Ahli Waris Dan Pembagian Harta Warisan Beda Agama Dalam Hukum Islam
Ahli Waris Dan Pembagian Harta Warisan Beda Agama Dalam Hukum Islam
Oleh :
Nama Penulis : Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah
NIS : 20. 4516
Kelas : XII IPS 2
Pembimbing 1 : M. Fauzi Wahid M. HI
Pembimbing 2 : Irsyatun S. Pd.I
LEMBAR PENGESAHAN
AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN BEDA AGAMA
DALAM HUKUM ISLAM
Telah disetujui dan disahkan di Sukorejo sebagai karya ilmiah (Al Risalah) pada
tanggal :
(18 Januari 2022)
Menyetujui,
Pembimbing :
Pembimbing I Pembimbing II
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa risalah yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa risalah ini hasil jiplakan atau
plagiasi, maka saya menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puja syukur saya panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat Rahmat-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan sebuah karya
tulis dengan tepat waktu.
iv
8. Keluarga kecilku Bak Luluk, Alupang, Imel, Qurra, Runni, Mufli, Rizka,
Icha dan Ayu yang tercinta khususnya The Big Family MQ.10 yang telah
menyemangati penulis.
9. Aluf, Bilqis, Putri, Firo, Fitri, Idha yang telah menyemangati dan
memberikan dukungan kepada penulis dalam mengerjakan Al-Risalah ini.
10. Semua anak kelas XII IPS 2 MASS KEMENAG Sarangheo Buat kalian.
11. Semua pihak yang telah membantu Penulis Yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu disini (Jazakumullahu Khairon).
Teriring do’a dan harapan semoga apa yang telah diberikan mendapat
balasan yang lebih dari Allah SWT.
Akhirnya, semoga amal baik yang telah bapak/ibu berikan kepada penulis
mendapat balasan yang sebaik mungkin dari Allah, Amiin.
v
DAFTAR ISI
Islam ...........................................................................................................15
vi
ABSTRAK
Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah: AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA
WARISAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM ISLAM
Proses kehidupan manusia secara kudrati berakhir dengan kematian, karena mati
merupakan hak setiap individu manusia. Kematian seseorang akan menimbulkan
hukum berupa kewarisan, yaitu peralihan harta dan pembagian harta warisan
kepada ahli waris. Ahli waris merupakan orang-orang yang akan menerima hak
(tirkah) peninggalan pewaris. Proses waris mewaris dapat terjadi apabila ada
yang menerima warisan. Tanpa ada ahli waris maka harta peninggalan pewaris
tidak dapat didistribusikan. Pembagian harta warisan dapat dilakukan melalui
Pengadilan Negeri, namun yang menjadi persoalan apabila para ahli waris
tunduk pada hukum waris Islam sedangkan para ahli waris Islam tersebut ada
yang berbeda agama (non Islam), karena menurut hukum waris Islam, ahli waris
yang non Islam tidak memperoleh harta warisan. Kompilasi Hukum Islam
mengatur masalah berwasiat kepada non muslim. Tetapi Mahkamah Agung RI
telah menjatuhkan beberapa putusan yang berkenaan dengan hal ini, antara lain
putusan Mahkamah Agung RI nomor 368 K/AG/1995, tanggal 16 juli 1998 yang
telah menetapkan bahwa seorang anak perempuan yang beragama non Islam
berhak pula mendapat harta warisan pewaris, tidak melalui warisan melainkan
melalui wasiat wajibah.
Kata kunci: Ahli waris pembagian warisan, beda agama dalam hukum Islam
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Yasin Yusuf Abdillah, S.H.I., M.H., Wasiat Wajibah Ahli Waris Beda Agama Dalam
Tinjauan Ontology, Epistemology Dan Aksiologi, (tt), 1.
8
9
2
Dr. H. Hasbiyallah, M. Ag., Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 6.
3
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bandung: Mihraj Khasanah, 2014),
78-79.
10
B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja para ahli waris yang dapat menerima bagian warisan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Siapa saja para ahli waris yang dapat menerima
bagian warisan.
2. Untuk mengetahui Bagaimana pembagian harta warisan terhadap ahli
waris beda agama dalam hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Para Ahli Waris Yang Dapat Menerima Bagian Warisan
1. Definisi Ahli Waris
Ahli waris merupakan orang-orang yang akan menerima hak
(tirkah) peninggalan pewaris. Pada diri pewaris seperti telah diuraikan
bahwa pembagian warisan kepada ahli waris harus didasari oleh adanya
kematian. Sedangkan pada diri ahli waris sebaliknya yaitu benar-benar
hidup disaat kematian pewaris. Ahli waris merupakan salah satu syarat
yang seseorang dikatakan pewaris.4 Hal ini sangat logis, karena proses
waris mewaris dapat terjadi apabila ada yang menerima warisan. Tanpa
ada ahli waris, maka harta peninggalan pewaris tidak dapat
didistribusikan karena ahli warislah yang akan menerima harta
peninggalan tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf c
dirumuskan bahwa ahli waris adalah orang yang saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.5 Hal ini dijelaskan bahwa pada kalimat “orang yang pada saat
meninggal dunia”, kalimat ini jelas memberi pemahaman bahwa
kematian harus terjadi pada diri pewaris.
Fatchurrahman menjelaskan “Para ahli waris yang benar-benar
hidup disaat kematian muwaris baik mati haqiqy, mati hukmy maupun
mati tadiry berhak mewarisi harta peninggalan.6
4
Http://Dx.Org/10.30984/As.V6i2.251, Diakses 30 Desember 2021, pukul 13.16.
5
H. Zainal Abidin, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan
Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah Jakarta, 1993), 348.
6
Fatchurrahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Ma’arif, 1994), 80.
5
6
7
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, ( Al-Aziziyah Press, 2014), 36.
8
Maimun, Pembagian Hak Waris Terhadap Ahli Waris Beda Agama Melalui Wasiat
Wajibah Dalam Perspektif Hukum Kewarisan Islam, (Lampung: Tt), 1.
9
Dr. H. Hasbiyallah, M.Ag, Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 2.
7
3) Ayah.
4) Kakek, sampai ke atas, seperti buyut, canggah, dan seterusnya.
Kakek yang berhak mendapat warisan ialah kakek antara ia dan
si mayit tidak dihalangi seorang wanita, mengecualikan seperti
kakek dari jalur ibu (ayahnya ibu), dan buyut dari jalur nenek
(ayahnya nenek), dan seterusnya.
5) Saudara lelaki seayah-ibu atau sekandung.
6) Saudara lelaki seayah.
7) Saudara lelaki seibu.
8) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah-ibu.
9) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah.
10) Paman seayah-ibui dengan ayah
11) Paman seayah dengan ayah.
12) Anak laki-lakinya paman seayahy-ibu dengan ayah.
13) Anak laki-lakinya paman seayah dengan ayah.
14) Suami.
15) Majikan yang memerdekakan, jika si mayit berstatus budak.
Namun pada zaman sekarang, perbudakan tidak berlaku lagi,
dan ahli waris yang seperti ini tidak dijumpai.10
b. Golongan ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1) Anak perempuan.
2) Anak perempuannya anak laki-laki atau cucu, dqan seterusnya
sampai ke bawah.
3) Ibu.
4) Nenek dari jalur ayah atau ibunya ayah.
5) Nenek dari jalur ibu atau ibunya ibu.
6) Saudari seayah-ibu atau sekandung.
7) Saudara seayah.
8) Saudara seibu.
10
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 22.
8
9) Istri.
10) Majikan yang memerdekakan.11
3. Pembagian Warisan
Pembagian warisan terbagi menjadi dua, ada yang berupa bagian
pasti (fardlu), ada yang berupa sisa (‘ashabah). Maksud dari bagian pasti
ialah bagian yang pasti didapatkan sesuai prosentasinya, seperti ½, ¼,
1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6 dari harta warisan. Adapun bagian ‘ashabah ialah
tidak pasti, terkadang mendapat banyak, terkadang sedikit, sesuai berapa
banyak sisa harta warisan setelah dibagikan pada ahli waris yang
mendapat bagian pasti.12
Karena bagian warisan ada dua, yakni bagian fardlu dan
‘ashabah, maka ahli waris pun dibagi dua, ahli waris yang mendapat
bagian pasti (shahibul fardlin), ada yang mendapat sisa (‘ashabah).13
a. Ahli waris yang mendapat bagian pasti (shahibul fardlin)
1) Ahli waris yang mendapat bagian ½ dari harta warisan ada 5
orang:
a) Suami, dengan syarat si mayit (istri) tidak mempunyai anak.
b) Anak perempuan, dengan syarat ia merupakan anak tunggal
dan tidak terdapat anak laki-laki. Jika terdapat, maka ia
menjadi ‘ashabah bil ghoir. Bila terdiri dua nak perempuan,
maka mendapat 2/3 dan dibagi rata untuk keduanya.
11
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 23.
12
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 24.
13
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 25.
9
14
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 57.
15
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, ( Al-Aziziyah Press, 2014), 61.
16
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 66.
10
17
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 58.
18
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 59.
19
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 43-44.
11
20
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 46.
21
Abdul Halim Barkatullah S. Ag, M.H, C.D, Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), v.
12
22
Abdul Halim Barkatullah S.Ag, M.H. C.D., Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), v.
23
Abdul Halim Barkatullah S.Ag, M.H. C.D., Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), 3.
24
Abdul Halim Barkatullah S.Ag, M.H. C.D., Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), 3.
25
Muhammad Rinaldi Arif, Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda
Agama, (Medan: 2017), 354.
13
26
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 33.
27
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan Suatu Analisis Komparatif Pemikirang
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 79.
14
28
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bandung: Mihraj Khasanah,
2014), 35.
29
Muhammad Rinaldi Arif, Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda
Agama, (Medan: 2017), 354.
30
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: Rajawali Prees, 2012), 81-82.
15
31
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan, (Bandung: Mihraj Khasanah,
2014), 275.
32
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), 6.
16
Menurut KHI ada tiga syarat seorang ahli waris tidak dapat
menerima warisan, diantaranya :
33
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016). 60-62.
17
34
Dr. Afdol, S.H, M.S., Penerapan Hukum Waris Islam Secara Adil, (Surabaya: Air
Langga University Press, 2013), 97.
35
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 93-94.
18
Artinya: Dari Usamah bin Zaid dari Nabi Saw, beliau Bersabda:
“Seorang muslim tidak mewaris terhadap orang kafir, dan seorang kafir
tidak mewaris terhadap seorang muslim”. (HR. Bukhari dan Muslim).36
Dari hadits ini dapat ditarik garis hukum, bahwa ahli waris
muslim tidak dapat mewarisi harta warisan pewaris yang non muslim,
dan ahli waris non muslim tidak dapat mewarisi harta warisan pewaris
yang muslim. Terhadap ketentuan hadits tersebut tidak ada seorang
ulama pun yang menaruh keberatan, walaupun di kalangan ulama masih
memperdebatkan masalah seperti masalah apakah harta seorang yang
murtad ketia ia belum murtad dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang
muslim, apakah ahli waris muslim itu secara mutlak tidak boleh
mewarisi harta warisan pewaris yang bukan muslim, dan seterusnya.
Kompilasi Hukum Islam yang telah disepakati ooleh hakim-
hakim Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah sebagai hukum
terapan (hukum material) pada Pengadilan Agama dan Mahakamah
Syar’iyah, tidak menyebutkan secara tegas bahwa perbedaan agama itu
sebagai sebab untuk tidak saling mewarisi. Tetapi pasal 171 huruf b dan
c Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa baik pewaris maupun
ahli waris harus sam-sama beragama Islam. Dari ketentuan pasal
tersebut dapat dipahami bahwa apabila salah satu tidak beragama Islam
maka kedua-duanya tidak dapat saling mewarisi.37
Para Ulama Mujtahid ada yang telah mengemukakan
pendapatnya seperti Ibnu Hamz, At-thabari dan Muhammad Rasyid
Ridha, yang berpendapat bahwa walaupun ahli waris non muslim tidak
mendapat warisan dan harta warisan pewaris muslim, akan tetapi
mereka dapat memperoleh harta warisan pewaris muslim melalui wasiat
wajibah.38
36
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 94-95.
37
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 94-95.
38
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 97.
19
39
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 97.
40
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bandung: Mihraj Khasanah,
2014), 550.
41
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, ( Al-Aziziyah Press, 2014), 34.
42
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 97.
20
43
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 99.
44
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 98-99.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis meneliti, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ahli waris adalah orang-orang yang akan menerima hak (tirkah)
peninggalan pewaris. Secara keseluruhan jumlah ahli waris ada 25
orang yaitu :
a. Golongan ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu :
1) Anak laki-laki; 2) Anak lelakinya anak lelaki, dan seterusnya
sampai kebawah; 3) Ayah; 4) Kakek, sampai ke atas, seperti buyut,
canggah, dan seterusnya. Kakek yang berhak mendapat warisan
ialah kakek antara ia dan si mayit tidak dihalangi seorang wanita,
mengecualikan seperti kakek dari jalur ibu (ayahnya ibu), dan
buyut dari jalur nenek (ayahnya nenek), dan seterusnya; 5) Saudara
lelaki seayah-ibu atau sekandung; 6) Saudara lelaki seayah; 7)
Saudara lelaki seibu; 8) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah-
ibu; 9) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah; 10) Paman seayah-
ibui dengan ayah; 11) Paman seayah dengan ayah; 12) Anak laki-
lakinya paman seayahy-ibu dengan ayah; 13) Anak laki-lakinya
paman seayah dengan ayah; 14) Suami; 15) Majikan yang
memerdekakan, jika si mayit berstatus budak. Namun pada zaman
sekarang, perbudakan tidak berlaku lagi, dan ahli waris yang
seperti ini tidak dijumpai.
b. Golongan ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1) Anak perempuan; 2) Anak perempuannya anak laki-laki atau
cucu, dqan seterusnya sampai ke bawah; 3) Ibu; 4) Nenek dari jalur
ayah atau ibunya ayah; 5) Nenek dari jalur ibu atau ibunya ibu; 6)
22
23
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai pecinta ilmu harus lebih mendalami terhadap ilmu
waris. Khususnya para masyarakat yang masih menjadikan pembagian
warisan beda agama menjadi permasalahan yang tak terhentikan, bahkan
banyak yang kita lihat disekitar kita. Maka dari itu penulis tertarik meneliti
pembagian ahli waris beda agama dalam hukum Islam. Didalam risalah ini
sudah jelas bahwa orang non muslim bisa mendapat warisan dengan cara
wasiat wajibah.