Anda di halaman 1dari 56

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT DALAM Q.

S
AL-KAUTSAR MENURUT IBNU KATSIR

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
tingkat mu’allimin

Abdul Latif Sanahfi


NIS 131232050062180218

PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM


PESANTREN PERSATUAN ISLAM TAROGONG
GARUT
2021
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Dengan ini, saya menyatakan bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul "

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT DALAM Q.S AL-KAUTSAR

MENURUT IBNU KATSIR " ini benar-benar karya saya sendiri. Pengutipan

dari sumber-sumber lain, telah saya lakukan berdasarkan kaidah-kaidah

pengutipan yang sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku sehingga isi karya

tulis ilmiah serta semua kelengkapannya ini merupakan karya asli. Apabila

kemudian ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan saya ini,

saya bersedia menerima risiko atau sanksi apapun.

Garut, 2 Januari 2020

Yang membuat pernyataan,

Abdul Latif Sanahfi

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT DALAM Q.S AL-KAUTSAR

MENURUT IBNU KATSIR

oleh

Abdul Latif Sanahfi

NIS 131232050062180218

disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing Wali Kelas

Nia Juariah, S.Ag Dadang Ernawan, S.Ag

diketahui oleh,

Mudir Mu’allimin

H. Aan Adam, Lc

iii
HALAMAN PENGESAHAN

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT DALAM Q.S AL-KAUTSAR

MENURUT IBNU KATSIR

oleh

Abdul Latif Sanahfi

NIS 131232050062180218

Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada tanggal

Penguji I Penguji II

( ) ( )

diketahui oleh,

Mudir Mu’allimin

H. Aan Adam, Lc

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

iv
Abdul Latif Sanahfi, merupakan seorang penulis yang lahir di kota garut

pada tanggal 06 Februari 2003, lebih tepatnya di desa kecil yang berada di

perbatasan antara garut dan tasikmalaya yakni desa sukamaju yang biasa disebut

dengan cigadog. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan wowo dan Titin

supartini.

Penulis bertempat tinggal bersama orang tuanya di jalan proklamasi2

rt03/rw15 desa jayaraga kecamatan tarogong kidul kabupaten garut. Yang

sebelumnya pernah tinggal di Desa Haurpanggung Kecamatan tarogong kidul ,

akan tetapi pindah dikarenakan ada suatu masalah di lingkungan tersebut.

Sejak masih usia 2 tahun penulis sudah ditinggal kedua orang tuanya

merantau keluar kota, dan penulis pun di asuh oleh neneknya sampai mulai

jenjang pendidikan pertama yakni di TK Al-Falah Cilawu , kemudian memasuki

usia 6 tahun penulis sudah tinggal dan di asuh kembali sama kedua orang tuanya

dan mulai masuk jenjang pendidikan kedua yakni di SD Haurpanggung 1.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di SD Haurpanggung 1 , penulis

kemudian melanjutkannya pendidikannya di MTs Persis Tarogong Garut. Dan

dari sini la penulis menemukan tujuan dan arti dari kehidupannya. Di jenjang

tsanawiah ini penulis mulai bisa berkebang secara pesat dan mulai bisa

memahami agama.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di MTs Persis Tarogong Garut,

penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di MA Persis Tarogong Garut.

Kenapa masih di lingkungan sekolah yang sama, karena penulis menuruti

v
permintaan ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya disana. Akan tetapi penulis

disaat Mualimin mulai mengalami banyak sekali permasalahan kehidupan baik itu

di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Dan sekarang penulis masih menjalani pendidikan di MA Persis Tarogong

Garut lebih tepatnya di kelas XII jurusan Ilmu Agama Islam. Penulis memilih

jurusan tersebut karena ingin memperdalam lagi pemahaman mengenai agama

islam.

KATA PENGANTAR

‫بسم اهلل الرمحن الرحيم‬

vi
Segala puji bagi Allah Subhaanahu wa ta’ala yang senantiasa memberikan

rahmat dan maghfirah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan

kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasalam.

Berkat Rahman dan Rahim yang tidak pernah ada hentinya, Alhamdulillah

penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul "Mensyukuri

Nikmat Allah SWT dalam Q.S Al-Kautsar menurut Ibnu Katsir” yang masih

banyak sekali kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalamnya. Hal yang

demikian itu, disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang penulis

miliki dan banyaknya rintangan yang menjadi bahan pelajaran bagi penulis untuk

menjadi bahan pelajaran bagi penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi

di kemudian hari.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Al Ustadz Moh Iqbal Santoso selaku Mudirul ‘Am Pesantren Persatuan

Islam Tarogong Garut.

2. Al Ustadz Aan Adam selaku Mudir Mu’allimin Pesantren Persatuan Islam

Tarogong Garut.

3. Usth. Selvy selaku biro karya tulis yang telah bekerja keras dalam

membimbing kami semua dalam pelaksanaan karya tulis ini.

4. Ust. Dadang Selaku Wali kelas XII IAI 1 yang selalu membimbing dan

mengarahkan kami.

5. Usth. Nia Juariyah selaku pembimbing yang telah merelakan waktu,

membantu dan bersabar dalam membimbing penulis dalam menyusun

karya tulis ilmiah ini.

vii
6. Oranng tua tercinta dan keluarga penulis yang telah memberikan do’a

restu, motivasi dan materi sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.

7. Usth. Masnun yang selalu bisa menjadi konsultan saya dalam menyusun

karya tulis ini.

8. Seluruh Asatidz dan Asatidzah yang telah banyak sekali memberikan

ilmunya.

9. Teman sebimbingan yang telah membantu dalam proses pengerjaan karya

tulis ilmiah ini.

10. Teman-teman angkatan 36 khususnya kelas XII IAI 1 yang selalu

menemani, membantu dan berjuang bersama dalam mengerjakan karya

tulis ilmiah ini.

11. Semua pihak yang terlibat dan tidak dapat seluruhnya dicantumkan oleh

penulis, yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam

penulisan karya tulis ini.

Kata-kata yang tidak bisa mengungkapkan rasa terimakasih penulis selain

do’a Jazaakumullahu Khairan Katsiran. Penulis juga ingin menyampaikan

permintaan ma’af atas segala perbuatan, perkataan dan perilaku penulis yang tidak

berkenan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfa’at bagi penulisnya khususnya

dan bagi para pembaca umumnya.

viii
.

DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................i

Pernyataan Keaslian Karya Tulis Ilmiah............................................................ii

ix
Halaman Persetujuan...........................................................................................iii

Halaman Pengesahan............................................................................................iv

Daftar Riwayat Hidup...........................................................................................v

Kata Pengantar....................................................................................................viI

Daftar Isi.................................................................................................................x

Daftar Lampiran..................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................5

1.4 Metode dan Teknik Penulisan............................................................................5

1.5 Sistematika Penulisan.........................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORETIS.........................................................................7

2.1 Definisi Bersyukur.............................................................................................7

2.2 Kedudukan Bersyukur........................................................................................9

2.3 Cara Bersyukur.................................................................................................17

2.4 Tujuan Bersyukur.............................................................................................23

2.5 Definisi Tafsir..................................................................................................24

x
2.6 Pembagian Tafsir.............................................................................................26

2.7 Metode Tafsir...................................................................................................28

2.8 Corak Tarfsir....................................................................................................30

BAB III PEMBAHASAN MASALAH...............................................................33

3.1 Biografi Ibnu Katsir.........................................................................................33

3.2 Mensyukuri Nikmat Allah SWT dalam Q.S Al-Kautsar menurut Ibnu Katsir 34

BAB IV PENUTUP..............................................................................................38

4.1 Simpulan..........................................................................................................38

4.2 Saran.................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Daftar lampiran

1. Surat Keputusan Penetapan Judul Karya Tulis Ilmiah

2. Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Allah SWT sangat sayang terhadap makhluk ciptaan- Nya terutama

manusia. Bumi dihamparkannya dengan tanaman, udara yang bersih, hewan , ada

air sungai, danau, lautan dan gunung yang penuh dengan kenikmatan di dalamnya,

seperti tanaman yang Allah SWT berikan kepada manusia dengan berbagai

macam jenis tanaman yang bisa kita jadikan makanan, pakaian, tempat tinggal,

dan banyak lagi, semuanya di berikan oleh Allah SWT kepada manusia secara

cuma cuma untuk kelangsungan kehidupan manusia.

Seorang hamba yang baik dan senantiasa memelihara kedekatannya

dengan Allah SWT lalu berusaha mensyukuri setiap nikmat dan karunia

pemberian Allah SWT, niscaya Allah akan berikan sesuatu yang lebih bernilai dan

lebih bermanfaat lagi, baik berupa kenikmatan dan keberkahan hidupnya di dunia

maupun di akhirat. Sebaliknya, jika ia tidak bersyukur akan apa yang telah allah

SWT berikan kepadanya, maka Allah SWT akan mencabut nikmat tersebut dan

menggantinya dengan sesuatu yang lebih buruk untuknya sebagai bentuk azab

atas kufur nikmatnya kepada Allah SWT (Muhammad bin Shalih Almunajjid,

2006: 239)

Orang yang senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan

kepadanya maka kenikmatan itu akan senantiasa mengalir kepadanya, bahkan

akan terus bertambah dan tidak akan pernah putus hingga orng itu berhenti

bersyukur. Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang diciptakan dalam

1
2

bentuk sebaik-baiknya dan manusia diciptakan untuk menyembah hanya kepada

Allah SWT seraya bersyukur atas hidup yang telah Allah berikan untuk mencapai

keberkahan dan kedudukan yang tinggi di akhirat nanti . (Muhammad bin Shalih

Almunajjid, 2006: 240).

Allah SWT memberikan nikmat kepada manusia sebagai makhluknya

merupakan pemberian yang terus menerus, dengan berbagai macam bentuk lahir

maupun batin, bahkan sampai manusia itu tidak menyadari bahwa Allah SWT

telah memberikan dia nikmat yang begitu banyak nya dikarenakan dia tidak

mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepadanya, karena banyak manusia

yang berfikir selalu kekurangan akan apa yang telah ia dapatkan.

Banyak manusia yang selalu memandang ke atas , selalu meminta yang

lebih dari apa yang telah allah berikan kepadanya, oleh karena itu banyak yang

kufur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Hanya manusia sajalah

yang kurang pandai memelihara nikmat, sehingga merasa seolah-olah belum

diberikan sesuatupun oleh Allah SWT . Disebabkan tidak bersyukur kepada Allah

SWT dan tidak merasakan bahwa Allah SWT telah memberi kepadanya sangat

banyak dari permintaannya.

Banyak orang yang menggunakan nikmat dari Allah SWT untuk

kemaksiatan, maka ia termasuk orang yang menyia-nyiakan nikmat Allah SWT.

Banyak orang yang merasa bahwa apa yang telah ia dapat apa yang telah ia capai

semua itu karena kepandaian dan keistimewaan dirinya sendiri, padahal ia tidak

sadar bahwa semua itu tidak akan pernah ia dapat tidak akan pernah kia capai
3

tanpa bantuan dan pemberian dari Allah SWT dan itu termasuk sifat yang angkuh

terhadap Allah SWT, dan bahkan perasaan seperti itu bisa memudarkan tauhid

yakni kepercayaan dalam jiwa kita terhadap Allah SWT (Muhammad bin Shalih

Almunajjid, 2006: 241-242).

Setiap hari silih berganti dari satu nikmat kemudian beralih kepada nikmat

yang lain. Di mana orang terkadang tidak pernah membayangkan sebelumnya

akan mendapatkan nikmat , bahkan tidak pernah tau bahwa itu akan terjadi dan

bahkan lebih dari apa yang ia harapkan.

Sungguh sangat besar dan banyaknya nikmat yang telah Allah berikan

kepada hambanya sampai-sampai tidak ada alat secanggih apapun yang dapat

menghitung seberapa besar dan banyaknya nikmat yang telah Allah berikan

kepadanya karena nikmat itu terus mengalir dan tidak dibatasi. Jangankan untuk

menghitung nikmat yang telah ia dapatkan selama hidup di dunia ini, menghitung

nikmat yang Allah berikan kepadanya satu hari saja itu belum tentu ia dapat

menghitungnya karena saking banyaknya nikmat yang telah Allah berikan

kepadanya (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 255).

Semua itu tentunya mengundang orang untuk menyimpulkan betapa besar

karunia dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Lantas

bagaimana ia tidak bersyukur? Sementara nikmat yang ia dapat disetiap harinya

tidak terhitung, Maka dari itu tidak pantas bagi seorang makhluk untuk tidak

bersyukur di setiap detik, menit, jam bahkan tahun bersyukurlah dengan selalu

mengingat dan tidak ingkar kepada-Nya,


4

sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al baqoroh ayat 152:

‫فاذكروين اذكركم وشكروا يل وال تكفرون‬

Artinya: " Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu dan

Bersyukurlah kepada-Ku dan Janganlah kamu ingkar kepada-Ku.

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai Makhluk

Allah SWT yang senantiasa mengharapkan Ridho dan magfiroh-Nya sudah

sepatutnya untuk selalu mengingat-Nya dalam kondisi apapun baik itu sehat,

maupun sakit semoga selalu diberi kesadaran dalam mensyukuri nikmat-nikmat

yang sungguh besar yang telah Allah SWT berikan kepada nya, Oleh karena itu

Penulis tertarik untuk mengangkat tema dari permasalahan untuk menjadikannya

sebuah karya tulis dengan judul "MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT

DALAM Q.S AL KAUTSAR MENURUT IBNU KATSIR"

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, untuk lebih jelas

permasalahan yang akan dibahas, maka penulis merumuskan beberapa

masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud bersyukur ?

2. Apa yang dimaksud tafsir?

3. Bagaimana mensyukuri nikmat Allah SWT dalam Q.S Al-kautsar menurut

Ibnu Katsir?
5

1.3. Tujuan Penulisan

Agar penulisan karya tulis ini mempunyai makna, maka harus

memiliki tujuan yang jelas. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh

penulis dalam pembuatan karya tulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan bersyukur

2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan tafsir

3. Untuk mengetahui cara mensyukuri nikmat Allah SWT dalam Q.S Al-

kautsar menurut Ibnu Katsir

1.4. Metode Penulisan Dan Teknik Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan karya tulis ini

menggunakan metode deskriptif, metode yang tertuju pada pemecah

masalah yang ada. Dan teknik penulisan karya tulis ini, penulis

menggunakan teknik bibliografi, yaitu teknik yang berdasarkan dengan

pengumpulan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan

dibahas dalam penyusunan karya tulis ini. (Winarno Surachmad, 1966:

75)

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika yang penulis gunakan dalam penyusunan karya tulis ini

adalah menyusun karya tulis dengan sistem perBAB, yaitu sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan yang meliputi: Latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan,

dan sistematika penulisan.


6

BAB II : Analisis Teoretis yang meliputi: Definisi bersyukur,

kedudukan bersyukur, cara bersyukur, tujuan bersyukur, definisi

tafsir, pembagian tafsir, metode tafsir, corak tafsir.

BAB III : Pembahasan yang meliputi: Mensyukuri nikmat Alloh

SWT dalam QS. Al-Kautsar menurut Ibnu Katsir

BAB IV : Penutup yang meliputi: simpulan dan saran.


BAB II

ANALISIS TEORETIS

2.1. Definisi Bersyukur

2.1.1. Secara Terminologi Bahasa

Bersyukur menurut pengertian bahasa artinya mengakui kebajikan.

Dikatakan syakartullooha atau syakartu lillaah artinya mensyukuri nikmat

Allah. Bersyukur menurut terminologi bahasa bisa juga berarti pengaruh

makanan pada tubuh hewan. Hewan yang bersyukur artinya hewan yang

cukup dengan pakan yang minim, atau hewan gemuk hanya dengan pakan

yang sedikit. Lawan kata syukur adalah kufur (Muhammad bin Shalih

Almunajjid, 2006: 235).

Dalam pengertian lain, Bersyukur juga bisa diartikan berterima

kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang telah

diberikan-nya, anda katakan syakartuhu. Akan tetapi, menurut suatu

pendapat lain bahwa yang lebih fasih lagi bila dikatakan syakartu lahu.

Syukron lawan kata dari kufron (Muhammad bin Shalih Almunajjid,

2006: 235-236).

Isytakarotis sama-u artinya langit menurunkan hujannya dengan

deras; dan dikatakan isytakarodh dhor'u artinya tetek hewan itu penuh

dengan air susunya. Dengan itu, bersyukur bisa juga diartikan bertambah

dan berkembang (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 236).

7
8

Dari beberapa pengertian bersyukur secara bahasa yang di sampaikan

diatas, dapat di simpulkan bahwa, Bersyukur artinya mengakui kebajikan

dengan berterima kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan

yang telah di berikan-nya. Akan tetapi, sudah menjadi kewajiban sebagai

seorang hamba untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang

diberikan-Nya.

2.1.2. Secara Terminologi khusus

Bersyukur menurut terminologi khusus artinya memperlihatkan

pengaruh nikmat Ilahi pada diri seorang hamba pada kalbunya dengan

beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan, dan pada anggota

tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah dan ketaatan. Dengan

demikian, sedikit nikmat pun menginspirasi untuk banyak bersyukur,

maka terlebih lagi jika nikmat yang diperolehnya banyak. Diantara para

hamba itu ada yang bersyukur dan ada pula yang ingkar (Muhammad bin

Shalih Almunajjid, 2006: 236).

Syakartu lahu, aku berterima kasih kepadanya, dimuta'addikan

dengan memakai lam. Kafartu bihi, aku mengingkarinya, dimuta'addikan

dengan memakai ba (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 236).

Ibnul Qayyim berpendapat bahwa pada hakikatnya yang disyukuri

adalah nikmatnya, kemudian dinisbatkan kepada pihak yang memberinya.

Oleh karena itu, dikatakan syakartu lahu dengan dimuta'addikan memakai

lam. Berbeda halnya dengan kufur yang mengandung arti mendustakan


9

dan mengingkari nikmat. Oleh karena itulah, diungkapkan dengan

memakai ba ta'diyah. (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 236)

Dalam pengertian lain, bersyukur adalah sebaik-baik jalan

kehidupan bagi orang-orang yang berbahagia. Tidaklah mereka menaiki

tangga kedudukan yang tertinggi, melainkan berkat syukur mereka.

Karena iman itu terdiri dari dua bagian, yaitu bersyukur dan bersabar,

maka bersyukur merupakan suatu keharusan bagi orang yang

mengharapkan kebaikan bagi dirinya serta memprioritaskan keselamatan

dan kebahagiaannya (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 235).

Sedangkan menurut Ibnu Katsir, orang yang bersyukur adalah orang yang

tahu berterima kasih. Bukan sekedar banyak atau sedikitnya rezeki yang kita

peroleh, tapi renungkan sejenak: yang memberi kita rezeki itu adalah sang maha

agung. Ini saja sudah pantas membuat kita bersyukur karena sedikit atau banyak

kita masih diperhatikan dan diberi rezeki oleh Allah SWT. (Nadirsyah Hosen,

2019).

Jadi Bersyukur menurut terminologi khusus artinya seorang hamba yang

mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT pada kalbunya dengan

beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan, dan pada anggota

tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah. Bukan karena sedikit atau

banyaknya nikmat yang diperoleh, tetapi karena masih diperhatikan dan diberi

rezeki oleh Allah SWT. Oleh karena itu sudah sepatutnya seorang hamba itu
10

harus bersyukur, karena bersyukur adalah sebaik-baiknya jalan kehidupan

orang-orang yang berbahagia.

2.2. Kedudukan Bersyukur

1. Allah telah menggandengkan perintah mengingat-nya dengan perintah

bersyukur kepada-nya, yang keduanya mengingatkan kepada nikmat

penciptaan. Adapun mengenai perintah bersabar dalam mengerjakannya

merupakan sarana yang menghantatkan seorang hamba untuk dapat

merealisasikan kedua-nya. Sesungguhnya Allah telah menggandengkan

perintah bersyukur dengan perintah untuk mengingatnya melalui firman-

nya:

‫ْٓي اَذْ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُكُر ْوا يِل ْ َواَل تَ ْك ُفُر ْو ِن‬ ‫فَاذْ ُكر ْويِن‬
ُ

"karena itu, ingatlah kamu kepada-ku, niscaya Aku ingat (pula)

kepadamu; dan bersyukurlah kepada-ku dan jangan-lah kamu

mengingkari (nikmat)-ku." ( QS. Al-Baqarah(2):152)

2. Allah menggandengkan sebutan syukur dengan iman, bahwa Allah tidak

punya tujuan meng-adzab makhluk-nya apabila mereka telah mengatakan:

"Kami telah beriman."

‫َما َي ْف َع ُل ال ٰلّهُ بِ َع َذابِ ُك ْم اِ ْن َش َك ْرمُتْ َواٰ َمْنتُ ْم ۔‬

"Mengapa Allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman?"

(QS. An-Nisaa'(4):147)
11

3. Hanya orang-orang yang suka bersyukurlah dari kalangan hamba-hamba-

nya yang menghargai karunia Allah kepada mereka, sebagaimana yang

disebutkan dalam firman-nya:

‫س ال ٰلّهُ بِاَ ْعلَ َم‬


َ ‫اَلَْي‬ ‫ض لَِّي ُق ْولُ ْٓوا اَ ٰهُٓؤ اَل ۤ ِء َم َّن ال ٰلّهُ َعلَْي ِه ْم ِّم ۢ ْن َبْينِنَ ۗا‬
ٍ ‫ض ُه ْم بَِب ْع‬ ِ
َ ‫َو َك ٰذل‬
َ ‫ك َفَتنَّا َب ْع‬

‫الش ِك ِريْ َن‬


ّٰ ِ‫ب‬

"Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang

kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang yang miskin) supaya

(orang-orang kaya) berkata: 'Orang-orang semacam inikah di antara kita

yang diberi anugrah oleh Allah kepada mereka?' (Allah berfirman):

'Tidaklah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur

(kepada-nya)?' " (QS. Al-An'aam(6):53)

4. Manusia itu ada yang bersyukur dan ada yang Ingkar. Yang paling dibenci

oleh Allah ialah sikap ingkar dan para pelakunya; yang paling disukai oleh

Allah ialah sikap bersyukur dan para pelakunya.

‫السبِْي َل اَِّما َشاكًِرا َّواَِّما َك ُف ْو ًرا‬ ِ


َّ ُ‫انَّا َه َد ْينٰه‬

"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang

bersyukur dan ada pula yang kafir." (QS. Al-Insaan(76):3)

5. Allah menguji hamba-hambanya siapakah di antara mereka yang banyak

bersyukur kepada-nya. Untuk itu, Allah SWT telah berfirman

menceritakan ucapan sualaiman AS:


12

‫ض ِل َريِّب ۗ ْي لِيَْبلَُويِن ْٓي ءَاَ ْش ُكُر اَْم اَ ْك ُف ۗ ُر َو َم ْن َش َكَر فَاِمَّنَا يَ ْش ُكُر لَِن ْف ِسهٖۚ َو َم ْن‬
ْ َ‫ٰه َذا ِم ْن ف‬

ِ
ٌ‫َك َفَر فَا َّن َريِّبْ َغيِن ٌّ َك ِرمْي‬

"Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur

atau mengingkari (nikmat-nya). Barang siapa yang bersyukur, maka

sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang

siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya lagi

Mahamulia." (QS. An-Naml(27):40)

6. Allah menjanjikan akan menambahkan nikmat-nya bagi orang-orang yang

bersyukur.

‫َواِ ْذ تَاَذَّ َن َربُّ ُك ْم لَ ِٕى ْن َش َك ْرمُتْ اَل َ ِزيْ َدنَّ ُك ْم َولَ ِٕى ْن َك َف ْرمُتْ اِ َّن َع َذايِب ْ لَ َش ِديْ ٌد‬

"Dan (ingatlah juga) takala Tuhanmu memaklumatkan: 'Sesungguhnya

jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu;

dan jika kamu mengingkari (nikmat-ku), maka sesungguhnya adzab-ku

sangat pedih." (QS. Ibrahim(14):7)

7. Allah meridhai amalan orang-orang yang bersyukur dan meridhai sikap

bersyukur.

‫ضهُ لَ ُك ۗ ْم‬ ِ ِِ ِِ ٰ ِ ِ
َ ‫ا ْن تَ ْك ُفُر ْوا فَا َّن اللّهَ َغيِن ٌّ َعْن ُك ْم ۗ َواَل َيْرضٰى لعبَاده الْ ُك ْف ۚ َر َوا ْن تَ ْش ُكُر ْوا َي ْر‬

"Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak akan memerlukan

(iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagu hamba-hambanya; dan


13

jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu."

(QS. Az-Zumar(39):7)

8. Allah menggantungkan pertambahan nikmat-nya pada sikap

bersyukur,sedangkan kriteria tambahan itu tidak ada batasannya

sebagaimana syukur pun tiada batasannya, tetapi Allah menetapkan

banyak nya pahala menurut kehendaknya.

‫ضلِهٖٓ اِ ْن َشاۤ ۗ َء‬


ْ َ‫ف يُ ْغنِْي ُك ُم ال ٰلّهُ ِم ْن ف‬
َ ‫فَ َس ْو‬

"maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadaMu dari karunia-nya,

jika dia menghendaki."(QS. At-Taubah(9):28)

ّٰ ُ‫َو َسيَ ْج ِزى ال ٰلّه‬


‫الش ِك ِريْ َن‬

"Dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang

bersyukur."(QS. Ali 'imran(3):144)

9. Allah SWT memberitakan bahwa sesungguhnya iblis mempunyai banyak

tujuan, antara lain mencegah hamba-hamba Allah untuk bersyukur

kepadanya. Untuk merealisasikan tujuannya itu, iblis memakai berbagai

cara, antara lain sebagaimana yang disebutkan dalam firmannya:

‫َّه ْم ِّم ۢ ْن َبنْي ِ اَيْ ِديْ ِه ْم َو ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم َو َع ْن اَمْيَاهِنِ ْم َو َع ْن مَشَاۤ ِٕىلِ ِه ۗ ْم َواَل جَتِ ُد اَ ْك َثَر ُه ْم‬ ِ
ُ ‫مُثَّ اَل ٰتَين‬

‫ٰش ِك ِريْ َن‬


14

"Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang

mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan engkau tidak akan

mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS. Al-A'raaf(7):17)

10. Allah menggambarkan bahwa orang-orang yang bersyukur di antara

hamba-hambanya adalah golongan minoritas.

‫الش ُك ْو ُر‬
َّ ‫ي‬ ِ ِ ِ
َ ‫َوقَلْي ٌل ِّم ْن عبَاد‬

"dan sedikit sekali dari hamba-hamba-ku yang banyak bersyukur." (QS.

Saba'(34):13)

11. Allah SWT telah memuji mula-mula rasul yang diutus nya ke bumi

karena sikapnya yang selalu bersyukur kepadanya, yaitu Nuh AS. Untuk

itu, Allah SWT berfirman:

‫ح اِنَّهٗ َكا َن َعْب ًدا َش ُك ْو ًرا‬


ٍ ۗ ‫ذُِّريَّةَ َم ْن مَحَْلنَا َم َع نُ ْو‬

"(Yaitu) anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nuh.

Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS.

Al-Israa'(17):3)

12. Allah memberitakan bahwa sesungguhnya yang mau beribadah

kepadanya adalah orang-orang yang bersyukur kepadanya, dan bahwa

orang yang tidak mau bersyukur kepadanya bukan termasuk orang-orang

yang menyembahnya.

‫َوا ْش ُكُر ْوا لِٰلّ ِه اِ ْن ُكْنتُ ْم اِيَّاهُ َت ْعبُ ُد ْو َن‬


15

"Dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah

kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah(2):72)

13. Allah SWT memerintahkan kepada hambaNya, Musa AS, agar menerima

anugerah kenabian, kerasulan, dan tugas yang dibebankan padanya dengan

sikap bersyukur.

ِ ٓ
َ ُ‫َّاس بِ ِر ٰس ٰليِت ْ َوبِكَاَل ِم ْيۖفَ ُخ ْذ َمٓا اَٰتْيت‬
‫ك َو ُك ْن ِّم َن‬ ِ ‫ك َعلَى الن‬ ْ ‫قَ َال مٰي ُْو ٰس ى اىِّن‬
َ ُ‫اصطََفْيت‬

‫الش ِك ِريْ َن‬


ّٰ

"Hai Musa, sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia

yang lain (pada masamu) untuk membawa risalahku dan untuk berbicara

langsung dengan ku. sebab itu, berpegang teguhlah pada apa yang aku

berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang

bersyukur." (QS. Al-A'raaf(7):144)

14. Mula-mula perintah yang dipesankan kepada manusia sesudah berakal

ialah bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orangtuanya.

ِ ِ ‫صْينَا ااْلِ نْسا َن بِوالِ َديْ ۚ ِه مَحَلَْتهُ اُُّمهٗ َو ْهنًا َع ٰلى َو ْه ٍن َّوفِ َ يِف‬
ْ ‫صالُ ٗه ْ َع َامنْي اَن ا ْش ُك ْر يِل‬ َ َ َّ ‫َو َو‬

ِ ‫ولِوالِ َدي ۗكَ اِيَلَّ الْم‬


‫صْيُر‬ َ ْ ََ

"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

tua bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang

bertambah-tambah dan menyapihnya dalam 2 tahun. bersyukurlah


16

kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu; hanya kepada-kulah

kembalimu." (QS. Luqman(31):14)

15. Allah SWT memberitakan bahwa ridhonya terletak pada sikap bersyukur

kepadanya.

‫ضهُ لَ ُك ۗ ْم‬ ِ
َ ‫ا ْن تَ ْش ُكُر ْوا َيْر‬

"dan jika kamu bersyukur, niscaya dia meridhoi bagimu ke syukuran mu

itu." (QS. Az-Zumar(39):7)

16. Allah SWT menceritakan perihal kesayangannya, Ibrahim AS, bahwa dia

adalah orang yang selalu bersyukur atas semua nikmat yang telah

diberikan kepadanya.

َ‫ك ِم َن الْ ُم ْش ِركِنْي ۙن‬ ۗ ٰ ِ ِ ِ


ُ َ‫ا َّن ا ْب ٰرهْي َم َكا َن اَُّمةً قَانِتًا لِّلّ ِه َحنِْي ًفا َومَلْ ي‬

"Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan),

patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik

(yang mempersekutukan Allah)" (QS. An-Nahl(16):120)

ٍ ‫َشاكِرا اِّل َْنع ِم ِه ۖاجتَٰبىه وه ٰدىه اِىٰل ِصر‬


‫اط ُّم ْستَ ِقْي ٍم‬ َ ُ ََُ ْ ُ ً

"dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan

menunjukinya ke jalan yang lurus." (QS. An-Nahl(16):121)

17. Tujuan penciptaan makhluk ialah agar mereka bersyukur

kepadanya sebagaimana yang disebutkan dalam firmannya:


17

ۢ
ۙ ‫ص َار َوااْل َفِْٕـ َد َة‬ َّ ‫َوال ٰلّهُ اَ ْخَر َج ُك ْم ِّم ْن بُطُْو ِن اَُّم ٰهتِ ُك ْم اَل َت ْعلَ ُم ْو َن َشْيـًٔ ۙا َّو َج َع َل لَ ُك ُم‬
َ ْ‫الس ْم َع َوااْل َب‬

‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكُر ْو َن‬

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,

penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur." (QS. An-Nahl(16):78).

(Muhammad bin Sih Almunajjid, 2006: 237-246).

Dari sekian banyaknya poin tentang kedudukan bersyukur, dapat

disimpulkan bahwa bersyukur itu memiliki kedudukan yang amat penting

dalam agama, Oleh karena itu jangan lupa untuk selalu bersyukur.

2.3. Cara Bersyukur

Cara Bersyukur kepada Allah itu dilakukan dengan kalbu, lisan, dan

semua anggota tubuh.

2.3.1. Bersyukur dengan Kalbu

Bersyukur dengan kalbu menuntut pengetahuan kalbu dengan cara

meyakini bahwa allah-lah yang telah memberikan segala macam nikmat

yang dirasakannya. Kebanyakan manusia hanya mau berterima kasih

kepada perantara, tetapi tidak mau berterima kasih kepada sumbernya.

Kaidah ini penting dalam mendidik anak-anak, yaitu memperkenalkan


18

kepada mereka dari mana datangnya semua nikmat yang ada (Muhammad

bin Shalih Almunajjid, 2006: 254).

‫الس َماِۤء‬
َّ ‫ت ال ٰلّ ِه َعلَْي ُك ۗ ْم َه ْل ِم ْن َخالِ ٍق َغْيُر ال ٰلّ ِه َيْر ُزقُ ُك ْم ِّم َن‬ ِ ٓ
ُ ‫ٰياَيُّ َها الن‬
َ ‫َّاس اذْ ُكُر ْوا ن ْع َم‬

‫ض ٓاَل اِٰلهَ اِاَّل ُه ۖ َو فَاَىّٰن ُتْؤ فَ ُك ْو َن‬


ِ ۗ ‫َوااْل َْر‬

"Wahai manusia! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta

selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan

Bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapa kamu berpaling (dari

ketauhidan)?" (QS. Faatir(35):3)

Mula-mula nikmat ialah nikmat diciptakan dan dilahirkan di dunia,

sedang menanti nanti datangnya nikmat dan mengenalnya merupakan

tahapan pertama untuk bersyukur (Muhammad bin Shalih Almunajjid,

2006: 255).

Banyak ayat tentang menghitung-hitung berbagai macam nikmat

agar manusia dapat mengetahui bahwa nikmat itu sangat banyak sehingga

dia mengetahui bahwa banyaknya nikmat itu tak terhitung jumlahnya,

Sebagaimana firman Allah SWT :

‫ص ْو َه ۗا‬ ِ ٰ ‫واِ ْن َتعدُّوا نِعم‬


ُ ْ‫ت اللّه اَل حُت‬
َ َْ ْ ُ َ

"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan

mampu menghitungnya." (QS. Ibrahim(14):34)


19

Akan tetapi, telah disebutkan kepada kita sehubungan dengan

nikmat ini berbagai hal yang bersifat cabang dan yang bersifat pokok.

Yang bersifat cabang dapat dikembalikan pada pokoknya, seperti sehat

adalah nikmat yang pokok, sedang cabang darinya ialah seperti gerakan

jalan, bekerja, olahraga, tidur, makan, minum, dan bepergian. Adapun

harta, waktu, dan ilmu, semuanya adalah nikmat yang pokok (Muhammad

bin Shalih Almunajjid, 2006: 255).

Namun demikian, anda bisa menggabungkan setiap nikmat itu ke

dalam kelompok nikmat lain yang sejenis dan mirip dengannya. Allah

telah memberi nikmat kepada kita sebagai makhlukNya sesudah

diciptakan dan diadakannya, kemudian nikmat menjadi keturunan Adam

alias manusia.

Allah juga telah memberi nikmat kepada kita sebagai kaum

muslimin sesudah nikmat hidayah dan iman serta nikmat pendidikan yang

dapat mengangkat martabat seseorang dari satu derajat ke derajat yang

lain, menuntut ilmu dari satu cabang ke cabang yang lain hingga mencapai

tahap yang sempurna. Dan lebih dari semua itu adalah nikmat kenabian

bagi orang-orang yang dipilih oleh Allah, orang-orang shiddiqin, para

syuhada dan orang-orang shalih (Muhammad bin Shalih Almunajjid,

2006: 255-256).

Sesungguhnya menjabarkan berbagai macam nikmat kepada

kalangan awam merupakan hal yang sangat penting yang hal ini termasuk
20

tugas dakwah. Allah SWT mengkhususkan hal ini kepada keturunan Adam

karena dia telah menciptakannya dengan tangan kekuasaannya sendiri

seperti yang disebutkan dalam FirmanNya ketika dia berkhithab kepada

iblis :

َّ ‫ت بِيَ َد‬
‫ي‬ ِ
ُ ‫ل َما َخلَ ْق‬

"Yang telah Kuciptakan langsung dengan tangan (kekuasaan)Ku

sendiri." (QS. Shaad(38):75)

Yakni manusia itu adalah makhluk Allah yang sempurna dan

dimuliakan olehnya.

Sebagian orang ada yang mengarah pada hal-hal yang aneh dalam

menafsirkan nikmat bukan kepada sumber yang sebenarnya, seperti yang

telah dilakukan oleh Qarun saat dia menyebut nikmat Allah yang telah

diraihnya, lalu ia mengatakan sebagaimana yang telah disitir oleh

firmannya:

ْ‫قَ َال اِمَّنَٓا اُْوتِْيتُهٗ َع ٰلى ِع ْل ٍم ِعْن ِد ۗي‬

"Sesungguhnya aku diberi harta itu hanya karena ilmu yang ada

padaky.'' (QS. Al-Qashash(28):78)

keangkuhannya menyebabkan dia terperdaya sehingga menisbatkan

nikmat bukan kepada yang telah memberinya, dan yang berbuat demikian
21

hanyalah orang-orang yang celaka. Padahal Allah SWT telah berfirman

Sehubungan dengan hal ini melalui ayat berikut:

‫َو َما بِ ُك ْم ِّم ْن ن ِّْع َم ٍة فَ ِم َن ال ٰلّ ِه‬

" dan apa saja nikmat yang ada padaku maka dari Allah lah

(datangnya)." (QS. An-Nahl(16):53)

2.3.2. Bersyukur dengan Lisan

Lisan seseorang merupakan sarana untuk mengungkapkan apa yang

terkandung di dalam kalbunya. Apabila kalbu seseorang penuh dengan

rasa syukur kepada Allah, maka dengan sendirinya lisannya akan

bergumam mengucapkan puji dan syukur kepadanya. Berikut ini

Renungkanlah dzikir-dzikir yang biasa diucapkan oleh Nabi SAW berupa

puji dan syukur kepada Allah Tuhan semesta alam.

Semua doa yang dipanjatkan dimulai dengan mengucapkan puja dan

puji kepada Allah dengan pujian yang layak baginya. Demikian pula

setiap melakukan khutbah Jumat, khotbah nikah, atau akan mengerjakan

urusan yang penting semuanya dimulai dengan bacaan Hamdalah. bahkan

surat Al-Fatihah pun diawali dengan membaca Hamdalah.

Hamdalah dibaca pula sesudah makan, minum, setelah ditanyain

mengenai keadaan, hendak bepergian atau sesudah bersin. Setiap saat

Nabi SAW senantiasa mengucapkan pujian kepada Tuhannya, baik pada


22

malam hari maupun siang hari dan di setiap bacaan Hamdalah terdapat

pahala shodaqoh. (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 261-264).

Jadi lisan adalah salah satu sarana untuk bersyukur kepada Allah

SWT. Dengan cara mengungkapkan apa yang ada dalam hati secara lisan

kepada Allah SWT dengan pujian yang layak baginya, misalnya membaca

hamdalah, karena pada hakikatnya di setiap bacaan hamdalah terdapat

pahala shodaqah.

2.3.3. Bersyukur dengan semua anggota tubuh

Yang dimaksud dengan semua anggota tubuh adalah yang selain

kalbu dan lisan. Tiada suatu amal ketaatan dan amal ibadah pun yang

dilakukan oleh anak Adam, melainkan didalamnya terkandung ungkapan

syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT.

(Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006: 265).

kesimpulan bersyukur dengan semua anggota tubuh adalah

mengerjakan amal Shalih, terlebih lagi saat seorang hamba telah mencapai

usia 40 tahun, sebagaimana yang disebutkan dalam firmannya:

َ َ‫ب َْأو ِز ْعىِن ٓى َأ ْن َأ ْش ُكَر نِ ْع َمت‬


‫ك ٱلَّىِت ٓى‬ ِّ ‫ني َسنَةً قَ َال َر‬ِ ُ ‫َحىَّت ٰ ٓى ِإ َذا َبلَ َغ‬
َ ‫َأشدَّهۥُ َو َبلَ َغ َْأربَع‬

ِ ‫ى وَأ ْن َأعمل‬ ِ
ُ‫ضٰىه‬
َ ‫صٰل ًحا َت ْر‬ َ ‫َأْن َع ْم‬
َ َ َ ْ َ َّ ‫ت َعلَ َّى َو َعلَ ٰى َٰول َد‬

"sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya

mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku
23

petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau

limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat

berbuat kebajikan yang Engkau ridai." (QS. Al-Ahqaaf(46):15)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa permintaan kepada Allah agar

dapat melakukan amal Shalih diutarakan sesudah permintaan memohon

Taufiq agar dapat mensyukuri nikmat nikmatnya. Maka kesimpulannya

bahwa bersyukur itu tidak cukup hanya dilakukan dengan lisan Semata. di

antara sarana yang dapat memacu seorang hamba untuk bersyukur dengan

semua anggota tubuhnya ialah dengan bershodaqah secara badaniyah.

Shodaqah badaniyah dapat dilakukan melalui keahlian, seperti

mengajarkan keahlian praktis, memberikan pertolongan kepada orang

bisu, mengajar, dan menggunakan waktu atau jabatan untuk menolong

orang lain, dan sebagainya (Muhammad bin Shalih Almunajjid, 2006:

265-266).

Jadi Bersyukur dengan semua anggota tubuh memiliki makna bahwa

seorang muslim berkewajiban untuk bersyukur kepada Allah melalui

semua anggota tubuhnya dengan berbagai macam cara yang dapat

dilakukan oleh setiap anggota tubuh nya seperti menjalankan ibadah,

kewajibannya, shodaqoh, sarana dalam bershodaqah ialah anggota tubuh.

Akan tetapi, mensyukuri nikmat allah dengan sarana anggota tubuh

tidak cukup hanya dilakukan sehari saja, sedang pada hari yang lainnya
24

tidak. Tetapi harus terus dilakukan karena Allah saja tidak henti-henti

memberikan nikmat kepada hamba-Nya.

2.4. Tujuan Bersyukur

1. Dalam masalah duniawi kita dianjurkan untuk memandang ke bawah.

Di antara hal yang dapat memelihara seorang hamba agar tidak

meninggalkan sikap syukur kepada allah saat memandang kepada orang

yang lebih atas dari padanya ialah menanamkan ke dalam dirinya perasaan

menerima apa adanya dan bahwa yang ada padanya adalah bagian yang

telah ditentukan oleh Allah untuk nya.

2. Seorang hamba hendaknya menyadari bahwa kelak akan dimintai

pertanggung jawabannya tentang nikmat yang telah diperolehnya.

3. Berdoa kepada Allah agar dia membantu kita untuk dapat bersyukur.

4. Menyebut-nyebut nikmat yang telah di peroleh

Menyebut nyebut nikmat yang telah diperoleh adalah sikap syukur,

sedang meninggalkannya adalah sikap kufur. Barangsiapa tidak

mensyukuri sedikit nikmat, maka terlebih lagi untuk mensyukuri nikmat

yang banyak. Barangsiapa tidak berterima kasih kepada orang lain,

berarti dia tidak bersyukur kepada Allah. (Muhammad bin Shalih

Almunajjid, 2006: 269-276).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan bersyukur itu untuk berterima

kasih kepada Allah karena sudah memberikan kita nikmat serta supaya

mendapat keridhoan dari Allah SWT dan kasih sayang-Nya.


25

2.5. Definisi Tafsir

2.5.1. Secara Bahasa

Tafsir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keterangan

atau penjelasan tentang ayat-ayat Alquran agar maksudnya lebih mudah

dipahami.

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan "taf'il", berasal dari akar kata

al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakan

atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan

"dharaba - yadhribu" dan "nashara - yanshuru". Dikatakan: "fasara (asy-

syai'a) yafsiru" dan "yafsuru, fasran", dan al-fasr mempunyai arti

menjelaskan dan menyingkap yang tertutup titik dalam lisanul Arab

dinyatakan: kata "al-fasr" berarti menyingkap sesuatu yang tertutup,

sedang kata "at-tafsir" berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang

musykil, pelik. (Manna' Khalil Al-Qattan, 2001: 455-456)

Dalam Al-Qur'an dinyatakan:

‫ٰك بِاحْلَ ِّق َواَ ْح َس َن َت ْف ِسْيًرا‬ ِ ِ


َ ‫ك مِب َثَ ٍل ااَّل جْئ ن‬
َ َ‫َواَل يَْأُت ْون‬
26

"Tidaklah mereka datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,

melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik

tafsirnya." (Al-Furqan (25): 33).

Maksudnya,"paling baik penjelasan dan perinciannya". Diantara

kedua bentuk kata itu, al-fasr dan at-tafsir, kata as-tafsir lah yang paling

banyak dipergunakan.

Menurut Ar-Rafib, kata "al-fasr" dan "as-safr" adalah dua kata yang

berdekatan makna dan lafadznya. Tetapi yang pertama untuk (menunjukan

arti) menampakkan (mendzahirkan) makna yang ma'qul (abstrak), sedang

yang kedua untuk menampakkan benda kepada penglihatan mata. (Manna'

Khalil Al-Qattan, 2001: 456).

Dari beberapa penjelasan mengenai definisi tafsir secara bahasa dapat

disimpulkan bahwa tafsir menurut bahasa berasal dari kata "Al-Fasr" yang

artinya menjelaskan atau menerangkan makna yang abstrak.

2.5.2. Secara Istilah

Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan abu hayyan ialah:

"ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz lafadz Al-Quran,

tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri

sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan

baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya. (Manna'

Khalil Al-Qattan, 2001: 456)


27

Menurut Az-Zarkasyi: "tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab

Allah yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna maknanya

serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya. (Manna' Khalil Al-Qattan,

2001: 457).

Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy tafsir

adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas tentang keadaan keadaan

Alquran al-karim dari segi dalalahnya kepada apa yang dikehendaki Allah,

sebatas yang dapat disanggupi manusia. (Hasbi Ash-Shiddieqy, 2002: 208)

Dalam penjelasan lain, tafsir bisa diartikan menyingkap apa yang

dimaksudkan oleh lafaz dan melepaskan apa yang tertahan dari

pemahaman.

Dari beberapa penjelasan mengenai tafsir secara istilah dapat

disimpulkan bahwa tafsir secara istilah ialah ilmu yang membahas tentang

pemahaman terhadap Al-Quran dan menjelaskan makna-makna yang

terdapat di dalam Al-Quran.

2.6. Pembagian Tafsir

2.6.1. Tafsir Bil-ma'sur

Tafsir bil-ma'sur iyalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan kutipan

yang shohih menurut urutan yang telah disebutkan dimuka dalam syarat-

syarat mufassir. Yaitu menafsirkan Quran dengan Quran, dengan sunnah

karena ia berfungsi menjelaskan Kitabullah, dengan perkataan sahabat

karena merekalah yang paling mengetahui Kitabullah, atau dengan apa


28

yang dikatakan tokoh-tokoh besar tabi'in karena pada umumnya mereka

menerimanya dari para sahabat.

Mufassir yang menempuh cara seperti ini hendaknya menelusuri

lebih dahulu asar asar yang ada mengenai makna ayat kemudian asar

tersebut dikemukakan sebagai tafsir ayat bersangkutan. Dalam hal ini ia

tidak boleh melakukan ijtihad untuk menjelaskan sesuatu makna tanpa ada

dasar, juga hendaknya ia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna atau

bermanfaat untuk diketahui selama tidak ada riwayat shahih mengenai

nya. (Manna' Khalil Al-Qattan, 2001: 482-483).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tafsir bil-ma'sur ini adalah tafsir yang

menafsirkan baik Al-Quran dengan Al-Quran atau Al-Quran dengan

sunnah, dengan di dasarkan pada kutipan-kutipan shahih. Akan tetapi

mufasir hendaknya menulusuri terlebih dahulu asar-asar yang ada

mengenai ayat yang bersangkutan dan tidak boleh ber ijtihad apabila tidak

diketahui keshahihannya atau bahkan tidak ada dasarnya.

Tafsir bil-ma'sur ini adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani

karena tafsir bil-ma'sur ini adalah jalan pengetahuan yang benar dan

merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari ketergelinciran dan

kesesatan dalam memahami Al-Quran.

2.6.2. Tafsir Bir-ra'yi

Tafsir bir-ra'yi adalah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya

mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan


29

(istinbath) yang didasarkan pada ra'yu semata. Tidak termasuk kategori ini

pemahaman (terhadap Al-Quran) yang sesuai dengan roh syari'at

didasarkan pada nas nas nya.

Ra'yu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa

penyimpangan terhadap Kitabullah. Dan kebanyakan orang yang

melakukan penafsiran dengan semangat demikian adalah ahli bid'ah,

penganut madzhab batil. Mereka mempergunakan Al-Quran untuk

dita'wilkan menurut pendapat pribadi yang tidak mempunyai dasar pijakan

berupa pendapat atau penafsiran ulama salaf, sahabat dan tabi'in. (Manna'

Khalil Al-Qattan, 2001: 488-489).

Menafsirkan Al-Quran dengan ra'yu dan ijtihad semata tanpa ada

dasar yang shahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Sebagaimana

Allah telah berfirman:

‫ك بِهٖ ِع ْل ٌم‬
َ َ‫س ل‬
َ ‫ف َما لَْي‬
ُ ‫َواَل َت ْق‬

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya." (Al-Isra(17): 36).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tafsir bil-ra'yi adalah seorang mufassir

menafsirkan ayat dengan berpegang teguh pada pendiriannya sendiri dan

menyimpulkan (istinbath) di dasarkan pada ra'yu semata, tanpa ada dasar

pijakan berupa pendapat atau penafsiran ulama salaf, sahabat dan tabi'in.

Dan tafsir bil-ra'yi ini haram, tidak boleh dilakukan.


30

2.7. Metode Tafsir

2.7.1. Metode Tahliliy

Metode tahliliy ialah metode analisis yaitu metode penafsiran yang

berusaha menerangkan arti ayat-ayat Al-quran dengan berbagai segi nya,

berdasarkan urutan ayat dan surat dalam Al-quran mushaf Utsmani dengan

menonjolkan pengertian dan kandungan lafaz-lafaz nya, hubungan ayat

dengan ayat nya, sebab-sebab nuzulnya, hadits-hadits nabi SAW., Yang

ada kaitanya dengan ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta pendapat para

sahabat dan ulama-ulama lainnya. (Badri Khaeruman, 2004:94).

Jadi metode tahliliy ini ialah menafsirkan Al-Quran dengan

menerangkannya secara panjang lebar dan dengan berbagai segi nya.

2.7.2. Metode Ijmali

Metode Ijmali adalah menafsirkan Al-quran dengan cara menjelaskan

ayat-ayat Al-quran dengan singkat dan global, yaitu penjelasannya tanpa

menggunakan uraian atau penjelasan yang panjang lebar, dan kadang

menjelaskan kosa katanya saja. Dengan metode ini mufassir tetap

menempuh jalan sebagaimana metode tahliliy, yaitu terikat pada susunan-

susunan yang ada di dalam mushaf Utsmani. hanya saja dalam metode ini

mufassir mengambil beberapa maksud dan tujuan dari ayat-ayat yang ada

secara global atau secara garis besarnya. (Mundzir Hitami, 2012: 46).

Metode Ijmali ini ialah metode yang menafsirkan Al-Quran dengan

cara menjelaskannya secara singkat atau secara garis besarnya.


31

2.7.3. Metode Muqaram

Metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-quran

yang membahas suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat

dengan ayat atau antara ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun

redaksi atau antara pendapat pendapat para ulama tafsir dengan

menonjolkan segi perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan.

(Hamdani, 2015: 137).

Jadi Metode Muqarram ialah metode menafsirkan Al-Quran dengan

cara membandingkan suatu masalah yang dibahasnya.

2.7.4. Metode Maudu'i

Metode maudu'i ialah metode yang membahas ayat-ayat Al-quran

sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Dalam metode ini,

tafsir Al-quran tidak dilakukan ayat demi ayat, melainkan mengkaji Al-

quran dengan mengambil sebuah tema khusus, dari berbagai macam tema

doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh Al-quran.

(Muhammad Amin Suma, 2013: 380).

Sedangkan kalau metode Maudu'i ini adalah metode penafsiran Al-

Quran yang memfokuskan kepada tema atau judul yang di tetapkan.

2.8. Corak Tafsir


32

Menurut nashruddin baidan corak tafsir adalah suatu warna, arah,atau

kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah

karya tafsir. (Nashruddin Baidan, 2001: 388).

Dari sini dapat disimpulkan bahwa corak tafsir adalah ragam, jenis,

dan kekhasan suatu tafsir.

Para ulama tafsir mengklasifikasikan beberapa corak penafsiran

Alquran antara lain adalah:

2.8.1. Corak Sufi

Penafsiran yang dilakukan oleh para sufi pada umumnya

diungkapkan dengan bahasa mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak

dapat dipahami kecuali orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk

menghayati ajaran tasawuf. (Said Agil Husin Al-Munawar, 2005: 71).

2.8.2. Corak Falsafi

Tafsir falsafi adalah cara penafsiran ayat-ayat Alquran dengan

menggunakan teori-teori filsafat. Penafsiran ini berupaya

mengompromikan atau mencari titik temu antara filsafat dan agama serta

berusaha menyingkirkan segala pertentangan di antara keduanya.

(Muhammad Nor Ichwan, 2004: 115).

2.8.3. Corak Fiqih atau Hukum

Akibat perkembangannya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab

mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran


33

pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat

hukum. salah satu kitab tafsir fiqih adalah kitab Ahkam Al-Quran

Karangan Al-Jasshash. (Said Agil Husin Al-Munawar, 2005: 71).

2.8.4. Corak Sastra

corak tafsir sastra adalah tafsir yang di dalamnya menggunakan

kaidah-kaidah linguistik. corak ini timbul akibat banyaknya orang non

Arab yang memeluk Agama Islam serta akibat kelemahan orang Arab

sendiri di bidang sastra yang membutuhkan penjelasan terhadap arti

kandungan Al-quran di bidang ini. (M. Quraish Shihab, 2013: 72).

2.8.5. Corak Ilmiy

tafsir yang lebih menekankan pembahasannya dengan pendekatan

ilmu-ilmu pengetahuan umum dari temuan-temuan ilmiah yang didasarkan

pada Al-quran. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Alquran

memuat seluruh ilmu pengetahuan secara global. (Amin Al-Khuli dan

Nasr Abu Zayd, 2004: 28).

2.8.6. Corak Al-Adab Al-Ijtima'i

Tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah

sosial kemasyarakatan. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak Al-

Adab Al-Ijma ini termasuk Tafsir bil-Ra'yi. Namun ada juga sebagian

ulama yang mengategorikannya sebagai tafsir campuran, karena

presentase ashar dan akat sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.

(Acep Hemawan, 2011: 116-117).


34

Dapat disimpulkan bahwa Corak tafsir ialah ragam atau

kecenderungan pemikiran dalam penafsiran, diantaranya:

1. Corak sufi: Biasanya dilakukan oleh para sufi dengan menggunakan

bahasa mistik.

2. Corak Falsafi: Penafsirannya menggunakan teori-teori filsafat.

3. Corak Fikih atau hukum: Penafsirannya berdasarkan madzhab fikih.

4. Corak Sastra: Penafsirannya menggunakan kaidah-kaidah linguistik.

5. Coram Ilmiy: Penafsirannya menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan.

6. Corak Al-Adab Al-Ijtima'i: Penafsirannya biasanya membahas tentang

sosial atau kemasyarakatan.


BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

3.1. Biografi Ibnu Katsir

Ibnu Katsir adalah Ismail bin 'Amr al-Qurasyi bin Katsir al-Basri ad-

Damasyiq 'Imaduddin Abul Fida' al-Hafiz al-Muhaddis asy-Syafi'i. Beliau

dilahirkan pada 705 H. Dan wafat pada 774 H.

Ia adalah seorang ahli fiqih yang sangat ahli, ahli hadits yang cerdas,

sejarawan ulung dan mufasir paripurna. Al-Hafiz Ibn Hajar menjelaskan, " Ia

adalah seorang ahli hadits yang faqih. Karangan-karangannya tersebar luas di

bebagai negeri semasa hidupnya dan dimanfaatkan orang banyak setelah

wafatnya.

Diantara karya tulisnya ialah:

 Al-Bidayah wan Nihayah dalam bidang sejarah, merupakan rujukan

terpenting bagi para sejarawan.

 Al-Kawakibud Darari dalam bidang sejarah, cuplikan pihan dari al-

Bidayah wan Nihayah.

 Tafsir Qur'an; al-Ijtihad fi Talabil Jihad

 Jami'ul Masanid; as-Sunanul Hadi li Aqwami sunan

 Al-Wadihun Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris.

35
36

Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar

terhadap apa yang diriwayatkan dari para mufasir salaf dan menjelaskan makna

makna ayat dan hukum hukumnya serta menjauhi pembahasan i'rab dan cabang-

cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh

kebanyakan mufassir; juga menjauhi pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu

lain yang tidak diperlukan dalam memahami Qur'an secara umum atau memahami

hukum dan nasihat-nasihatnya secara khusus.

3.2. Mensyukuri Nikmat Allah SWT dalam Q.S Al-Kautsar menurut Ibnu

Katsir

(Q.S Al-Kautsar (108): 1-3)

َّ ‫بِ ْس ِم ال ٰلّ ِه الرَّمْح ٰ ِن‬


‫الر ِحْي ِم‬

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang."

‫ٰك الْ َك ْوثَ ۗ َر‬ ِ


َ ‫انَّٓا اَ ْعطَْين‬

"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak."

ْ‫ك َواحْنَ ۗر‬ ِ َ‫ف‬


َ ِّ‫ص ِّل لَرب‬
َ

"Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai

ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."

ِ
َ ‫ا َّن َشانَِئ‬
‫ك ُه َو ااْل َْبَتُر‬
37

"Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari

rahmat Allah)."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad

ibnu Fudail, dari Al-Mukhtar ibnu Fulful, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan

bahwa Rasulullah Saw. menundukkan kepalanya sejenak, lalu beliau mengangkat

kepalanya seraya tersenyum. Beliau bersabda kepada mereka, atau mereka

bertanya kepada beliau Saw., "Mengapa engkau tersenyum?" Maka Rasulullah

Saw. menjawab, "Sesungguhnya barusan telah diturunkan kepadaku suatu surat."

Lalu beliau membaca firman-Nya: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar.

(Al-Kautsar: l), hingga akhir surat. ( Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, 2008:

362-363).

Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Tahukan kalian, apakah Al-Kautsar itu?"

Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah

bersabda: "Al-Kautsar adalah sebuah sungai (telaga) yang diberikan kepadaku

oleh Tuhanku di dalam surga, padanya terdapat kebaikan yang banyak, umatku

kelak akan mendatanginya di hari kiamat; jumlah wadah-wadah (bejana-

bejana)nya sama dengan bilangan bintang-bintang. Diusir darinya seseorang

hamba, maka aku berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya dia dari umatku.” Maka

dikatakan, "Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang telah dibuat-buatnya

sesudahmu."( Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, 2008: 363).


38

Telah disebutkan sehubungan dengan gambaran tentang telaga ini di hari

kiamat, bahwa tercurahkan kepadanya air dari langit melalui dua talang, dan

bahwa bejana-bejananya bilangannya sama dengan bintang-bintang di langit.

Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui

jalur Ali ibnu Mis-har dan Muhammad ibnu Fudail; keduanya dari Al-Mukhtar

ibnu Fulfill, dari Anas. ( Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, 2008: 363).

Dapat kita simpulkan bahwa kenikmatan yang terdapat dalam surat Al-

Kautsar ini ialah sebuah sungai (telaga) yang diberikan kepada nabi muhammad

di dalam syurga, dan di dalamnya terdapat banyak kebaikan yang nantinya umat

nabi muhammad akan mendatangi sungai itu di hari kiamat kelak.

Sebagaimana Allah SWT telah memberikan kebaikan yang banyak di dunia

dan akhirat, antara lain ialah sebuah sungai yang sifat-sifatnya telah disebutkan di

atas; maka kerjakanlah salat fardu dan salat sunatmu dengan ikhlas karena Allah

dan juga dalam semua gerakmu. Sembahlah Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya;

dan sembelihlah korbanmu dengan menyebut nama-Nya semata, tiada sekutu

bagi-Nya. ( Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, 2008: 363).

Ibnu Abbas, Ata, Mujahid, Ikrimah, dan Al-Hasan telah mengatakan bahwa

yang dimaksud dengan wanhar ialah menyembelih unta dan ternak lainnya

sebagai korban. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Qatadah, Muhammad ibnu

Ka'b Al-Qurazi, Ad-Dahhak, Ar-Rabi', Ata Al-Khurrasani, Al-Hakam, Sa'id ibnu

Abu Khalid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama

Salaf. ( Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, 2008: 363).


39

Makna yang dimaksud dari ayat kedua ialah jadikanlah salat semuanya tulus

ikhlas hanya untuk Allah SWT, bukan untuk berhala atau sembahan selain-Nya.

Demikian pula kurban, jadikanlah hanya untuk Dia, bukan untuk berhala-berhala.

sebagai ungkapan rasa syukur terhadap-Nya atas kemuliaan dan kebaikan tiada

taranya yang dikhususkan-Nya kepada manusia sebagai anugerah dari-Nya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa banyak sekali nikmat yang Allah berikan

kepada manusia dan salah satunya terdapat pada Q.S Al-Kautsar. Menurut Ibnu

Katsir di dalam surat Al-Kautsar ini terdapat kenikmatan berupa sungai (telaga)

yang berada di syurga yang diberikan Allah kepada nabi muhammad SAW. Yang

di dalamnya terdapat banyak kebaikan yang nantinya umat nabi muhammad akan

mendatangi sungai itu di hari kiamat kelak.

Dan cara mensyukuri nikmat Allah salah satunya terdapat di dalam surat Al-

kautsar ini. Menurut ibnu katsir cara mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan

di dalam surat Al-kautsar ialah dengan cara shalat yang tulus dan ikhlas hanya

kepada Allah SWT, dan berkurban lah hanya untuk Dia. Sebagai ungkapan rasa

syukur kepada-Nya. Dan ini termasuk kedalam cara bersyukur dengan seluruh

anggota tubuh.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

setelah penulis membahas panjang lebar pembahasan pembahasan mengenai

judul karya tulis ini di bab sebelumnya maka saya sebagai penulis dapat

mengambil kesimpulan sesuai dengan tujuan pembuatan karya tulis ini sebagai

berikut:

1. Bersyukur menurut terminologi umum artinya mengakui kebajikan dengan

berterima kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang telah di

berikan-nya. Akan tetapi, sudah menjadi kewajiban sebagai seorang hamba untuk

selalu bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan-Nya.

2. Bersyukur menurut terminologi khusus artinya seorang hamba yang

mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT pada kalbunya dengan

beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan, dan pada anggota tubuhnya

dengan mengerjakan amal ibadah. Bukan karena sedikit atau banyaknya nikmat

yang diperoleh, tetapi karena masih diperhatikan dan diberi rezeki oleh Allah

SWT. Oleh karena itu sudah sepatutnya seorang hamba itu harus bersyukur,

karena bersyukur adalah sebaik-baiknya jalan kehidupan orang-orang yang

berbahagia.

3. Cara bersyukur ada 3 yaitu, bersyukur dengan kalbu, bersyukur dengan lisan,

dan bersyukur dengan seluruh anggota tubuh.

40
41

4. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan "taf'il", berasal dari akar kata al-fasr (f,

s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakan atau menerangkan

makna yang abstrak.

5. Tafsir secara istilah ialah ilmu yang membahas tentang pemahaman terhadap

Al-Quran dan menjelaskan makna-makna yang terdapat di dalam Al-Quran.

6. Mensyukuri nikmat Allah SWT dalam Q.S Al-Kautsar menurut Ibnu Katsir

a. Banyak sekali nikmat yang Allah berikan kepada manusia dan salah

satunya terdapat pada Q.S Al-Kautsar. Menurut Ibnu Katsir di dalam surat Al-

Kautsar ini terdapat kenikmatan berupa sungai (telaga) yang berada di syurga

yang diberikan Allah kepada nabi muhammad SAW. Yang di dalamnya terdapat

banyak kebaikan yang nantinya umat nabi muhammad akan mendatangi sungai itu

di hari kiamat kelak.

b. Cara mensyukuri nikmat Allah salah satunya terdapat di dalam surat Al-

kautsar ini. Menurut ibnu katsir cara mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan

di dalam surat Al-kautsar ialah dengan cara shalat yang tulus dan ikhlas hanya

kepada Allah SWT, dan berkurban lah hanya untuk Dia. Sebagai ungkapan rasa

syukur kepada-Nya. Dan ini termasuk kedalam cara bersyukur dengan seluruh

anggota tubuh.
42

4.2. Saran

Setelah penulis menyimpulkan semuanya, maka penulis ingin menyampaikan

saran saran kepada para pembaca dan mudah-mudahan dengan adanya karya tulis

ini ini para pembaca dapat mengambil hikmahnya. Dan semoga karya tulis ini

dapat memberikan inspirasi si dan menambah wawasan tentang ajaran Islam bagi

para pembaca. Berikut saran-saran penulus untuk para pembaca:

1. Hendaklah para pembaca mencari informasi lain yang lebih bermanfaat

mengenai mensyukuri nikmat Allah SWT

2. Hendaklah para pembaca bisa memahami cara bersyukur.

3. Jangan lupa untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT.

4. Bisa mengaplikasikan cara bersyukur baik kepada Allah atau pun kepada

sesama manusia.

5. Jangan pernah kufur terhadap nikmat yang telah Allah berikan.


43

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, (2008). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10. Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i

Al-Qattan, M.K. (2001). Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor : Pustaka Litera Antar

Nusa

Muhammad, (2006). Silsilah Amalan Hati. Bandung : Irsyad Baitus Salam


44

Anda mungkin juga menyukai