Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM RESMI

KIMIA ORGANIK II

Disusun oleh:
Nama : Abdilla Mahmud Arrafiq
Nim : 72021050050
Kelas : B/S1 Farmasi

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PRAKTIKUM RESMI KIMIA ORGANIK II
SINTESA UREA FORMALDEHID
Dosen Pengampu : Anisa Sholikhati, S.Pd., M.T

Disusun Oleh :
Nama : Abdilla Mahmud Arrafiq
Nim : 72021050050
Kelas : B/S1 Farmasi

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021/2022
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengenal alat-alat dan bahan baku kimia di laboratorium
beserta kegunaan dan keamanannya
2. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan
3. Mahasiswa mampu melakukan reaksi pembentukan polimer urea formaldehid
4. Mahasiswa mampu melakukan prinsip kerja proses sintesis urea formaldehid

II. DASAR TEORI


Urea merupakan serbuk putih yang mengandung nitrogen (46%),
digunakan sebagai pupuk dan mudah larut dalam air serta mempunyai residu
garam sesudah dipakai untuk tanaman. Urea berbentuk padatan kristal yang
tidak berwarna, Adapun sifat-sifat fisika urea yaitu (Siregar,1988):
1. Pada suhu kamar tidak berbau dan tidak berwarna
2. Titik lebur 132,7 °C
3. Indeks bias 1,4 84
4. Berat jenis 1,335
5. Panas peleburan 60 kal/gram (endotermis)
6. Energi pembentukan pada suhu 29 °C dan -47,2 kal/jam
7. Panas pelarutan dalam air 58 kal/gram
Formaldehid adalah aldehid yang palinh sederhana, dibuat secara besar-
besaran melalui oksidasi methanol. Formaldehid berbentuk gas (titik didih 20⁰C)
dan formaldehid tidak dapat disimpan bekasnya, karena senyawa ini berpolimesasi.
Formaldehid berguna sebagai desinfektan dan pengawet, namun kebanyakan
dipakai pada industri pupuk. Dalam polimerisasi dilakukan secara kondensasi
dengan menghasilkan produk jenis termasuk sebagai plastic dapat berguna
sebagai industry molding, leminaring (Hartono,1992).
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses pembentukan urea formaldehid
yaitu (Siregar, 1988):
1. Reaksi Metilolasi
H2N-CO-NH2 + CH2=O → H2H- CO-CH2OH ………………(1)
Urea Formaldehid Monometil Urea
2. Reaksi Propagansi
H2N-CO-NH-CH2OH + H2N = CO-NH2 → H2N-CO-NH-
Monometil Urea Formaldehid Dimetil Urea
CH2-NH-CO-NH2+H20 ………………………………………….(2)
Air

III. ALAT DAN BAHAN


Alat : Bahan :
No Nama Alat
. No. Nama Bahan
1. Kondensor 1. Formalin
2. Cawan porselen 2. 2,4 - dinitrofenilhidrazin
3. Corong kaca 3. Etanol 95%
4. Gelas beker 4. Na2co3.H2o
5. Gelas ukur 50 ml 5. NH3
6. Hot plate stirrer 6. Urea
7. Labu leher 3 15. Statif
8. Pengaduk kaca
9. Indikator universal
10. Water Bath IV. PROSEDUR KERJA
A. Uji Kualitatif Aldehid
11. Heating Mantle
Test Amonia
12. Kapas
13. Selang
14. Klem Buaya

Test 2,4-dinitrofenilhidrazin

Masukan 2 tetes sampel ke dalam 1/5 ml 2,4-dinitrofenilhidrazin dan 3


1 ml etanol 95% ke dalam tabung reaksi.

Kocok campuran, kemudian panaskan hingga mendidih.


2
Adanya endapan kristal menunjukkan adanya karbonil, jika tidak segera
Masukan 1 ml formaldehid
terbentuk 35% ke5 dalam
endapan, diamkan cawan penguap.
– 10 menit.
1 3
Tambahkan 2 ml amonia pekat dan kemudian diuapkan hingga kering
2 pada penangas air.

Amati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya.


3
B. Sintesa Urea Formaldehid

Masukkan 50 mL formalin ke dalam labu leher 3


1

Tambahkan amonia 5 mL dan 0,8 gram gram Na2CO3.H2O sebagai


2 buffering agent dari jumlah katalis dan bahan pembantu lainnya

Mengaduk semua campuran sampai rata dan mengambil sampel sebanyak 2


3 mL (sebagai sampel 0 )

Mengambil 2 mL campuran no.1 dan 2 dan ditambahkan urea 8 gram


4 (sebagai sampel 1) dan 10 gram (sampel 2 ) dan di aduk

Memanaskan campurkan secara perlahan sampai mendidih. Saat melakukan


5 refluks diatur degan suhu tidak lebih dari 60 ˚C

Ambil sampel sebanyak 2 mL dan dijadikan sebagai sampel 3.


6

Selama reaksi berlangsung ambil sampel pada waktu sebagai berikut:


15 menit sesudah refluks sebagai sampel no.4. 30 menit sesudah refluks
7 sebagai sampel no. 5. 60 menit sesudah refluks sebagai sampel no. 6
Setelah waktu yang ditentukan, reaksi dihentikan dan langsung didinginkan
8 pada suhu kamar.

Setiap kali mengambil sampel segera didinginkan pada suhu kamar dan lakukan
9 analisa sesuai petunjuk asistensi.
C. Pengukuran pH Sampel

Mecelupkan indikator universal kedalam larutan kemudian cocokkan kertas pH dengan


warna standart yang sesuai dengan harga pH

D. Analisis kadar formaldehid bebas dengan Hydroxilamine-


Hydrochloride

Mengambil sampel 1 mL sampel


1
Menambahkan 20 mL aquades, 2 tetes bromphenol blue, 2 tetes HCl pekat dan
2 7 mL HH 10%.

Campuran tersebut diambil 10 mL dan dipindahkan ke erlenmeyer.


3

Melakukan titrasi dengan NaOH 0,5 N dalam 250 m


4.

Catat volume NaOH dan lakukan titrasi secara triplo.


5
E. Titrasi Blangko

21 mL aquades, 2 tetes bromphenol blue, 2 tetes HCl pekat dan 7 mL HH 10%.


1

Campuran tersebut diambil 10 mL dan dipindahkan ke erlenmeyer.


2

Melakukan titrasi dengan NaOH 0,5 N dalam 250 mL


3

Catat volume NaOH dan lakukan titrasi secara triplo.


4.

V. DATA HASIL PENGAMATAN


A. Uji Kualitatif Aldehid
1) Test Amonia
Sampel Hasil Pengamatan
(1 ml formaldehid + 2 ml Terbentuk endapan kristal berwarna putih
amonia pekat )

2) Test 2,4-dinitrofenilhidrazin
Sampel Hasil Pengamatan Kesimpulan
( 2 tetes formaldehid + Terbentuk endapan Positif adanya karbonil.
0,2 ml fenilhidrazin + 5 kristal berwarna
ml etanol 95% ) kuning

B. Pengukuran pH Sampel
Sampel Trayek pH
Sampel 0 10
Sampel 1 12
Sampel 2 12
Sampel 3 7
Sampel 4 7
Sampel 5 7

Persyaratan pH yang baik : pH 7-8

C. Grafik Pengukuran pH Sampel

14
12
12 12
10 10
8
PH

7 7 7
6
4
2
0

sampel 0 sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5


WAKTU (MENIT)

VI. PEMBAHASAN
Aldehid tergolong sebagai senyawa karbon dengan gugus karbonil. Senyawa
ini sifatnya lebih reaktif dibanding alkohol. Sedangkan keton tergolong menjadi
senyawa organik. Senyawa ini juga memiliki gugusan karbonil terikat dengan dua
gugus alkil. Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah formaldehid, ammonia
pekat, 2,4 dinitrofenilhidrazin, etanol, urea, dan Na2CO3.H2O.
Pada pengujian pertama yaitu uji kualitatif aldehid. Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui di dalam sampel mengandung gugus aldehid. Pada
pengujian ini dilakukan dua test yaitu tes ammonia dan tes 2,4 dinitrofenilhidrazin.
Pada tes ammonia dilakukan pencampuran 1 ml formaldehid dan 2 ml ammonia ke
dalam cawan porselen dan dilakukan penguapan hingga kering. Hasil yang didapatkan
yaitu terbentuk endapan kristal berwarna putih. Sedangkan pada tes 2,4
dinitrofenilhidrazin dilakukan pencampuran 2 tetes sampel ke dalam 1/5 ml 2,4
dinitrofenilhidrazin dan 3 ml etanol ke dalam tabung reaksi dan dilakukan pemanasan
hingga mendidih. Hasil yang didapatkan yaitu terbentuk endapan berwarna kuning.
Dari hasil kedua test tersebut diketahui positif mengandung gugus aldehid.
Pengujian kedua yaitu dilakukan pengujian sintesa urea formaldehid. Bahan
yang digunakan adalah formalin, ammonia, Na2CO3.H2O (sebagai buffering), urea.
Praktikum ini menggunakan metode refluk. Refluks digunakan untuk mempercepat
terjadinya reaksi dengan pemanasan tanpa mengurangi volume zat yang bereaksi,
sebab pelarut yang menguap dapat terkondensasi dengan adanya kondensor tegak.
Sampel 0 akan diambil 2 ml sebelum dilakukan refluks. Setelah dilakukan refluks
diambil 2 ml dari sampel pada labu alas bulat 2 ml dan dijadikan sampel 1 pada waktu
yang ditentukan, begitu pun seterusnya hingga mencapai 5 sampel. Sampel 0 setelah
dilakukan penambahan urea memiliki harga pH 10 dan dikatakan basa. Pada sampel 1
dan 2 memiliki harga pH 12 dikatakan basa, Pada sampel 3, 5, dan 5 memiliki harga
pH 7 dan dinyatakan netral. Menurut teoritis, Semakin lama dalam waktu pemanasan,
harga pH semakin menurun.

VII. KESIMPULAN
1. Aldehid tergolong sebagai senyawa karbon dengan gugus karbonil.
2. Pengujian amonia menunjukkan hasil positif dengan terbentuk kristal berwarna
putih.
3. Pengujian 2,4 dinitrofenilhidrazin menunjukkan hasil positif degan adanya
endapan berwarna kuning.
4. Besarnya pH yang diperoleh pada tahap reaksi dan pada hasil reaksi adalah pH >7

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, A.L.1992.”Memahami polimer dari perekat”. ITB:Bandung.
Siregai, M.1988.”Dasar-dasar kimia organic”.Pendituad: Jakarta.
LAMPIRAN

Gambar test amonia


Gambar test 2,4-
dinitrofenilhidrazin
LAPORAN PRAKTIKUM RESMI KIMIA ORGANIK II
SINTESA BIODIESEL
Dosen Pengampu : Anisa Sholikhati, S.Pd., M.T

Disusun Oleh :
Nama : Abdilla Mahmud Arrafiq
Nim : 72021050050
Kelas : B/S1 Farmasi

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021/2022
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengenal alat-alat dan bahan baku kimia di laboratorium
beserta kegunaan dan keamanannya
2. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan
3. Mahasiswa mampu melakukan reaksi dan prinsip kerja proses trans-esterifikasi
(biodesel) dari minyak nabati

II. DASAR TEORI


Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untukmesin diesel yang diprodusi
dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak tumbuhan atau lemak hewan
dengan alkohol rantai pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan katalis yang
umumnya merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa kimia baru
yang disebut metil ester (Van Gerpen,2005).
Esterifikasi adalah konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi
mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis - katalis yang cocok adalah zat
berkarakter asam kuat merupakan katalis - katalis yang biasa dipakai dalam industri.
Reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih dan air
sebagai produk samping reaksi disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak.
Melalui kombinasi- kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode
penyingkiran (Fitriani, 2016)

RCOOH + ROH RCOOR + H2O

Aasam lemak Alkohol Ester Air

Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan ester dimana salah


satu pereaksinya juga merupakan senyawa ester. Jadi disini terjadi pemecahan
senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara senyawa ester. Ester yang
dihasilkan dari reaksi transesterifikasi ini disebut biodiesel (Aziz et al., 2011).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
No Nama Alat No. Nama Bahan
. 1. Aquadest
1. Corong Kaca 2. Minyak Jelantah
2. Gelas Ukur 3. Methanol
3. Hot Plate 4. NaOH
4. Klem 5. Hcl
5. Labu Ukur
6. Oven
7. Piknometer
8. Pipet Tetes
9. Statif
10. Thermometer
11. Cawan Porselin
12. Corong Pisah

IV. PROSEDUR KERJA


A. Proses Sintesa Biodiesel

Mengambil 145 mL minyak jelantah dan dipinaskan hingga


1
suhu 50˚C

Pindahkan minyak jelantah ke dalam labu leher tiga dan


2
dipanaskan pada suhu 55 ˚C disertai pengadukan 1 jam

Pindahkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan


3
biodiesel dan dan gliserol

4 Biodiesel dicuci dengan aquades

Masukkan biodiesel ke dalam oven (100˚C) selama 1 jam


5
untuk pemurnian
B. Penentuan Densitas Biodiesel

1 Menimbang piknometer kosong dan mencatat massanya

2 Menimbang aquades dg piknometer dan di catat massanya


C. Penentuan Viskositas
Mengambil 3 mL aquades dan memasukkan ke dalam
1
viskometer oswald

2 Mencatat waktu alir aquades

3 Mengulangi prosedur di atas sebanyak 3 kali

Mengganti prosedur di atas dengan mengganti aquades


4
dengan biodiesel.

V. DATA HASIL PENGAMATAN


A. Sintesa Biodiesel
- Pengukuran volume dan masa biodisel

No. Pencucian ke Volume (ml) Massa (g)


1. Sebelum dioven 78 ml 25,73 ml
2. Sesudah dioven 71 ml 8,52 ml

B. Penentuan Densitas Biodiesel


No. Penimbangan Massa (g)
1. Piknometer kosong 16,548
2. Piknometer + aquadest 41,611
3. Piknometer + biodiesel 39,515
C. Penentuan Viskositas Biodiesel

Waktu alir
No. Sampel Biodiesel Rata-rata
t1 t2 t3
1. Sebelum di oven 3 menit 10 3 menit 22 3 menit 24 3 menit 18 detik
detik detik detik
2. Sesudah di oven 4 menit 17 4 menit 30 4 menit 41 4 menit 29 detik
detik detik detik

D. Perhitungan
Diketahui :
Berat piknometer kosong : 16,548 g
Berat piknometer + aquadest : 41,611 g
Berat piknometer + biodiesel : 39,515 g
Massa jelantah : 87,371 g
Suhu aquadest : 26℃
Cawan porselen kosong 100 ml : 52,270 g

1. Perhitungan Massa Biodiesel


Massa biodiesel = (B.piknometer kosong+biodiesel) – B. piknometer
kosong

= 39,515 g −16,548 g

= 22,967 gram

2. Perhitungan Massa Aquadest

Massa aquadest = (B. piknometer kosong + aquadest)−B. Piknometer


kosong

= 41,611 g – 16,548 g

= 25,063 gram

3. Perhitungan Densitas Biodiesel


massa biodiesel
Densitas biodiesel = × ρ air
massa aquadest
22,967 g
= ×0.996
25 ,063 g
= 0,912
4. Perhitungan Viskositas Biodiesel

ρbiodiesel x waktu alir biodiesel


Viskositas = viskositas aquadest
ρ aquadest x waktu alir aquadest
0,912 x 198 s
= ×0.899
2,988 x 3 s
180,576
= × 0.899
2,988
= 54,329
5. Perhitungan Yield Biodiesel

massa biodiesel
Yield Biodiesel = ×100 %
massa jelantah
22,967 g
= ×100 %
87,371
= 026,286%

VI. PEMBAHASAN
Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari sumber
energi terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan menjadi bahan bakar
yang digunakan pada alat transportasi untuk menggantikan bahan bakar yang berasal
dari minyak bumi sehingga menyebabkan banyaknya polusi udara.
Pengujian pertama yaitu memproses sintesa biodiesel. Bahan yang digunakan
yaitu aquadest, minyak jelantah, 20 ml methanol dan 1 ml HCl sebagai esterifikasi, 20
ml methanol dan 1 ml NaOH sebagai transeterifikasi. Minyak jelantah diambil 200 ml
dan dipanaskan hingga suhu 50 ºC, kemudian dimasukkan bahan untuk esterifikasi
dan diaduk selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan bahan untuk transeterifikasi dan
diaduk lagi selama 2 jam. Kemudian dilakukan pemisahan biodiesel dan gliserol ke
dalam corong pisah. Setelah itu biodiesel dicuci dengan aquadest dan kemudian di
oven selama 1 jam untuk tahap pemurnian. Sebelum dimasukkan ke dalam oven,
biodiesel dimasukkan ke dalam viskometer oswald untuk mencatat waktu alir dari
biodiesel.
Setelah pengovenan terjadi penurunan volume dan massa pada biodiesel,
dimana volume awal diperoleh 78 ml dengan massa 25,73 sedangkan setelah
pemurnian volume berkurang menjadi 71 ml dan massa 8,52 gr. Pada tahap
permunian dilakukan pengukuran viscometer oswald untuk mengukur waktu alir
biodiesel sesudah permurnian. Hasil yang diperoleh pada waktu rata-rata alir sebelum
permunian dan sesudah permurnian mengalami kenaikan waktu alir. Dimana waktu
alir biodiesel lebih lama dari pada sebelumnya. Secara teori seharusnya sesudah
dilakukan permurnian waktu alir dari biodiesel lebih cepat karena biodiesel lebih cair
dari sebelum permurnian.

VII. KESIMPULAN
1. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diproduksi
dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak tumbuhan atau lemak
hewan dengan alkohol rantai pendek seperti metanol.
2. Katalis berpengaruh pada hasil dari densitas dan viskositas biodiesel
DAFTAR PUSTAKA

Aziz I, Nurbaiti S, Ulum B. 2011. pembuatan produk biodiesel dari minyak goreng
bekas dengan cara esterifikasi dan transesterifikasi. Valensi. 2(2). 384-388.
Fitriani. (2016). Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah Melalui Transesterifikasi
dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik. Bandarlampung: Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
Gerpen, Jon Van. (2005). “Biodiesel Processing and Production”. Fuel Processing
Technology. 86, 1097-1107.
Triana kusumaningsih dkk. 2006. Pembuatan Bahan Bakar Biodiesel dari Minyak
Jarak : Pengaruh Suhu dan Konsentrasi KOH pada Reaksi Transesterifikasi
Berbasis Katalis Basa. No.3 Volume 1
LAMPIRAN

Gambar berat pikno Gambar berat pikno Gambar berat biodiesel


kosong +biodiesel sesudah dioven
LAPORAN PRAKTIKUM RESMI KIMIA ORGANIK II
REAKSI HIDROLISA PATI
Dosen Pengampu : Yayuk Mundriyastutik, S.T.,M.T

Disusun Oleh :
Nama : Abdilla Mahmud Arrafiq
Nim : 72021050050
Kelas : B/S1 Farmasi

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021/2022
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengenal alat-alat dan bahan baku kimia di laboratorium
beserta kegunaan dan keamanannya
2. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan
3. Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar pati/amylum dalam bahan pangan
4. Mahasiswa melakukan reaksi dan prinsip kerja proses hidrolisa

II. DASAR TEORI


Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosadan amilopektin, dalam
komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera)
sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Pati adalah suatu
polisakarida yang mengandung amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan
polisakarida berantai lurus bagian dari butir-butir pati yang terdiri atas molekul-
molekul glukosa-1,4-glikosidik . Amilosa merupakan bagian dari pati yang
larut dalam air, yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, dan bila
ditambah dengan iodium akan memberikan warna biru.

Struktur Amilosa

Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia denganmenggunakan air


untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan
proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang
lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa (Rindit et al,
1998).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat : Bahan :
No Nama Alat No. Nama Bahan
. 1. Pati/ mengandung
1. Hot plate stirrer karbohidrat
2. Erlenmeyer 250 mL 2. HCl
3. Gelas beker 3. NaOH
4. Buret 4. Fehling A
5. Magnetik stirrer 5. Fehling B
6. Pipet 6. Aquades
7. Stopwatch 7. Glukosa standart
8. Labu leher 3 8. Indikator metil blue
9. Pendingin balik
10. Gelas ukur
11. Pipet Volume 5 ml
12. Selang
13. Statif
14. Heating mantel
15. Batang pengaduk
16. Termometer
17. Sendok tanduk
18. Propipet
19. Corong kaca
20. Klem buaya

IV. PROSEDUR KERJA


A. Hidrolisa Pati
Menimbang pati (Amylum) 5 gram kemudian masukkan ke dalam labu leher 3

Tambahkan HCl 2 N 250 mL, kemudian labu dihubungkan dengan pendingin


balik dan dan pemanas dihubungkan serta diaduk sampai mendidih (proses
refluk).

Catat waktu mulai mendidih.

Setelah mendidih tiap 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit di ambil


masing 20 mL.

Lakukan analisis hasil ( Spektrofotometri UV-Vis dan Titrimetri).


B. Analisis Hasil

Hasil hidrolisa disaring filtratya diambil sebanyak 20 mL netralkan dengn


NaOH, dan encerkan dengan akuades sampai 100 mL masukkan ke dalam
buret

Ambil masing-masig 10 mL fehling A dan fehling B masukkan dalam


erlenmeyer 250 mL panaskan sampai mendidih sambil dititrasi dengan larutan
hidrolisa yang telah dinetralkan dan diencerkan

Jika warna biru hampir hilang dan terbentuk endapan merah bata, tambahkan
kedalam campuran yang panas indikator metil blue 2 tetes.

Titrasi dalam keadaan panas dilanjutkan sampai warna biru hilang. Saat titik
ekivalen tercapai cairan terlihat jernih yaitu tidak warna biru yang terlihat
pada beningan, dasar erlenmeyer terdapat endapan.

Catat volume filtrat yang dipakai, ulangi sampai 3 kali

Pada peneraaan larutan fehling dilakukan dengan cara memanaskan 5 mL


larutan fehling A dan fehling B, kemudian dititrasi dengan larutan glukosa
standart seperti pada analisa hasil, ulangi 2x.
V. PERHITUNGAN KADAR
- HCl
% kadar × Bj ×1000
N = × Vol
Mr
37 % ×1,19 ×1000
= ×1
36,5
= 12,06 gr
V1.N1 = V2.N2
500 . 2 N = V2 . 12,06
V2 = 82,91 ml
- Kadar 15 menit
V1
C . Vo .0,9
X= V2
W.K
100 ml 10
× ×7,5 × 0,9
11,35 ml 100
=
98
5 gr ×
100
5,94
=
4,9
gr
= 1,2
ml
- Larutan glukosa
10
×250 = 25 gr
100

VI. DATA HASIL PENGAMATAN


A. Titrasi Blanko

Sampel Hasil pengamatan kesimpulan


V1 (ml) V2 (ml)
(fehling A + B) + 4,9 ml 3,4 ml Terdapat berwarna merah
larutan gula bata

Keterangan = endapan

B. Titremetri

Sampel Hasil pengamatan kesimpulan


(amino solani) V1 (ml) V2 (ml)
To” >25 ml - Tidak berubah warna & tidak ada
Ts” >25 ml - Biru agak kemerahan
T10” 20 ml 25 ml Adanya berwarna merah bata
T15” 50 ml 41 ml Warna biru hampir ilang
T20” 20,5 ml 18,5 ml Endapan semakin banyak

VII. PEMBAHASAN
Hidrolisis merupakan reaksi penguraian suatu senyawa oleh air, asam atau
basa. Pada praktikum kali ini senyawa yang dihidrolisis adalah senyawa pati
dengan menggunakan katalis asam klorida (HCl). Senyawa pati merupakan
senyawa polisakarida yang dapat diuraikan menjadi monosakarida.
Pada praktikum kali ini reaksi hidrolisa pati dilakukan hidrolisis yang
merupakan proses pemecahan suatu senyawa kimia menjadi senyawa kimia yang lain,
yaitu senyawa kimia yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis dinetralkan dengan
menambahkan NaOH yang berfungsi untuk menetralkan HCl yang berlebih dalam
larutan. Larutan yang telah netral ditambah fehling A dan B yang membentuk warna
biru. Penambahan fehling A dan B bertujuan untuk pendeteksi ada atau tidaknya
glukosa dalam larutan. Glukosa yang terdeteksi saat larutan merjadi merah kebiru-
biruan. Setelah penambahan fehling A dan B dilakukan pemanasan hingga mendidih
sambil dititra dengan larutan hidrolisa yang telah dinetralkan dan diencerkan.
Pada penambahan indikator metil blue pada larutan karena indictor metil blue
memiliki range pH antara 10,6-13,4. Indikator ini sesuai untuk larutan basa yang
disebabkan adanya NaOH berlebih yang terdapat pada penambhan fehling B. Dan
hasil yang diperoleh pada percobaan ini, volume titran pada titrasi blangko V1 adalah
4,9 ml dan titrasi blanko V2 adalah 3,4 ml. sedangkan pada titran pada titrasi sampel
0' tidak ada perubahan warna dan tidak terbentuk endapan menandakan tidak ada
glukosa pada larutan sampel. Pada titrasi sampel 5', 10', 15', dan 20' terjadi perubahan
warna biru kemerahan dan terbentuk endapan merah bata menandakan sampel
terdapat glukosa. Hasil perhitungan kadar sampel 10' adalah 0,4285 gr/ml, kadar
sampel 15' adalah 0,2132 gr/ml dan kadar sampel 20' adalah 0,4945 gr/ml. Faktor
yang memungkinkan terjadi kesalahan yaitu kurang telitinya dalam pembacaan
volume titrasi, tidak konstan dalam pengadukan titrasi.

VIII. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Hidrolisis merupakan reaksi penguraian suatu senyawa oleh air, asam atau basa.
2. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-
bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa
dan glukosa
3. Penambahan HCI berguna sebagai katalis untuk memecah pati menjadi glukosa
danj uga untuk mempercepat reaksi hidrolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Rindit Pambaylun dkk. 1998. Laporan Penelitian : Mempelajari Hidrolisis Pati
Gadung (Dioscoreahispida Demst) dengan Enzim amilas dan Glukoamilas
untuk pembuatan sirup glukosa. Fakultas Pertanian UNSRI: Palembang
LAMPIRAN

Gambar titrat sebelum Gambar hasil titrasi blanko


Gambar titrat setelah
dititrasi 1 adanya endapan merah
dititrasi
bata

Gambar hasil titrasi blanko Gambar penetralan filtrat


2 adanya endapan merah
bata
LAPORAN PRAKTIKUM RESMI KIMIA ORGANIK II
SAPONIFIKASI
Dosen Pengampu : apt. M. Khudzaifi, M. Pharm, Sci

Disusun Oleh :
Nama : Abdilla Mahmud Arrafiq
Nim : 72021050050
Kelas : B/S1 Farmasi

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021/2022
I. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengenal alat-alat dan bahan baku kimia di laboratorium


beserta kegunaan dan keamanannya
2. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan
3. Mahasiswa mampu melakukan reaksi dan prinsip kerja proses saponifikasi

II. DASAR TEORI


Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak
yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh berbentuk padat, berbusa, dengan
atau tanpa zat tambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun dibuat
dengan cara, yaitu proses saponifikasi. Proses saponifikasi minyak akan diperoleh
produk samping yaitu gliserin, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh
gliserin. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali
(Ophardt, 2003).
Reaksi saponifikasi adalah suatu reaksi hidrolisis asam lemak (RCOOR’)
dengan alkali (R-OH) yang membentuk sabun (RCOOR) dan gliserol (R’-OH)
(Splitz, 1996). Prinsip dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh
basa, menghasilkan gliserol dan sabun. Proses pencampuran antara minyak dan
alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut
trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl
ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga sabun
akan tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari gliserol (Gebelin,
2005).
Reaksi saponifikasi adalah suatu reaksi hidrolisis asam lemak dengan
basa kuat membentuk sabun dan gliserol. Pada umumnya, alkali yang digunakan
dalam pembuatan sabun adalah NaOH dan KOH. Asam lemak yang berikatan dengan
natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun. Sabun yang dibuat
dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat
dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH
antara 9,0 sampai 10,8. Sedangkan sabun yang dibuat dengan alkali lemah (NH4OH)
akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5 (Fessenden,
1992).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
No Nama Alat No. Formula 1
. 1. Minyak zaitun 10 gram
1. Hot plate 2. Minyak kelapa 30 gram
2. Termometer 3. Minyak sawit 30 gram
3. Batang pengaduk 4. NaOH 9 gram
4. Beaker glass 50 ml 5. Aquadest 20 ml
dan 250 ml
5. Gelas ukur 100 ml
6. Sendok tanduk
7. Cetakan sabun

IV. PROSEDUR KERJA

Menyiapkan alat dan bahan

Menimbang minyak kelapa sebanyak 30 g, minyak zaitun sebanyak 10 g,


dan minyak sawit 30 g

Mencampur bahan ke dalam beaker glass 250 ml lalu aduk ad homogen

Menimbang NaOH sebanyak 9 g lalu dilarutkan dalam aquadest 20 ml 9


(fase air)
Memanaskan fase air sampai suhu 65℃ . Memanaskan fase minyak
sampai suhu 65℃

Mencampurkan fase air ke dalam fase minyak dan masukan magnetik


stirrer sampai terbentuk emulsi

Menuangkan emulsi ke dalam cetakan sabun, lalu mendiamkan sampai


padat

V. DATA HASIL PENGAMATAN


Sampel Hasil Pengamatan
- Terbentuk emulsi pada suhu 65 ℃
selama 5 menit.
- Terbentuk sabun (tekstur padat)
Fase air + Fase minyak dalam ± 3 jam dan menghasilkan
busa
- Berwarna putih tulang
- Berbau wangi essence strawberry
VI. PEMBAHASAN
Menurut teori dari (Ketaren, 1986), dimana saponifikasi merupakan proses
untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
akan membentuk sabun. Saponifikasi sendiri merupakan salah satu metode
pemurnian secara fisik, dimana pada prosesnya, saponifikasi dilakukan dengan
menambahkan basa pada minyak yang akan dimurnikan. Penambahan basa pada
proses saponifikasi ini akan bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun
yang mengendap dengan membawa serta lendir, kotoran dan sebagian zat warna.
Pada praktikum kali ini melakukan percobaan pembuatan sabun menggunakan
formula minyak zaitun 10 g, minyak kelapa 30 g, minyak sawit 30 g, NaOH 9 g, dan
aquadest 20 ml. Jenis alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah NaOH, hal ini
dikarenakan produk sabun yang ingin dihasilkan merupakan sabun padat, sedangkan
jika produk sabun yang ingin dihasilkan merupakan sabun cair maka dapat
menggunakan KOH karena sifatnya mudah larut dalam air. Pemilihan NaOH sebagai
basa juga dikarenakan NaOH paling sering digunakan dalam pembuatan sabun padat
serta dapat membantu proses saponifikasi, dimana pada proses saponifikasi antara
minyak dengan basa NaOH akan terbentuk base sabun padat.
Pada proses pemanasan berlangsung dilakukan pengadukan secara konstan
yang bertujuan untuk memperluas tumbukan partikel antar zat yang terjadi sehingga
reaksi berlangsung cepat. Setelah terbentuk emulsi dituangkan pada cetakan sabun
dan di diamkan selama 1-2 hari hingga tekstur sabun menjadi padat. Namun pada
percobaan ini hanya membutuhkan 2 jam hingga tekstur sabun padat dan menghasilka
busa.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. saponifikasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
atau pereaksi lainnya sehingga akan membentuk sabun.
2. Reaksi saponifikasi adalah C3H3(O2CR)3 + NaOH → 3RCOONa + C3H5(CH)3
3. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J., 1992, Kimia Organik Jilid II, Erlangga, Jakarta
Gebellin, Charles G., 2005, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI- Press
Spitz, Luis, 1996, Soap and Detergents: A Practical and Theoritical Review, United
States of America, AOCS Press
LAMPIRAN

Gambar 2 pemanasan Gambar 3 penimbangan


Gambar 1 Alat fase air dan dafe minyak minyak zaitun

Gambar 4 proses Gambar 5 hasil setelah 2 Gambar 6 hasil setelah 1


penyetakan jam hari
LAPORAN PRAKTIKUM RESMI KIMIA ORGANIK II
SINTESIS ASPIRIN (ESTERIFIKASI)
Dosen Pengampu : apt. Wahid Sabaan, M.Farm

Disusun Oleh :
Nama : Abdilla Mahmud Arrafiq
Nim : 72021050050
Kelas : B/S1 Farmasi

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021/2022
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengenal alat-alat dan bahan baku kimia di laboratorium
beserta kegunaan dan keamanannya
2. Mahasiswa mampu mengoperasikan peralatan
3. Mahasiswa mampu melakukan reaksi dan prinsip kerja proses esterifikasi

II. DASAR TEORI


Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan asam asetat anhidrat dengan
dibantu dengan asam sulfat pekat. Aspirin memilik keguanaan untuk meringankan
rasa saki, terutama sakit kepala, sakit gigi dan nyerti otot serta menurunkan demam.
Aspirin yang sekarang sedang dikembangkan ini memiliki efek antikoagulan dan
dapat digunakan dalam dosis rendah dengan waktu lama untuk mencegah serangan
jantung.
Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi
merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu
ester. Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat disintesis dengan menggunakan
asam asetat (memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki gugus OH). Asam
salisilat dicampur dengan asam asetat anhidrat, menyebabkan reaksi menghasilkan
aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah kecil asam
sulfat umumnya digunakan sebagai katalis.
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi
sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam asetil
salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu, aspirin juga
merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti
bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipretik yang
berfungsi sebagai obat penurun demam. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam
natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat (Baysinger,2004).
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti
dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau
dari anhidrida asam dengan alcohol. Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa
yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril.
Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk ester
asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. (Fessenden & Fessenden,
1986).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat : Bahan :
No Nama Alat No. Nama Bahan
. 1. Asam salisilat
1. Beaker glass 100 & 250 ml 2. Asam asetat glacial
2. Corong buchner 3. Methanol
3. Pompa vacum 4. Aquadest
4. Pipet tetes 5. FeCl3
5. Hot plate 6. Asam sulfat pekat
6. Batang pengaduk
7. Gelas ukur 10 ml dan 100 ml
8. Kertas saring
9. Kertas saring wathman
10. Termometer
11. Erlenmeyer hisap
IV. PROSEDUR KERJA
12. Sendok tanduk
A. Pembuatan Aspirin

B. Pengujian Menimbang 10 g asam salisilat dan 1


1
Terhadap Aspirin masukan ke dalam beaker glass

2 reaksi
Menyiapkan 1 buah tabung Menambahkan 10 tetes asam sulfat peka

Memanaskan campuran sampai suhu 60


3
pengadukan

Mendinginkan pada suhu kamar sambil


4
ditambahkan 75 ml aquadest

Melakukan penyaringan dengan menggu


Melarutkan sampel dalam methanol5 lalu memipet 10
dibantu dengan alat pompa vacum
tetes masukan kedalam tabung reaksi
Melakukan proses pemurnian dan rekris
6
aquadest dan dipanaskan sampai larut, d

7 Menimbang kristal, menghitung rendem


Menambahkan FeCl3 sampai larutan berubah warna

Warna ungu menunjukan adanya asam salisilat dalam sampel

V. DATA HASIL PENGAMATAN


1. Hasil Pembuatan Aspirin

 Berat asam salisilat = 10 gram

 BM asam salisilat = 138,12 g/mol

 BM asam asetil salisilat = 180,16 g/ml

 Berat kertas saring kosong = 0,8147 gram

 Berat kertas saring + kristal = 11,1848 gram


2. Penentuan Berat Teoritis Berdaarkan Stokiometri
Rumus : mol asam salisilat = mol asam asetil salisilat

gram gram
=
BM . Asam salisilat BM . Asam asetil salisilat

10,0129 gram gram


=
138,13 g /mol 180,16 g /mol

1,803,92
Gram ¿
138,12

¿ 13,060 gram

3. Penentuan Hasil yang Diperoleh Dari Percobaan


Berat kristal = (Berat kertas saring + kristal) – Berat kertas saring kosong
= 11,1848 g – 0,8147 g
= 10,3701 gram
4. Perhitungan % Randemen
hasil yang diperoleh dari percobaan
% Randemen ¿ ×100 %
hasil teoritis berdasarkan stokiometri
10,3701 g
= 13,060 g × 100 %
= 79,4035%

VI. PEMBAHASAN
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan
untuk obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai
efek obat sejenis. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai
obat luar. 
Pada percobaan kali ini, yang digunakan sebagai bahan baku adalah asam
salisilat, asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Asam salisilat dengan asam
asetat anhidrat direaksikan dalam suasana asam yang dibantu dengan pemanasan dan
pendinginan agar pembentukan aspirin berlangsung baik. Digunakan asam asetat
anhidrat karena untuk mencegah adanya air, sebab bila terdapat air maka kristal
aspirin akan terurai kembali menjadi asam salisilat. Pencampuran semua zat
dilakukan dalam lemari asam, karena zat yang digunakan berbahaya jika kontak
secara langsung dengan udara. Setelah tercampur, lalu dipanaskan dengan
menggunakan penangas air. Fungsi dari pemanasan adalah untuk mempercepat
kelarutan dari asam salisilat sehingga dapat bercampur dengan sempurna. Setelah itu,
larutan didiamkan pada suhu kamar selama beberapa menit sambil diaduk. Setelah iru
dilakukan pendinginan pada suhu kamar, pendinginan berujuan untuk membentuk
kristal, karena suhu dingin molekul aspirin dalam larutan akan bergeral lambat dan
akan terkumpul membentuk endapan melalui proses nukeasi. Setelah kristal
mengering, dilakukan identifikasi dengan penambahan FeCl3. Sampel yang diuji
yaitu kristal ditambah dengan metanol kemudian diberi larutan FeCl3. Berdasarkan
hasil percobaan, hasil larutan setelah ditambahkan FeCl3 berubah warna menjadi
ungu. Hal tersebut menandakan bahwa sampel yang dihasilkan selama percobaan
mengandung asam salisilat.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan asam asetat anhidrat dengan
dibantu dengan asam sulfat pekat.
2. Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi.
3. Kristal yang diperoleh pada percobaan sebanyak 10,301 gr.
DAFTAR PUSTAKA
Baysinger, Grace. Et all. 2004. Handbook of Chemistry and Physics . 85th ed.
NewYork : CRC
Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden., 1986, Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid 2,
Terjemahan Oleh A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
https://www.academia.edu/34900434/
Laporan_Praktikum_Kimia_Organik_Sintesis_Aspirin(diakses pada tanggal
20 desember 2022)
LAMPIRAN

Gambar 1 Alat 1 Gambar 2 Alat corong buchner Gambar 3 Bahan Gambar 4 pelarut dan
pereaksi

Gambar 5 penimbangan asam Gambar 6 penimbangan asam Gambar 7 proses Gambar 8 proses
salisilat asetat glacial pemanasan penyaringan

Gambar 8 kristal Gambar 9 penimbangan Gambar 10 Gambar 11 hasil


kertas timbang kosong penimbangan kertas +
kristak

Anda mungkin juga menyukai