Anda di halaman 1dari 10

P olic y Brief

Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

EDISI I /2023

Pembiayaan UMi
dan Dampaknya
Terhadap Usaha
Ultra Mikro

iaei-pusat.org
P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Pembiayaan UMi dan Dampaknya


EDISI I /2023
Terhadap Usaha Ultra Mikro
Tim Peneliti Pendahuluan

Raditya Sukmana
Universitas Airlangga
raditya-s@feb.unair.ac.id
P iramida terbawah badan usaha di Indonesia diisi oleh kalangan
Usaha Ultra Mikro (UMi). Usaha ultra mikro merupakan usaha milik
perorangan yang dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari dan skala usahanya lebih kecil dari usaha mikro. Usaha ini biasanya
berupa usaha laundry kiloan, toko kelontong, kuliner rumahan, dan lain
Wahyu Jatmiko sebagainya. Pada tahun 2019 tercatat bahwa proporsi usaha mikro
Universitas Indonesia (termasuk usaha ultra mikro) mencapai 98% dari UMKM di Indonesia,
wahyujatmiko@ui.ac.id menyerap tenaga kerja hingga 89%, dan menyumbang 37,35% PDB
Indonesia.
Shochrul R. Ajija Peran usaha ultra mikro yang cukup besar terhadap perekonomian
Universitas Airlangga Indonesia tidak menjadikan usaha jenis ini tanpa tantangan. Di antara
shochrul-r-a@feb.unair.ac.id tantangan terbesar yang dihadapi usaha ultra mikro adalah permodalan.
Permodalan dirasakan sangat sulit bagi usaha ultra mikro karena adanya
Azizon beberapa faktor seperti keterbatasan literasi keuangan, akses informasi
Universitas Indonesia dan edukasi, serta keterbatasan kolateral. Konsekuensinya, pelaku usaha
azizon@pebs-febui.org ultra mikro tidak segan untuk meminjam dari rentenir yang justru dapat
mendatangkan masalah lain.
Untuk membantu permodalan usaha ultra mikro, pemerintah telah
menerbitkan skema pembiayaan yang fokus menyasar kalangan usaha
ultra mikro yang disebut dengan pembiayaan UMi sejak tahun 2017.
Pembiayaan ini menggunakan konsep dana bergulir yang dikelola oleh
BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di bawah Kementerian Keuangan.
Penyaluran pembiayaan UMi dilakukan melalui Lembaga Keuangan
Bukan Bank (LKBB) termasuk LKBB Syariah. Pembiayaan UMi ditujukan
untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi
usaha ultra mikro serta menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi
oleh Pemerintah.
Kriteria usaha yang bisa mendapatkan pembiayaan UMi ini adalah
usaha perseorangan yang tidak sedang dibiayai oleh kredit program
pemerintah di bidang UMKM lain dan pemiliknya adalah seorang WNI
yang memenuhi syarat ketentuan umur (sudah memiliki KTP Indonesia).
Pembiayaan dapat bersifat individu maupun dalam bentuk kelompok
dengan sistem tanggung renteng tanpa agunan dengan limit pinjaman
maksimal Rp20.000.000.
Setelah kurang lebih 5 tahun perjalanan UMi, maka perlu kiranya
dilihat bagaimana dampak pembiayaan ini terhadap Usaha Ultra Mikro
dalam rangka mengevaluasi serta menurunkan strategi dan kebijakan
pembiayaan UMi yang lebih baik kedepannya.
Maka dari itu, IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) bekerjasama
dengan peneliti dari Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga
melaksanakan rangkaian penelitian dampak pembiayaan UMi PIP
terhadap Usaha Ultra Mikro di Indonesia.

Policy Brief IAEI ( 1 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Metode Penelitian
Untuk melihat dampak pembiayaan UMi dan efektifitas skema pembiayaan dana UMi, peneliti
melakukan dua pendekatan penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, peneliti
melakukan Focus Group Discussion (FGD) dan In-Depth Interview (IDI) dengan PIP, beberapa mitra
penyalur dan penerima dana UMi. Sedangkan secara kuantitatif, kami melakukan survei terhadap
penerima dan non-penerima dana UMi yang selanjutnya dianalisis dengan uji beda t-test dan
Difference in Difference (DiD) untuk melihat seberapa signifikan dampak penyaluran dana UMi
terhadap kinerja usaha ultra mikro.
Dari sekitar 1,3 juta orang penerima dana UMi yang tersebar di Indonesia, penelitian ini
mengambil sampel sebanyak 621 nasabah penerima dana UMi dan 643 non-penerima dana UMi di
lima kabupaten/kota di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan
penyaluran UMi terbesar di Indonesia. Responden penerima UMi yang disurvei adalah mereka yang
mendapatkan dana pada Mei-Juli 2022 melalui beberapa lembaga penyalur baik dengan skema
group lending maupun personal lending. Selanjutnya, mereka akan diidentifikasi kondisi usaha pada
Desember 2021 dan Desember 2022. Survei dilakukan pada bulan November dan Desember 2022.

Karakteristik Responden Tabel 1. Profil Responden


Usaha Ultra Mikro
Secara umum, penerima dana UMi Indikator Penerima UMi Non Penerima UMi
didominasi oleh perempuan berusia 37-
Gender Laki-laki: 5,80% Laki-laki: 51,17%
46 tahun, telah menikah, memiliki rumah
Perempuan: 94,20% Perempuan: 48,83%
sendiri, dan tinggal di desa. Dari segi
pendidikan terakhir yang ditamatkan, Rata-rata 42 tahun 43 tahun
penerima dana UMi didominasi oleh Usia
individu yang berpendidikan Sekolah
Dasar (SD) dan paling sedikit adalah Lokasi Desa: 96,62% Desa: 70,45%
individu yang menamatkan jenjang Kota: 3,38% Kota: 29,55%
perguruan tinggi (lihat Tabel 1).
Rata-rata Sekolah Dasar (SD) Sekolah Dasar (SD)
Di sisi lain, karakteristik pemilik usaha Pendidikan
ultra mikro yang bukan termasuk Terakhir
penerima dana UMi sebagian besar
adalah laki-laki, usia 37-46 tahun, telah Rata-rata Menikah Menikah
menikah, memiliki rumah sendiri, dan Status
tinggal di desa. Sama seperti penerima Perkawinan
UMi, dari segi pendidikan terakhir yang
Rata-rata Milik Sendiri Milik Sendiri
ditamatkan, responden bukan penerima Status
UMi sama-sama didominasi oleh individu Rumah
yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
dan paling sedikit adalah individu yang Jenis Usaha Rumah Makan, Rumah Makan,
menamatkan jenjang perguruan tinggi. Mayoritas Penjualan Makanan Penjualan Makanan
Adapun jenis usaha yang paling
Rata-rata Rp105.000.000 Rp109.000.000
banyak dilakukan oleh penerima dan UMi omset per
dan non-penerima dana UMi adalah tahun
penjualan makanan. Kemudian, usaha
yang dimiliki tersebut merupakan usaha Mayoritas Perlengkapan usaha Perlengkapan usaha
milik perseorangan atau milik pribadi Jenis Aset non tani lainnya dan non tani lainnya dan
dengan sumber pendanaan dari yang dimiliki kendaraan selain kendaraan selain roda
tabungan atau dari lembaga pinjaman. roda empat empat

Policy Brief IAEI ( 2 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Hasil Penelitian
Skema Pembiayaan Umi
Group and Personal Lending
Dari FGD dan IDI diketahui bahwa terdapat dua mekanisme penyaluran dana UMi yaitu dengan
group dan personal lending. Namun demikian, skema group lending atau kelompok secara umum
mendominasi pembiayaan yang dilakukan dengan pendekatan yang bervariasi.
Masing-masing mekanisme penyaluran dana tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Group
lending dianggap sebagai sistem yang lebih aman karena memiliki social collateral untuk
menghindari gagal bayar atau default dan juga dapat dijadikan sebagai asesmen untuk melihat
feasibilitas calon nasabah untuk diberikan pembiayaan. Selain itu, secara efektivitas proses
pemberdayaan dan pembinaan pendekatan ini dianggap lebih baik karena didukung oleh
ekosistem yang lebih rapi dan utuh.
Namun, disisi lain beberapa lembaga penyalur juga mengakui bahwa group lending dirasakan
lebih costly dalam hal pelaksanaan. Selain itu, proses pemenuhan jumlah minimal anggota
kelompok untuk mengajukan pembiayaan juga menyulitkan dan memungkinkan proses yang lebih
lama dari pengajuan pembiayaan. Dengan implementasi kelompok ini terdapat indikasi bahwa
lembaga penyalur sulit untuk melakukan ekstensifikasi nasabah, karena pada akhirnya pengajuan
kembali dilakukan oleh nasabah eksisting karena mereka sudah memiliki kelompok.
Sementara itu pendekatan personal lending dirasakan lebih fleksibel karena calon nasabah tidak
bergantung syarat minimal anggota kelompok. Namun demikian, mekanisme personal lending
relatif kurang cepat dalam proses pengajuannya bagi anggota baru karena beberapa diantaranya
disyaratkan harus menjadi anggota minimal 3 bulan. Walaupun memiliki tingkat fleksibilitas yang
lebih baik, risiko kredit pendekatan personal lending menjadi lebih tinggi karena tidak adanya social
collateral. Karena itu, beberapa produk lain di luar UMi mensyaratkan adanya kolateral.
Dengan memperhatikan segmentasi pasar dan kriteria pembiayaan UMi, serta hasil interview dan
FGD dapat dilihat bahwa lembaga penyalur secara umum lebih menginginkan skema pembiayaan
melalui group lending. Selain berfungsi sebagai jalur pemasaran skema group lending dirasa paling
tepat dan aman dari segi resiko.

Sistem Pembiayaan, Pencairan dan Reimbursement


Secara umum, masing-masing mitra penyalur tidak memiliki nama produk yang khas untuk
pembiayaan UMi. Dengan demikian, penyaluran dana UMi mengikut pada produk yang sudah ada.
Hanya saja mitra penyalur menentukan penerima dana harus sesuai kriteria yang ditentukan PIP.
Oleh karena itu, penerima UMi dan juga bahkan petugas lapangan mitra penyalur pun tidak bisa
mengidentifikasi apakah mereka penerima dana UMi dari PIP atau tidak.
Tingkat bunga/margin penyaluran dana UMi beragam di masing-masing mitra penyalur dengan
kisaran antara 18-24% per tahun. Salah satu tantangan yang muncul adalah terkait daya saing rate
tersebut dibandingkan sumber pendanaan lainnya ataupun produk pembiayaan mitra penyalur
yang sudah ada sebelumnya. Walau secara rate, pembiayaan UMi secara umum jauh lebih kompetitif
apalagi dibandingkan dengan rate yang diberikan oleh rentenir.
Selain itu, sistem reimbursement dalam penyaluran dana UMi juga menjadi sorotan. Melalui
sistem ini, mitra penyalur menyetorkan data penerima dana untuk kemudian disetujui PIP sebagai
nasabah penerima dana UMi. Di satu sisi, sistem ini sangat bagus untuk menghindari adverse
selection dan juga tentunya menghindari double funding antar mitra penyalur.
Di sisi lain, sistem ini dinilai kurang efisien oleh mitra penyalur karena proses pencairan dana
menjadi lebih lama. Tentunya kecepatan pencairan pembiayaan merupakan satu hal yang krusial
dalam penyaluran dana dana ultra mikro, mengingat salah satu alasan pelaku usaha ultra mikro
masih berhubungan dengan rentenir adalah karena aspek kecepatan dalam pencairan dana. Selain
itu, sistem reimbursement juga membuat mitra penyalur harus menyiapkan dana talangan untuk

Policy Brief IAEI ( 3 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

mempertahankan performa layanan ke end user. Untuk mengurangi efek negatif ini, pada dasarnya
PIP telah mencairkan sejumlah dana secara bertahap ke rekening penyalur, yang bisa langsung
digunakan untuk penyaluran UMi. Sehingga yang perlu dilakukan adalah bagaimana
mengoptimalkan dan menyempurnakan sistem yang sudah dijalankan.

Adopsi Akad Syariah


Tingkat adopsi nasabah terhadap pembiayaan dengan akad syariah juga menarik untuk disoroti
dalam skema pembiayaan UMi. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh PIP, sekitar 45%
pembiayaan UMi disalurkan dengan menggunakan akad syariah. Namun jika ditelisik dari hasil
identifikasi saat FGD dan Interview tingginya angka adopsi ini lebih disebabkan karena default jenis
akad yang disediakan oleh lembaga penyalur bukan literasi dari penerima. Tidak ada mekanisme
pemberian opsi kepada debitur untuk memilih pembiayaan dengan akad syariah atau konvensional.

Dampak Penyaluran Dana Umi


Dampak terhadap Lembaga Penyalur
Keberadaan pembiayaan UMi secara umum diakui oleh lembaga penyalur memberikan dampak
yang positif. Dana UMi bagi penyalur merupakan dana pihak ketiga (DPK) yang dapat disalurkan
kepada para nasabah. Dana UMi ini memberikan kelimpahan dana yang dapat disalurkan sehingga
lembaga penyalur memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam memberikan pembiayaan.
Walaupun demikian, di sisi lain keberadaan pembiayaan UMi memberikan efek pada daya saing
produk lain baik di internal lembaga penyalur maupun produk eksternal lembaga lainnya. Beberapa
kasus yang ditemukan pada mitra penyalur adalah, mereka merubah komposisi daya saing produk
yang ditawarkan, misalnya dengan memberikan bargaining power kepada pengelola untuk
menekan bunga tabungan (simpanan) anggota. Pembiayaan UMi juga berhasil mempengaruhi
tingkat bunga dari produk pembiayaan lain dari penyalur. Hal ini juga berefek pada strategi
positioning produk yang mereka tawarkan di mana produk UMi dijadikan sebagai upgraded
financing karena rate pembiayaan UMi yang lebih murah. Ketika tidak dilakukan penyesuaian maka
akan menyebabkan daya saing produk mereka yang lain menjadi tidak kompetitif. Secara tidak
langsung, kondisi ini tentunya juga berimbas kepada lembaga eksternal yang juga berusaha
menyesuaikan rate bunga/margin produk mereka untuk tetap kompetitif di pasar.

Dampak terhadap End User (Pelaku Usaha Ultra Mikro)


Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa penyaluran dana UMi memberikan dampak positif
terhadap penerima dana.
Ditinjau dari dimensi ekonomi, terdapat peningkatan kinerja usaha dari penerima dana UMi
(Tabel 2). Namun, secara agregat dengan metode DiD belum ditemukan bukti statistik yang
signifikan antara penerima UMi dan non penerima UMi. Hal ini dikarenakan penelitian ini masih
mengkomparasi performa usaha dengan rentang periode yang tidak terpaut jauh, yaitu Desember
2021 dan Desember 2022. Namun demikian, penelitian ini menjadi baseline yang baik untuk analisis
berikutnya dengan menggunakan yang lebih panjang.

Indikator Kenaikan (%)


Tabel 2. Dampak Dana
Omset 3,7
Umi terhadap Kinerja
Usaha Ultra Mikro Omset Usaha Rumah Makan & Penjualan Makanan 4,8

Keuntungan 3,8

Aset Perlengkapan usaha Non Tani 4,2

Policy Brief IAEI ( 4 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Secara lebih spesifik, penerima dana UMi sangat terbantu karena mereka bisa merintis usaha dan
membantu menyokong pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan sebagian besar penerima dana
UMi adalah ibu rumah tangga. Dengan demikian, program UMi ini sangat positif terutama dalam
menciptakan usaha ultra mikro baru.
Dari dimensi sosial dan intelektual, pembiayaan UMi terutama dengan group lending system
menciptakan ekosistem yang baik secara sosial karena meningkatkan jiwa sosial masyarakat melalui
mekanisme seperti tanggung renteng. Namun demikian, mekanisme ini juga berdampak negatif
ketika anggota kelompok menghadapi pressure jika terjadi masalah dengan salah satu anggota
yang berujung pada ketidakharmonisan dalam lingkungan masyarakat. Hal itu biasanya terjadi
karena adanya rasa tidak terima dibebani untuk menanggung cicilan anggota lain ketika kelompok
yang terbentuk tidak secara organik (atas dasar keterpaksaan). Selain itu skema tanggung renteng
juga dapat menimbulkan moral hazard dan mendorong anggota yang tidak bertanggung jawab
untuk memanfaatkan situasi dengan berpura-pura tidak dapat mengangsur cicilan dan
memanfaatkan rasa empati teman kelompoknya.
Tidak hanya meningkatkan jiwa sosial, skema UMi juga menciptakan terjadinya transfer
knowledge kepada dan antar penerima. Selain mendapatkan pembinaan melalui program reguler,
dengan adanya kelompok juga akan memberikan dampak berupa perbaikan mindset untuk dapat
lebih maju secara bersama dan saling belajar dari pengalaman anggota lainnya. Hal ini diutarakan
oleh lembaga penyalur yang melihat bagaimana penerima UMi mengalami perubahan cara
pandang terhadap hidup dan keinginan untuk maju dan belajar. Tentu dengan bertambahnya
pengetahuan penerima (terutama perempuan), maka akan terjadi peningkatan kepercayaan diri,
jiwa kepemimpinan, keberanian mengambil keputusan, dan peningkatan kualitas hidup keluarga.
Program pembiayaan UMi juga dinilai menghasilkan dampak positif karena mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap rentenir. Platform pembiayaan UMi yang lebih murah dan
tidak mensyaratkan agunan harusnya dapat bersaing dengan bank keliling (rentenir). Walaupun
disadari bahwa secara komparatif yang menjadi kelemahan pembiayaan UMi dibandingkan
pembiayaan rentenir adalah dari segi kecepatan dan fleksibilitas pencairan.
Dari hasil survei diketahui bahwa sekitar 41% responden masih mengatakan bahwa peran
rentenir dapat membantu keuangan mereka. Hal ini terutama untuk pinjaman jangka pendek
dengan proses yang cepat meskipun dengan bunga relatif tinggi. Umumnya para responden pinjam
dengan nominal antara Rp.300.000,- sampai Rp.3.000.000,- dengan tenor 2 sampai 4 minggu dan
kisaran bunga pinjaman 3-9% per periode (biasanya dalam satuan minggu).
Dari hasil pengamatan lembaga penyalur juga menyebutkan bahwa saat ini ketergantungan
masyarakat terhadap rentenir tidak habis 100% tetapi diakui mengurangi kadar ketergantungan
tersebut. Semua lembaga penyalur yang menjadi narasumber interview ataupun FGD sepakat
bahwa pembiayaan UMi mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap rentenir.

Long Term Milestone dan Efektivitas Pembiayaan Jangka Panjang


Salah satu indikator jangka panjang yang dapat digunakan dalam melihat efektivitas
pembiayaan UMi adalah peningkatan kapasitas pembiayaan nasabah (nasabah naik kelas).
Sehingga untuk memastikan bahwa proses ini berjalan maka diperlukan milestone untuk
memastikan bahwa langkah-langkah ini secara jangka panjang dapat diakses dan diketahui oleh
nasabah.
Sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya terdapat framework pembiayaan yang dapat
dijadikan acuan untuk melihat kapan penerima pembiayaan naik kelas. Pada beberapa lembaga
pembiayaan terdapat beberapa segmentasi produk pembiayaan yang membagi segmen nasabah
berdasarkan kebutuhan dana dan level kapasitas pembiayaan nasabah. Misalnya PNM yang
memiliki program ULaMM yang merupakan lanjutan program pembiayaan ketika nasabah sudah
melewati batas kebutuhan pembiayaan Mekaar. Selain itu, pada dasarnya sebelum berpindah ke

Policy Brief IAEI ( 5 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

program ULaMM, PNM juga menyediakan produk Mekaar Plus yang diberikan kepada nasabah
berulang, yang menawarkan plafon pembiayaan lebih tinggi dengan lending rate lebih rendah.
Begitupun juga dengan Komida yang memiliki produk mikro bisnis untuk mantan nasabah UMi yang
membutuhkan pembiayaan lebih banyak. Mindset kerangka pembiayaan ini perlu ditanamkan juga
kepada lembaga penyalur. Tidak hanya naik kelas ke program pembiayaan mereka tetapi juga naik
kelas ke pembiayaan lain seperti KUR.

Tingkat Kepuasan Penerima Umi


Indikator lain yang menunjukkan keberhasilan pembiayaan UMi adalah terkait kepuasan
penerima. Gambar 1 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata dan median kepuasan seluruh aspek
kepuasan penerima UMi melampaui aspek kepuasan Non-UMi. Empat diantaranya bahkan
signifikan secara statistik.
Terdapat bukti statistik bahwa penerima UMi merasa lebih puas dibandingkan penerima Non-
UMi. Dalam hal ini pembiayaan UMi dirasa membantu mereka bangkit dari pandemi, mendorong
pengembangan usaha mereka, menyediakan produk yang sesuai kebutuhan, dan memiliki
mekanisme penyelesaian permasalahan kredit atau pembiayaan. Selain itu, untuk kemudahan akses
pada dasarnya penerima UMi juga lebih terbantu dengan adanya sistem jemput bola.

Policy Brief IAEI ( 6 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Gambar 1. Distribusi Perbandingan Kepuasan Penerima UMi dan Non-UMi


Catatan: Biru: rata-rata, Merah: median

Tabel 3. Uji beda (Mann-Whitney U Test) Kepuasan Terhadap Layanan UMi dan Non-UMi

Non-UMi UMi
Kriteria Kepuasan (Rata -rata) (Rata -rata) Difference P-value

Membantu bangkit dari pandemi 3 3.21 0.21*** 0.006

Mendorong pengembangan Usaha 3.09 3.28 0.19** 0.034

Produk yang disediakan 3.05 3.23 0.18** 0.013

Mekanisme penyelesaian
permasalahan kredit/pembiayaan 3 3.15 0.15** 0.032

Persyaratan mendapatkan kredit/


pembiayaan 3.23 3.33 0.10 0.316

Bunga/ Margin/ Bagi hasil 2.93 3.03 0.10 0.401

Layanan Karyawan 3.14 3.22 0.08 0.277

Akses Informasi Awal 3.19 3.27 0.08 0.329

Kemudahan Akses Kantor Lembaga 3.02 3.01 -0.01 0.917

Catatan: ***, **,* secara berurutan menunjukkan tingkat signifikansi dengan alpha 1%, 5% dan 10%

Policy Brief IAEI ( 7 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Rekomendasi Kebijakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema dan layanan pembiayaan UMi sudah cukup baik
memberikan impak pada penerimanya namun masih perlu untuk terus ditingkatkan. Peningkatan
kesejahteraan baik penerima maupun penyalur menjadi alasan kuat untuk mempertahankan
program pembiayaan Umi.
Untuk mengurangi keberadaan rentenir, mitra penyalur dana UMi dapat mendiversifikasi
skemanya dengan meniru bisnis model rentenir namun dengan tingkat bunga yang rasional.
Namun demikian, sistem reimbursement menjadi tantangan untuk implementasi hal ini.
Skema penggunaan SIKP juga harus terus disesuaikan agar dapat mendukung percepatan
proses persetujuan dan pencairan pembiayaan dari penyalur ke debitur serta menciptakan
ekosistem yang lebih terintegratif dan real time. Selain untuk mengoptimakan proses, hal ini juga
memungkinkan nama PIP untuk dapat dikenal oleh para penerima dan penyalurnya. Tentu saja, ini
membutuhkan investasi dan pembinaan yang lebih masif terhadap para mitra penyalur.
Tidak dapat disangkal bahwa mereka yang layak mendapatkan pembiayaan UMi juga
membutuhkan pembelian aset penting dan layanan, misalnya pendidikan anak. Salah satu opsi yang
dapat dipilih adalah diperlukannya pembiayaan non-produktif dengan proporsi tertentu.
Kerjasama dan integrasi antara zakat dan/atau wakaf (ZISWAF) dengan pembiayaan UMi dapat
menjadi opsi. Integrasi antara kedua program ini diharapkan dapat mengoptimalkan manfaat dari
masing-masing program baik dengan penyempurnaan distribusi dan pembiayaan yang lebih tepat
sasaran ataupun dibentuknya program-program atau skema penunjang bersama untuk
mengoptimalkan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk meningkatkan peluang bagi usaha ultra mikro untuk naik kelas, para penyalur perlu
diberikan insentif yang lebih besar, menjadikan hal tersebut sebagai indikator kinerja.
Program seperti award, rekognisi, dan bonus untuk mitra penyalur dengan usaha ultra mikro naik ke
level tertinggi menjadi opsi yang dapat ditempuh.
Dari sisi penelitian, ketersediaan data longitudinal sangat dibutuhkan untuk dapat benar-benar
mengukur efektifitas dan efisiensi penyaluran pembiayaan UMi. Penelitian selanjutnya juga dapat
berfokus pada fisibilitas integrasi zakat dan/atau wakaf dalam skema pembiayaan Umi.

Kata Penyalur
“ “Kami tidak hanya mendukung usaha ultra mikro, tetapi kami juga
menciptakan usaha mikro.” (KSP Karya Baitul Mandiri)

“Dulu rentenir itu adalah ancaman untuk mekaar, tapi saat ini mekaar

adalah ancaman untuk rentenir.” (PNM)
“ “ Di daerah ini masih ada rentenir, dan ada pengurangan karena
masuknya dana Umi di KBM ini. Bisa dilihat di lapangan (pasar), di daerah
ini rentenir bisa disebut bank batak dengan bunga 30-40% per 100 hari.
Dengan adanya KBM yang proses kreditnya mudah dapat mengurangi
pinjaman di rentenir.” (KSP Karya Baitul Mandiri)

“Ada beberapa dan hal tersebut malah menjadi target dari KBM berarti

usaha dari anggota yang meminjam di KBM meningkat dan akhirnya bisa
mengakses KUR di bank (naik kelas).” (KSP Karya Baitul Mandiri)

Policy Brief IAEI ( 8 of 9 )


P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Kantor Sekretariat
Gedung Dhanapala Lt. 2 Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Jl. Dr. Wahidin No. 1, Senen Raya, Jakarta Pusat 10710
Phone/fax : +6221 384 0059
Mobile/Whatsapp : +62851 6324 0059
Email : dpp@iaei-pusat.org / dpp.iaei@gmail.com

@redaksi.iaei
IAEI TV
@iaeiindonesia
@iaeiindonesia
@iaeiindonesia

iaei-pusat.org

Policy Brief IAEI ( 9 of 9 )

Anda mungkin juga menyukai