Zaman Kerajaan-
Kerajaan
Nusantara
Zaman
Pergerakan
Nasional
PERIODISASI
Zaman SEJARAH
Kemerdekan PANCASILA
Zaman
Reformasi—
Hingga Sekarang
1. Pada zaman Kerajan Kutai Kartanegara misalnya, kita telah
mengenal dan menemukan nilai-nilai,seperti nilai sosial politik, dan
Ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri dan sedekah kepada para
Brahmana. Hal ini terkait dengan nilai-nilai integrasi sosial,
kebersamaan, serta nilai ketuhanan (Kaelan, 2000: 29).
Pada masa Kerajaan Majapahit, kita mengenal sumpah palapa patih Gajah Mada: Tidak akan
berhenti bekerja, sebelum nusantara bersatu. Di bawah pemerintahan raja Prabhu Hayam
Wuruk, Gajah Mada telah berhasil mengintegrasikan nusantara. Semboyan dan Istilah-istilah
seperti Bhinneka Tunggal Ika, Nusantara, Pancasila sudah ada pada periode ini. Tiga istilah ini
konon telah terdapat dan termuat dalam kakawin Nagarakertagama karangan empu
Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular, meski dengan pengertian dan
pemaknaan sedikit berbeda. Sebagai contoh, dalam buku tersebut istilah Pancasila di
samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa Sansekerta), juga
mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu:
Tidak boleh melakukan kekerasan
Tidak boleh mencuri
Tidak boleh berjiwa dengki
Tidak boleh berbohong
Tidak boleh mabuk minuman keras (Darmodihardjo, 1978: 6).
Semboyan Bangsa kita Bhinneka Tunggal Ika
sebenarnya juga telah ada di kitab Negara
Kartagama yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrua yang berarti “meskipun
agama-agama itu kelihatan berbeda bentuk namun
pada hakekatnya satu jua” (Fauzi, 1983: 17)
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Usul yang sedikit lebih sistematis juga dikemukakan
oleh Soepomo. Ia mengemukakan pentingnya
prinsip-prinsip:
Ketuhanan
Kemanusian
Persatuan
Permusyarawatan
Keadilan/Kesejahteraan
Ciri-Ciri Dua usul Muhammad Yamin dan Soepomo,
Kategorisasi-kategorisasi yang dibuat mereka
masih banyak menimbulkan kerancuan-kerancuan
juga masih terdapat konsep-konsep yang masih
implisit. Misalnya, oleh Yamin permusaywaratan,
perwakilan dan kebijaksanaan, disebut sebagai
dasar negara (dasar yang tiga), sementara
kebangsaan dan kemanusiaan, dan kesejahteraan
disebut sebagai asas. Di bagian lain, perwakilan
digolongkan sebagai paham, sedangkan
“kerakhmatan” tuhan tidak jelas digolongkan
kemana.
Selain itu Yamin juga sering mencampur adukkan
antara dasar negara dan bentuk negara. Bahkan
yang dimaksud dengan dasar negara oleh Yamin
diartikan “pembelaan negara”. “budi pekerti”,
“daerah negara”, ”pendduduk dan putera negara”,
“susunan pemerintahan” dan “tentang hak tanah”.
(latif; 2002; 11).
Soekarno tertantang untuk merumuskan gagasan
tentang dasar negara secara sistematis, holistik,
dan koheren.
Maka pada tanggal 1 Juni 1945 (pidato lahirnya
pancasila) Ir Soekarno berusaha menjawab
permintaan akan dasar negara.
Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945
menjawab tantangan atau pemintaan ketua sidang
BPUPKI tentang philosofische grond-slag seperti
diungkatan dalam larik-larik pidatonya dalam Lima
Dasar
1. Kebangsaan Indonesia
2. Perikemanusiaan/internasionalisme
3. Mufakat/Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Yakni sebuah dasar yang “hendak mendirikan
Kebangsaan sebuah negara, ‘semua buat semua’. Bukan buat
satu orang untuk satu orang, bukan satu golongan,
Indonesia baik golongan bangsawan maupun golongan kaya,
tetapi ‘semua buat semua’”.
Perikemanusiaan/Internasionalisme