelitian ini, yang diberi judul oleh
peneliti: Tanggapan Mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga Angkatan
2019 Mengenai Diskriminasi Kepada Kelompok LGBT. Tujuan peneliti
melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan mahasiswa
Antropologi Universitas Airlangga angkatan 2019 tentang distriminasi terhadap
kelompok LGBT.
Metode Penelitian

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah


pendekatan kualitatif yang sifatnya deskriptif. Penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan
maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang
yang diteliti (Bagong & Sutinah, 2005). Sementara itu, penelitian
deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang isinya beripa
gambaran-gambaran dari suatu fenomena, baik yang terjadi pada masa ini
maupun pada masa lampau (Nana, 2007).
Sejatinya, prosedur kualitatif berbeda penyajian dengan metode
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif lebih banyak digunakan
untuk mengkaji suatu fenonema yang sukar diukur dengan nomor.
Pendekatan kualitatif ini penting digunakan untuk meninjau suatu
fenomena dalam mambangun kefahaman suatu teori didalamnya.

B. Sumber Data
Peneliti menggunakan dua metode pengumpulan sumber data yaitu
kuesioner dan analisis framing. Dalam praktiknya, kuesioner dilakukan
dengan mengumpulkan data melalui jawaban para responden mengenai
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian. Analisis
framing sendiri merupakan pembaruan dari analisis wacana. Metode ini
digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan dan
ditekankan oleh media (Eriyanto, 2004). Dalam analisis framing, peneliti
menelaah informasi yang diperoleh melalui koran yang terkait dengan
judul penelitian. Kedua metode yang digunakan peneliti tersebut kemudian
dipadukan dan dianalisis untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

C. Fokus Penelitian
Penelitian ini terfokuskan pada tanggapan mahasiswa antropologi
Universitas Airlangga angkatan 2019 tentang diskriminasi yang dialami
oleh kaum minoritas LGBT. Penelitian ini mengkaji tentang maraknya
tindak diskriminasi yang dialami oleh kaum minoritas LGBT.

D. Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah
dengan dengan menyebarkan sejumlah daftar pertanyaan yang berkaitan
dengan topik penelitian kepada 30 orang responden yang merupakan
mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Antropologi angkatan 2019.
Pemilihan responden dilatarbelakangi oleh sebuah faktor yaitu agar data
lebih mudah dikumpulkan karena responden merupakan teman sekelas dan
seangkatan.

E. Teknik Analisi Data


Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Lexy, 2009). Dalam
pelaksanaannya, analisis data dilakukan dengan cara menelaah data yang
telah diperoleh dari buku-buku dan literature serta berita-berita yang
termuat dalam koran. Data yang digunakan adalah data yang sesuai dan
menunjang judul penelitian.
Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Berdasarkan kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti kepada 30 orang


mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Antropologi tahun 2019, peneliti
memperoleh data: responden beranggapan jika LGBT merupakan perbuatan yang
menyimpang, 53,3% responden menjawabnya atas dasar norma sosial (gambar
3.1). Meskipun menganggap bahwa LGBT merupakan perbuatan yang
menyimpang, 23,3% dari 53,4% responden yang pernah menjumpai LGBT secara
langsung memilih untuk diam dan bersikap tidak peduli dalam menyikapinya

(gambar 3.2).

(Gambar 3.1) (Gambar 3.2)


Lebih dari separuh responden menyebutkan bahwa LGBT merupakan
tindakan yang melanggar norma sosial (Gambar 3.1). Namun, 60% responden
justru menganggap bahwa LGBT merupakan bentuk penyimpangan seksual dan
hanya 30% yang menganggapnya sebagai penyimpangan sosial. Sementara itu,
10% responden menganggap bahwa LGBT bukan suatu penyimpangan (Gambar
3.3).

(Gambar 3.3)

Selain itu, 86,7% responden juga setuju bahwa tindak diskriminasi yang
dialami oleh kelompok LGBT merupakan wujud dari keresahan yang melanda
masyarakat. Kebanyakan responden berpendapat bahwa masyarakat memandang
LGBT merupakan suatu perbuatan yang menular dan sangat bertentangan dengan
norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat itu sendiri (gambar 3.4).

(Gambar 3.4)

Selanjutnya, menilik pada kasus yang diangkat dalam penelitian ini yaitu
pemecatan yang dialami oleh Brigadir TT setelah belau mengaku sebagai seorang
gay, 66,7% responden setuju atas tindakan yang diambil oleh kepolisian.
Responden beranggapan jika citra seorang polisi haruslah baik dimata masyarakat,
maka menjadi seorang LGBT merupakan tindakan yang dapat merusak cinta
kepolisian dimata masyarakat (Gambar 3.5).
(Gambar 3.5)

B. Pembahasan

Antropologi merupakan ilmu terapan yang memandang suatu


fenomena melalui berbagai sisi. Seorang mahasiswa antropologi harus
mampu menilai suatu fenomena tidak hanya dari satu sisi. Sama halnya
dalam menyikapi fenomena akan maraknya kelompok LGBT, seorang
antropolog harus mampu menilainya dengan melihat berbagai faktor yang
melatarbelakangi seseorang menjadi bagian dari kelompok LGBT.
Seorang antropolog tidak dibenarkan untuk menghakimi tanpa suatu
alasan yang kuat.
Sebagian besar responden menganggap bahwa LGBT merupakan
sebuah penyimpangan karena LGBT merupakan suatu kelompok minoritas
yang cara kerjanya sangat berbeda dengan kebanyakan kelompok. LGBT
dipandang sebagai suatu fenomena yang aneh dan tabu. Selain tabu, LGBT
juga dipandang sebagai suatu perbuatan yang melenceng dari ajaran
agama. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang
mengakui dan mempercayai keberadaan Tuhan.
Menyikapi kasus yang menimpa Brigadir TT, responden
beranggapan bahwa tindakan yang diambil sudah tepat. Pemecatan
merupakan hal yang benar untuk diterima oleh Brigadir TT. Namun,
apabila kita menilik kembali pada kenyataan jika LGBT bukanlah suatu
tindakan penyimpangan seksual maka tindakan tersebut merupakan
tindakan yang salah. Selain itu, urusan seksualitas adalah hak setiap
individu dan merupakan bagian dari HAM yang sudah seharusnya
dilindungi. Apabila urusan seksualitas dijadikan sebagai alasan pemecatan
Brigadir TT maka hal ini bisa digolongkan dalam tindakan diskriminasi.
Seperti yang kita ketahui, sebagai seorang warga negara, sudah sepatutnya
setiap individu mendapat perlindungan dari segala bentuk tindak
diskriminasi. Dilain pihak, responden juga menilai bahwa sebagai seorang
anggota kepolisian, Brigadir TT harus menjaga citranya di depan
masyarakat. Padahal, urusan seksualitas merupakan urusan pribadi yang
tidak bisa dibandingkan dengan citra seorang anggota kepolisian.
Diskriminasi yang dicontohkan melalui salah satu kasus diatas
dapat dinyatakan sebagai bukti bahwa masyarakat resah akan keberadaan
kelompok minoritas LGBT. Masyarakat merasa bahwa LGBT merupakan
suatu penyakit seksual yang bisa menular dan menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan sekitar. Dilain sisi, tindakan diskriminasi ini bisa
juga dikaitkan dengan rasa intoleransi yang berkembang dalam
masyarakat. Masyarakat cenderung menolak akan adanya perbedaan yang
sudah jelas mereka ketahui keberadaannya disekitar mereka. Mereka
menutup mata akan faktor-faktor yang menyebabkan kelompok LGBT
bisa berkembang. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat justru dapat
mendorong kelompok LGBT untuk semakin kuat dan berusaha mendapat
dukungan dari segala pihak.
Selain kaitan antara diskriminasi yang dialami oleh kelompok
LGBT terhadap intoleransi dalam masyarakat, hasil yang diperoleh
melalui penelitian ini menyatakan bahwa mahasiswa Antropologi
Universitas Airlangga angkatan 2019 menganggap LGBT adalah suatu
penyimpangan seksual. Padahal, dari sisi kesehatan, Badan Kesehatan
Dunia (WHO) telah mencabut homoseksual dari klasifikasi penyakit
gangguan jiwa. Begitu pula Kementrian Kesehatan Indonesia, kelompok
dengan orientasi seksual berbeda telah dihapus dari buku Pedoman,
Penggolongan, dan Diagnosis Gangguan Jiwa sejak tahun 1993. Bisa
dikatakan bahwa responden menggolongkan LGBT sebagai suatu hal yang
menyimpang karena kurangnya sosialisasi mengenai seksualitas dari pihak
yang berwenang serta kurangnya literasi yang seharusnya dimulai dari diri
sendiri.

Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui kuisioner


yang disebarkan kepada sejumlah responden maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.

1. Mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga angkatan 2019


menganggap bahwa LGBT merupakan suatu bentuk penyimpangan dilihat
dari norma sosial dan agama yang berlaku dalam masyarakat.
2. Tindak diskriminasi yang dialami oleh kelompok LGBT adalah bentuk
dari keresahan masyarakat akan suatu perbedaan yang dianggap tabu yang
berkembang di lingkungan sekitarnya.
3. Tindak diskriminasi bisa dikatakan sebagai suatu wujud berkembangnya
rasa intoleransi dalam masyarakat.
Daftar Pustaka

Diniari, Embun Bening. 2018. Mengenal Masyarakat Multikultural dan

Karakteristiknya. https://www.google.com/amp/s/blog.ruangguru.com/mengenal-

masyarakat-multikultural-dan-karakteristiknya%3fhs_amp=true. Diakses tanggal

08 Desember 2019.

Eriyanto. 2004. Analisis Framing. Yogyakarta: LkiS.

Hidayat, Arief. 2016. 89,3 Persen LGBT di Indonesia Pernah Alami

Kekerasan. https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/739961/893-

persen-lgbt-di-indonesia-pernah-alami-kekerasan. Diakses tanggal 08 Desember

2019.

Moloeng, J. Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.
Paramitha, Stefanie. 2009. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pustaka Dwipar.

Sinyo. 2014. Anakku Bertanya Tentang LGBT. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Sukmadinata, Nana Syaoih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode penelitian: Berbagai

Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.

Tempo.co. 2019. Kisah Diskriminasi Seorang Polisi LGBT.

https://www.google.com/amp/s/kolom.tempo.co/amp/1212760/kisah-diskriminasi

-seorang-polisi-lgbt. Diakses tanggal 12 Desember 2019.

Yansyah, Roby. 2018. Globalisasi Lesbian, Gay, dan Transgender

(LGBT): Prespektif HAM dan Agama dalam Lingkup Hukum di Indonesia. Jurnal

Law Reform. Volume 14, nomor 01.

Anda mungkin juga menyukai