Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rodhiatam Mardhiyyah

Prodi : Ilmu Administrasi Negara

UPBJJ : Samarinda

1. Berdasarkan ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK, bahwa pelaporan keuangan Pemerintah daerah masih
belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya. Hal tersebut  disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah : Kelemahan dalam sistem penyusunan laporan keuangan, dan kurang memadainya
kompetensi SDM pengelola keuangan pada pemerintah daerah.

Pertanyaan untuk diskusi adalah : carilah satu contoh kasus di satu daerah mengenai penyusunan
laporan keuangan yang belum dapat diyakini kewajarannya. Lalu, diskusikan apa penyebab kurang
baiknya laporan keuangan tersebut yang anda analisis berdasarkan kompetensi bendahara dan tugas-
tugas yang seharusnya dilakukan oleh bendahara !

Jawaban

Dalam hal ini saya mengambil contoh kasus laporan keuangan provinsi Sumatra utara yang bermasalah.
Penyebabnya yaitu terdapat kekurangan kas pada bendahara pengeluaran, aset tidak tetap tidak diyakini
kebenarannya karena terdapat perbedaan nilai di neraca dengan nilai pendukung; aset disajikan dengan
nilai Rp0,00; aset tidak didukung rincian yang memadai, tanah di bawah ruas jalan dan daerah irigasi
belum disajikan dalam neraca serta nilai rehabilitasi aset tetap tidak diatribusikan ke aset tetap
perolehan awal.

Masalah berikutnya adalah kekurangan volume pekerjaan pada pengadaan jasa konstruksi dan
pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai spesifikasi kontrak. pemeriksaan atas laporan keuangan bertujuan
untuk memberikan opini atas LKPD. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai
kewajaran atas laporan keuangan
Dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan pemda telah disarankan kepada masing-masing
kepala daerah serta perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi penyebab, menempatkan personal yang
kompeten, dan menyusun action plan untuk langkah perbaikan kualitas laporan keuangan.

Salah satu indikator kualitas akuntabilitas keuangan dilihat dari opini auditor eksternal (BPK) atas
penyajian laporan keuangan pemerintah, yang terdiri dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP),
Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
yang komponennya meliputi: Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan. Opini BPK secara bertingkat terdiri dari: Tidak Wajar (TW), Tidak Memberikan
Pendapat (TMP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan yang terbaik adalah Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP).

Belum diperolehnya opini WTP dari BPK menunjukkan bahwa pelaporan keuangan Pemerintah daerah
masih belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya oleh BPK yang disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain:
a. Adanya kelemahan sistem pengendalian intern;
b. Belum tertatanya barang milik negara/daerah dengan tertib;
c. Tidak sesuainya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan ketentuan yang berlaku;
d. Penyajian laporan keuangan yang belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP);
e. Kelemahan dalam sistem penyusunan laporan keuangan;
f. Kurang memadainya kompetensi SDM pengelola keuangan pada pemerintah daerah.

Adapun standar kompetensi yang harus dimiliki oleh bendhara adalah :

- Menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan SAP dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
- Melakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan dengan buku pembantu, buku kas umum, dan data
sistem informasi yang terkait.
- Melakukan pengelolaan aset, piutang, utang, dan kas daerah secara akuntabel dan transparan.
- Melakukan pengendalian internal atas pengelolaan keuangan daerah untuk mencegah terjadinya
kesalahan atau penyelewengan.

Untuk meningkatkan kompetensi bendahara, pemerintah daerah dapat melakukan hal-hal berikut:

- Memberikan pelatihan dan bimbingan mengenai SAP dan sistem informasi yang digunakan dalam
pengelolaan keuangan daerah.
- Memberikan insentif dan sanksi yang sesuai dengan kinerja bendahara dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan.
- Memberikan fasilitas dan sarana yang memadai untuk mendukung tugas-tugas bendahara.
- Memberikan supervisi dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja bendahara.

2. Transparency International Indonesia merilis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik satu poin menjadi
38 pada 2021. Sebelumnya, Indonesia mendapatkan skor 37 pada 2020. IPK atau Corruption Perception
Index merupakan gambaran kondisi korupsi di Indonesia. Pada indeks tersebut, posisi Indonesia berada
di peringkat 96 dari 180 negara.

(Sumber  :https://nasional.tempo.co/read/1553956/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2021-naik-satu-
poin-jadi-38/full&view=ok . (Diakses pada tanggal 16 Februari 2022)

Pertanyaan untuk didiskusikan adalah : Sebenarnya Indonesia memiliki banyak lembaga pengawasan
keuangan negara. Namun meskipun sudah terdapat banyak lembaga pengawasan keuangan negara,
peringkat Indeks persepsi Indonesia berada di peringkat bawah. Menurut saudara,  adakah yang salah
dengan lembaga-lembaga pengawasan keuangan negara ini ? atau adakah yang salah dalam sistem
pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara di Indonesia ?

Jawaban

Indonesia memiliki beberapa lembaga pengawasan keuangan negara, antara lain:

1. Bedan pemeriksa keuangan ( BPK)

BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, bank indonesia, badan usaha
milik negara, badan lainnya umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau bahan lain yang
mengelola keuangan negara.

2. Badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) adalah lembaga pemerintah non
kementerian indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan keuangan
dan pembangunan yang berupa audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pemberantasan KKN serta
pendidikan dan pelatihan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Inspektorat jenderal (Irjen)

Inspektorat jenderal atau irjen adalah unsur pengawas pada kementerian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan pengawasan internal di lingkungan kementerian.

4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


merupakan lembaga negara yang berwenang menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2011.

Meskipun pengawasan sudah dilakukan sedemikian rupa, kita tidak bisa mengelak bahwa masih ada
kebocoran pengawasan sehingga menyebabkan oknum tertentu melakukan manipulasi, korupsi, dan
penyelewengan lainnya. Tindakan ini tentu sangat merugikan rakyat dan negara karena dana yang
seharusnya bisa digunakan untuk keperluan umum justru diselewengkan.

Untuk mencegah terjadinya kebocoran seperti ini, pihak pengawas tentu harus memastikan bahwa
semua aspek-aspek pengawasan harus dilakukan dengan baik. Bahkan, harus dilakukan peningkatan
pada setiap aspek yang ada agar pengawasan semakin ketat dari waktu ke waktu.

Sebagai masyarakat, tentu kita berharap yang terbaik untuk bangsa dan negara ini. Pengawasan
keuangan negara menjadi salah satu hal yang paling rawan terhadap kebocoran hingga menyebabkan
tindak merugikan dari oknum tertentu. Oleh karena itu, kita harus bersama-sama dengan pemerintah
menciptakan pengelolaan keuangan negara yang bersih.

Sumber

Sumber refrensi BMP ADPU4333 modul 5 dan 6


http://www.bpkp.go.id/sumsel/konten/1916/Perkembangan-Opini-Laporan-Keuangan-Pemda.bpkp
https://www.kompasiana.com/j4k4214/552c549a6ea8342a618b459b/korupsi-dan-kurang-efektifnya-
lembaga-pengawasan

Anda mungkin juga menyukai