EDISI I /2023
Pembiayaan UMi
dan Dampaknya
Terhadap Usaha
Ultra Mikro
iaei-pusat.org
P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
Raditya Sukmana
Universitas Airlangga
raditya-s@feb.unair.ac.id
P iramida terbawah badan usaha di Indonesia diisi oleh kalangan
Usaha Ultra Mikro (UMi). Usaha ultra mikro merupakan usaha milik
perorangan yang dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari dan skala usahanya lebih kecil dari usaha mikro. Usaha ini biasanya
berupa usaha laundry kiloan, toko kelontong, kuliner rumahan, dan lain
Wahyu Jatmiko sebagainya. Pada tahun 2019 tercatat bahwa proporsi usaha mikro
Universitas Indonesia (termasuk usaha ultra mikro) mencapai 98% dari UMKM di Indonesia,
wahyujatmiko@ui.ac.id menyerap tenaga kerja hingga 89%, dan menyumbang 37,35% PDB
Indonesia.
Shochrul R. Ajija Peran usaha ultra mikro yang cukup besar terhadap perekonomian
Universitas Airlangga Indonesia tidak menjadikan usaha jenis ini tanpa tantangan. Di antara
shochrul-r-a@feb.unair.ac.id tantangan terbesar yang dihadapi usaha ultra mikro adalah permodalan.
Permodalan dirasakan sangat sulit bagi usaha ultra mikro karena adanya
Azizon beberapa faktor seperti keterbatasan literasi keuangan, akses informasi
Universitas Indonesia dan edukasi, serta keterbatasan kolateral. Konsekuensinya, pelaku usaha
azizon@pebs-febui.org ultra mikro tidak segan untuk meminjam dari rentenir yang justru dapat
mendatangkan masalah lain.
Untuk membantu permodalan usaha ultra mikro, pemerintah telah
menerbitkan skema pembiayaan yang fokus menyasar kalangan usaha
ultra mikro yang disebut dengan pembiayaan UMi sejak tahun 2017.
Pembiayaan ini menggunakan konsep dana bergulir yang dikelola oleh
BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di bawah Kementerian Keuangan.
Penyaluran pembiayaan UMi dilakukan melalui Lembaga Keuangan
Bukan Bank (LKBB) termasuk LKBB Syariah. Pembiayaan UMi ditujukan
untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi
usaha ultra mikro serta menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi
oleh Pemerintah.
Kriteria usaha yang bisa mendapatkan pembiayaan UMi ini adalah
usaha perseorangan yang tidak sedang dibiayai oleh kredit program
pemerintah di bidang UMKM lain dan pemiliknya adalah seorang WNI
yang memenuhi syarat ketentuan umur (sudah memiliki KTP Indonesia).
Pembiayaan dapat bersifat individu maupun dalam bentuk kelompok
dengan sistem tanggung renteng tanpa agunan dengan limit pinjaman
maksimal Rp20.000.000.
Setelah kurang lebih 5 tahun perjalanan UMi, maka perlu kiranya
dilihat bagaimana dampak pembiayaan ini terhadap Usaha Ultra Mikro
dalam rangka mengevaluasi serta menurunkan strategi dan kebijakan
pembiayaan UMi yang lebih baik kedepannya.
Maka dari itu, IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) bekerjasama
dengan peneliti dari Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga
melaksanakan rangkaian penelitian dampak pembiayaan UMi PIP
terhadap Usaha Ultra Mikro di Indonesia.
Metode Penelitian
Untuk melihat dampak pembiayaan UMi dan efektifitas skema pembiayaan dana UMi, peneliti
melakukan dua pendekatan penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, peneliti
melakukan Focus Group Discussion (FGD) dan In-Depth Interview (IDI) dengan PIP, beberapa mitra
penyalur dan penerima dana UMi. Sedangkan secara kuantitatif, kami melakukan survei terhadap
penerima dan non-penerima dana UMi yang selanjutnya dianalisis dengan uji beda t-test dan
Difference in Difference (DiD) untuk melihat seberapa signifikan dampak penyaluran dana UMi
terhadap kinerja usaha ultra mikro.
Dari sekitar 1,3 juta orang penerima dana UMi yang tersebar di Indonesia, penelitian ini
mengambil sampel sebanyak 621 nasabah penerima dana UMi dan 643 non-penerima dana UMi di
lima kabupaten/kota di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan
penyaluran UMi terbesar di Indonesia. Responden penerima UMi yang disurvei adalah mereka yang
mendapatkan dana pada Mei-Juli 2022 melalui beberapa lembaga penyalur baik dengan skema
group lending maupun personal lending. Selanjutnya, mereka akan diidentifikasi kondisi usaha pada
Desember 2021 dan Desember 2022. Survei dilakukan pada bulan November dan Desember 2022.
Hasil Penelitian
Skema Pembiayaan Umi
Group and Personal Lending
Dari FGD dan IDI diketahui bahwa terdapat dua mekanisme penyaluran dana UMi yaitu dengan
group dan personal lending. Namun demikian, skema group lending atau kelompok secara umum
mendominasi pembiayaan yang dilakukan dengan pendekatan yang bervariasi.
Masing-masing mekanisme penyaluran dana tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Group
lending dianggap sebagai sistem yang lebih aman karena memiliki social collateral untuk
menghindari gagal bayar atau default dan juga dapat dijadikan sebagai asesmen untuk melihat
feasibilitas calon nasabah untuk diberikan pembiayaan. Selain itu, secara efektivitas proses
pemberdayaan dan pembinaan pendekatan ini dianggap lebih baik karena didukung oleh
ekosistem yang lebih rapi dan utuh.
Namun, disisi lain beberapa lembaga penyalur juga mengakui bahwa group lending dirasakan
lebih costly dalam hal pelaksanaan. Selain itu, proses pemenuhan jumlah minimal anggota
kelompok untuk mengajukan pembiayaan juga menyulitkan dan memungkinkan proses yang lebih
lama dari pengajuan pembiayaan. Dengan implementasi kelompok ini terdapat indikasi bahwa
lembaga penyalur sulit untuk melakukan ekstensifikasi nasabah, karena pada akhirnya pengajuan
kembali dilakukan oleh nasabah eksisting karena mereka sudah memiliki kelompok.
Sementara itu pendekatan personal lending dirasakan lebih fleksibel karena calon nasabah tidak
bergantung syarat minimal anggota kelompok. Namun demikian, mekanisme personal lending
relatif kurang cepat dalam proses pengajuannya bagi anggota baru karena beberapa diantaranya
disyaratkan harus menjadi anggota minimal 3 bulan. Walaupun memiliki tingkat fleksibilitas yang
lebih baik, risiko kredit pendekatan personal lending menjadi lebih tinggi karena tidak adanya social
collateral. Karena itu, beberapa produk lain di luar UMi mensyaratkan adanya kolateral.
Dengan memperhatikan segmentasi pasar dan kriteria pembiayaan UMi, serta hasil interview dan
FGD dapat dilihat bahwa lembaga penyalur secara umum lebih menginginkan skema pembiayaan
melalui group lending. Selain berfungsi sebagai jalur pemasaran skema group lending dirasa paling
tepat dan aman dari segi resiko.
mempertahankan performa layanan ke end user. Untuk mengurangi efek negatif ini, pada dasarnya
PIP telah mencairkan sejumlah dana secara bertahap ke rekening penyalur, yang bisa langsung
digunakan untuk penyaluran UMi. Sehingga yang perlu dilakukan adalah bagaimana
mengoptimalkan dan menyempurnakan sistem yang sudah dijalankan.
Keuntungan 3,8
Secara lebih spesifik, penerima dana UMi sangat terbantu karena mereka bisa merintis usaha dan
membantu menyokong pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan sebagian besar penerima dana
UMi adalah ibu rumah tangga. Dengan demikian, program UMi ini sangat positif terutama dalam
menciptakan usaha ultra mikro baru.
Dari dimensi sosial dan intelektual, pembiayaan UMi terutama dengan group lending system
menciptakan ekosistem yang baik secara sosial karena meningkatkan jiwa sosial masyarakat melalui
mekanisme seperti tanggung renteng. Namun demikian, mekanisme ini juga berdampak negatif
ketika anggota kelompok menghadapi pressure jika terjadi masalah dengan salah satu anggota
yang berujung pada ketidakharmonisan dalam lingkungan masyarakat. Hal itu biasanya terjadi
karena adanya rasa tidak terima dibebani untuk menanggung cicilan anggota lain ketika kelompok
yang terbentuk tidak secara organik (atas dasar keterpaksaan). Selain itu skema tanggung renteng
juga dapat menimbulkan moral hazard dan mendorong anggota yang tidak bertanggung jawab
untuk memanfaatkan situasi dengan berpura-pura tidak dapat mengangsur cicilan dan
memanfaatkan rasa empati teman kelompoknya.
Tidak hanya meningkatkan jiwa sosial, skema UMi juga menciptakan terjadinya transfer
knowledge kepada dan antar penerima. Selain mendapatkan pembinaan melalui program reguler,
dengan adanya kelompok juga akan memberikan dampak berupa perbaikan mindset untuk dapat
lebih maju secara bersama dan saling belajar dari pengalaman anggota lainnya. Hal ini diutarakan
oleh lembaga penyalur yang melihat bagaimana penerima UMi mengalami perubahan cara
pandang terhadap hidup dan keinginan untuk maju dan belajar. Tentu dengan bertambahnya
pengetahuan penerima (terutama perempuan), maka akan terjadi peningkatan kepercayaan diri,
jiwa kepemimpinan, keberanian mengambil keputusan, dan peningkatan kualitas hidup keluarga.
Program pembiayaan UMi juga dinilai menghasilkan dampak positif karena mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap rentenir. Platform pembiayaan UMi yang lebih murah dan
tidak mensyaratkan agunan harusnya dapat bersaing dengan bank keliling (rentenir). Walaupun
disadari bahwa secara komparatif yang menjadi kelemahan pembiayaan UMi dibandingkan
pembiayaan rentenir adalah dari segi kecepatan dan fleksibilitas pencairan.
Dari hasil survei diketahui bahwa sekitar 41% responden masih mengatakan bahwa peran
rentenir dapat membantu keuangan mereka. Hal ini terutama untuk pinjaman jangka pendek
dengan proses yang cepat meskipun dengan bunga relatif tinggi. Umumnya para responden pinjam
dengan nominal antara Rp.300.000,- sampai Rp.3.000.000,- dengan tenor 2 sampai 4 minggu dan
kisaran bunga pinjaman 3-9% per periode (biasanya dalam satuan minggu).
Dari hasil pengamatan lembaga penyalur juga menyebutkan bahwa saat ini ketergantungan
masyarakat terhadap rentenir tidak habis 100% tetapi diakui mengurangi kadar ketergantungan
tersebut. Semua lembaga penyalur yang menjadi narasumber interview ataupun FGD sepakat
bahwa pembiayaan UMi mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap rentenir.
program ULaMM, PNM juga menyediakan produk Mekaar Plus yang diberikan kepada nasabah
berulang, yang menawarkan plafon pembiayaan lebih tinggi dengan lending rate lebih rendah.
Begitupun juga dengan Komida yang memiliki produk mikro bisnis untuk mantan nasabah UMi yang
membutuhkan pembiayaan lebih banyak. Mindset kerangka pembiayaan ini perlu ditanamkan juga
kepada lembaga penyalur. Tidak hanya naik kelas ke program pembiayaan mereka tetapi juga naik
kelas ke pembiayaan lain seperti KUR.
Tabel 3. Uji beda (Mann-Whitney U Test) Kepuasan Terhadap Layanan UMi dan Non-UMi
Non-UMi UMi
Kriteria Kepuasan (Rata -rata) (Rata -rata) Difference P-value
Mekanisme penyelesaian
permasalahan kredit/pembiayaan 3 3.15 0.15** 0.032
Catatan: ***, **,* secara berurutan menunjukkan tingkat signifikansi dengan alpha 1%, 5% dan 10%
Rekomendasi Kebijakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema dan layanan pembiayaan UMi sudah cukup baik
memberikan impak pada penerimanya namun masih perlu untuk terus ditingkatkan. Peningkatan
kesejahteraan baik penerima maupun penyalur menjadi alasan kuat untuk mempertahankan
program pembiayaan Umi.
Untuk mengurangi keberadaan rentenir, mitra penyalur dana UMi dapat mendiversifikasi
skemanya dengan meniru bisnis model rentenir namun dengan tingkat bunga yang rasional.
Namun demikian, sistem reimbursement menjadi tantangan untuk implementasi hal ini.
Skema penggunaan SIKP juga harus terus disesuaikan agar dapat mendukung percepatan
proses persetujuan dan pencairan pembiayaan dari penyalur ke debitur serta menciptakan
ekosistem yang lebih terintegratif dan real time. Selain untuk mengoptimakan proses, hal ini juga
memungkinkan nama PIP untuk dapat dikenal oleh para penerima dan penyalurnya. Tentu saja, ini
membutuhkan investasi dan pembinaan yang lebih masif terhadap para mitra penyalur.
Tidak dapat disangkal bahwa mereka yang layak mendapatkan pembiayaan UMi juga
membutuhkan pembelian aset penting dan layanan, misalnya pendidikan anak. Salah satu opsi yang
dapat dipilih adalah diperlukannya pembiayaan non-produktif dengan proporsi tertentu.
Kerjasama dan integrasi antara zakat dan/atau wakaf (ZISWAF) dengan pembiayaan UMi dapat
menjadi opsi. Integrasi antara kedua program ini diharapkan dapat mengoptimalkan manfaat dari
masing-masing program baik dengan penyempurnaan distribusi dan pembiayaan yang lebih tepat
sasaran ataupun dibentuknya program-program atau skema penunjang bersama untuk
mengoptimalkan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk meningkatkan peluang bagi usaha ultra mikro untuk naik kelas, para penyalur perlu
diberikan insentif yang lebih besar, menjadikan hal tersebut sebagai indikator kinerja.
Program seperti award, rekognisi, dan bonus untuk mitra penyalur dengan usaha ultra mikro naik ke
level tertinggi menjadi opsi yang dapat ditempuh.
Dari sisi penelitian, ketersediaan data longitudinal sangat dibutuhkan untuk dapat benar-benar
mengukur efektifitas dan efisiensi penyaluran pembiayaan UMi. Penelitian selanjutnya juga dapat
berfokus pada fisibilitas integrasi zakat dan/atau wakaf dalam skema pembiayaan Umi.
Kata Penyalur
“ “Kami tidak hanya mendukung usaha ultra mikro, tetapi kami juga
menciptakan usaha mikro.” (KSP Karya Baitul Mandiri)
“Dulu rentenir itu adalah ancaman untuk mekaar, tapi saat ini mekaar
“
adalah ancaman untuk rentenir.” (PNM)
“ “ Di daerah ini masih ada rentenir, dan ada pengurangan karena
masuknya dana Umi di KBM ini. Bisa dilihat di lapangan (pasar), di daerah
ini rentenir bisa disebut bank batak dengan bunga 30-40% per 100 hari.
Dengan adanya KBM yang proses kreditnya mudah dapat mengurangi
pinjaman di rentenir.” (KSP Karya Baitul Mandiri)
“Ada beberapa dan hal tersebut malah menjadi target dari KBM berarti
“
usaha dari anggota yang meminjam di KBM meningkat dan akhirnya bisa
mengakses KUR di bank (naik kelas).” (KSP Karya Baitul Mandiri)
P olic y Brief
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
Kantor Sekretariat
Gedung Dhanapala Lt. 2 Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Jl. Dr. Wahidin No. 1, Senen Raya, Jakarta Pusat 10710
Phone/fax : +6221 384 0059
Mobile/Whatsapp : +62851 6324 0059
Email : dpp@iaei-pusat.org / dpp.iaei@gmail.com
@redaksi.iaei
IAEI TV
@iaeiindonesia
@iaeiindonesia
@iaeiindonesia
iaei-pusat.org