Oleh: Ranita Ningrum Kabut dalam kenangan pergolakan pertiwi
Mendung bertandakan hujan deras Jarum jam masih berdenting Membanjiri rasa yang haus kemerdekaan Aku terdiam tak sanggup bergeming Dia yang semua yang ada menunggu keputusan sakral Berdiri ataukah kembali terbaring Bagaikan kayu yang sudah kering Serbu Merdeka atau mati! Allahu Akbar! Jarum jam masih berdenting Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa Aku masih terdiam berbaring Dalam serbuan bambu runcing menyatu Meratapi nasib yang demikian menggiring Menggiringku ke pusatnya, hingga kepala ini pusing Engkau teruskan menyebut ayat suci Engkau terikkan semangat juang demi negeri Jarum jam masih berdenting Engkau relakan terkasih menahan tepaan belati Aku memberanikan diri untuk berontak Aku tak mau lagi terdiam berbaring Untuk ibu pertiwi Karena aku makhluk yang berotak Kini kau lihat Merah hitam tanah kelahiranmu “Melati Putih Berseri” Pertumpahan darah para penjajah keji
Dari sudut pemandangan halaman Gemelutmu tak kunjung sia Tumbuh besar bunga melati idaman Lindungannya selalu di hatimu Bunga berwarna putih bersih terpelihara Untuk kemerdekaan Indonesia Abadi Akar tumbuh kokoh untuk menopang Daun hijau tertata di batang muda
Berjajar-jajar di tanah subur
Di bawah pohon besar yang rindang Semilir angin lembut menggoyangkan tangkai Bersuka ria sangat memanjakan pandangan mata
Melati putih berseri
Daunmu segar terhinggap tetes-tetes embun pagi Luluhkan keras kejamnya hidup ini Warna putihmu sucikan hamparan Sampai air di lautan kering terbiarkan
“Ayah” Karya: Yayuk Pratiwi
Kerut di wajah tanda usia senja
Tak menghalangi langkah tegarmu Mandi keringat membanting tulang Demi kami semua keluargamu Fajar menyingsing kau melangkah Di senja hari baru kau kembali Hanya ada satu tujuan mulia Memberi sinar bahagia bagi kami Ku memohon pada Tuhan Berkah keselamatan untuk ayah Memberi rahmat dan kekuatan Melindungi jalan kehidupannya