Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KE-NU-AN

“MENGENAL PARA TOKOH PENDIRI NU”

DISUSUN OLEH :
1. NU’MA SILFIANA (171110002088)
2. ADELIZA LAILY FITRIASANDY (171110002102)
3. SANIA SEPTI FEBRIANTI (171110002106)
4. KHETRINE NADYA INTAN S. (171110002117)
5. DITA PUTRI SAPIRA (171110002132)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “MENGENAL PARA TOKOH PENDIRI NU”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas dari Dosen Pengampu Mata Kuliah Ke-NU-an yaitu Bapak Sholahuddin,
S.S, MA.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih mempunyai kekurangan


dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat diterima dengan
baik dan kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
kami sendiri umumnya bagi pembaca.

Jepara, 8 Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH KE-NU-AN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1. KH. Khalil Bangkalan.............................................................................................2
2.1.1. Garis Keturunan...............................................................................................2
2.1.2. Riwayat Pendidikan.........................................................................................2
2.1.3. Mendirikan Pesantren.......................................................................................3
2.1.4. Jimat Lahirnya NU...........................................................................................3
2.2. KH. Hasyim Asy’ari................................................................................................5
2.2.1. Garis Keturunan...............................................................................................5
2.2.2. Riwayat Pendidikan.........................................................................................5
2.2.3. Mempelajari Ilmu Tarekat................................................................................7
2.2.4. Pesantren Tebuireng.........................................................................................7
2.2.5. Metode Dakwah...............................................................................................8
2.2.6. Resolusi Jihad...................................................................................................8
2.2.7. Jabatan-Jabatan................................................................................................9
2.2.8. Karya Tulis.......................................................................................................9
2.2.9. Kembali ke Rahmatullah................................................................................10

iii
2.3. KH. Wahab Hasbullah...........................................................................................10
2.3.1. Garis Keturunan.............................................................................................10
2.3.2. Riwayat Pendidikan.......................................................................................10
2.3.3. Motorik Lahirnya Nahdlatul Ulama...............................................................12
2.3.4. Kembali Ke Rahmatullah...............................................................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................................................15
3.1. Kesimpulan............................................................................................................15
3.2. Saran......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), kita tidak akan dapat melupakan
sejarah tentang kelahirannya. Diawali dengan membentuk organisasi pergerakan,
seperti Nahdlatul Watan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian pada
tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri
(Kebangkitan Pemikiran) sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan
keagamaan santri. Setelah itu kemudian mendirikan Nahdlatul Tujjar (Pergerakan
Kaum Saudagar).

Selanjutnya untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis,
serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkoordinasi dengan
berbagai Kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang
bernama Nahdlatul Ulama (NU).

Pada awal tahun 1926 muncul kesepakatan untuk memilih Kyai Hasyim
Asy’ari sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama dan Kyai Faqih Maskumambang sebagai
Wakil Rais Akbarnya, serta dibentuk pula Pengurus HBNO (Hoofd Bestuur of
Nahdlatoel Oelama) yang pertama dan memilih H. Hasan Ghipo sebagai Ketua HBNO
pada tanggal 31 Januari 1926 M, maka tanggal 31 Januari 1926 ditetapkan sebagai
tonggak berdirinya Nahdlatul Ulama.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka muncul permasalahan yaitu siapa para tokoh pendiri
Nahdlatul Ulama dimulai dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Hasbullah, dan Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan.

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui para tokoh pendiri Nahdlatul Ulama diantaranya Hadratus Syaikh
KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, dan Syaikhona Muhammad Khalil
Bangkalan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KH. Khalil Bangkalan

2.1.1. Garis Keturunan


Syaihkona Muhammad Khalil atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Syaikhona Khalil Bangkalan merupakan ulama legendaris abad 19-20
yangdikenal mempunyai banyak karomah dan linuweh beliau dilahirkan di
Bangkalan pada hari Selasa tanggal 11 Jumadil Staniyah 1235 H yang bertepatan
pada 1280 M. Dalam diri Syaikhona Kholil telah mengalir titisan darah ulama
besar darah Walisongo, yaitu Sunan Gunung Jati. Secara runtutan, nasabnya
adalah, Syaikhona Kholil bin Abdul Karim bin Kyai Muharram bin Kyai Asra al-
Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman Mojo Agung yang merupakan
cucu dari Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.

2.1.2. Riwayat Pendidikan


Semenjak lahir, Syaikhona Kholil sudah digadang-gadang oleh Kyai Abdul
Lathif agar kelak menjadi ulama yang akan meneruskan dakwah yang sudah
diwarisi dari leluhurnya agar kajian keagamaan tertanam baik dalam diri
Syaikhona Kholil maka sang ayah mendidik dengan pendidikan yang ketat. Usai
mendapat ilmu agama dari ayahnya, Syaikhona Kholil berpamitan untuk
mengembara dalam menuntut ilmu menuju Pulau Jawa yang dikenal sebagai
gudangnya para kyai. Sekitar tahun 1850-an, Syaikhona Kholil nyantri di
Pesantren Langitan yang diasuh oleh Kyai Muhammad Nur. Kemudian
Syaikhona Kholil melanjutkan studinya menuju Pesantren Cangaan, Bangil
Tuban yang diasuh oleh Kyai Asyik Seguta. Kemudian menlajutkan ke
Pesantren Keboncandi. Ketika belajar di Keboncandi, Syaikhona Kholil
menyempatkan dirinya untuk belajar di Pesanteren Sidogiri yang diasuh oleh
Kyai Noek Hasan. Ketika belajar di Pesantren Sidogiri, status Syaikhona Kholil
adalah santri yang mondok di Keboncandi. Jarak antara Keboncandi dengan
Sidogiri sekitar 7 km di jalaninya dengan berjalan kaki dan di perjalanannya,
Syaikhona Kholil selalu menghatamkan surat Yasin berkali-kali.

Selama prosesi nyantri, Syaikhona Kholil dikenal dengan ahli tirakat.


Karena keprihatinan masalah ekonomi, beliau tidak mau merepotkan orang
tuanya meskipun sosok Kyai Abdul Lathif adalah seorang yang
perekonomiannya mapan. Ketika beliau berkeinginan menlanjutkan studinya
menuju Haramain, beliau rela un tuk menjadi buruh pemetik kelapa milik
Kyainya yang ada di Banyuwangi. Dari hasil kerjanya beliau tabung sehingga
dapat meluluskan cita-citanya untuk bisa belajar menuju Haramain. Syaikhona
Kholil berangkat menuju Haramain ketika usianya 24 tahun dan sudah menikah
dengan gadis yang bernama Nyai Asyik, putri dari Londro Putih. Dengan
2
tekadnya yang kuat dan keyakinannya bahwa Allah akan meluluskan niatnya,
Syaikhona Kholil dapat menuju Hijaz dengan selamat. Karena bekalnya yang
pas-pasan, Syaikhona Kholil menggunakan waktu luangnya selama belajar di
Haramain untuk bekerja, sebab beliau sama sekali tidak mengandalkan kiriman
dari orang tuanya.

Selama di Hijaz, Syaikhona Kholil belajar kepada berbagai ulama Haramain


yang dalam masalah keilmuannya tidak diragukan lagi, baik yang mengajar di
Masjidil Haram maupun yang ada di Kampung al-Jawi. Diantar guru Syaikhona
Kholil adalah Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Ahmad Khatib Sambas,
Syaikh Abdul Adzim al-Maduri dan Syaikh Nawawi al-Bantani. Dengan penuh
kesemangatan dan riyadhah yang sangat mendalam akhirnya Syaikhona Kholil
dapat mengumpulkan dua ilmu. Yaitu, ilmu lahir dan bathin, sehingga
mengantarkannya menjadi seorang yang waskita dan mempunyai banyak
karomah.

2.1.3. Mendirikan Pesantren


Ketika menapakkan kakinya di bumi Nusantara, terlebih Madura yang
menjadi tempat kelahirannya, gemanya yang alim dan sufi telah menjadi magnet
kuat bagi masyarakat setempat untuk mempercayakan putra putrinya agar di
didik oleh Syaikhona Kholil. Karena banyaknya animo masyarakat yang ingin
memondokkan putra putrinya kepada Syaikhona Kholil, maka dibuatlah
pesantren yang berada di Cengkubuan, Bangkalan.
Ketika putri Syaikhona Kholilyang bernama Fathimah sudah layak untk
menikah, maka beliau menikahkannya dengan sosok alim bernama Kyai
Muntaha. Kepada sang menantu ini, Syaikhona Kholil memerintahkan agar
mengasu Pesantre Cengkubuan. Sedangkan untuk Syaikhona Kholil berhijrah
menuju Kademangan, Bangkalan.
Di Kademangan ini, Syaikhona Kholil membangun pesantren lagi.
Namanya yang sudah semakin terkenal menjadi magnet kuat bagi para santri
yang berasal dari Pulau Madura dan Jawa berduyun-duyun mendatangi
Pesantren Kademangan, seperti Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Faqih
Maskumambang, Kyai Ridwan Abdullah, Kyai Wahab Habullah, Kyai Bishri
Syansuri, Kyai Shaleh Lateng, Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis, dll.
2.1.4. Jimat Lahirnya NU
Ideologi yang ditanamkan oleh Syaikhona Kholil adalah paham
Ahlussunnah wal Jamaah dengan mengikuti salah satu Madzhab Empat dalam
kajian fiqihnya dan mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari atau Abu Manshur al
Maturidhi dalam masal teologinya. Lambat laun amalan-amalan yang sudah
lama dikerjakan oleh kelompok Islam Tradisionalis mendapatkan kritikan tajam
dari kelompok Islam Modernis yang mengatakan bid’ah, Khurafat dan tidak
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh al-Quran al-Hadist. Tudingan negatif ini
membuat para kyai yang tergabung dalam kelompok Islam Tradisonalis merasa
ingin segara mengatasinya.

3
Atas musibah yang menerpa kelompokm Islam Tradisionalis, maka sekitar
66 ulama yang berasal dari berbagai daerah yang tersebar dari Kepulauan
Indonesia. Dengan penuh kebijaksanaan, Syaikhona Kholil mengatakan bahwa
ujian ini sudah disinggung Allah dalam kitab suci al-Quran.
Mendapatkan nasehat Syaikhona Kholil, kyai pesantren merasa agak lega.
Akan tetapi, masih menimbulkan keresahan sebab misi yang digencarkan oleh
kelompok Islam Medernis selalu berlanjut, terlebih mereka sudah mempunyai
organisasi yang terstruktur dengan rapih sehingga dapa melancarkan misinya
dengan mulus. Meras perlu campur tangan meskipun tidak secara langsung
untuk mengobati rasa keresahan yang dialami santri-santrinya yang ada di Pulau
Jawa, maka Syaikhona Kholil mengutus muritnya yang bernama As’ad (Kyai
As’ad Syamsul Arifin) agar menyampaikan pesannya kepada Kyai Hasyim
Asy’ari selaku santri Syaikhona Kholil yang menjadi garda depan untuk
melegitimasi apakah jadi mendirikan atau tidak atas jam’iyyah tersebut.
Saat mendapatkan pesan dari Syaikhona Kholil, Kyai Hasyim Asy’ari belum
kunjung mendirikan Organisasi yang ditunggu-tunggu oleh kyai pesantren. Hal
ini disebabkan karena sifat kehati-hatian Kyai Hasyim Asy’ari dalam mengambil
keputusan karena ada kaitannya dengan umat banyak.
Melihat Kyai Hasyim Asy’ari belumjuga menderikan organisasi yang dicita-
citakan oleh kelompok Islam Tradisionalis, maka Syaikhona Kholil
menyampaikan pesan yang kedua kalinya berupa tasbih dan bacaan Asmaul
Husnah ya Qahharu ya Jabbaru. Dua pesan Syaikhona Kholil menjadi jimat bagi
Kyai Hasyim Asy’ari untuk lebi mantap dalam mendirikan jam’iyyah. Kemudian
Kyai Hasyim sy’ari memangil Kyai wahab Hasbullah dan beberapa kyai lainnya
agar lebih memantapkan kosepnya. Akan tetapi, Syaikhona Kholil wafat terlebih
dahulu sebulu Nahdlatul Ulama resmi didirikan. Beliau wafat pada 29
Ramadhan 1343 H/1925 M.
Ketika semua persipan sudah matang, maka diadakanlah sebuah pertemuan
besar yang dihadiri oleh ulama se-Jawa dan Madura di kediaman Kyai Ridwan
Adullah Surabaya pada 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 M. pertemuan itu
selain membahas tentang lahirnya Nahdlatul Ulama juga diselipkan acara haul
Syaikhona Kholil.
Kyai Hasyim Asy’ari menggunakan metode dakwah yang di ajarkan
Rasulullah SAW dan termaktub dalam kitab suci al quran (QS. An-Nahl: 125).
Pertama, dengan jalan bil Hikmah, artinya berusaha menyusun dan mengatur
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman dan tempatnya serta tidak
bertentangan dengan ketentuan Allah SWT. Kedua, dengan metode Mau’idlatul-
Hasanah, yakni melalui ungkapan ungkapan yang mengambil bimbingan,
pengasuhan, pendidikan dan keteladanan, sehingga kesan pesan yang di
sampaikan bias digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan. Ketiga, dengan
jalan al-Mujadalah billati Hiya Ahsan, yakni dilakukan dengan dialog dan
diskusi yang argumenatif dan penuh kesopanan, serta disesuaikan dengan kadar
tingkatan pemahaman objek dakwah yang di hadapi. (Khoirul Huda Basyir ;
2008).
Selain berdakwah didalam Pesantren Kyai Hasyim Asy’ari juga berdakwah
diluar Pesantren seperti keaktifannya disebuah organisasi, misalnya keaktifan
4
beliau dalam organisasi Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para Pedagang) yang di
dirikan pada 1918. Atau, beliau juga berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Salah satu preman yang di insafkan dengan sifat arif dan kedermawanan Kyai
Hasyim Asy’ari melalui dakwahnya adalah Marto Lemu.
Kyai Hasyim Asy’ari sangat arif dalam menghadapi suatu permasalahan.
Beliau tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, namun, beliau juga tidak
tinggal diam jika kedzaliman merajalela. Kedua konsep ini diamalkan Kyai
Hasyim Asy’ari sesuai dengan proporsinya.
2.2. KH. Hasyim Asy’ari

2.2.1. Garis Keturunan


Kyai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan ulama yang berjasa dalam
menyebarkan agama Islam di Indonesia, terlebih pulau Jawa. Ayah dan ibunya
dipercaya masih keturunan Jaka Tingkir yang tidak lain adalah menantu Sultan
Trenggono bin Sultan Fattah bin Brawijaya V. Secara berurutan silsilah Kyai
Hasyim Asy’ari lewat jalur ayahnya adalah, Kyai Muhammad Hasyim bin Kyai
Asy’ari bin Abdul Wahid bin Sayyid bin Abdurrahman (Mbah Syambu) bin Putri
Pangeran Benowo bin Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir. Untuk nasab jalur
ibunya yaitu, Kyai Hasyim Asy’ari bin Halimah binti Layyinah binti Shihhah
(Abdussalam) bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Sayyid Abdurrahman (Mbah
Syambu) bin Putri Pangeran Benowo bin Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir.

Sebelum Kyai Hasyim Asy’ari lahir, tanda-tanda yang menunjukan kelak


dirinya akan menjadi orang besar dan berpengaruh telah dirasakan oleh ibunya
saat mengandung. Nyai Halimah (Ibu Kyai Hasyim Asy’ari) bermimpi melihat
rembulan yang jatuh dari langit dan mengenai kandungannya. Mimpi ini
ditafsirkan, kelak bayinya akan menjadi orang yang berpengaruh.

Kyai Hasyim Asy’ari lahir pada Selasa Kliwon tanggal 24 Dzulqa’dah 1287
H / 14 Februari 1871 M di desa Gedang, Jombang dari pasangan Kyai Asy’ari
dan Nyai Halimah. Nama kecilnya adalah Muhammad Hasyim yang kemudian
kelak dikenal dengan Kyai Hasyim Asy’ari atau Hadratusy Syaikh Kyai Hasyim
Asy’ari.

2.2.2. Riwayat Pendidikan


Kyai Hasyim Asy’ari pertama kali memperoleh pendidikan ilmu agama dari
kedua orang tuanya dan kakeknya. Ayah dan kakeknya ini merupakan seorang
ulama yang menjadi pengasuh pesantren. Ayahnya, Kyai Asy’ari mengasuh
Pesantren Keras, sedangkan kakeknya, Kyai Ustman mengasuh Pesantren
Gedang. Dari lingkungan alam pesantren inilah pelajaran Islam mudah tertanam
pada diri Kyai Hasyim Asy’ari.

Sejak kecil, Kyai Hasyim Asy’ari sudah menonjol dengan kecerdasannya.


Ketika berumur 12 tahun, beliau sudah disuruh untuk mem-badal-i (mengganti
ayahnnya dalam mengajar saat ayahnya berhalangan. Meskipun usia pengajar
5
lebih muda daripada pihak yang di ajar, namun hal semacam ini bukanlah
perkara yang tabu dalam dunia pesantren karena barometer yang dikenal dalam
kamus pesantren adalah kualitas keilmuan, bukan usia.

Menginjak usia ke-15, Kyai Hasyim Asy’ari melanjutkan studinya ke


beberapa pesantren yang tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Jawa
Timur, Kyai Hasyim Asy’ari belajar di Pesantren Wonokoyo Probolinggo,
Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Kademangan (Asuhan Syaikhona Khalil
Bangkalan) dan Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo (Asuhan Kyai Ya’qub).
Sedangkan di Jawa Tengah, Kyai Hasyim Asy’ari pernah nyantri di Pesantren
Kyai Shaleh Darat Semarang bersama dengan Muhammad Darwis (Ahmad
Dahlan). Selain itu beliau juga pernah mengaji kepada Kyai Syuaib bin
Abdurrozaq (buyut KH. Maimoen Zubair) di Pesantren Sarang Rembang.

Dari budi pekerti mulia yang terukir didalam jiwa Kyai Hasyim Asy’ari
disertai dengan keilmuan yang mumpuni, hal ini membuaat salah satu guru
beliau menjadi tertarik dengannya dan ingin menjadikannya sebagai seorang
menantu. Kyai Ya’qub, pengasuh Pesantren Siwalan Panji ingin menikahkan
Kyai Hasyim Asy’ari dengan putrinya yang bernama Khadijah. Dengan penuh
ketaatan, Kyai Hasyim Asy’ari menerima dawuh (titah) Kyai Ya’qub.

Pernikahan bagi Kyai Hasyim Asy’ari tidaklah menyurutkan niatnya untuk


melanjutkan menuntut ilmu. Kyai Hasyim Asy’ari berencana menunaikan haji ke
tanah suci sembari belajar disana kepada ulama-ulama Haramain (Makkah dan
Madinah). Selama di Makkah, Kyai Hasyim Asyari mempelajari berbagai ilmu
agama kepada beberapa ulama yang bermukim di Makkah. Beliau belajar
kepada Syaikh Mahfudz at-Turmusi (ulama asal Termas, Pacitan, Lamongan
Jawa Timur), Syaikh Amin al-Atthar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Sayyid Ahmad
bin Hasan al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi bin Ahmad as-Segaf,
Sayyid Abbas al-Maliki, Sayyid Abullah al-Zawawi, Syaikh Shaleh Bafadhal,
Syaikh Sultan Hasyim Dagastani dan Syaikh Khatib al-Minangkabawi
(ulamaasal Minangkabau, Sumatra Barat) dan lain-lain.

Dari sekian banyaknya cabang ilmu yang dipelajari oleh Kyai Hasyim
Asy’ari, ilmu haditslah yang paling menonjol dalam dirinya. Sehingga, kelak
Pesantren Tebuireng yang diasuhnya lebih terkenal dengan kajian hadist karena
karakter pengasuhnya yang ahli hadits. Kyai Hasyim Asy’ari mempelajari hadits
Bukhari dan Muslim dari Syaikh Mahfudz at-Turmusi, seorang pakar hadits asal
Indonesia yang bermukim di Makkah.

2.2.3. Mempelajari Ilmu Tarekat


Selain mempelajari ilmu syariat, Kyai Hasyim Asy’ari juga mempelajari
ilmu tarekat. Bahkan, beliau pernah mendapatkan ijazah sanad tarekat Qodiriah
wa Naqsabandiyah dari gurunya, Syaikh Mahfudz at-Turmusi. Meskipun Kyai
Hasyim Asy’ari pernah mempelajari ilmu tarekat, namun beliau tidak

6
mengizinkan para santrinya yang masih dalam tahap mempelajari ilmu syariat
untuk mengamalkan ajaran tarekat.
2.2.4. Pesantren Tebuireng
Setelah dirasa cukup menimba ilmu di Makkah, Kyai Hasyim Asy’ari
kembali ke tanah air untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmunya.
Kepulangannya disambut gembira oleh Kyai Asy’ari yang mengharapkan Kyai
Hasyim Asy’ari menjadi pengganti untuk mengajar di Pesantren Keras. Akan
tetapi, Kyai Hasyim Asy’ari ingin meluaskan cakrawala keilmuwannya dengan
mengajar di daerah yang penduduknya bermoral tidak baik. Yaitu di daerah
Tebuireng, Jombang yang mulanya penuh dengan gundik, preman dan tukang
dadu (judi) serta pernak-perniknya yang selalu benar melakukan perbuatan
maksiat.
Pada 1317 H / 1899 M, Pesantren Tebuireng didirikan Kyai Hasyim Asy’ari
dengan dibekali santri sebanyak 8 orang yang diperintahkan Kyai Asy’ari untuk
menyertai putranya. Ketika dipimpin oleh Kyai Hasim Asy’ari, Pesantren
Tebuireng terkenal di Pulau Jawa sehingga banyak santri-santri yang
berdatangan dari berbagai daerah.
Dalam mendidik para santri Kyai Hasim Asy’ari menggunakan metode ala
pesantren Salaf dengan memaksiatkan dari kitab-kitab yang berliteratur arab.
Metode sorongan, bandongan, wetonan, dan musyawarah diterapkan Kyai
Hasyim Asy’ari kepada para santrinya. Kyai Hasyim Asy’ari sangat teguh
memegang tradisi salaf namun beliau juga tidak menolak hal hal yang baru
asalkan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini terbukti, beliau juga
mempunyai koleksi karya Muhammad Abduh yang merupakan salah satu ulama
pembaharu Islam yang pemikirannya banyak berseberangan dengan
Ahlussunnah wal Jamaah ala Nahdlatul Ulama. Di pesantrennya, Kyai Hasyim
Asy’ari lebih menekankan pelajaran kitab kitab salaf baik kitab matan atau
sarahnya, seperti Kitab matam Taqrib, Fathul Qarib al-Mujib dan Kitab Sahal
Mu’in. Untuk Kitab Taqrib atau Fathul Qorib al-Mujib, Kyai Hasyim Asy’ari
selalu mengulang ulang jika sudah di khatamkan. Tradisi seperti ini banyak di
ikuti oleh santri santrinya salah satu nya adalah Kyai Ahmad bin Syuaib yang
menjadi pengasuh Pesantren Sarang.
Selain menggunakan metode Salaf Kyai Hasyim Asy’ari juga menggunakan
manhaj kekinian seperti memasukkan metode klasikal yang berasal dari usul
menantunya KH. Ma’shum Ali. Sehingga, berdirilah Madrasah Salafiyah yang
terdiri dari enam kelas. Selain Madrasah Salafiyah, di Pesantren Tebuireng juga
ada Madrasah Nizamiyah yang di usulkan oleh KH. Wahid Hasyim. Madrasah
Nizamiyah ini selain mengajarkan agama islam, juga mengajarkan pelajaran
umum sepertis bahasa Belanda, Geografi dan Ilmu Menghitung. Namun,
Madrsah Nizamiyah ini tidak berumur panjang karena Kyai Hasyim Asy’ari
tidak begitu berkenan. Akhirnya, murid murid yang ada di Madrasah Nizamiyah,
digabungkan dalam Madrasah Salafiyah.
2.2.5. Metode Dakwah
Kyai Hasyim Asy’ari menggunakan metode dakwah yang di ajarkan
Rasulullah SAW dan termaktub dalam kitab suci al quran (QS. An-Nahl: 125).
Pertama, dengan jalan bil Hikmah, artinya berusaha menyusun dan mengatur
7
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman dan tempatnya serta tidak
bertentangan dengan ketentuan Allah SWT. Kedua, dengan metode Mau’idlatul-
Hasanah, yakni melalui ungkapan ungkapan yang mengambil bimbingan,
pengasuhan, pendidikan dan keteladanan, sehingga kesan pesan yang di
sampaikan bias digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan. Ketiga, dengan
jalan al-Mujadalah billati Hiya Ahsan, yakni dilakukan dengan dialog dan
diskusi yang argumenatif dan penuh kesopanan, serta disesuaikan dengan kadar
tingkatan pemahaman objek dakwah yang di hadapi. (Khoirul Huda Basyir ;
2008).
Selain berdakwah didalam Pesantren Kyai Hasyim Asy’ari juga berdakwah
diluar Pesantren seperti keaktifannya disebuah organisasi, misalnya keaktifan
beliau dalam organisasi Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para Pedagang) yang di
dirikan pada 1918. Atau, beliau juga berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Salah satu preman yang di insafkan dengan sifat arif dan kedermawanan Kyai
Hasyim Asy’ari melalui dakwahnya adalah Marto Lemu.
Kyai Hasyim Asy’ari sangat arif dalam menghadapi suatu permasalahan.
Beliau tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, namun, beliau juga tidak
tinggal diam jika kedzaliman merajalela. Kedua konsep ini diamalkan Kyai
Hasyim Asy’ari sesuai dengan proporsinya.
2.2.6. Resolusi Jihad
Fungsi Nadlatul Ulama yang di dirikan oleh Kyai Hasyim Asy’ari dan para
Kyai lainnya bukan hanya sebagai organisasi keagamaan yang beraliran Sunni.
Namun lebih dari pada itu, peran NU untuk merebut kemerdekaan dan
mempertahankannya tidak bias dipandang sebelah mata. Ketika usia
kemerdekaan Indonesia belum genap sebulan (sekitar pertengahan September
1945), Inggris yang bergabung dalam NICA (Netherland Indies Civil
Administration) datang ke Indonesia untuk menjajah kembali. Mereka telah
menguasai beberapa daerah di Indonesia seperti Medan, Padang, Palembang,
Bandung dan Semarang.
Melihat kondisi labil yang meninpa Negara Indonesia, Bung Karno dan
Bung Hatta berusaha melakukan diplomasi untuk menghentikan Agresi Militer
yang digencarkan oleh kaum penjajah. Namun upaya tersebut tidak
membuahkan hasil. Akhirnya, secara diam-diam, Bung Karno mengirim utusan
khusus untuk menghadap Kyai Hasyim Asy’ari untuk meminta fatwa tentang
hokum berjihad membela tanah air. Menaggapi permintaan Bung Karno ini Kyai
Hasyim Asy’ari memanggil KH. Wahab Hasbullah untuk diminta mngumpulkan
tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama se-Jawa dan Madura guna diajak musyawarah
mengenai hokum membela tanah air. Musyawarah antara Kyai Hasyim Asy’ari
dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama se-Jawa dan Madura itu menghasilkan
Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.
Diantara fatwa Kyai Hasyim Asy’ari dalam Resolusi Jidat itu adalah:
1. Setiap muslim tua, muda, dan miskin sekalipun, wajip memerangi orang
kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.
2. Pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada’

8
3. Warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah
belah persatuan nasional dan oleh karena itu harus dihukum mati
Isi Resolusi Jihad ini diseberkan ke beberapa komandan Hizbullah dan
Sabilillah yang tersebar di Jawa dan Madura. Fatwa Kyai Hasyim Asy’ari ini
telah membakar semangat umat Islam dalam berjuang melawan penjajah guna
mempertakankan keutuhan NKRI dari rong-rongan penjajah. Dengan Resolusi
Jihad ini pula, Bung Tomo selaku komandan yang memimpin pasukan Surabaya
bertambah semangat untuk menghadang penjajah yang ingin menguasai negeri
tercinta. Dia berpidato dengan memekikkan takbir yang dahsyat sehingga
terjadilah perang besar antara kaum penjajah dengan arek-arek (santri-santri)
Surabaya. Peristiwa heroic ini diperingati sebagai Hari Pahlawan yang jatuh
pada 10 November 1945. Seandainya tidak ada Resolusi Jihad, mungkin Hari
Pahlawan tidak akan ditemukan dalam buku sejarah di Indonesia.
2.2.7. Jabatan-Jabatan
1. Sebagai pengasuh Pesantren Tebuireng dan Rais Akbar Nahdlatul Ulama
hingga akhir hayatnya.
2. Di Masyumi Kyai Hasyim Asy’ari pernah menjadi pimpinan tertinggi yang
diwakili oleh putranya, KH Wakhid Hasyim.
3. Pernah menjabat sebagai ketua Shumubu atau Kantor Urusan Agama
bentukan Jepang (cikal bakal Kementerian Agama).
4. Pernah menjadi Ketua Kehormatan Jam’iyyah al-Shubban al-Muslimin
(Organisasi Pemuda Islam) yang berpusat di Kairo.
Dari pengaruh Kyai Hasyim Asy’ari yang luas ini, maka tidak
mengherankan jika biografi beliau pernah ditulis dalam Bahasa Arab dengan
judul “al-‘Allamah al-Mujahid al-Hajj Muhammad Hasyim Asy’ry” buku yang
ditulis oleh Muhammad Asad Syihab ini diterbitkan oleh Dar al-Shadiq Beirut,
Lebanon. Biografi Kyai Hasyim Asy’ari juga ditulis oleh Syaikh Abdallah
Abdurrahman al-Moalimi dengan judul ‘Alamu al-Makkiyin : 832-1399 H (The
Biography of Makkah Scholars Out Standing Male and Female : 832-1399 H).
2.2.8. Karya Tulis
Karya-karya Kyai Hasyim Asy’ari meliputi banyak hal yang berkaitan
dengan islam. Ada yang membahas tentang dasar-dasar Nahdlatul Ulama seperti
kitab “Muqaddimah al-Qanun al-Asasiy lil Jam’iyyah Nahdlatul Ulama”. Ada
pula yang membahas tentang pentingnya mengikuti salah satu Madzhab Empat
seperti kitab “Risalah fi Ta’id al-Akhjdzi bi Madzhab al-A’immah al-‘Arba’ah”.
Dan, ada juga yang membahas tentang masalah teologi (tauhid) seperti kitab
“ar-Risalah fi al-“Aqaid” dan masih banyak karya lainnya.
Kitab atau buku karya Kyai Hasyim Asy’ari ini telah diedit dan
didokumenkan oleh Gus Ishom (cucu Kyai Hasyim Asy’ari) ke dalam satu buku
yang berjilid besar dan diberi judul “Irsyadus-Sari fi Jam’il-Mushannafat
Hasyim Asy’ari”. Selain karya yang sudah dibukukan, ada juga karya Kyai
Hasyim Asy’ari yang berupa manuskrip yang masih tersimpan dengan rapi.

9
2.2.9. Kembali ke Rahmatullah
Pada tanggal 25 Juli 1947 M/ 7 Ramadhan 1366 H, Kyai Hasyim Asy’ari
menjalankan rutinitas seperti biasanya untk mengimami shalat tarawih
berjama’ah yang kemudian dilanjutkan dengan mengisi pengajian untuk ibu-ibu
Muslimat. Ketika pengajian hendak dimulai, tiba-tiba beliau kedatangan tamu
penting. Tamu itu adalah utusan dari jendral Soedirman dan Bung Tomo dan
ditemani oleh Kyai Ghufron selakuy komandan Sabilillah untuk daerah
Surabaya. Karena dinilai tamunya ini lebih penting sebab ada kaitannya dengan
Negara, maka beliau meliburkan pengajian untuk sementara waktu.
Utusan itu menceritakan kepada Kyai Hasyim Asy’ari bahwa NICA telah
menguasai markas besar Hizbullah-Sabilillah yang berada di Singosari dan
Malang. Mendengar cerita itu, beliau berkata : “Masyaa Allah, Masyaa Allah”.
Lalu beliau pingsan. Berawal dari pingsannya Kyai Hasyim Asy’ari ini, akhirnya
beliau mengalami pendarahan otak (hersenbloeding).dr. Mas Angka Nitisastro
dari RSUD Jombang sudah berusaha melakukan pemeriksaan dan mengambil
darah beliau gunamengurangi rasa sakit. Namun, usaha itu sangat tipis
diharapkan keberhasilannya. Akhirnya, pad pukul 03.45 dini hari, beliau sowan
ke hadirat yang Maha Kuasa.
Atas jasa-jasa Kyai Hasyim Asy’ari untuk bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Presiden Soekarno menetapkan Kyai Hasyim Asy’ari
sebagai pahlawan Nasional. Keputusan ini dibuat pada tahun 1964 dengan
nomor 249.
2.3. KH. Wahab Hasbullah

2.3.1. Garis Keturunan


Kyai Wahab Hasbullah lahir pada bulan Maret 1888. Lahir di Desa Tambak
Beras, Jombang Jawa Timur. Ayahnya bernama Kyai Hasbullah, pendiri
Pesantren Tambak Beras, sedangkan ibunya bernama Ibu Nyai Lathifah. Secara
genetiknya, Kyai Wahab Hasbullah masih mempunyai hubungan darah dengan
Jaka Tinggir, penguasa Kerajaan Pajang, baik melalui jalur ibu maupun ayah.
2.3.2. Riwayat Pendidikan
Kyai Wahab Hasbullah mendapatkan didikan dari ayahnya secara intensif
ketika beliau berumur sekitar 7 tahun. Dimasa-masa ini, Kyai Hasbullah sangat
menekankan babakan agama untuk ditiupkan dalam membentuk karakter putra
putrinya agar menjadi sosok yang agamis. Kurang lebih selama enam tahun,
Kyai Wahab Hasbullah mengenyam pendidikan dari ayahnya. Usai mendapatkan
pengajaran dari ayahnya, Kyai Wahab Hasbullah mengembara ke berbagai
Pesantren yang ada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur dan Madura. Kurang
lebih selama 20 tahun, Kyai Wahab Hasbullah ngangsu kaweruh di berbagai
pesantren, seperti halnya Pesatren Langit Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk,
Pesantren Cempoko, Pesantren Tawangsari Sepanjang, Pesantren Branggahan
Kediri, Pesantren Kademangan Bangkalan dan Pesantren Tebuireng. Yang
diasuh oleh Kyai Hasyim Asy’ari.
Ketika Kyai Wahab Hasbullah hendak mondok di Pesantren Kademangan,
beliau memilih bulan Syawwal sebagai harri awalnya. Sebab, dibulan itu

10
kebanyaan pondok pesantren Salaf menerima santri dan membuka tahun ajaran
baru. Ketikasampai di Kademangan Kyai Wahab Hasbullah mengucapkan salam
kepada Syaikhona Khalil. Bukan menjawab salam, malah Syaikhona Khalil
berteriak, “Macan, awas ada macan!” Dengan seketika Kyai Wahab Hasbullah
langsung lari sebab ketakutan. Santrii-santri pun buyaran menuju tempat macan
yang di maksud oleh Syaikhona Kholil Bangkalan. Sampai di Kademangan Kyai
Wahab Hasbullah mengantuk karena kelelahan dan langsung tidur dibawah
kentongan masjid. Saat malam tiba Syaikhona Khalil Bangkalan menghampiri
dan membangunkan Kyai Wahab Hasbullah serta memarah-marahinya. Akan
tetapi, beliau tetap menerima Kyai Wahab Hasbullah sebagai santrinya. Bahkan
boleh dibilang, bahwa Kyai Wahab Hasbullah adalah santri Syaikhona Khalil
yang gesit dalam masalah mencetuskan sebuah ide pergerakan-pergerakan sosil
keagamaan. Maka tidak mengherankan jika beliau disebut dengan macannya
orang Nahdlatul Ulama sebab beliau adalah penggerak serta tokoh yang
memajukan Nahdlatul Ulama mulai dari dianggap paling asing hingga dikenel
banyak kalangan.
Saat belajar di Pesantren Kademangan, Kyai Wahab Hasbullah bertemu
dengan santri-santri Syaikhona Khalil yang kelak akan menjadi orang yang
berpengaruh dalam menebarkan agama Islam di Pulau Jawa dan peristis gerakan
sosial keagamaan, khususnya Nahdlatul Ulama seperti Kyai Mas Alwi bin
Abdul Aziz, Kyai Ridwan Abdullah, Kyai Bishri Syamsuri, Kyai Shaleh Lateng,
dll. Usai selesai nyantri di pesantren Syaikhona Khalil, Kyai Wahab Hasbullah
mekanjutkan belajarnya menuju Pesantren Tebuireng yang di asuh oleh Kyai
Hasyim Asy’ari yang merupakan santri Syaikhona Khalil yang masyhur dengan
kealimannya terutama dalam kajian ilmu Hadist Nabawi. Dimata Kyai Hasyim
Asy’ari, sosok Kyai Wahab Hasbullah adalah santri yang menonjol dalam kajian
keilmuannya. Selain alim, beliau juga dikenal dengan cekatan dalam mengatasi
sebuah permasalahan dan gesit dalam melahirkan sebuah terobosan. Oleh sebab
itu, Kyai Hasyim Asy’ari menunjukannya sebagai lurah pesantren yang nantinya
akan bertanggung jawab dalam mengatur kegiatan belajar mengajar didalamnya
seperti musyawarah malam, takriraran (hafalan mata pelajaran seperti kitab al-
Fiyah) dan bahtul masail al-Diniyah.
Setelah beberapa lama mondok di Pesantren Tebuireng, Kyai Hasyim
Asy’ari menasehati Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai Bishir Syansuri agar
melanjutkan belajarnya menuju Haramain untuk lebih mematangkan kajian
keilmunnya kepada para Syaikh yang tidak diragukan lagi kealimannya. Sampai
di Hijaz, Kyai Wahab Hasbullah bertempat tinggal di Kampung al-Jawi bersama
dengan Kyai Bishir Syansuri untuk menemui seniornya yang berasal dari
Nusantara yang sudah mempunyai pengaruh disana seperti Syaikh Baqir al-
Jukjawi, Syaikh Mukhtar bin Atharid al-Bughuri. Di antara ulama ulama
Haramain yang ditimba oleh Kyai Wahab Hasbullah, baik yang mengajar di
Masjidil Haram maupun di kediamannya adalah, Syaikh Mahfudz at-Turmusi,
Syaikh Abu Bakar Syata, Syaikh Muhtaram al-Banyumasi, Syaikh Ahmad
Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Asy’ari al-Baweani,
Syaikh Abdul Karim al-Dagestasi.
Di Hijaz, jaringan keulamaan Kyai Wahab Hasbullah semakin terbngun.
Beliau mempunyai banyak kenalan dari berbagai penjuru khususnya Nusantara
yang akan berkiprah dalam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah seperti Kyai
11
Hambali Kudus, Kyai Asnawi Kudus, Kyai Mas Manshur, Kyai Mas Alwi bin
Abdul Aziz, Kyai Agus Salim, Kyai Abdul Chalim, Kyai Ridwan Abdullah. Di
mata teman temannya, Kyai Wahab Hasbullah dikenal sebagai sosok aktifis yang
selalu membuat terobosan untuk menuju sebuah kemajuan. Karena
ketertarikannya dengan Serikat Islam (SI) yang dinahkodai oleh HOS.
Cokroaminoto, maka Kyai Wahab Hasbullah bersama dengan Kyai Asnawi
Kudus, Kyai Abbas dari Jember dan Kyai Dahlan dari Kertosono berkeinginan
membuat SI Cabang Hijaz. Yang terpilih menjadi ketuanya adalah Kyai Asnawi
Kudus, sedangkan Kyai Wahab Hasbullah sebagai sekertarisnya.
2.3.3. Motorik Lahirnya Nahdlatul Ulama
Semenjak kembali ke Nusantara, Kyai Wahab Hasbullah banyak aktif dan
berinovasi sebuah gerakan atau organisasi, baik yang ada kaitannya dengan ilmu
pengetahuan, perekonomian maupun sosial keagamaan karena pentingnya
sebuah lembaga pendidikan yang structural Kyai Wahab Hasbullah berinisiatif
mendirikan Nahdlatul Wathan 1916. Di madrasah ini Kyai Wahab Hasbullah
menerapkan metode klasikal sehingga dalam mentrasfer sebuah keilmuan lebih
berstruktur. Nahdlatul Wathan selain tempat untuk mentransfer ilmu dari seorang
guru kepada muridnya, juga berfungsi sebagai ajang diskusi dari sesaama ulama
senior. Untuk kalangan pemudanya, Kyai Wahab Hasbullah mendirikan
Shubbanul Wathan yang kepemimpinannya diserahkan kepada Kyai Abdullah
Ubaid.
Untuk bidang perekonomiannyakarena kompeni banyak menguasai rempah-
rempah semenjak di Nusantara, banyak orang Cina yang memonopolo
perdagangan, maka Kyai Wahab Hasbullah berkeinginan untuk membuat
Nahdlatut Tujjar (kebangkitan para pedangang) pada 1918. Di dalam organisasi
ini telah berkumpul beberapa saudagar muslim, baik dari kalangan ulama
maupun tidak seperti halnya Kyai Hasyim Asy’Ari, Haji Hasan Ghiopo, Kyai
Bishri Syansuri, H. Burhan dan lain-lain.
Ketika Kesultanan Turki Otonom sedang dalam konflik internal yang
berkepanjangan, banyak daerah yang dahulunya berada di bawah kekuasaannya
yang melepaskan diri, termasuk Mesir dan Hijaz. Kemelut yang menimpa
negara-negara Islam ini, membuat inisiatif Negara Mesir ingin
menyelenggarakan sebuah Muktamar Khilafah pada1925 M. Karena pentingnya
Hijaz sebagai jantungnya umat Islam dan perlunya Raja Abdul Aziz untuk
mengembalikan kepercayaan umat Islam se-dunia, maka di adakanlah sebuah
Muktamar Khilafah yang bertempat di Makkah pada Juni !926. Indonesia
termasuk negara yang mendapatkan undangan untuk hadir. Untuk menentukan
siapa yang akan diberangkatkan mewakili Indonesia, telah terjadi perbedaan
pendepat sebab adanya golongan yang berbeda, yaitu, kelompok Islam
Tradisonalis dan Modernis. Akhirnya berangkatlah Kelompok Islam Moderins
Mewakili Indonesia seperti halnya KH. Karim Amrullah, Kyai Abdullah Ahmad,
Kyai Agus Salim, HOS. Cokroaminoto. Sedangkan kelompok Islam
Tradisionalis sebenarnya diwakili oleh Kyai Wahab Hasbullah, namun nama
beliau dicoret sebab ketika hendak berangkat, ayah Kyai Wahab Hasbullah
kembali ke Rahmatullah dan tidak ada delegasi cadangan.
Namun Kyai Wahab Hasbullah meminta kepada teman-temannya berkenan
menyampaikan aspirasi yang sesuai dengan apa yang dipegang oleh kelompok
12
Islam Tradisonalis. Tipisnya kemungkinan aspirasinya akan disampaikan kepada
Raja Abdul Azis bin Sa’ud, maka Kyai Wahab Hasbullah bersama kyai pesantren
se-Jawa dan Madura menggelar pertemuan di kediaman Kyai Ridwan Abdullah
pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. Perlehatan akbar ini menghasilkan
kesepakatan untuk membentuk jam’iyyah yang dikenal dengan Nahdlatul
Ulama. Dengan Nahdlatul Ulama, kelompok Islam Tradisonalis dpat
mengirimkan delegasi ke Makkah dengan membawa aspirasi yang sesuai dengan
visi dan misinya. Delegasi yang dikirim adalah Kyai Asnawi Kudus dan Kyai
Bishri Syansuri, akan tetepi karena adanya sebuah kendala, sebab ketinggalan
kapal, maka Nahdlatul Ulama mengirimkan delegasi untuk yang kedua kalinya.
Delegasi yang kedua adalah Kyai Wahab Hasbullah dan Syaikh Ahmad Ghanaim
al-Mishri.
Meskipun Kyai Wahab Hasbullah adalah sosok yang menjadi motoric atas
lahirnya Nahdlatul Ulama, namun dengan tegas beliau tidak berkeinginan
menduduki jabatan komisaris tertinggi atau Rais Akbar Nahdlatul Ulama, sebab
beliau merasa jabatan itu tidak pantas baginya karena di antara anggota
Nahdlatul Ulama terdapat ulama alim yang menjadi seniornya sepertinya halnya
Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Faqih Maskumambang. Kyai Wahab Hasbullah
mendapatkan amanah sebagai katib awal, sedangkan katib staninya dipegang
oleh Kyai Abdul Chalim.
2.3.4. Kembali Ke Rahmatullah
Tak salah jika Kyai Wahab Hasbullah dijuluki macane wong NU. Beliau
sangat tegas mengambil keputusan dengan pertimbangan yang matang dan
keyakinan akan adanya sebuah hasil yang didapatkan. Meskipun kondisi
fisiknya yang sudah mulai berkuran kesehatannya Kyai Wahab Hasbullah masih
tetap semangat menjalanan dakwah dan perjuangannya. Mata beliau selama 5
tahun tidak bisa melihat dengan jelas sebab terkena benturan tas salah seorang
penumpah disebuah kereta. Namun, beliau masih menghadiri Muktamar NU
yang ke-25, sebab posisinya sebagai Rias ‘Am sangat dittunggu kehadirannya.
Karena tidak memungkinkan naik ke mimbar, maka Khutbat Iftitah dibacakan
oleh Kyai Bishri Syansuri, adik iparnya yang sekaligus sebagai wakil rais ‘Am
PBNU.
Usai acara muktamar kondisi kesehatan Kyai Wahab Hasbullah semakin
memburuk. Tepat 4 hari setelah muktamar, Kyai Wahab Hasbullah kembali ke
rahmatullah pada hari Rabu 12 Dzulqa’dah 1391 H / 29Desember 1971 M. Atas
jasa-jasanya dalam memperjuangkan NKRI, maka di awal pemerintahan
Presiden Joko Widodo (2014), Kyai Wahab Hasbullah dinobatkan sebagai
Pahlawan Nasional.

13
14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Masing-masing tokoh notabenenya berasal dari keluarga pesantren. Selain itu


mereka berbeda dalam latar belakangnya, ada yang berasal dari budayawan,
tokoh pendidikan, cendekiawan muslim maupun kalangan pesantren.
2. Banyak buku buku maupun kitab yang mereka tulis baik berupa gagasan
maupun pemikiran mereka, dalam bidang fiqih, pendidikan maupun sosial
lainnya dalam rangka memajukan bangsa Indonesia.
3.2. Saran

Perlu adanya bimbingan khusus untuk masyarakat, pelajar maupun mahasiswa


untuk lebih mempelajari seluk beluk maupun sejarah tentang Nahdlatul Ulama.
Selain itu, peran tokoh masyarakat yang mendukung untuk lebih meningkatkan
pengetahuan tentang Nahdlatul Ulama kepada masyarakat.

15
DAFTAR PUSTAKA

(Ulum, MUASSIS NAHDLATUL ULAMA (Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU), 2015)

16

Anda mungkin juga menyukai