Anda di halaman 1dari 28

AL RISALAH

AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN BEDA


AGAMA DALAM HUKUM ISLAM

Oleh :
Nama Penulis : Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah
NIS : 20. 4516
Kelas : XII IPS 2
Pembimbing 1 : M. Fauzi Wahid M. HI
Pembimbing 2 : Irsyatun S. Pd.I

MADRASAH ALIYAH SALAFIYAH SYAFI’IYAH SUKOREJO PUTRI


PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH SUKOREJO
Sumberejo Banyuputih Situbondo Jawa Timur
Tahun Pelajaran 2021/2022
Lembar Pengesahan Karya Ilmiah (Al Risalah):

LEMBAR PENGESAHAN
AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN BEDA AGAMA
DALAM HUKUM ISLAM

Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah


NIS : 20. 4516

Telah disetujui dan disahkan di Sukorejo sebagai karya ilmiah (Al Risalah) pada
tanggal :
(18 Januari 2022)

Menyetujui,
Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

(M. Fauzi Wahid M. HI) (Irsyatun S. Pd. I)

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah
Tempat Tanggal Lahir : Sumenep, 10 Maret 2004
Kelas : XII IPS 2
No Induk : 20. 4516
Sekolah : Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi'iyah Putri

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa risalah yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa risalah ini hasil jiplakan atau
plagiasi, maka saya menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Sukorejo, 19 Januari 2022


Yang Membuat Pernyataan,

Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan puja syukur saya panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat Rahmat-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan sebuah karya
tulis dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah risalah dengan judul “Ahli


Waris Dan Pembagian Harta Warisan Beda Agama Dalam Hukum Islam”
yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari karya ilmiyah tersebut.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih


kepada beberapa pihak yang telah membimbing, mendorong serta membantu
penulis selama proses mengerjakan hingga terselesainya risalah ini. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. K.H.R. Ach. Azaim Ibrahimy, S.Sy, selaku Pengasuh Pondok Pesantren


Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.
2. Dra. Hasanah Thahir M.Pd.I selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah
Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.
3. Ustadzah Arini Salsabila selaku Wali Kelas XII IPS2.
4. Ustadz M. Fauzi Wahid M.HI, selaku pembimbing I, yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, arahan selama penyusunan Karya Tulis
Ilmiyah.
5. Ustadzah Irsatun S.Pd.I, selaku pembimbing II, yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, arahan selama penyusunan Karya Tulis
Ilmiyah.
6. Kedua orang tua saya (Ayah Imam Mas’ud dan Bunda Sumawati) yang
telah memberikan dukungan serta do’a yang tidak hentinya kepada penulis.
7. Bunda Camelyatus Syarifah dan Bunda Insanul Lailyah selaku Ketua dan
wakil ketua kamar MQ. 10 yang telah memberikan dukungan kepada
penulis.

iv
8. Keluarga kecilku Bak Luluk, Alupang, Imel, Qurra, Runni, Mufli, Rizka,
Icha dan Ayu yang tercinta khususnya The Big Family MQ.10 yang telah
menyemangati penulis.
9. Aluf, Bilqis, Putri, Firo, Fitri, Idha yang telah menyemangati dan
memberikan dukungan kepada penulis dalam mengerjakan Al-Risalah ini.
10. Semua anak kelas XII IPS 2 MASS KEMENAG Sarangheo Buat kalian.
11. Semua pihak yang telah membantu Penulis Yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu disini (Jazakumullahu Khairon).

Teriring do’a dan harapan semoga apa yang telah diberikan mendapat
balasan yang lebih dari Allah SWT.
Akhirnya, semoga amal baik yang telah bapak/ibu berikan kepada penulis
mendapat balasan yang sebaik mungkin dari Allah, Amiin.

Situbondo, 19 Januari 2022

Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................5


A. Para Ahli Waris Yang Dapat Menerima Warisan ..........................................5
1. Definisi Ahli Waris .....................................................................................5

2. Ahli waris Yang Dapat Menerima Bagian Warisan ...................................6

3. Pembagian Warisan ....................................................................................8

B. Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Beda Agama Dalam


Hukum Islam ................................................................................................11

1. Hukum Islam ..............................................................................................11

2. Pembagian Harta Warisan Ahli Waris Beda Agama Dalam Hukum

Islam ...........................................................................................................15

BAB III PENUTUP ..............................................................................................22


A. Kesimpulan ...................................................................................................22
B. Saran .............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN KARTU BIMBINGAN

vi
ABSTRAK
Faiqah Nadlifatul Mas’udiyah: AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA
WARISAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM ISLAM
Proses kehidupan manusia secara kudrati berakhir dengan kematian, karena mati
merupakan hak setiap individu manusia. Kematian seseorang akan menimbulkan
hukum berupa kewarisan, yaitu peralihan harta dan pembagian harta warisan
kepada ahli waris. Ahli waris merupakan orang-orang yang akan menerima hak
(tirkah) peninggalan pewaris. Proses waris mewaris dapat terjadi apabila ada
yang menerima warisan. Tanpa ada ahli waris maka harta peninggalan pewaris
tidak dapat didistribusikan. Pembagian harta warisan dapat dilakukan melalui
Pengadilan Negeri, namun yang menjadi persoalan apabila para ahli waris
tunduk pada hukum waris Islam sedangkan para ahli waris Islam tersebut ada
yang berbeda agama (non Islam), karena menurut hukum waris Islam, ahli waris
yang non Islam tidak memperoleh harta warisan. Kompilasi Hukum Islam
mengatur masalah berwasiat kepada non muslim. Tetapi Mahkamah Agung RI
telah menjatuhkan beberapa putusan yang berkenaan dengan hal ini, antara lain
putusan Mahkamah Agung RI nomor 368 K/AG/1995, tanggal 16 juli 1998 yang
telah menetapkan bahwa seorang anak perempuan yang beragama non Islam
berhak pula mendapat harta warisan pewaris, tidak melalui warisan melainkan
melalui wasiat wajibah.
Kata kunci: Ahli waris pembagian warisan, beda agama dalam hukum Islam

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses kehidupan manusia secara kudrati berakhir dengan kematian,


karena mati merupakan setiap hak individu manusia (innal al-maut haqq).
Karena itu, mati termasuk kategori hukum alam (sunnatullah), dan pasti
bagi mereka cepat atau lambat akan mengalami kematian.

Kematian seseorang akan menimbulkan akibat hukum berupa


kewarisan. Dalam kewarisan tentunya ada hak dan kewajiban antara pewaris
dan ahli waris, ada peralihan harta dan pembagian harta waris kepada ahli
waris. Peralihan harta peninggalan pewaris dan pembagiannya kepada ahli
waris tidak hanya dilihat dari orang yang menerima harta waris, tetapi juga
orang yang terhalang dan menghalangi untuk mendapatkan harta warisan.
Selain peralihan harta peninggalan yang sesuai dengan bagian masing-
masing sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, ada peralihan harta
peninggalan pewaris kepada ahli waris dengan cara wasiat.1

Al-Qur’an telah menegaskan secara terperinci ketentuan bagian ahli


waris yang disebut dengan furudu l-Muqaddarah (bagian yang ditentukan),
atau bagian ‘ashabah (bagian yang tidak pasti), serta orang-orang yang tidak
termasuk ahli waris. Adapun sebab turunnya ayat waris diceritakan dalam
suatu Riwayat Bukhari dan Muslim bahwa istri Saad bin Rabi’ datang
membawa kedua anak perempuannya kepada Rasulullah SAW. kemudian
berkata: “Ya Rasulullah! Ini adalah kedua putri Saad bin Rabi’. Ayah
mereka mati syahid di uhud dalam pasukanmu. Pamannya telah mengambil
seluruh hartanya dan tidak meninggalkan harta bagi mereka berdua, padahal
kedua anak ini tidak bisa dinikahkan kecuali dengan harta”. Maka

1
Yasin Yusuf Abdillah, S.H.I., M.H., Wasiat Wajibah Ahli Waris Beda Agama Dalam
Tinjauan Ontology, Epistemology Dan Aksiologi, (tt), 1.

8
9

Rasulullah SAW. Bersabda: “Allah SWT. akan memutuskan hal itu”.


Kemudian turunlah QS. An-Nisa (4) ayat 11-12.2

Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka


untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan
lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.
Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-
utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian
itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun. (QS. An-Nisa (4): 11-12).3

2
Dr. H. Hasbiyallah, M. Ag., Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 6.
3
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bandung: Mihraj Khasanah, 2014),
78-79.
10

Pembagian harta warisan dapat dilakukan melalui Pengadilan


Negeri bagi ahli waris yang tunduk terhadap hukum KUHperdata dan
Pengadilan Agama bagi ahli waris yang tunduk pada hukum waris Islam.
Namun yang menjadi persoalan apabila para ahli waris tunduk pada
hukum waris Islam, sedangkan para ahli waris Islam tersebut ada yang
berbeda agama (non Islam), karena menurut hukum waris Islam yang non
Islam tidak memperoleh harta warisan.

Dengan demikian melihat permasalahan serta ketidak pastian pembagian


harta warisan terhadap ahli waris beda agama, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini mengenai:

“AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN BEDA


AGAMA DALAM HUKUM ISLAM”

B. Rumusan Masalah

1. Siapa saja para ahli waris yang dapat menerima bagian warisan?

2. Bagaimana pembagian harta warisan terhadap ahli waris beda agama


dalam hukum Islam?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Siapa saja para ahli waris yang dapat menerima
bagian warisan.
2. Untuk mengetahui Bagaimana pembagian harta warisan terhadap ahli
waris beda agama dalam hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Para Ahli Waris Yang Dapat Menerima Bagian Warisan
1. Definisi Ahli Waris
Ahli waris merupakan orang-orang yang akan menerima hak
(tirkah) peninggalan pewaris. Pada diri pewaris seperti telah diuraikan
bahwa pembagian warisan kepada ahli waris harus didasari oleh adanya
kematian. Sedangkan pada diri ahli waris sebaliknya yaitu benar-benar
hidup disaat kematian pewaris. Ahli waris merupakan salah satu syarat
yang seseorang dikatakan pewaris.4 Hal ini sangat logis, karena proses
waris mewaris dapat terjadi apabila ada yang menerima warisan. Tanpa
ada ahli waris, maka harta peninggalan pewaris tidak dapat
didistribusikan karena ahli warislah yang akan menerima harta
peninggalan tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf c
dirumuskan bahwa ahli waris adalah orang yang saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.5 Hal ini dijelaskan bahwa pada kalimat “orang yang pada saat
meninggal dunia”, kalimat ini jelas memberi pemahaman bahwa
kematian harus terjadi pada diri pewaris.
Fatchurrahman menjelaskan “Para ahli waris yang benar-benar
hidup disaat kematian muwaris baik mati haqiqy, mati hukmy maupun
mati tadiry berhak mewarisi harta peninggalan.6

4
Http://Dx.Org/10.30984/As.V6i2.251, Diakses 30 Desember 2021, pukul 13.16.
5
H. Zainal Abidin, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan
Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah Jakarta, 1993), 348.
6
Fatchurrahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Ma’arif, 1994), 80.

5
6

2. Ahli Waris Yang Dapat Menerima Bagian Warisan


Ahli waris adalah setiap orang yang memiliki hubungan
pernikahan, nasab, kekerabatan atau pembebasan budak dan berhak
menerima waris serta tidak ada pengguguran hak waris.7
Bagi umat Islam, pembagian waris secara teknis telah diatur
dalam ilmu fara’idl, baik segi sistem kewarisannya (nizam al-irts), orang-
orang yang berhak mewarisinya (al-warits), kadarwarisan yang akan
diterima oleh masing-masing ahli waris (al-furud al-muqaddarah), harta
benda yang ditinggalkan oleh pewaris (al-muwarrist), seperti berupa
uang, tanah, mobil, dan lain-lain yang disebut dengan al-irts, al-turts, al-
mirats, al-mauruts, dan al-tirkah (maknanya semua sama, mutaradifat),
orang yang terhalang hak warisnya ( al-hijab), maupun orang-orang yang
terhalang untuk menerima hak warisnya (mawani’ al-irts).8
Pada masyarakat Jahiliyah (sebelum Islam), ahli waris yang
berhak memperoleh harta warisan adalah mereka yang laki-laki, berfisik
kuat, dan dapat mengangkat senjata untuk mengalahkan musuh dalam
setiap peperangan. Konsekwensinya anak-anak perempuan dilarang
mewarisi harta peninggalan keluarganya. Alhasil, terjadi penguburan
hidup-hidup anak perempuan karena merasa malu memiliki anak
perempuan yang tidak mungkin mendapat warisan.9
Dimasa sekarang, laki-laki maupun perempuan sudah berhak
menerima warisan tersebut dengan bagiannya masing-masing, yaitu
jumlah ahli waris secara keseluruhan adalah 25 orang, hal ini akan
dijelaskan secara rinci pada bagian para ahli waris di bawah ini :
a. Golongan ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu :
1) Anak laki-laki.
2) Anak lelakinya anak lelaki, dan seterusnya sampai kebawah.

7
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, ( Al-Aziziyah Press, 2014), 36.
8
Maimun, Pembagian Hak Waris Terhadap Ahli Waris Beda Agama Melalui Wasiat
Wajibah Dalam Perspektif Hukum Kewarisan Islam, (Lampung: Tt), 1.
9
Dr. H. Hasbiyallah, M.Ag, Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 2.
7

3) Ayah.
4) Kakek, sampai ke atas, seperti buyut, canggah, dan seterusnya.
Kakek yang berhak mendapat warisan ialah kakek antara ia dan
si mayit tidak dihalangi seorang wanita, mengecualikan seperti
kakek dari jalur ibu (ayahnya ibu), dan buyut dari jalur nenek
(ayahnya nenek), dan seterusnya.
5) Saudara lelaki seayah-ibu atau sekandung.
6) Saudara lelaki seayah.
7) Saudara lelaki seibu.
8) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah-ibu.
9) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah.
10) Paman seayah-ibui dengan ayah
11) Paman seayah dengan ayah.
12) Anak laki-lakinya paman seayahy-ibu dengan ayah.
13) Anak laki-lakinya paman seayah dengan ayah.
14) Suami.
15) Majikan yang memerdekakan, jika si mayit berstatus budak.
Namun pada zaman sekarang, perbudakan tidak berlaku lagi,
dan ahli waris yang seperti ini tidak dijumpai.10
b. Golongan ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1) Anak perempuan.
2) Anak perempuannya anak laki-laki atau cucu, dqan seterusnya
sampai ke bawah.
3) Ibu.
4) Nenek dari jalur ayah atau ibunya ayah.
5) Nenek dari jalur ibu atau ibunya ibu.
6) Saudari seayah-ibu atau sekandung.
7) Saudara seayah.
8) Saudara seibu.

10
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 22.
8

9) Istri.
10) Majikan yang memerdekakan.11

Tidak berarti semua hali waris di atas akan mendapat warisan.


Dimungkinkan sebagian ahli waris akan gugur (mahjub) jika bertemu
ahli waris yang lain. Begitu juga, besar kecilnya bagian warisan sebagai
ahli waris yang lain.

3. Pembagian Warisan
Pembagian warisan terbagi menjadi dua, ada yang berupa bagian
pasti (fardlu), ada yang berupa sisa (‘ashabah). Maksud dari bagian pasti
ialah bagian yang pasti didapatkan sesuai prosentasinya, seperti ½, ¼,
1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6 dari harta warisan. Adapun bagian ‘ashabah ialah
tidak pasti, terkadang mendapat banyak, terkadang sedikit, sesuai berapa
banyak sisa harta warisan setelah dibagikan pada ahli waris yang
mendapat bagian pasti.12
Karena bagian warisan ada dua, yakni bagian fardlu dan
‘ashabah, maka ahli waris pun dibagi dua, ahli waris yang mendapat
bagian pasti (shahibul fardlin), ada yang mendapat sisa (‘ashabah).13
a. Ahli waris yang mendapat bagian pasti (shahibul fardlin)
1) Ahli waris yang mendapat bagian ½ dari harta warisan ada 5
orang:
a) Suami, dengan syarat si mayit (istri) tidak mempunyai anak.
b) Anak perempuan, dengan syarat ia merupakan anak tunggal
dan tidak terdapat anak laki-laki. Jika terdapat, maka ia
menjadi ‘ashabah bil ghoir. Bila terdiri dua nak perempuan,
maka mendapat 2/3 dan dibagi rata untuk keduanya.

11
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 23.
12
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 24.
13
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 25.
9

c) Cucu perempuan dari keturunan laki-laki, dengan syarat ia


merupakan anak tunggal dan tidak terdapat anak laki-laki, anak
perempuan dan cucu laki-laki keturunan dari pewaris.
d) Saudara kandung perempuan, dengan syarat ia saudara
perempuan tunggal, tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki,
keturunan laki-laki dari pewaris dan saudara kandung laki-laki
pewaris, tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan
keturunan laki-laki.
e) Saudara perempuan seayah, dengan syarat tidak terdapat
saudara laki-laki seayah. Jika terdapat maka menjadi ‘ashabah
bil ghoi, ia merupakan saudara perempuan seayah tunggal,
tidak ada anak perempuan, cucu perempuan keturunan laki-laki
dari pewaris dan saudara kandung perempuan pewaris.14
1) Ahli waris yang mendapat bagian ¼ ada 2 orang :
a) Suami, dengan syarat si mayit (istri) mempunyai anak.
b) Istri, dengan syarat si mayit (suami) tidak mempunyai anak.15
2) Ahli waris yang mendapat bagian 1/8 ada 1 orang :
a) Istri, dengan syarat si mayit (suami) mempunyai anak.16
3) Ahli waris yang mendapat 2/3 ada 4 orang :
a) Dua anak perempuan atau lebih, dengan syarat tidak terdapat
anak laki-laki.
b) Dua cucu perempuan dari keturunan laki-laki, dengan syarat
tidak terdapat anak laki-laki atau anak perempuan dan cucu
laki-laki dan perempuan.
c) Saudara kandung perempuan, dengan syarat lebih dari seorang.
Tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki keturunan laki-laki
dari pewaris, tidak ada saudara kandung laki-laki.

14
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 57.
15
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, ( Al-Aziziyah Press, 2014), 61.
16
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 66.
10

d) Saudara perempuan seayah, dengan syarat lebih dari seorang,


tidak ada anak dan cucu laki-laki, tidak ada anak dan cucu
perempuan.17
4) Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 ada 2 orang :
a) Ibu, dengan syarat pewaris tidak memiliki keturunan.
b) Saudara laki-laki atau perempuan seibu, dengan syarat terdiri
dari dua orang atau lebih saudara laki-laki seibu.18
5) Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 ada 7 orang :
a) Ayah, dengan syarat terdapat anak.
b) Kakek, buyut dan seterusnya.
c) Ibu, dengan syarat ia memiliki keturunan.
d) Saudara laki-laki dan perempuan seibu.
e) Cucu perempuan dari keturunan laki-laki.
f) Saudara perempuan seayah.
g) Nenek dari ibu dan nenek dari ayah.
Jika disimpulkan ahli waris yang mendapat bagian pasti
(shahibul fardlin) hanya ada 6, yaitu
1) Ayah.
2) Kakek, keatas (buyut, canggah, dan seterusnya).
3) Suami.
4) Saudara seibu.
5) Saudara sekandung dalam masalah Musytarakah (dimiliki
bersama). Selain dalam Musytarakah, ia termasuk ahli waris
‘ashabah.
6) Semua ahli waris perempuan, kecuali majikan wanita yang
memerdekakan budaknya. Namun perempuan bias menjadi
‘ashabah bil ghoir (sebab orang lain).19

17
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 58.
18
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 59.
19
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 43-44.
11

b. Ahli waris yang mendapat sisa (‘ashabah)


Ahli waris yang mendapat sisa (‘ashabah) dibagi dua, yaitu
‘ashabah nasab dan ‘ashabah wala’. Yang dimaksud ‘ashabah nasab
ialah ahli waris ‘ashabah yang berhak mendapat warisan karena masih
ada hubungan keluarga dengan si mayit. Sedangkan ‘ashabah wala’
ialah ahli waris ‘ashabah seorang sayyid (majikan budak) yang telah
memerdekakan budaknya.20
B. Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Beda Agama Dalam
Hukum Islam.
1. Hukum Islam
Hukum Islam dianggap sebagai bagian penting dari ajaran agama
dalam pandangan orang Muslim, dan sebagai demikian hukum Islam
merupakan ruang ekspresi pengalaman agama yang utama dan menjadi
determinan kontinyuitas untuk kembali kepada agama yang merni dan
orisinal serta munculnya keinginan untuk menyelaraskan kehidupan
kontemporer dengan ketentuan-ketentuan syari’ah, hukum Islam di
zaman modern mendapat banyak perhatian baik dari masyarakat.21
Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam al-
Qur’an dan literature hukum dalam Islam, yang ada dalam al-Qur’an
adalah kata syari’ah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya.
Atau yang biasa digunakan dalam literature hukum dalam Islam adalah
syari’ah Islam, fiqh Islam dan hukun syara’.
Dengan demikian kata hukum Islam merupakan istilah khas
Indonesia yang agaknya diterjemahkan secara harfiyah dari Term Islamic
Law dari literature barat. Adapaun definisi dari hukum Islam itu sendiri
setidaknya ada dua pendapat yang berbeda di kalangan para ulama dan
ahli hukum Islam di Indonesia. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya

20
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016), 46.
21
Abdul Halim Barkatullah S. Ag, M.H, C.D, Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), v.
12

Falsafah Hukum Islam memberikan definisi hukum Islam “Joleksi daya


upaya fuqaha dalam menetapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat”.22
Sementara itu Amir Syarifuddin memberikan penjelasan bahwa
apabila kata hukum dihubungkan dengn Islam, maka hukum Islam
berarti: “ seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT. dan
sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam”.
Seacra sederhana dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah hukum
berdasarkan wahyu Allah SWT.23
Menurut hukum Islam, ada beberapa hal yang menjadi
penghalang pewaris (mawani’ al-irts), yaitu penghalang terlaksananya
waris mewaris. Dalam termonologi ulama faraidl, yaitu suatu keadaan
atau sifat yang menyebabkan orang tersebut tidak dapat menerima
warisan poadahal sudah mencukup syarat-syarat dan ada hubungan
pewaris. Pada awalnya seorang sudah berhak mendapat warisan, tetapi
karna keadaan-keadaan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak
dapat memperoleh harta warisan adalah :24
a. Pembunuhan
Seseorang ymembunuh orang lain yang merupakan warisanya, maka
ia tidak dapat mewarisi harta orang yang terbunuh itu. Ketentuan ini
nmengandung kemaslahatan agar orang tidak mengambil jalan pintas
untuk mendapat harta warisan dengan jalan membunuh orang yang
mewariskan.25 Membunuh dengan sengaja atau tanpa disengaja
menyebabkan gugurnya hak waris. Membunuh sendiri atau menyuruh

22
Abdul Halim Barkatullah S.Ag, M.H. C.D., Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), v.
23
Abdul Halim Barkatullah S.Ag, M.H. C.D., Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), 3.
24
Abdul Halim Barkatullah S.Ag, M.H. C.D., Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2006), 3.
25
Muhammad Rinaldi Arif, Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda
Agama, (Medan: 2017), 354.
13

orang lain juga menggugurkan hak waris secara total. Prinsipnya,


membunuh dengan cara apapun. Misalnya seorang anak membunuh
ayahnya karena iningin segera mendapat warisan atau tidak sengaja,
maka hak warisnya menjadi hilang, tidak berhak sama sekali. Hal ini
sebagai mana ditegaskan dalam hadits :26
Artinya : Rasulullah Saw. Bersabda: “ Pembunuh tidak
mendapatkan apa-apa, jika ia tidak mempunyai ahli waris maka
warisnya jatuh kepada orang yang paling dekat dengannya. Dan bagi
pembunuh tidak mendapatkan warisan sedikitpun. (HR. Abu Daud).

Pembunuh dalam Islam ada tiga jenis, yaitu :27


1) Pembunuhan dengan sengaja (qatlu al-‘amdi), yaitu pembunuhan
dengan sengaja dilakukan oleh seorang mukallaf dengan alat yang
menurut adatnya bisa membunuh manusia.
2) Pembunuhan semi sengaja (qatlu syibhu al-amdi), yaitu suatu
bentuk pembunuhan oleh orang yang mukallaf dengan
menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan.
3) Pembunuhan yang keliru (qatli al-khata), yaitu suatu bentuk
pembunuhan yang dilakukan oleh mukallaf dengan maksud bukan
membunuh manusia seperti orang yang berburu binatang, ternyata
pelurunya mengenai orang lain yang menyebabkan kematian.
b. Berbeda agama
Berbeda agama dalam hukum Islam adalah dimana seseorang yang
beragama lain tidak dapat mewariskan hartanya kepada seseorang
yang berbeda agama, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain bahwa
seorang muslim tidak dapat memberikan hartanya atau mewariskan
hanya kepada orang yang berbeda agama sekalipun dia termasuk
golongan ahli waris.
Allah SWT. Berfirman, dalam Q.s. al-Baqarah ayat 221 :

26
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, (Al-Aziziyah Press, 2014), 33.
27
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan Suatu Analisis Komparatif Pemikirang
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 79.
14

Artinya : “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,


sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran”. (Q.S. al Baqarah [2]: 221).28
Dalam surah ini secara langsung melarang laki-laki muslim
menikahi wanita yang musyrik. Menurut Idris Ramulyo bahwa intisari
dari surah al-Baqarah ayat 221 tersebut adalah bahwa orang-orang
Islam tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang kafir dan orang
non muslim tidak dapat mewarisi harta orang Islam.29
Menurut Jumhur ulama Fiqih, yang menjadi ukuran dalam
penetapan perbedaan agama adalah pada saat meninggal orang yang
mewariskan. Apabila meninggal seorang muslim, sedang orang yang
akan menerima warisan tidak beragama Islam, maka ia terhalang
mendapat warisan walupun kemungkinan ia masuk agama Islam
sebelum pembagian harta warisan dilaksanakan.30
c. Perbudakan
Seorang budak adalah milik tuannya secara mutlak, karena itu ia tidak
berhak untuk memiliki harta, para fukaha sepakat bahwa budak tidak
mampu mengurusi harta warisan dan budak ini sendiri pada dasarnya
adalah milik tuannya. Sesuai dengan firman Allah SWT. dalam Q.S
an-Nahl ayat 75 :

28
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bandung: Mihraj Khasanah,
2014), 35.
29
Muhammad Rinaldi Arif, Pemberian Wasiat Wajibah Terhadap Ahli Waris Beda
Agama, (Medan: 2017), 354.
30
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: Rajawali Prees, 2012), 81-82.
15

Artinya : “Allah memberikan perumpamaan dengan seorang


hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap
sesuatu lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi
dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji
hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui. (Q.S
An-Nahl: 75).31
2. Pembagian Harta warisan ahli Waris Beda Agama Dalam Hukum
Islam
Dalam hukum Islam, waris merupakan ketentuan syara’ yang
diatur secara jelas dan terarah, baik tentang orang yang berhak
menerima bagian-bagiannya dan cara membaginya. Adapun hal ini
yang masih memerlukan penjelasan atau persoalan baru muncul
kemudian, dan tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadits, maka
sudah menjadi tugas ulama berijtihad dalam menjawab persoalannya.32
Para ahli waris memiliki peringkat dalam urutan pembagian
harta warisan. Dalam membagi harta warisan harus mendahulukan
urutan pertama, baru kedua, dan seterusnya. Berikut ini adalah urutan
pembagian harta warisan :
1) Ahli waris yang mendapat bagian pasti (shahibul fardlin). Harta
warisan dibagikan terlebih dahulu kepada mereka. Jika harta
warisan habis dibagikan kepada mereka dengan tanpa sisa, maka
urusan selesai, dan ahli waris ‘ashabah nasab tidak mendapat
bagian sama sekali.
2) Ahli waris ‘ashabah nasab. Jika terdapat sisa harta warisan setelah
dibagikan kepada ahli waris shahibul fardlin, maka sisa harta
warisan tersebut diberikian kepada ahli waris ‘ashabah nasab.
Demikian juga, jika tidak dijumpai ahli waris shahibul fardlin,

31
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan, (Bandung: Mihraj Khasanah,
2014), 275.
32
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), 6.
16

semua harta warisan langsung diberikan kepada ahli waris


‘ashabah nasab.
3) Ahli waris ‘ashabah wala’. Jika si mayit berstatus budak yang telah
dimerdekakan, maka setelah harta warisan dibagikan kepada ahli
waris shahibul fardlin, dan tidak dijumpai ahli waris ‘ashabah
nasab, sisa harta warisannya diberikan kepada ahli waris ‘ashabah
wala’, yakni majikan yang dulu memerdekakan.
Demikian juga, jika ia sama sekali tidak memiliki ahli waris
shahibul fardlin dan ahli waris ‘ashabah nasab, maka semua harta
warisannya langsung diberikan kepada ahli waris ‘ashabah wala’.
Pada zaman sekarang sudah tidak ada perbudakan, maka urutan
yang ini otomatis tidak dijumpai.
4) Baitul Mal (kas Negara kaum muslimin). Jika si mayit tidak
memilki ahli waris ‘ashabah nasab dan ahli waris ‘ashabah wala’,
maka setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris shahibul
fardlin, sisa hartanya diberikan ke Baitul Mal.
5) Radd (mengembalikan harta warisan ) kepada ahli waris shahibul
fardlin, selain suami atau istri. Radd ini berlaku jika terdapat ahli
waris shahibul fardlin dan tidak dijumpai ahli waris ‘ashabah
nasab, Ahli waris ‘ashabah wala’, dan tidak dijumpai Baitul Mal,
atau Baitul Mal tidak termanajeman dengan baik.
6) Dzawuul arham. Jika semua ahli bwaris di atas tidak dijumpai,
maka harta warisan diberikian kepada Dzawuul arham, yakni
orang-orang yang masih punyak hubungan keluarga dengan
mayit.33

Menurut KHI ada tiga syarat seorang ahli waris tidak dapat
menerima warisan, diantaranya :

33
M. Saifuddin, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzab
Lirboyo: Santri Salaf Press, 2016). 60-62.
17

Persyaratan pertama menempatkan anak laki-laki atau perempuan,


ayah, ibu dan janda atau duda sebagai ahli waris. Ketentuan mengenai
hal ini dirumuskan dalam pasal 174 ayat 2 KHI yang menyatakan
bahwa apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat
warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Persyaratan kedua adalah ahli waris beragama Islam. Jadi apabila ada
ahli waris yang berpindah agama, maka ia akan kehilangan haknya
sebagai ahli waris. Hal ini dapat menimbulkan kesan ketidak adilan
didalam hukum waris Islam. Misalnya, di antara anak kandung ada
yang pindah agama, sedangkan saudara-saudaranya yang lain tetap
beragama Islam sesuai dengan agama orang tuanya. Pada waktu
pembagian warisan akan terasa ketidak adilan itu. Semua saudara-
saudara kandungnya menerima harta warisan sementara dia yang
pindah agama tidak mendapat apa-apa. Padahal menurut ajaran Islam
tidak ada paksaan daalam beragama.
Persyaratan ketiga adalah tidak terhalang karena hukum untuk menjadi
ahli waris.34
Para Ulama telah sepakat bahwa antara seorang muslim dengan
bukan muslim sejak awal ia bukan muslim atau bukan muslimnya itu
disebabkan karena murtad (keluar dari agama Islam), tetapi ketika
warisan terbuka ia bukan muslim, maka terhadap mereka ini Islam
menyatakan tidak saling mewarisi. Para Ulama mendasarkan prinsip ini
kepada hadits Rasulullah SAW. dari Usamah bin Zaid :35

34
Dr. Afdol, S.H, M.S., Penerapan Hukum Waris Islam Secara Adil, (Surabaya: Air
Langga University Press, 2013), 97.
35
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 93-94.
18

Artinya: Dari Usamah bin Zaid dari Nabi Saw, beliau Bersabda:
“Seorang muslim tidak mewaris terhadap orang kafir, dan seorang kafir
tidak mewaris terhadap seorang muslim”. (HR. Bukhari dan Muslim).36

Dari hadits ini dapat ditarik garis hukum, bahwa ahli waris
muslim tidak dapat mewarisi harta warisan pewaris yang non muslim,
dan ahli waris non muslim tidak dapat mewarisi harta warisan pewaris
yang muslim. Terhadap ketentuan hadits tersebut tidak ada seorang
ulama pun yang menaruh keberatan, walaupun di kalangan ulama masih
memperdebatkan masalah seperti masalah apakah harta seorang yang
murtad ketia ia belum murtad dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang
muslim, apakah ahli waris muslim itu secara mutlak tidak boleh
mewarisi harta warisan pewaris yang bukan muslim, dan seterusnya.
Kompilasi Hukum Islam yang telah disepakati ooleh hakim-
hakim Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah sebagai hukum
terapan (hukum material) pada Pengadilan Agama dan Mahakamah
Syar’iyah, tidak menyebutkan secara tegas bahwa perbedaan agama itu
sebagai sebab untuk tidak saling mewarisi. Tetapi pasal 171 huruf b dan
c Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa baik pewaris maupun
ahli waris harus sam-sama beragama Islam. Dari ketentuan pasal
tersebut dapat dipahami bahwa apabila salah satu tidak beragama Islam
maka kedua-duanya tidak dapat saling mewarisi.37
Para Ulama Mujtahid ada yang telah mengemukakan
pendapatnya seperti Ibnu Hamz, At-thabari dan Muhammad Rasyid
Ridha, yang berpendapat bahwa walaupun ahli waris non muslim tidak
mendapat warisan dan harta warisan pewaris muslim, akan tetapi
mereka dapat memperoleh harta warisan pewaris muslim melalui wasiat
wajibah.38

36
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 94-95.
37
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 94-95.
38
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 97.
19

Ulama Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanalillah membolehkan


berwasiat untuk orang non muslim, dengan syarat yang diberikan wasiat
tidak memerangi umat islam. Hal ini mereka qiyaskan kepada masalah
hibbah dan shadaqah yang diatur dalam al-Qur’an surah Mumtahanah
ayat 8:39

Artinya : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan


berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (Q.S. Mumtahanah
[60]: 8).40

Adapun mengenai orang murtad, ia tidak berhak menerima


waris dari orang Islam. Karena murtad berarti di luar Islam dan secara
otomatis sejajar dengan orang kafir. Dalam hal ini, Imam Malik, Imam
Ahmad bin Hambal dan Imam Syafi’i ra. Menyatakan tidak boleh karna
harta mereka merupakan harta fa’i, yang jika orang murtad meninggal
maka hartanya diserahkan ke Baitul Maal.41
Kompilasi Hukum Islam mengatur maslah berwasiat kepada non
muslim. Tetapi Mahkamah Agung RI telah menjatuhkan beberapa
putusan yang berkenaan dengan hal ini, antara lain purusan Mahkamah
Agung RI nomor 368K/AG/1995, tanggal 16 juli 1998 yang telah
menetapkan bahwa seorang anak perempuan beraga non Islam berhak
pula mendapat harta warisan pewaris, tidak melalui warisan melainkan
wasiat wajibah dan besar perolehannya adalah sama dengan bagian
seorang anak perempuan, bukan 1/3 dari harta warisan dan bukan ¼
bagian dari perolehan anak perempuan pewaris.42

39
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 97.
40
Departemen Agama RI Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bandung: Mihraj Khasanah,
2014), 550.
41
Muhammad Ichsan Maulana, Pintar Fiqh Waris, ( Al-Aziziyah Press, 2014), 34.
42
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 97.
20

Selanjutnya putusan Mahkamah Agung RI nomor


51K/A/1999, tanggal 29 september 1999 yang telah memberikan
pertimbangan sebagai berikut :
“Menimbamng, bahwa demikian Mahkamah Agung
berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
harus diperbaiki karena seharusnya Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta memperbaiki menenai ahli waris yang non muslim mereka
berhak memperbaiki purusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
mereka berhak mendapat wasiat wajibah yang kadar bagiaanya sama
dengan ahli waris muslim”.43
Dari dua Putusan Mahkamah Agung RI yang telah dikutip di
atas dapat ditarik garis hukum sebagai berikut :44
1. Beda agama, salah satu sebab untuk tidak saling mewarisi, apakah
perbedaan agama itu antara pewaris dengan ahli waris atau antara
sesame ahli waris.
2. Penyelesaian pembagian harta warisan tergantung kepada agama si
pewaris. Bila pewarisnya beragama Islam, maka penyelesaian
maslah harta warisannya diselesaikan menurut hukum kewarisan.
3. Ahli waris yang non muslim dapat mewarisi bagian dari harta
warisan pewaris yang muslim melalui jalan wasiat wajibah, tidak
melalui jalan warisan.
4. Besarnya bagian ahli waris non muslim yang diperole dari harta
warisan pewaris dengan jalan wasiat wajibah bukan 1/3 bagian
sebagaimana ketentuan batas maksimal jumlah wasiat, tetapi ahli
waris non muslim mendapat bagian yang sama dengan ahli waris
yang lain yang sederajat.

43
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 99.
44
Drs. H. M. Anshary MK, S.H,. M.H., Hukum Kewarisan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 98-99.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis meneliti, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ahli waris adalah orang-orang yang akan menerima hak (tirkah)
peninggalan pewaris. Secara keseluruhan jumlah ahli waris ada 25
orang yaitu :
a. Golongan ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu :
1) Anak laki-laki; 2) Anak lelakinya anak lelaki, dan seterusnya
sampai kebawah; 3) Ayah; 4) Kakek, sampai ke atas, seperti buyut,
canggah, dan seterusnya. Kakek yang berhak mendapat warisan
ialah kakek antara ia dan si mayit tidak dihalangi seorang wanita,
mengecualikan seperti kakek dari jalur ibu (ayahnya ibu), dan
buyut dari jalur nenek (ayahnya nenek), dan seterusnya; 5) Saudara
lelaki seayah-ibu atau sekandung; 6) Saudara lelaki seayah; 7)
Saudara lelaki seibu; 8) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah-
ibu; 9) Anak laki-lakinya saudara lelaki seayah; 10) Paman seayah-
ibui dengan ayah; 11) Paman seayah dengan ayah; 12) Anak laki-
lakinya paman seayahy-ibu dengan ayah; 13) Anak laki-lakinya
paman seayah dengan ayah; 14) Suami; 15) Majikan yang
memerdekakan, jika si mayit berstatus budak. Namun pada zaman
sekarang, perbudakan tidak berlaku lagi, dan ahli waris yang
seperti ini tidak dijumpai.
b. Golongan ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1) Anak perempuan; 2) Anak perempuannya anak laki-laki atau
cucu, dqan seterusnya sampai ke bawah; 3) Ibu; 4) Nenek dari jalur
ayah atau ibunya ayah; 5) Nenek dari jalur ibu atau ibunya ibu; 6)

22
23

Saudari seayah-ibu atau sekandung; 7) Saudara seayah; 8) Saudara


seibu; 9) Istri; 10) Majikan yang memerdekakan.
2. Ada 3 pendapat mengenai pembagian ahli waris beda agama dalam
hukum Islam.
1) Menurut para ulama, mendasarkan prinsip ini kepada hadits
Rasulullah, bahwa ahli waris muslim tidak dapat mewarisi harta
warisan pewaris yang non muslim, begitu juga sebaliknya.
2) Menurut ulama mujtahid, ahli waris non muslim dapat memperoleh
harta warisan pewaris muslim melalui wasiat wajibah.
3) Menurut ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, Hanalillah membolehkan
berwasiat untuk orang non muslim dengan syarat yang diberikan
tidak memerangi umat Islam.

B. Saran

Sebaiknya kita sebagai pecinta ilmu harus lebih mendalami terhadap ilmu
waris. Khususnya para masyarakat yang masih menjadikan pembagian
warisan beda agama menjadi permasalahan yang tak terhentikan, bahkan
banyak yang kita lihat disekitar kita. Maka dari itu penulis tertarik meneliti
pembagian ahli waris beda agama dalam hukum Islam. Didalam risalah ini
sudah jelas bahwa orang non muslim bisa mendapat warisan dengan cara
wasiat wajibah.

Anda mungkin juga menyukai