Anda di halaman 1dari 12

UPAYA PONDOK PESANTREN DALAM MEMBENTUK

KETERAMPILAN BERBAHASA SANTRI


(Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Aulia Al-Islamy)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada
Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:
Ali Alamsyah
NIM: 19201077

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AULIA BOGOR


1444 H/2023 M
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini banyak tersebar dimana-mana yang di sebut sebagai Pondok
Pesantren yang di dalamnya terdapat para santri yang menimba ilmu agama
maupun ilmu-ilmu lainnya. Pesantren merupakan sebaik-baiknya lembaga yang
mengurus dan mendidik santri dari bangun sampai tidurnya. Banyak orang tua
ingin sekali memasukkan anaknya ke dalam pesantren karena khawatir akan
pergaulan sekolah umum zaman sekarang yang marak akan tawuran, pengedaran
obat-obatan terlarang dan sebagainya. Akan tetapi tidak sedikit pula orang tua
yang tidak mampu memasukkan anak-anaknya ke pesantren karena masalah biaya
ataupun karena tidak bisa membujuk anaknya sendiri yang tidak berkeinginan
tinggal di pesantren dikarenakan peraturannya yang sangat ketat, didikannya yang
keras dan tidak bisa pulang semaunya.
Pondok pesantren lembaga pendidikan yang tidak asing lagi di telinga
umat sebagai lembaga yang telah berperan di tengah Bangsa. Lembaga yang lahir
jauh sebelum Indonesia merdeka. Dalam pandangan Ilmuwan muslim kelahiran
Pondok Pesantren telah eksis ber abad silam yang di dirikan dan di kembangkan
oleh Walisongo, penyebar Islam yang berhasil di Nusantara dengan penyebaran
yang halus dan damai tanpa di sertai peperangan. 1 Lembaga pendidikan ini
kemudian mengalami perkembangan sesuai tuntutan zaman. Awalnya Pondok
Pesantren berbentuk Salafiyah, seiring berkembangnya zaman maka
berkembanglah pula Pondok Pesantren Salafiyah ini menjadi Pondok Pesantren
Modern dan Pondok Pesantren Kombinasi atau yang biasa di sebut Salafi Modern.
Pondok Pesantren Salafiyah santrinya belajar kitab-kitab klasik, Pondok Pesantren
Modern santrinya belajar ilmu agama dan non agama melalui kitab-kitab post

1
Hasbi Indra, Pendidikan Pesantren dan Perkembangan Sosial-Kemasyarakatan, (Sleman:
Deepublish, 2018), hlm. 6.

1
klasik, lalu Pondok Pesantren Kombinasi di dalamnya di dirikan sekolah formal,
santri belajar agama

2
3

melalui kitab klasik setelah mereka belajar di sekolah formal di waktu sore atau
malam harinya. Pondok Pesantren melalui tuntutan zaman selalu mengalami
perubahan. Apakah itu zaman pertanian, zaman industri dan zaman yang maju
sekarang ini. Suatu zaman di mana manusia lebih menggunakan otot, kemudian
beralih lebih banyak menggunakan otak, dari zaman yang serba lambat berubah
menjadi serba cepat. Untuk menunjang hidupnya lebih banyak mengandalkan
kekuatan di luar dirinya, lalu beralih mengandalkan potensi dirinya. Perubahan-
perubahan yang terjadi dalam diri manusia dan bagaimana merespons
perkembangan yang ada, inilah yang hendak di bangun di Pendidikan pondok
pesantren.
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berbasis islami.
Pesantren ini juga merupakan salah satu tempat penyebaran ajaran islam, dimana
Pondok Pesantren didirikan untuk mewadahi masyarakat yang ingin belajar dan
mendalami agama. Pondok Pesantren merupakan gabungan dari dua kata yakni
Pondok dan Pesantren. Adapun Pondok diambil dari kata funduk yang artinya
asrama atau hotel. Dalam bahasa jawa, pondok berarti madrasah atau asrama yang
berfungsi sebagai tempat mengaji dan belajar agama. Sedangkan kata Pesantren
berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Kata santri
sendiri di ambil dari bahasa Sansekerta yakni shastri, yang berarti orang orang
yang mengetahui kitab suci agama hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci
hindu.2
Menurut M. Dawam Rahardjo pesantren tak lain adalah suatu lembaga
keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan, dan menyebarkan ilmu agama
Islam. Sudah tentu kita tidak bisa berkata “sekali pukul” mengenai macam
kegiatan dari semua Pesantren yang jumlahnya amat banyak dan memiliki banyak
variasi itu.3 Dari sekian banyak pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia,
khususnya di Jawa dan Madura atau yang dinamakan juga surau di Minangkabau,
rangkah meunasah di Aceh, dan pondok di Pasundan itu sebagian besar memang

2
Dzamawy, Pesantren, Tempat Menempa Karakter Islami, (Karanganyar: INTERA, 2021),
hlm. 2.
3
M. Dawam Raharjo (ed.), Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1988), Cet. IV,
hlm. 2.
4

melulu mengajarkan ilmu agama. Apabila langgar dan mesjid adalah merupakan
tempat-tempat di mana anak-anak muda belajar rukun iman dan rukun Islam
(dasar-dasar kepercayaan dan dasar-dasar rituil keagamaan) maka pesantren
adalah tempat di mana anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih
mendalam dan lebih lanjut ilmu agama Islam yang di ajarkan secara sistematis,
langsung dari dalam bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik
karangan ulama-ulama besar. Mereka yang berhasil dalam belajarnya, memang
kemudian diharapkan menjadi kyai, ulama, mubaligh, setidak-tidaknya guru
agama dan ilmu agama.
Abdurrahman Wahid menggambarkan pesantren adalah sebuah kompleks
dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya. Dalam
kompleks itu berdiri beberapa buah bangunan seperti rumah kediaman pengasuh
atau kyai, sebuah surau atau mesjid, tempat belajar mengajar, dan asrama tempat
tinggal para santri. Tidak ada suatu pola tertentu yang di ikuti dalam pembinaan
fisik sebuah pesantren, sehingga dapatlah dikatakan penambahan bangunan demi
bangunan dalam lingkungannya seringkali mengambil bentuk improvisasi
sekenanya belaka.4
Sampai saat ini Pondok Pesantren telah berkembang dan mempunyai
berbagai bentuk kegiatan pendidikan non formal seperti pengajian kitab kuning,
pengembangan keterampilan dan pengembangan masyarakat. Untuk menerapkan
tujuan Pendidikan Pondok Pesantren maka kegiatannya harus di kembangkan dan
di bina lebih sungguh-sungguh sesuai dengan tujuannya, agar pendidikan pondok
pesantren dapat dikatakan sebagai bukti dari firman Allah SWT Q.S. At-Taubah
ayat 122 sebagai berikut:

‫َّهو ۟ا ىِف ٱلدِّي ِن‬ ‫ِئ‬ ۢ ِ ِ ۟ ِِ ِ


ُ ‫َو َما َكا َن ٱلْ ُمْؤ منُو َن ليَنفُروا َكٓافَّةً ۚ َفلَ ْواَل َن َفَر من ُك ِّل فْرقَ ٍة ِّمْن ُه ْم طَٓا َف ۭةٌ لِّيََت َفق‬
‫نذ ُرو ۟ا َق ْو َم ُه ْم ِإذَا َر َجعُ ٓو ۟ا ِإلَْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم حَيْ َذ ُرو َن‬
ِ ‫ولِي‬
َُ

4
Abdurrahman Wahid, Pesantren Sebagai Subkultur, dalam M. Dawam Raharjo, Op.Cit, hlm.
40.
5

Artinya:

“Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (kemedan


perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya” (Q.S. At-Taubah:122).5

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, ketika turun ayat
“Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum
kamu dengan azab yang pedih”. Ada sekelompok orang yang tidak ikut berperang
karena sedang mengajarkan urusan agama kepada kaumnya. Lantas orang-orang
munafikun berkata, “Ada sekelompok orang di padang pasir. Sungguh, binasalah
penduduk padang pasir” selanjutnya turunlah ayat “Dan tidak sepatutnya orang-
orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang)”. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkan juga dari Abdullah bin Ubaidillah bin Umair, berkata, “Dahulu,
karena begitu bergeloranya semangat kaum mukminin untuk berjihad maka ketika
Rasulullah mengirim ekspedisi untuk berperang, mereka pun keluar menuju
ekspedisi itu dan meninggalkan Nabi di Madinah bersama beberapa orang. Maka
turunlah ayat tersebut.”6

Tafsir lain menerangkan tatkala kaum mukmin di cela oleh Allah bila
tidak ikut ke medan perang, Kemudian Nabi SAW. mengirimkan sariyyahnya,
akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua, tanpa ada seorang pun yang
tinggal maka turunlah firmannya berikut ini, yaitu: - ‫( َو َما َكانَ ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ لِيَنفِ ُر‬Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang - ‫َكٓافَّةً ۚ فَلَواَل‬
(semuanya. Mengapa tidak) - ‫( نَفَ َر ِمن ُكلِّ فِرْ قَ ٍة‬pergi dari tiap-tiap golongan) suatu
kabilah – ٌ‫( ِّم ْنهُ ْم طَٓاِئفَة‬diantara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja,
kemudian sisanya tetap tinggal di tempat ‫وا‬jjُ‫( لِّيَتَفَقَّه‬untuk memperdalam
-
pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat - ‫ُوا قَوْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجع ُٓو ۟ا‬
۟ ‫فِى ٱلدِّين َولِيُن ِذر‬
ِ
5
Q.S. at-Taubah/ 9:122.
6
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 6 (Jakarta: GEMAINSANI, 2013), hlm. 92.
6

‫( ِإلَ ْي ِه ْم‬mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan
kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya - َ‫لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون‬
(supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan
melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Sehubungan dengan ayat
ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya, bahwa ayat ini penerapannya
hanya khusus untuk sariyyah-sariyyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk
sariyyah lantaran Nabi SAW. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga
melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan
perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi SAW. berangkat ke
suatu Gazwah.7

Masyarakat Indonesia yang umunya beragama Islam, lebih-lebih di daerah


pedesaan yang religius, nampaknya membutuhkan kepemimpinan rohaniyah. Ini
dipenuhi oleh lembaga pesantren yang merupakan pusat kegiatan spirituil.
Kepemimpinan rohaniyah dibutuhkan dalam masyarakat untuk menjaga
keharmonisan yang selalu didambakan di lingkungan ini. Kegiatan-kegiatan
keagamaan seperti sembahyang berjamaah di mesjid, slametan atau syukuran,
melakukan upacara doa, kuliyah agama yang berisikan nasehat-nasehat, berpuasa
dan bersembahyang tarawih beramai-ramai di bulan Ramadhan dan kemudian
berpesta Hari Raya Idul Fitri, menabuh bedug atau kentongan dari mesjid,
upacara khitanan atau perkawinan dan seterusnya, adalah merupakan hal-hal yang
mengisi dan memberi makna hidup pada masyarakat desa yang seringkali masih,
amat pastoral, mereka membutuhkan pemimpin kepada siapa mereka patuh,
meminta nasehat dan pertimbangan, meminta keputusan mengenai masalah yang
mereka perselisihkan dan kepada siapa mereka bisa melemparkan tanya dan
melimpahkan hormat. Dalam hal itulah, kyai yang memiliki ilmu agama mampu
berfungsi sebagai pemimpin. Seorang kyai yang mempunyai santri atau murid
tetap, apalagi di datangi orang dari tempat yang jauh-jauh, sudah pasti akan bisa
memupuk wibawa, malahan semacam lembaga kekuasaan tidak resmi. Pondok
7
Bahrun Abubakar, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 1 (Bandung:
SINAR BARU ALGESINDO, 2012), Cet. 10, hlm.774-775.
7

pesantren yang merupakan pusat pendidikan, sumber kepemimpinan informil dan


juga menyediakan ruang bagi kegiatan, sudah pasti mengandung berbagai
kemungkinan untuk menjalankan peranan yang lebih luas.8

Sebagai sistem pendidikan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat,


Pesantren menjadi dasar dan harapan untuk dijadikan model pendidikan sebagai
variasi lain, bahkan bisa menjadi peluang dalam pengembangan masyarakat untuk
menghadapi masalah urbanisasi dan pembangunan dewasa ini. Oleh karena itu,
Pesantren dengan fungsinya harus berada di pusat kehidupan manusia dalam
segala perkembangannya dan harus memberikan landasan bagi wawasan
persoalan ilmu, baik yang menjadi landasan aqidah maupun syariat. Islam sebagai
Agama Rahmatan Lil ‘Alamin mendorong umat untuk menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Adapun ilmu-ilmu yang di
ajarkan dalam pesantren-pesantren walaupun belum berkembang menjadi ilmu
yang lebih mapan, telah mampu memberi dasar polsa hidup kebudayaan dan
peradaban. Disamping untuk mendalami ilmu agama, Pesantren sekaligus
mendidik masyarakat di dalam asrama, yang di pimpin langsung oleh seorang
Kyai karena itu peranan Pesantren sangat perlu untuk di tampilkan.

Pesantren pada dasarnya mengajarkan kepada santrinya ilmu agama


Islam agar mereka dapat menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT., berilmu dan beramal sesuai dengan syariat. Namun, fungsinya untuk
mensosialisasikan nilai-nilai ajaran agama Islam saja tidak cukup bagi suatu
Pesantren untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lain yang sudah maju dan
lebih modern, bahkan di era perubahan sosial yang sangat pesat ini, Pesantren
harus berani beradaptasi dengan cepat dan tepat, sehingga sistem pendidikan
Pesantren secara bertahap dapat terintegrasi ke dalam sistem pendidikan nasional.

Pada saat ini banyak Pondok Pesantren yang tidak hanya mengajarkan
kepada santrinya ilmu agama saja, melainkan mengajarkan santri-santrinya

8
M. Dawam Raharjo, Op.Cit, hlm. 10.
8

dengan berbagai macam keterampilan seperti perikanan dan pertanian, hal ini di
landasi oleh tuntuan masyarakat karena adanya output yang dibuahkan oleh
lembaga pendidikan itu terampil dan siap pakai. Pada saat ini juga, untuk
mewujudkan pembangunan manusia seutuhnya, Pondok Pesantren sangat
memegang peranan penting sebab yang di maksud manusia seutuhnya adalah
manusia yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan
kepentingan umum dan dapat mengendalikan dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian yang


berjudul: “UPAYA PONDOK PESANTREN DALAM MEMBENTUK
KETERAMPILAN BERBAHASA (Studi di Pondok Pesantren Al-Aulia Al-
Islamy)”.

B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini
adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam penelitian ini
terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik dalam
hal kemampuan, dana, tenaga, dan waktu maka penelitian ini hanya membatasi
masalah pada Upaya Pondok Pesantren Dalam Membentuk Keterampilan
Berbahasa Santri Pondok Pesantren Al-Aulia Al-Islamy Desa Situ Ilir
Cibungbulang Bogor tahun ajaran 2022-2023.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas maka dalam ini
peneliti mengambil rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya pondok pesantren dalam membentuk keterampilan
berbahasa Arab dan Inggris santriwan dan santriwati di Pondok Pesantren
Al-Aulia Al-Islamy ?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam membentuk keterampilan
berbahasa Arab dan Inggris santriwan dan santriwati Pondok Pesantren
Al-Aulia Al-Islamy ?
9

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti juga memiliki tujuan yang
ingin dicapai diantaranya, sebagai berikut:
1. Mengetahui upaya pondok pesantren dalam membentuk keterampilan
berbahasa Arab dan Inggris santriwan dan santriwati di Pondok Pesantren
Al-Aulia Al-Islamy.
2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam membentuk
keterampilan berbahasa Arab dan Inggris santriwan dan santriwati Pondok
Pesantren Al-Aulia Al-Islamy.

E. Manfaat Penelitian
Setelah perumusan tujuan penelitian dapat tercapai dan rumusan masalah
dapat terjawab, kemudian penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai sarana dalam
memperoleh pengetahuan dan informasi peneliti sebagai pelatihan diri
dalam menganalisa masalah-masalah kependidikan khususnya tentang
berbagai permasalahan upaya-upaya dalam membentuk keterampilan
berbahasa santri yang di hadapi oleh Pondok Pesantren dan bagaimana
peran Pondok Pesantren dalam pengaplikasian program tersebut.

2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan Islam,
hasil dari penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan
dan sumber informasi penelitian lebih lanjut yang mengkaji tentang
permasalahan upaya pondok pesantren dalam membentuk
keterampilan berbahasa Santri di Pondok Pesantren Al-Aulia Al-
Islamy.
10

3. Bagi Lembaga Pendidikan


Sedang bagi lembaga pendidikan, hasil penelitian ini merupakan
tolak ukur dari berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang berhubungan dengan upaya Pondok
Pesantren dalam pengembangan bahasa santri.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan langkah-langkah atau susunan yang
harus dilakukan atau dilaksanakan dalam membuat suatu penulisan atau
laporan. Hal ini dilakukan untuk memberikan kemudahan dan untuk
mengetahui isi penelitian ini, maka secara singkat akan disusun dalam 5 bab,
yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN.

Bab ini Menjelaskan tentang latar belakang masalah,


pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan/manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI.

Bab ini Menerangkan tentang deskripsi teoritik tentang Upaya,


Tinjauan tentang Pondok Pesantren, Tinjauan tentang
Keterampilan Berbahasa dan Penelitian yang relevan.

BAB III METODE PENELITIAN.

Bab ini berisi tentang tujuan penelitian, tempat dan waktu


penelitian, jadwal penelitian, metode penelitian, instrumen
penelitian, sumber data (primer dan sekunder).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.


11

Bab ini berisi tentang deskripsi data penelitian dari hasil


wawancara dan observasi di lapangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.

Dalam bab penutup ini berisikan mengenai kesimpulan dan


saran-saran.

Bagian terakhir dalam skripsi ini membuat daftar pustaka, lampiran-


lampiran dan daftar riwayat hidup.

Anda mungkin juga menyukai