Anda di halaman 1dari 48

Tafsir Al Munir

Ayat 11

ۚ ‫ت َأ ْز َو ا ُج هُ ْم ِم ْث َل َم ا َأ ْن فَ قُ وا‬ ِ َّ‫اج ُك ْم ِإ لَ ى ْال ُك ف‬


َ ‫ار فَ َع اقَ ْب تُ ْم فَ آتُ وا الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين َذ هَ ب‬ ِ ‫َو ِإ ْن فَ اتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬
‫َو اتَّ قُ وا هَّللا َ الَّ ِذ ي َأ ْن تُ ْم بِ ِه ُم ْؤ ِم نُ و َن‬

ِ ‫َو ِإ ْن فَ اتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬


Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hasan menyangkut ayat ‫اج ُك ْم‬
bahawa ayat ini turun menyangkut Ummu al-Hakam binti Abu Sufyan. la murtad, lalu
dinikahi olehh seorang laki-laki Tsaqafi, dan tidak ada seorang perempuan dari Quraisy yang
murtad kecuali hanya dia.

Penyesuaian Avat

Setelah menielaskan hukum-hukum menyangkut hubungan antara kaum Muslimin dan non-
Muslim ketika dalam kondisi damai, Allah SWT menerangkan hukum mengembali-kan para
perempuan yang datang berhijrah dari negeri kafir menuju ke neger Islam, menikahi mereka
setelah adanya perianjian damai Hudaibiyyah, menikahi perempuan-perempuan musyrik,
mengembalikan mahar para perempuan kepada suami-suami mereka, memberi ganti kepada
orang-orang Islam dari harta ghanimah atas mahar yang pernah mereka bayarkan kepada
istri-istri mereka yang pergi bergabung ke negeri kaum kafir, serta konsisten memegang
ketakwaan kepada Allah SWT dalam semua ituu.

Al-Qurthubi mengatakan ketika Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin untuk tidak
menjalin muwaalaah dengan orang-orang musyrik, hal ituu menuntut kehijrahan kaum
Muslimin dari negeri kemusyrikan menuju ke negeri Islam. Pernikahan adalah salah satu
sebab dan motif paling kuat yang memicu terjadinya jalinan muwaalaah. Olehh kerana ituu,
Allah SW'T selanjutnya menjelaskan hukum-hukum kehijrahan kaum perempuan.
Tafsir dan Penjelasan

"Wahai orang-orangyang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang ber-hijrah


kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka." (al-Mumtahanah: 10)

Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, jika ada perempuan-
perempuan yang beriman datang berhijrah kepada kalian dari tengah-tengah kaum kafir,
ujilah mereka supaya kalian bisa mengetahui seberapa besar keinginan dan hasrat mereka
kepada Islam. Tanyakan kepada mereka ten-tang sebab dan motif kedatangan mereka.

Kalimah ‫ام تَ ِح نُ وهُ َّن‬


ْ َ‫ ف‬adalah kalimah perintah yang bersifat wajib, atau bersifat sunnah dan
anjuran. Hal ituu terjadi ketika Rasulullah SAW mengadakan perjanjian damai dengan kaum
kafir Quraisy pada perjanjian Hudaibiyah. Perianiian ituu berisi ketentuan bahawa jika ada
orang Islam datang kepada beliau dari Mekah, beliau harus mengembalikan lagi dirinya
kepada kaum kafir Quraisy. Lalu ketika ada sejumlah perempuan datang berhijrah kepada
beliau, Allah SWT menolak para perempuan ituu dipulangkan dan dikembalikan lagi kepada
kaum musyrikin, serta memerintahkan untuk menguji para perempuan ituu. Para perempuan
ituu diminta bersumpah demi Allah bahawa mereka tidak pergi kerana motif benci kepada
suami, tidak kerana membenci suatu neger dan tertarik kepada negeri lain, dan tidak pula
kerana motif untuk mencari hal duniawi, tetapi hal ituu mereka lakukan tidak lain kerana
motif cinta kepada Allah SW'T dan Rasul-Nya, serta tertarik, berhasrat dan senang kepada
agama-Nya. Jika si perempuan yang bersangkutan bersumpah seperti ituu, Rasulullah SAW
mem-beri ganti kepada suaminya atas mahar dan nafkah yang pernah diberikannya kepada
istrinya ituu, dan beliau tidak mengembalikan lagi atau memulangkan istri ituu kepada
suaminya tersebut.

"Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahawa
mereka (benar-benar) beriman maka jangan-lah kamu kembalikan mereka kepada orang-
orang kafir (suami-suami mereka)." (al-Mumtahanah: 10)

Sesungguhnya melakukan pengujian hanyalah sesuatu yang bersifat lahiriah dan hanya
merupakan aspek lahiriah semata. Ada-pun hakikat sesungguhnya dan yang sebenar-nya,
tidak ada yang mengetahui keadan yang sebenarnya dari para perempuan ituu kecuali hanya
Allah SWT.
Allah SWT memerintahkan kalian untuk melihat dan menilai aspek lahiriah, sementara
masalah batin, isi hati dan pikiran, ituu menjadi urusan Allah SWT. Jika kalian telah
mendapatkan sebuah dugaan kuat bahawa para perempuan ituu me-mang para perempuan
Mukminah berdasar-kan aspek lahiriahnya setelah dilakukannya pengujian yang
diperintahkan kepada kalian ituu, maka janganlah kalian mengembalikan dan memulangkan
mereka kepada suami-suami mereka yang musyrik dan kafir. Di sini, zhann atau dugaan
disebut ilmu (pengetahuan yang bersifat yakin dan pasti) adalah kerana mengategorikannya
sebagai dugaan kuat dan hasil ituuihad, dan kias adalah memiliki posisi seperti ilmu
(pengetahuan yang bersifat pasti dan yakin).

Ibnu Katsir mengatakan di sini terkandung petunjuk yang memberikan sebuah pengertian
bahawa keimanan memungkinkan untuk diketahui dan dideteksi secara yakin.
Selanjutnya, Allah SWT mengiringi hal di atas dengan sejumlah hukum lain yang masih
berkaituuan dengan para perempuan seperti tersebut.

1. "Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir ituu dan orang-orang kafir ituu tidak halal
bagi mereka." (al-Mumtahanah: 10)
Perempuan-perempuan Mukminah tidak halal bagi orang-orang kafir. Ke-islaman seorang
perempuan secara oto-matis mengharuskan ia putus dari suami-nya, tidak hanya sekadar
berhijrah. Demi-kian pula, orang-orang kafir tidak halal bagi kaum perempuan
Mukminah.

Ayat inilah yang mengharamkan pe-rempuan Muslimah menikah dengan laki-laki kafir. Pada
zaman awal Islam, mula-mula seorang laki-laki musyrik bolehh me-nikahi perempuan
Mukminah. Dari ituu, Abul Ashsh Ibnur Rabi' ketika masih musyrik bisa menjadi suami dari
putri Rasulullah SAW yang bernama Zainab ra. yang seorang Muslimah. Ketika Abul Ashsh
ikut menjadi tawanan perang pada Perang Badar, Zainab ra. pun mengirimkan sebuah
kalungnya yang sebelumnya adalah milik ibunya, Khadijah ra., untuk digunakan menebus
suaminya ituu. Ketika melihat hal ituu, hati Rasulullah SAW pun merasa sangat terharu, iba,
dan kasihan, dan beliau berkata kepada kaum Muslimin, "Jika kalian memang bisa
melepaskan tawanan Zainab (maksudnya adalah suaminya, Abul Ashsh), lakukanlah.
" Rasulullah SAW pun akhirnya melepaskan Abul Ashshs dengan syaratia harus
mengirimkan putri beliau Zainab kepada beliau. Abul Ashsh pun menyanggupinya dan benar-
benar memenuhi janjinya. la mengirimkan Zainab ra. kepadaRasulullah SAW dengan
dituuemani olehh
Zaid bin Harituusah r.a.. Zainab r.a. tinggal di Madinah pasca kejadian Badar pada tahu
kedua Hijriyah, sampai akhirnya suaminya Abul Ashsh Ibnur Rabi' masuk Islam pada tahun
kedelapan Hijriyah. Rasulullah SAW pun mengembalikan Zainab ra. kepada dirinya dengan
berdasarkan pada pernikahan yang pertama dan tampa ada mahar baru lagi, sebagaimana hal
ini dicerituuakan olehh imam Ahmad dari Abdullah bin Abbas r.a, "Bahawasanya Rasulullah
SAW mengembalikan putri beliau Zainab r.a kepada suaminya Abul Ashsh Ibnur Rabi'
berdasarkan pernikahan yang pertama yang sudah ada, juga tapa saksi dan tanpa mahar.
Kehijrahan Zainab r.a.terjadi enam tahun sebelum keislaman suaminya Abul Ashsh. Ada
sebahagian ulama yang mengatakan, setelah dua tahun.

Abd bin Humaid meriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari datuknya,

«‫»أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم رد ابنته زينب على أبي العاص بن الربيع بمهر جديد ونكاح جديد‬

"Bahawasanya Rasulullah SAW mengembalikan putri beliau Zainab r.a kepada Abul Ashshs
Ibnur Rabi' dengan mahar baru dan pernikahan baru." 

Yazid bin Harun mengatakan hadituus Abdullah bin Abbas ra. lebih bagus isnaad-nya,
sementara praktik yang berialan adalah berdasarkan hadituus 'Amr bin Syu'aib. Jumhur ulama
memberikan jawaban tentang hadituus Abdullah bin Abbas r.a. ituu dengan mengatakan
bahawa hal ituu merupakan sebuah kejadian kasuistik yang memiliki kemungkinan bahawa
waktu ituu iddah Zainab ra. dari Abul Ashsh belum habis. Kerana pendapat yang dipegang
olehh kebanyakan ulama adalah bahawa kapan iddah seorang istri Muslimah dari suaminya
yang masih kafir habis, sementara suami belum juga masuk Islam, ikatan perkawinan yang
ada menjadi terhapus dan batal.

"Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan." (al-Mumtahanah:
10). Bayarkanlah kembali kepada para laki-laki musyrik yang menjadi suami-suami dari para
perempuan Mukminah yang berhijrah ituu mahar yang pernah
mereka bayarkan.
Ini menunjukkan bahawa sebab perjanjian damai Hudaibiyyah yang meng-haruskan bahawa
jika ada orang Islam dari penduduk Mekah yang datang kepada kaum Muslimin, ia harus
dipulangkan kembali kepada kaum kafir Mekah adalah hanya terbatas pada kaum laki-laki
saja, tidak mencakup kaum perempuan. Imam asy-Syafi'i mengatakan, jika yang menuntut
dipulangkannya kembali seorang perempuan Mukminah yang berhijrah adalah kerabat
suaminya bukan suaminya sendiri, permintaannya dituuolak tanpa ada kompensasi apa-apa.

2. "Dan tidak ada dosa bagimu menikahi me-reka apabila kamu bayarkan kepada me-reka
maharnya." (al-Mumtahanah: 10). Tidak ada dosa atas kalian dan tidak apa-apa bagi kalian
wahai kaum Muk-minin untuk menikahi para perempuan Mukminah yang berhijrah ituu
apabila kalian membayarkan kepada mereka ma-har mereka, juga dengan syarat iddah pe-
rempuan yang bersangkutan sudah habis, dinikahkan oleh walinya dan syarat-syarat lainnya.

4. "Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-
perempuan kafir." (al-Mumtahanah: 10)Haram bagi kalian wahai kaum Muk-minin menikahi
perempuan-perempuan musyrik serta tetap bersama mereka dalam ikatan tali pernikahan.
Olehh kerana ituu, barangsiapa memiliki seorang istri yang kafir dan musyrik, ia tidak lagi
menjadi istri baginya kerana terputusnya ikatan pernikahan yang ada disebabkan perbezaan
agama.

Dulu, para lelaki kafir menikahi para perempuan Muslimah, dan begituu juga sebaliknya para
lelaki Muslim menikahi perempuan-perempuan musyrik. Kemu-dian hal tersebut dihapus
dengan ayat ini.Ini menunjukkan pengharaman yang tegas dan eksplisituu perempuan-perem-
puan musyrik bagi laki-laki Muslim. Hukum ini adalah khusus terhadap pe-rempuan musyrik,
bukan perempuan kafir dari kalangan Ahli Kituab. Pernikahan yang ada secara otomatis batal
dan terputus (difaskh) dengan sikap si istri yang tetap musyrik. Tidak ada penghalang bagi si
suami untuk menikahi saudara perempuan istrinya yang tetap musyrik ituu atau menikahi
perempuan kelima jika ia memiliki istri empat yang salah satunya adalah yang tetap bertahan
sebagai seorang perempuan musyrik ituu.
Dalam sebuah hadituus shahih sebagai-mana yang sudah pernah disebutkan di atas dari al-
Miswar dan Marwan Ibnul Hakam, disebutkan bahawasanya ketika
Rasulullah SAW mengadakan perjanjian damai dengan kaum kafir Quraisy pada kejadian
Hudaibiyyah, ada sejumlah perempuan Mukminah datang kepada beliau. Lalu turunlah ayat :

َ ‫هَّللا ُ َأ ْع لَ ُم بِ ِإ‬
‫يم انِ ِه َّن ۖ فَ ِإ ْن‬ ۖ ‫ام تَ ِح نُ وهُ َّن‬ ْ َ‫ات ف‬ٍ ‫اج َر‬ ِ َ‫ات ُم ه‬ ُ َ‫اء ُك ُم ْال ُم ْؤ ِم ن‬َ ‫آم نُ وا ِإ َذ ا َج‬َ ‫ين‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا الَّ ِذ‬
‫ون لَ هُ َّن ۖ َو آتُ وهُ ْم َم ا‬ َ ُّ‫هُ ْم يَ ِح ل‬ ‫ار ۖ اَل هُ َّن ِح ٌّل لَ هُ ْم َو اَل‬ ِ َّ‫ات فَ اَل تَ رْ ِج ُع وهُ َّن ِإ لَ ى ْال ُك ف‬ ٍ َ‫َع لِ ْم تُ ُم وهُ َّن ُم ْؤ ِم ن‬
ِ‫ص ِم ْال َك َو افِ ر‬
َ ‫ۚ َو اَل تُ ْم ِس ُك وا بِ ِع‬ ‫ور هُ َّن‬ َ ‫اح َع لَ ْي ُك ْم َأ ْن تَ ْن ِك ُح وهُ َّن ِإ َذ ا آتَ ْي تُ ُم وهُ َّن ُأ ُج‬
َ َ‫َأ ْن فَ قُ وا ۚ َو اَل ُج ن‬

Umar bin Khaththab ra. pun menceraikan dua istrinya. Salah satunya akhirnya dinikahi olehh
Mua'wiyah bin Abi Sufyan, sedangkan yang satunya lagi dinikahi olehh Shafwan bin
Umayyah.

5. "Dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan Gika suaminya
tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada
mantan istrinya yang telah beriman)." (al-Mumtahanah: 10)

Mintalah kembali mahar yang pernah kalian berikan kepada istri-istri kalian jika istri-istri
kalian ituu murtad. Hendaklah orang-orang kafir ituu meminta kembali mahar yang pernah
mereka bayarkan kepada istri-istri mereka yang pergi berhijrah kepada kaum
Muslimin.Ulama tafsir menjelaskan jika ada perempuan Muslimah murtad dan pergi
bergabung kepada kaum kafir yang me-miliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin,
dikatakan kepada kaum kafir ituu, "Kembalikan kepada kami mahar pe-rempuan ituu." Jika
ada seorang perem-puan pergi dari orang-orang kafir untuk bergabung kepada kaum
Muslimin dan masuk Islam, maka dikatakan kepada kaum Muslimin, "Kembalikan mahar
perempuan ituu kepada suaminya yang kafir.

"Demikianlah hukum Allah yang di-tetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana." (al-
Mumtahanah: 10).
Apa yang disebutkan berupa mengem-balikan mahar dari kedua belah pihak, apa yang
disebutkan dalam perjanjian damai Hudaibiyyah dan pengecualian kaum perempuan dari
cakupan isi perjanjian damai Hudaibiyyah, ituu semua adalah hukum, syari'at dan aturan
Allah SWT yang ia berlakukan di antara makhluk-Nya. Hukum in berkaituuan dengan orang-
orang musyrik setelah perjanjian damai Hudaibiyyah, beda dengan orang-orang musyrik yang
tidak memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin.

Allah SWT Maha Mengetahui, tiada suatu apa pun yang tersembunyi dari-Nya dan berada di
luar pengetahuan-Nya, Maha Mengetahui tentang apa yang baik dan maslahat bagi para
hamba-Nya, lagi Mahabijaksana dan memiliki hikmah yang agung dalam semua firman dan
perbuatan-Nya, Dia tidak mensyari' atkan kecuali apa yang sesuai dengan hikmah.
Ibnul Arabi mengatakan, pengem-balian mahar tersebut hanya berlaku khusus pada masa ituu
dan pada kejadian tersebut saja, berdasarkan ima umat.

6. "Dan jika ada sesuatu (pengembalian mahar) yang belum kamu selesaikan dari istri-istrimu
yang lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu dapat mengalahkan mereka maka berikanlah
(dari harta rampasan) kepada orang-orang yang istrinya lari ituu sebanyak mahar yang telah
mereka berikan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah yang kepada-Nya kamu beriman." (al-
Mumtahanah: 11).

lika ada salah seorang istri kalian lepas dari tangan kalian, melarikan diri dari kalian dan
pergi bergabung kepada kaum kafir, seperti jika ada seorang pe-rempuan Muslimah murtad
dan kembali ke Daarul Kufri (wilayah kekuasaan dan otorituuas kaum kafir), meskipun
mereka adalah kaum kafir Ahli Kituuab, lalu kalian memperolehh ghanimah dari kaum kafir
Quraisy setelah kalian menang dalam peperangan, gunakanlah sebahagian harta fai' atau
ghanimah untuk member ganti kepada para suami yang istri-istri mereka murtad dan pergi
bergabung kepada kaum kafir sesuai dengan apa yang pernah mereka bayarkan kepada istri-
istri mereka apabila orang-orang musyrik tidak mau mengganti dan mengembalikan mahar
para istri tersebut. Hati-hati dan waspadalah kalian. Jangan sampai kalian melakukan suatu
hal yang berkonsekuensi hukuman atas kalian, dan takutlah kalian kepada Allah SWT dengan
melaksanakan hukum, aturan, dan syari'at-Nya.
Abdullah bin Abbas ra. dan yang lainnya mengatakan maksudnya adalah jika ada seorang
istri dari seorang laki-laki Muhajirin pergi bergabung kepada kaum kafir, Rasulullah SAW
menginstruksikan agar suami diberi dari harta ghanimah sesuai dengan apa yang pernah ia
nafkahkan kepada istrinya, sebelum harta ghanimah dibagi menjadi lima bahagian. Kalimah
‫ فَ َع اقَ ْب تُ ْم‬maknanya adalah fa ghanimtum (Ialu kalian memperolehh harta ghanimah), atau fa
zhafartum (lalu kalian menang dalam peperangan dan memperolehh harta ghanimah). Az-
Zuhri mengatakan suami diberi dari harta fai'. Intinya adalah kaum kafir harus mengem-
balikan mahar perempuan yang kembali bergabung ke Daarul Kufri. Jika hal ituu adalah bisa
dilakukan, ituu adalah yang lebih utama. Namun jika tidak bisa, si suami diberi ganti yang
diambilkan dari harta ghanimah yang diperolehh dari tangan kaum kafir.

Dicerituakan dari az-Zuhri dan Masrug bahawa di antara hukum dan aturan Allah SWT
adalah jika ada seorang perempuan muslimah bergabung kepada orang-orang kafir dan
menjadi bahagian dari mereka, kaum Muslimin meminta kepada kaum kafir agar
mengembalikan mahar perempuan tersebut kepada mereka. Begituu juga sebaliknya, jika ada
perempuan mereka yang masuk Islam dan bergabung kepada kaum Muslimin, kaum kafir
meminta kembali mahar perempuan dari kaum Muslimin. Kemudian, kaum Muslimin pun
menerima dan menerapkan hukum Allah SWT, sementara pihak kaum musyrikin
ِ ‫َو ِإ ْن فَ اتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬
menolaknya. Lalu Allah SWT menurunkan ayat ‫اج ُك ْم‬

Hasan dan Muqatil mengatakan ayat ini turunmenyangkut Ummu Hakim binti Abi Sufyan. la
murtad dan meninggalkan suaminya, Abbas bin Tamim al-Qurasy. Tidak ada seorang
perempuan yang murtad dari selain Quraisy kecuali hanya dirinya. Namun kemudian ia
kembali ke dalam pelukan Islam.
Fiqh Kehidupan atau Hukum-Hukum

Ayat-ayat di atas menjelaskan sejumlah hal sebagai berikut.

1. Keharusan untuk melakukan pengujian terhadap para perempuan yang berhijrah


meninggalkan negeri musyrik ke negeri Islam, untuk mengetahui seberapa jauh kebenaran
keimanan dan ketulusan ke-islaman mereka. Abdullah bin Abbas ra. menjelaskan, pengujian
ituu dilakukan dengan cara pe-rempuan yang bersangkutan diminta ber-sumpah demi Allah
bahawa dirinya tidak pergi kerana motif benci kepada suami, tidak kerana motif tidak suka
tinggal di suatu tempat dan ingin berpindah ke tempat lain, bukan kerana motif ingin
mendapatkan hal duniawi dan bukan pula kerana senang dan jatuh cinta kepada salah seorang
laki-laki dari kami, tetapi ia pergi tidak lain hanya kerana motif cinta kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Jika ia bersumpah demi Allah SWT Yang tiada llah selain Dia atas hal ituu,
Rasulullah SAW memberi ganti kepada suami dari perempuan ituu atas mahar yang pernah ia
bayarkan kepadanya dan apa yang telah ia nafkahkan kepadanya, dan beliau tidak
mengembalikan perempuan ituu kepada kaum kafir. Ini adalah maksud dari ayat,

"Jika kamu telah mengetahui bahawa mereka (benar-benar) beriman maka ja-nganlah kamu
kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka).
Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir ituu dan orang-orang kafir ituu tidak halal bagi
mereka." (al-Mumtahanah: 10)

2. Kebanyakan ulama mengatakan bahawa ayat ini menghapus poin perjanjian


Hudaibiyyah yang menyatakan bahawa jika ada seseorang dari kaum kafir Quraisy datang
kepada Rasulullah SAW sebagai Muslim, beliau harus mengembalikan dirinya kepada
mereka. Poin in dihapus sehingga hanya mencakup kaum laki-laki, tidak mencakup kaum
perempuan.
Ini adalah pendapat orang yang ber-pandangan bahawa as-Sunnah bisa dihapus dengan Al-
Qur'an. Sementara ituu, ada sebahagian ulama yang berpandangan bahawa ayat ini turun
sebagai penjelas untuk nash atau isi perjanjian yang ada bahawa isi perjanjian ituu hanya
mencakup kaum laki-laki. Hanya saja, hal ini berarti bentuk pen-takhshiish- an (membatasi)
keumuman dalil yang datang belakangan.
Ada sejumlah ulama yang berpan-dangan bahawa cakupan umum yang ter-dapat pada isi
perjanjian Hudaibiyyah bukanlah melalui jalur wahyu, tetapi ituu adalah hasil ijtihad
Rasulullah SAW yang beliau mendapatkan satu pahala atas ijtihad ituu. Ayat ini datang
dengan isi yang tidak menyetujui hasil ituuihad ituu. Cakupan umum yang terdapat dalam isi
perjanjian Hudaibiyah adalah "Barangsiapa datang kepada Muhammad dari kaum Quraisy
tanpaizin walinya, maka Muhammad harus mengembalikan dan memulangkannya kembali."

Ulama Hanafiyyah berpandangan bahawa hukum ini dihapus menyangkut kaum laki-laki dan
perempuan. Seorang imam tidak bolehh melakukan kesepakatan damai dengan mush yang
berisikan ke-tentuan bahawa a harus mengembalikan kepada mereka orang yang datang
kepada-nya sebagai Muslim. Kerana bermukimnya seorang Muslim di negeri kemusyrikan
adalah tidak bolehh. Dalam hal ini, ulama
Hanafiyyah berlandaskan pada hadituh

«‫َاراهُما‬ ْ ‫»أنا بريء من كل مسلم يُقيم بين َأ‬


َ ‫ «ال ت ََرا َءى ن‬:‫ يا رسول هللا لم؟ قال‬:‫ قالوا‬.»‫ظه ُِر المشركين‬

"Aku berlepas diri dari setiap Muslim yang tinggal bersama orang musyrik di Daarul Harb. Ia
tidak bolehh tinggal berdekatan dengan orang musyrik yang jika salah satunya menyalakan
api, maka api ituu terlihat olehh yang lain (yakni seorang Muslim harus tinggal jauh dari
tempat tinggal orang musyrik, dan harus tinggal bersama kaum Muslimin di wilayah kaum
Muslimin."

Hadituus in menghapus pengembalian dan pemulangan kembali orang Islam kepada orang-
orang musyrik. Kerana Rasulullah SAW telah menyatakan bahawa beliau berlepas diri dari
orang yang tinggal bersama mereka di Daarul Harb. Sementara ituu, imam Malik dan imam
asy-Syafi'i berpendapat bahawa hukum ini tidak dihapus. Perjanjian damai dengan isi dan
ketentuan seperti ituu adalah bolehh.Imam asy-Syafi'i mengatakan perjanjian seperti ini tidak
bolehh dilakukan olehh siapa pun kecuali khalifah atau orang yang ia tunjuk kerana
khalifahlah yang mengatur dan mengelola semua kewangan dan aset negara.
3. Pengujian yang dilakukan ituu adalah hanya pada aspek lahiriah kerana yang paling
mengetahui hakikat sebenarnya keimanan para perempuan ituu hanyalah Allah SWT,
sehingga isi hati dan batin yang sesungguhnya ituu adalah menjadi urusan Allah SWT, dan
hanya Dia-lah Yang mengetahui isi hati. Jika telah diketahui, yakni jika telah didapatkan
dugaan kuat tentang ke-imanan para perempuan yang berhijrah tidak bolehh mengembalikan
dan memu-langkan mereka kembali ke negeri kaum kafir. Allah SWT tidak menghalalkan
pe-rempuan Mukminah bagi laki-laki kafir, tidak pula memperbolehhkan seorang laki-laki
Mukmin menikahi seorang perem-puan musyrik. Sebab terputusnya ikatan perkawinan
tersebut adalah keislaman perempuan tersebut, bukan hijrahnya. Kerana Allah SWT
berfirman,

"Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir ituu dan orang-orang kafir ituu tidak halal bagi
mereka." (al-Mumtahanah: 10).

Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan bahawa alasannya adalah ketidakhalalan para
perempuan Mukminah ituu kerana keislaman mereka, bukan kerana perbezaan negeri.Imam
Abu Hanifah dan imam Malikmengatakan, yang memisahkan di antara kedua suami istri
tersebut adalah perbezaan negeri (Daarul Islam dan Daarul Kufri). Dicerituuakan dari
Abdullah bin Abbas r.a. bahawa perbezaan negeri memutus tali ikatan perkawinan.
Berdasarkan hal ini, jika ada seorang perempuan dari Daarul Harb pergi meninggalkan
Daarul Harb tersebut sebagai seorang perempuan Muslimah, sementara ia memiliki seorang
suami yang masih kafir yang tinggal di Daarul Harb, terjadilah furgah di antara keduanya dan
tidak ada iddah atas perempuan tersebut. Sementara Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan,
terjadi furgah (terputusnya ikatan perkawinan) di antara keduanya dan tetap ada iddah atas si
perempuan. Jika suami setelah ituu masuk Islam, si perempuan tersebut tidak halal baginya
kecuali harus dengan akad pernikahan baru. Ini adalah pendapat Sufyan ats-Isauri. Sementara
ituu, imam Malik dan imam asy-Syafi'i mengatakan, jika suami tersebut masuk Islam ketika
perempuan tersebut masih dalam masa iddah, yakni sebelum i melalui masa haid sebanyak
tiga kali, perempuan ituu masih tetap sebagai istrinya, dan furqah tidak terjadi kecuali jika
iddah perempuan tersebut telah habis. Jika iddahnya tela habis, ia tidak halal bagi suami
kecuali harus dengan nikah baru.
4. Kaum Muslimin wajib mengembalikan mahar yang pernah dibayarkan olehh suami kafir
yang istrinya masuk Islam tersebut. Ini adalah bahagian dari bentuk memenuhi perjanjian
supaya suami tidak kehilangan dua hal sekaligus, iaituu istri dan harta.

5.  Pengembalian mahar tersebut tidak di-lakukan kecuali jika suami yang kafir ituu
menuntutnya. Jika istri tersebut me-ninggal dunia sebelum suaminya yang kafir datang, kaum
Muslimin tidak ber-kewajiban mengembalikan mahar kerana belum terjadi atau belum
terpenuhinya unsur penghalangan, yakni menghalangi suami yang kafir ituu dari istrinya
tersebut kerana istri keburu meninggal dunia se-belum suami datang. Jika mahar yang pernah
dibayarkan olehh suami adalah berupa khamr atau babi misalnya, kituua kaum Muslimin
tidak berkewajiban mengembalikan atau meng-ganti mahar tersebut, kerana mahar yang ada
berupa sesuatu yang tidak memiliki nilai. Imam asy-Syafi'i menyangkut hukum ini memiliki
dua pendapat. Salah satunya adalah hukum ini dihapus. Pendapat kedua mengatakan mahar
yang ada di-kembalikan kepada suami yang kafir jika a menuntutnya dan hak menuntut
pengembalian mahar hanya dimiliki olehh suami, tidak dimiliki olehh siapa pun dari para
wali.

6. Sesungguhnya pihak yang berposisi se-bagai pihak yang dituuntut untuk me-ngembalikan
mahar kepada para suami kafir yang para istri mereka masuk Islam tersebut adalah imam, dan
ituu diambilkan dari Baituul Mal (kas negara). Hukum ini, sebagaimana yang di-katakan
olehh Muqatil, hanya berlaku khu-sus untuk masalah pengembalian mahar para perempuan
yang masuk Islam yang berasal dari kaum kafir yang memiliki per-janjian dengan kaum
Muslimin. Adapun kaum kafir yang tidak memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin, tidak
ada yang namanya kewajiban mengembalikan ma-har kepada mereka.

Berdasarkan hal ini, tidak ada peng-halang untuk menerapkan hukum ini dalam berbagai
perjanjian yang ber-langsung antara kaum Muslimin dengan non-Muslim dalam kerangka
situuasi dan kondisi yang sama seperti yang terjadi pada masa lalu tersebut. Jika kituua me-
lakukan perjanjian dengan mereka dengan ketentuan kituua harus mengembalikan kepada
mereka apa yang telah mereka nafkahkan kepada para istri mereka yang masuk Islam dan
bergabung menjadi bahagian dari kituua, ituu harus dipenuhi.
7. Diperbolehhkan bagi kaum Muslimin untuk menikahi para perempuan yang berhijrah dan
masuk Islam ituu apabila iddah me-reka telah habis, kerana telah tertetapkan pengharaman
menikahi perempuan musy-rik dan perempuan yang mash dalam masa iddah. Jika ada
seorang perempuan masuk Islam sebelum ia disetubuhi oleh suaminya yang kafir, bolehh
langsung dinikahi, kerana tidak ada iddah atas dirinya.

Ayat ِ ‫ص ِم ْال َك َو افِ ر‬


َ ‫ َو اَل تُ ْم ِس ُك وا بِ ِع‬diharamkannya menikahi perempuan-perempuan musyrik
penyembah berhala (paganis). Ayat ini hanya khusus bagi para perempuan kafir dari selain
Ahli Kituuab. Adapun para perempuan Ahli Kituuab (para perempuan Yahudi dan Kristen),
bolehh menikah dengan mereka, berdasarkan ayat,

"Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga ke-hormatan di


antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kituuab sebelum kamu, apabila kamu
membayar maskawin mereka untuk menikahinya." (al-Maa'idah: 5)

Jika ada seorang paganis atau Majusi masuk Islam, sementara istrinya tidak mau masuk
Islam, keduanya dipisah, dan ini adalah pendapat ulama Malikiyyah. Ada di antara mereka
yang mengatakan, dituunggu sampai masa iddahnya berakhir, dan ini adalah pendapat asy-
Syafi'i dan Ahmad. Ulama Hanafiyyah mengatakan, jika ada seorang istri masuk Islam,
suami-nya dituuawari untuk mask Islam. Jika mau masuk Islam, keduanya mash tetap sebagai
suami istri. Jika tidak mau masuk Islam, keduanya dipisah.

Perbezaan pendapat in adalah dalam konteks istri yang telah disetubuhi. Jika ia adalah istri
yang belum disetubuhi, tidak diperselisihkan lagi bahawa ikatan perkawinan di antara
keduanya langsung terputus, kerana tidak ada iddah atas istri yang belum disetubuhi. Ini juga
merupakan pendapat imam Malik dalam kasus seorang perempuan yang murtad sementara
suaminya adalah Muslim, berdasarkan ayat ِ‫ص ِم ْال َك َو افِ ر‬
َ ‫و اَل تُ ْم ِس ُك وا بِ ِع‬.
َ Sementara pendapat
imam asy-Syafi'i dan imam Ahmad adalah dituunggu sampai masa iddahnya habis. Jika ada
pasangan suami istri ber-agama Kristen, lalu istri masuk Islam, pendapat imam Malik, imam
asy-Syafi'i dan imam Ahmad adalah dituunggu sampai masa iddahnya habis. Demikian pula
dengan seorang suami paganis yang istrinya masuk Islam, jika suami juga masuk Islam ketika
istri masih dalam masa iddahnya, ia tetap menjadi istrinya. Ada di antara ulama yang
mengatakan ikatan pernikahan di antara keduanya difaskh.
9. Jika ada seorang perempuan Muslimah murtad dan pergi bergabung kepada kaum kafir
yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin, kaum kafir ituu bisa dituuntut untuk
mengembalikan mahar perempuan ituu. Jika ada seorang perempuan kafir datang berhijrah
sebagai seorang Muslimah, mahar yang pernah dituuerimanya dikembalikan kepada kaum
kafir. Hukum in adalah berlaku khusus hanya pada masa Rasulullah SAW pasca-perjanjian
damai Hudaibiyyah.

10. Jika ada seorang perempuan murtad dan pergi bergabung ke neger kafir baik yang
memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin maupun tidak, namun kaum kafir tersebut
tidak mau mengembalikan mahar perempuan ituu, suami perempuan tersebut harus diberi
ganti yang diambilkan dari harta ghanimah perang. Qatadah mengatakan hukum ini hanya
khusus berlaku menyangkut kaum kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum
Muslimin, kemudian hukum ini dihapus dalam surah at-Taubah. Ada sejumlah orang
mengatakan hukum ini juga tetap berlaku sekarang.

10. Allah SWT memperingatkan dan mewanti-wanti agar jangan berani-berani melang-gar
hukum-hukum tersebut. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman dalam ayat 10, "Demikianlah
hukum Allah yang dituuetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana.

"Dan Allah SWT berfirman dalam ayat 11, "Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-
Nya kamu beriman." Waspadalah kalian, jangan sampai kalian melanggar apa yang
diperintahkan kepada kalian ituu. 
Ayat 12-13

‫ْر ْقنَ َواَل يَ ْزنِينَ َواَل يَ ْقتُ ْلنَ َأوْ لَ ٰـ َده َُّن َواَل يَْأتِينَ بِبُ ْهتَ ٰـ ۢ ٍن‬ ِ ‫ك َعلَ ٰ ٓى َأن اَّل يُ ْش ِر ْكنَ بِٱهَّلل ِ َشئًْۭـا َواَل يَس‬َ َ‫ت يُبَايِ ْعن‬ ُ ‫ك ْٱل ُمْؤ ِمنَ ٰـ‬ َ ‫يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلنَّبِ ُّى ِإ َذا َجٓا َء‬
١٢ ‫َّحي ۭ ٌم‬ ِ ‫ُوف ۙ فَبَايِ ْعه َُّن َوٱ ْستَ ْغفِرْ لَه َُّن ٱهَّلل َ ۖ ِإ َّن ٱهَّلل َ َغفُو ۭ ٌر ر‬
ٍ ۢ ‫ك فِى َم ْعر‬ َ َ‫صين‬ِ ‫يَ ْفت َِرينَهۥُ بَ ْينَ َأ ْي ِدي ِه َّن َوَأرْ ُجلِ ِه َّن َواَل يَ ْع‬
۟ ‫ب ٱهَّلل ُ َعلَ ْي ِه ْم قَ ْد يَِئس‬ ِ ‫وا اَل تَت ََولَّوْ ۟ا قَوْ ًما غ‬
۟ ُ‫يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
ِ ‫ب ْٱلقُب‬
١٣ ‫ُور‬ ِ ‫س ْٱل ُكفَّا ُر ِم ْن َأصْ َح ٰـ‬ ِ َٔ‫ُوا ِمنَ ْٱلـ‬
َ ‫اخ َر ِة َك َما يَِئ‬ َ ‫َض‬ َ

"Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan


baiat (janii setia) bahawa mereka tidak akan mem-persekutukan sesuatu apa pun dengan
Allah,tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan
mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang. Wahai orang-orang yang ber-iman! Janganlah kamu jadikan orang-orang
yang dimurkai Allah sebagai penolongmu, sungguh, me-reka telah putus asa terhadap akhirat
sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur juga berputus asa." (al-
Mumtahanah: 12-13)

Qiraaaat
Nafi' membaca ‫ النَّبِ ُّى‬kepada ‫النَّبِ ُّىء‬

I’raab 
ُ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ ه‬ َ ِ‫ َو اَل يَ ْأ ت‬kalimah ُ ‫ يَ ْف تَ ِر ينَ ه‬adalah jumlah fi' liyyah berkedudukan nashab
ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬
sebagai haal dari dhamir yang terdapat pada fi'il quituu to Atau berkedudukan jarr sebagai
sifat untuk kata berkedudukan nashab, kerana berta'alluq dengan fi'il 4~id asumsinya adalah
ya 'isuu min ba 'tsi ashhaabil qubuuri, lalu kata yang menjadi mudhaaf dibuang, iaituu ba'ts,
lalu posisinya digantikan olehh mudhaaf ilaihi.
Balaaghah
‫يه َّن َو َأ رْ ُج لِ ِه َّن‬
ِ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ هُ بَ ْي َن َأ ْي ِد‬ َ ِ‫ َو اَل يَ ْأ ت‬Ini adalah kalimah kinayah tentang al-
ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬
Laqiituuh (anak pungut).
ِ‫اب ْال قُ بُ ور‬
ِ ‫س ْال ُك فَّ ا ُر ِم ْن َأ صْ َح‬
َ ‫قَ ْد يَ ِئ ُس وا ِم َن ا آْل ِخ َر ِة َك َم ا يَ ِئ‬
Dalam kalimah ini terdapat tasybih mursal mujmal. Dalam ayat ini juga terdapat raddul 'aizi
'alash shadri kerana surah ini dituutup dengan ayat yang memiliki muatan serupa seperti ayat
yang menjadi permulaan surah. Dalam kalimah digunakan bentuk kata zahir yang sebenarnya
bisa . menggunakan dhamir atau kata ganti, untuk memberikan sebuah pengertian bahawa ke-
kafiran telah membuat mereka putus asa.

Mufradaat Lughawiyyah

َ َ‫ يُ بَ ايِ ْع ن‬al-Bai'ah atau baituu adalah akad atau kesepakatan dan perianian untuk komituumen
‫ك‬
pada ketaatan (pengikraran janji setia dan taat), ‫ َو اَل يَ ْق تُ ْل َن َأ وْ اَل َد هُ َّن‬dan mereka tidak akan
mengubur hidup-hidup anak perempuan.pulsis mengada-adakan dan mereka merasa
kebohongan dalam bentuk pengakuan dusta bahawa anak yang ada adalah anak dari
suaminya. ُ ‫ يَ ْف تَ ِر ينَ ه‬yang mereka buat dan reka. Mereka telah melakukan kebohongan bahawa
ٍ ‫ فِ ي َم ْع ُر‬al-Ma'ruuf adalah setiap hal yang
anak yang ada adalah anak dari suaminya. ‫وف‬
dianjurkan olehh syari' at berupa hal-hal yang baik, dan apa yang dilarang olehh syari' at
berupa hal-hal yang buruk.

Penambahan keterangan dengan kalimah fituu maruuf (dalam kebajikan), padahal Rasulullah
SAW tidak memerintahkan kecuali kepada hal yang baik, hal in untuk menegaskan bahawa
tidak bolehh mematuhi makhluk untuk bermaksiat kepada Sang Khaliq. ‫ فَ بَ ايِ ْع هُ َّن‬jika para
perempuan ituu melakukan baituu seperti ituu, terimalah baiat mereka ituu. Tegaskanlah
kepada mereka jaminan pahala ketika mereka memenuhi hal-hal yang mereka
komituumenkan dan ikrarkan ituu. ‫ َو ا ْس تَ ْغ فِ رْ لَ هُ َّن‬dan mohonkanlah ampunan kepada Allah
SWT untuk mereka.
‫ب هَّللا ُ َع لَ ْي ِه ْم‬ ِ ‫ قَ وْ مً ا َغ‬segenap kaum kafir, atau bangsa Yahudi kerana ada riwayat
َ ‫ض‬
menyebutkan bahawa ayat ini turunmenyangkut sebahagian kaum Muslimin yang fakir yang
me-reka menjalin hubungan dengan kaum Yahudi agar mereka bisa memperolah sebahagian
dari hasil pertanian kaum Yahudi ituu. ِ ‫ قَ ْد يَ ِئ ُس وا ِم َن ا آْل ِخ َر ة‬mereka benar-benar tidak
memiliki harapan sama sekali terhadap akhirat, disebabkan mereka kafir dan ingkar terhadap
akhirat, atau kerana mereka mengetahui bahawa mereka tidak memiliki bahagian apa pun di
akhirat disebabkan sikap mereka yang menentang Rasulullah SAW ‫س ْال ُك فَّ ا ُر ِم ْن‬ َ ‫َك َم ا يَ ِئ‬
ِ‫اب ْال قُ بُ ور‬
ِ ‫ َأ صْ َح‬sebagaimana orang-orang kafir puts asa dan tidak memiliki harapan orang-
orang mereka yang telah mati akan dibangkituukan, yakni dikembalikan hidup lagi. 

Sebab Turunnya
Ayat (12)

Ayat ini turun pada kejadian Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah olehh Rasulullah SAW
dan kaum Muslimin). Ketika Rasulullah SAW selesai dari pembaiatan kaum laki-laki, beliau
ganti melakukan pembaiatan dengan kaum perempuan. Bukhari meriwayatkan dari Urwah
Ibnu Zubair, bahawasanya Aisyah ra. berkata, "Rasulullah SAW menguji para perem-puan
ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬
Mukminah yang datang berhijrah kepada beliau dengan ayat, ‫ات‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
َ ‫اء‬
َ َ‫ يُ بَ ايِ ْع ن‬Maka, barangsiapa di antara para Mukminah yang mengikrarkan syarat yang
‫ك‬
disebutkan dalam ayat tersebut, maka Rasulullah SAW berkata kepadanya, 'Aku telah
melakukan pembaiatan kepadamu. Sungguh demi Allah, tangan beliau sama sekali tidak
menventuh tangan seorang perempuan pun dalam pem-baiatan, beliau tidak membaiat
mereka me-lainkan hanya dengan perkataan, Aku telah melakukan pembaiatan kepadamu
atas hal ituu."

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata, "Para perempuan Mukminah
ketika mereka datang berhijrah kepada Rasulullah SAW, mereka diuji dengan ayat:
‫ك َع لَ ٰى َأ ْن اَل يُ ْش ِر ْك َن بِ ا هَّلل ِ َش ْي ًئ ا َو اَل يَ ْس ِر ْق َن َو اَل يَ ْز نِ ي َن‬ ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬
َ َ‫ات يُ بَ ايِ ْع ن‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
َ ‫اء‬
Aisyah ra. kembali berkata,'barangsiapa di antara para perempuan Mukminah ituu yang
mengikrarkan isi baiat yang tersebutkan dalam ayat ituu, maka ber-arti ia telah mengikrarkan
ujian yang ada.
Jika mereka telah mengikrarkan isi baiat tersebut, Rasulullah SAW pun berkata kepada
mereka, 'Silakan pergi, aku telah membaiat kalian.' Sungguh tangan Rasulullah SAW tidak
menventuh sedikituu pun tangan satu orang perempuan pun, tetapi beliau membaiat mereka
hanya dengan perkataan: Aisyah ra. kembali berkata, 'Sungguh demi Allah, Rasulullah SAW
tidak memegang telapak tangan satu orang perempuan pun, ketika beliau mengambil baituu
atas mereka, maka beliau melakukannya dengan perkataan, 'Aku telah membaiat kalian.
"Diriwavatkan bahawasanva Rasulullah SAW membaiat para kaum perempuan, sedang
antara kedua tangan beliau dan tangan mereka terdapat pemisah berupa kain, dan beliau
mengambil baiat atas mereka.

Imam Ahmad meriwavatkan dari Umaimah binti Ruqayyah at Taimiyyah, ia berkata, "Aku
bersama sejumlah perempuan datang menghadap kepada Rasulullah SAW untuk melakukan
baituu kepada beliau. Beliau pun mengambil baiat atas kami yang isi baiat ituu adalah seperti
yang disebutkan dalam ayat du belas surah al-Mumtahanah sampai kalimah, wa laa
ya'shiinaka fii ma'ruufin (dan tidak mendurhakai kamu dalam hal yang baik), lalu beliau
berkata, 'Menurut batas maksimal kemampuan dan kesanggupan kalian.' Kami berkata, 'Allah
SWT dan Rasul-Nya lebih penyayang kepada kami daripada kami kepada diri kami sendiri:
Kami berkata,
'Wahai Rasulullah, apakah Anda tidak men-jabat tangan kami?' Beliau berkata, 'Aku tidak
beriabat tangan dengan para perempuan, te-tapi pembaiatanku kepada perempuan ada-lah
hanya dengan perkataan, dan perkataanku kepada satu orang perempuan, maka ituu pulalah
perkataanku kepada seratus perempuan.' Imam Ahmad dalam sebuah versi riwayat yang lain
menambahkan, "dan beliau tidak menjabat tangan seorang perempuan pun dari kami."
Ayat (13)

Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra., ia berkata, "Dulu, Abdullah bin
Umar ra. dan Zaid bin Harituus r.a. pernah menjalin hubungan pertemanan yang erat dengan
seorang laki-laki Yahudi, lalu Allah SWT menurunkan ayat tiga belas surah al-Mumtahanah
ini."

Penyesuaian Ayat

Diriwayatkan bahawasanya pada kejadian Fathu Mekah, ketika Rasulullah SAW Selesai
melakukan pembaiatan atas kaum laki-laki, beliau lanjutkan dengan pembaiatan atas kaum
perempuan, sedang waktu ituu beliau berada di atas Bukituu Shafa sambil melakukan baiat
atas kaum perempuan, sementara Umar bin Khaththab ra. berada di bawah beliau yang
bertugas untuk meneruskan perkataan beliau kepada kaum perempuan.

Tafsir dan Penielasan

"Wahai Nabi! Apabila perempuan-pe-rempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan


baiat (janji setia) bahawa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka." (al-
Mumtahanah: 12)

Wahai Nabi, jika datang kepadamu perempuan-perempuan Mukminah yang beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya untuk mengadakan baiat kepadamu dan mengikrarkan janji
bahawa mereka akan kon-sisten dan setia kepada Islam dan ketaatan, baiatlah mereka bahawa
mereka tidak akan mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah SWT berupa berhala, arca,
batu, malaikat atau manusia. Juga bahawa mereka tidak akan mencuri sedikituu pun dari
harta orang lain, tidak akan berzina (zina adalah pelanggaran terhadap kehormatan dan
kesucian diri), tidak akan membunuh anak-anak mereka, yakni tidak mengubur hidup-hidup
anak-anak pe-rempuan sebagaimana yang dilakukan olehh masyarakat Jahiliyyah. Juga
bahawa mereka tidak akan mengada-adakan dan merekayasa kebohongan dengan
menisbahkan anak ke-pada suami-suami mereka yang anak ituu sebenarnva bukanlah dari
suami-suami mereka.

Dengan kata lain, memberikan pengakuan palsu bahawa anak yang ada pada mereka adalah
anak dari suami-suami mereka. Al-Farra' mengatakan, dulu terkadang ada se-orang
perempuan memungut bayi, lalu ia berkata kepada suaminya, "Ini adalah anakku darimu."
Tindakan seperti ini adalah termasuk tindakan mengada-adakan kebohongan.

"Dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik." (al-Mumtahanah: 12)

Kata ma'ruuf (kebajikan) adalah setiap hal yang sejalan dengan ketaatan kepada Allah SWT,
yakni setiap hal yang diperintahkan atau dilarang olehh syari'at, seperti larangan meraung-
raung, merobek-robek baju, men-jambak-jambak rambut, merobek kerah baju, menampar-
nampar wajah, mengucapkan kata-kata celaka, berduaan dengan orang asing yang bukan
mahram.

"Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada
Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (al-Mumtahanah: 12)

Baiatlah mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah SWT untuk mereka setelah prosesi
baiat tersebut. Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun terhadap dosa-dosa para hamba-
Nya, lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dia pun tidak menyiksa mereka atas dosa-dosa
yang pernah mereka perbuat sebelum Islam, serta member mereka pahala yang besar dan
melimpah jika mereka memenuhi janji dan komituumen yang diikrar-kan tersebut yang
berlangsung pada kejadian Fathu Mekah.

Diriwayatkan bahawasanya Ketika Rasulullah SAW berkata kepada mereka, "Aku membaiat
kalian bahawa kalian tidak akan mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah SWT, maka
Hindun binti 'Utbah--yang waktu ituu mengenakan cadar kerana takut Rasulullah SAW akan
mengenalinya kerana ia telah melakukan apa yang pernah ia lakukan terhadap Hamzah ra.
pada Perang Uhud-berkata, 'Sungguh demi Allah, kami tidak me-nyembah berhala.
Sesungguhnya engkau telah membaiat kami dengan sesuatu yang kami tidak melihat engkau
menggunakannya dalam membaiat kaum laki-laki, engkau membaiat kaum laki-laki hanya
dengan komituumen ke-pada Islam dan jihad.

Lalu Rasulullah SAW melanjutkan kalimah pembaiatan, 'dan juga kalian tidak akan mencuri.'
Lalu Hindun berkata, 'Sesungguhnya Abu Sufyan adalah suami yang sangat kikir, dan aku
mengambil dari hartanya secara diam-diam untuk kebutuhan makan kami?' Abu Sufyan
berkata, 'Apa yang pernah kamu ambil ituu halal bagimu. Rasulullah SAW pun tertawa
melihat adegan tersebut dan beliau pun akhirnya mengenali identituuas perempuan tersebut
yang ternyata adalah Hindun, dan beliau pun berkata kepadanya, 'Kamu Hindun?' Lalu a pun
berkata, 'Allah SWT memaafkan apa yang telah lalu."

Rasulullah SAW melanjutkan kalimah baiat, "dan kalian tidak akan berzina." Hindun berkata,
"Dan apakah memangnya perempuan merdeka berzina?" Beliau melanjutkan lagi, "dan kalian
tidak akan membunuh anak-anak kalian." Yakni, kalian tidak akan melakukan al-Wa'd
(mengubur hidup-hidup anak perem-puan) dan tidak akan menggugurkan janin dalam
kandungan. Hindun berkata, "Kami merawat dan mengasuhnya semasa kecil, se-mentara
engkau membunuh mereka ketika sudah besar pada Perang Badar. Kalian dan mereka lebih
tahu." Mendengar perkataan Hindun ituu, Umar bin Khaththab ra. pun tertawa sampai-sampai
ia terbaring. Putra Hindun yang masih perjaka Bernama Hanzhalah bin Abi Sufyan terbunuh
pada Perang Badar. Rasulullah SAW pun waktu ituu tersenyum mendengar celetukan Hindun
tersebut.

Rasulullah SAW melaniutkan kalimah baiatnya, "dan kalian tidak akan berbuat kebohongan
dan dusta yang kalian buat-buat dan rekayasa." Iaituu, menisbahkan seorang anak kepada
suami yang anak ituu sebenarnya bukan darinya. Hindun berkata, "Sungguh demi Allah,
sesungguhnya kebohongan adalah benar-benar sesuatu yang buruk, dan engkau tidak
memerintahkan kepada kami melainkan sesuatu yang lurus dan akhlak yang mulia."
Rasulullah SAW melanjutkan, "dan kalian tidak akan mendurhakaiku dalam hal kebajikan."
Hindun berkata, "Sungguh demi Allah, kami duduk di majelis kami ini, tapa ada sedikituu
pun pada diri kami suatu keinginan yang tersisa untuk durhaka kepada engkau dalam suatu
hal.
"Pengharaman zina adalah bersifat umum. Rasulullah SAW bersabda,
‫ وال رجالن تزني ان وزناهم ا‬،‫ والي دان تزني ان وزناهم ا البطش‬،‫ فالعينان تزنيان وزناهما النظ ر‬،‫لكل بني آدم حظ من الزنا‬
‫ أو يكذبه‬،‫ والفرج يصدق ذلك‬،‫ والقلب يهوى ويتمنى‬،‫ والفم يزني وزناه القبل‬،‫المشي‬
"Kedua tangan berzina, kedua mata berzina, dan kedua kaki berzina, dan selanjutnya
kemaluanlah yang mengonfirmasi (menyetujui mewujudkan dan meluluskannya dengan
benar-benar melakukan zina) atau menyangkalnya (tidak menyetujui dan tidak
meluluskannya dengan tidak melakukan zina).

Rasulullah SAW juga mempertegas pengharaman meraung-raung,


‫ليس منا من لطم الخدود وشق الجيوب ودعا بدعوى الجاهلية‬
"Bukan bahagian dari kami orang yang me-nampar-nampar pipi, merobek kerah baju, dan
mengucapkan kata-kata Jahiliyyah."

Diriwayatkan dari Urwah Ibnu Zubair dari Aisyah r.a, ia berkata, "Fathimah binti 'Utbah
datang untuk melakukan baituu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau pun membaiatnya
bahawa ia tidak akan mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah SWT, tidak akan
mencuri, tidak akan berzina, dan seterusnya seperti yang disebutkan dalam ayat. Lalu a
meletakkan tangannya di atas kepala kerana malu. Hal ituu pun membuat Rasulullah SAW
heran. Aisyah r.a. berkata, 'Wahai kamu, ikrarkanlah, kerana sungguh demi Allah, Rasulullah
SAW tidak membaiat kami melainkan atas hal-hal ituu/ la pun berkata, 'Baiklah kalau
begituu.' Rasulullah SAW pun membaiatnya dengan apa yang di-sebutkan dalam ayat."

Isi baiat yang dibacakan terhadap kaum perempuan ituu tidak hanya dalam baituu kaum
perempuan saja, tetapi juga terdapat dalam baiat kaum laki-laki juga. Bukhari meriwayatkan
dari Ubadah bin Shamituu ra., la berkata, "Kami berada bersama-sama Rasulullah SAW, lalu
beliau berkata, 'Lakukanlah baiat (berikrarlah) kepadaku bahawa kalian tidak akan
mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah SWT, tidak akan berzina, tidak akan mencuri,
dan beliau pun membacakan isi baiat seperti yang tercantum dalam ayat 12 surah al-
Mumtahanah. Beliau berkata, 'Barangsiapa di antara kalian yang memenuhi dan mematuhi
semua ituu, maka pahalanya menjadi tanggungan Allah SWT. Barangsiapa melakukan
sesuatu dari hal-halituu, lalu ia pun dijatuhi hukuman, maka hukuman yang telah ia jalani ituu
menjadi kafarat baginya. Dan barangsiapa melakukan sesuatu dari hal-hal ituu, lalu Allah
SWT menutupinya, maka ituu terserah Allah SWT, jika berkehendak maka Dia
mengadzabnya, dan jika berkehendak maka Dia mengampuninya."
Muhammad bin Ishaq dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ubadah bin Shamituu ra., ia
berkata, "Aku adalah termasuk salah satu dari dua belas laki-laki yang ikut dalam baiat
al-'Aqabah al-'Ula. Kami pun melakukan baituu (mengucapkan ikrar) kepada Rasulullah
SAW seperti yang tercantum dalam baiat kaum perempuan (ayat 12 surah al-Mumtahanah)
dan hal ituu adalah sebelum diwajibkannya perang--iaituu bahawa kami tidak akan mem-
persekutukan suatu apa pun dengan Allah SWT, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak
akan membunuh anak-anak kami, tidak akan melakukan kebohongan yang kami buat-but
antara tangan dan kaki kami (tuduhan dan pengakuan-pengakuan pals dan dusta menyangkut
perbuatan zina, anak dan yang lainnya), dan tidak akan durhaka kepada Rasulullah SAW
dalam kebajikan." Rasulullah SAW berkata, "Jika kalian memenuhi dan mematuhi semua hal
ituu, surga adalah yang kalian perolehh."

Kemudian, Allah SWT mempertegas kembali larangan ber-muwaalaah dengan kaum kafir
sebagaimana yang sudah pernah disebutkan pada permulaan surah,
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai
Allah sebagai penolongmu, sungguh, mereka telah putus asa terhadap akhirat sebagaimana
orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur juga berputus asa." (al-Mumtahanah: 13)

Wahai orang-orang yang beriman kepada risalah Islam, janganlah kalian menjadikan kaum
Yahudi, Nasrani dan segenap kaum kafir lainnya, iaituu orang-orang yang dimurkai dan
dilaknat olehh Allah SWT serta berhak untuk diusir dari rahmat-Nya. Janganlah kalian
menjadikan mereka ituu sebagai wali (teladan), penolong, teman setia, dan sahabat karib.
Mereka adalah orang-orang yang menurut hukum Allah SWT benar-benar telah putus asa,
tidak memiliki harapan sama sekali kepada pahala dan kenikmatan akhirat. Mereka menjadi
orang-orang yang tidak meyakini dan tidak memercayai akhirat disebabkan olehh kekafiran,
pembangkangan dan keangkuhan mereka, meskipun telah terpaparkan banyak sekali dalil,
bukti-bukti dan berbagai mukjizat yang menegaskan keharusan beriman kepada
Allah SWT dan hari kemudian.
Keputusasaan serta hilangnya harapan dan harapan mereka terhadap dibangkituukan-nya
kembali orang-orang mereka yang telah mati kerana mereka memiliki keyakinan bahawa
tidak ada yang namanya ba'ts atau ber-bangkituunya kembali manusia setelah mati.

Abdullah bin Abbas ra. mengatakan, yang dimaksudkan adalah Hathib bin Abi Balta'ah.
Allah SWT berfirman, "Janganlah kalian bermuwaalaah dengan kaum Yahudi dan orang-
orang musyrik, janganlah kalian menjadikan mereka sebagai teladan, penolong, teman setia
dan sahabat karib." Ituu kerana ada sejumlah orang miskin dari kaum Muslimin
membocorkan kepada kaum Yahudi berituua-berituua kaum Muslimin kerana orang-orang
miskin ituu butuh kepada kaum Yahudi, lalu orang-orang miskin ituu pun dilarang ber-
muwaalaah dengan mereka. Kaum Yahudi ituu putus asa, tidak memiliki harapan kepada
akhirat. Yakni bahawa kaum Yahudi men-dustakan Nabi Muhammad SAW, padahal mereka
sebenarnya mengetahui bahawa beliau memang benar-benar Rasul Allah SW'T bahawa
mereka telah merusak akhirat mereka dengan sikap mendustakan Nabi Muhammad SAW
Mereka pun putus asa dan tidak memiliki harapan apa pun terhadap akhirat sebagai-mana
orang-orang kafir yang tidak beriman kepada adanya ba'ts (dihidupkannya kembali makhluk)
berputus asa dan tidak memiliki harapan terhadap orang-orang mati mereka untuk bisa
kembali hidup. Sebab kenapa mereka puts asa dan tada memiliki harapan apa pun terhadap
akhirat adalah sikap mereka mendustakan dan menyangkal kebenaran kenabian Nabi
Muhammad SAW

Fiqh Kehidupan atau Hukum-Hukum

Ayat pertama (ayat dua belas) menunjuk-kan tentang pengharaman perbuatan mem-
persekutukan Allah SW1, pencurian, zina, membunuh anak, yakni mengubur hidup-hidup
anak perempuan yang terjadi pada masa Jahiliyyah, menisbahkan anak-anak pungut kepada
selain bapak-bapak mereka, serta durhaka dan membangkang terhadap syariat
Allah SWT.

Dalam ayat tersebut disebutkan secara jelas dan eksplisitu rukun-rukun larangan dalam
agama, iaituu ada enam, namun di sini tidak disebutkan rukun-rukun perintah yang juga ada
enam, iaituu syahadat, shalat, zakat, puasa, haji dan mandi jinabat. Hal ituu kerana larangan
adalah bersifat permanen dan tetap di setiap zaman dan keadaan. Olehh kerana ituu,
menggaris bawahi ketentuan yang berlaku tetap dan permanen adalah lebih krusial, lebih
mendesak, dan lebih signifikan. Hal-hal tersebut tidak hanya diikrarkan dalam baiat kaum
perempuan, tetapi hal-hal tersebut juga diikrarkan dalam baituu yang dilakukan terhadap
delegasi Anshar pada baiat al-'Aqabah al-Ula sehingga hukum tersebut bersifat umum bagi
kaum laki-laki dan perempuan.

Ayat kedua (ayat tiga belas) mempertegas pengharaman menjalin muwaalaah dengan kaum
kafir, membantu mereka dengan berituua-berituua kaum Muslimin, membocorkan rahasia
kepada mereka, mengambil mereka sebagai teman setia, sahabat karib dan teladan. Mereka
tidak bisa dipercaya menjaga kemaslahatan-kemaslahatan kaum Muslimin. Sebaliknya
mereka mengkhianati kaum Muslimin serta memanfaatkannya dalam memerangi dan
memusuhi kaum Muslimin. Mereka juga kaum yang kafir dan ingkar terhadap akhirat, tidak
beriman kepada adanya ba'ts dan hisab, putus asa, kehilangan harapan dan tidak memiliki
harapan kepada pahala akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang masih hidup tidak
memiliki harapan dan harapan sedikituu pun terhadap kembalinya orang-orang mati mereka
ke dunia.
Tafsir Fi Zilal Quran

ۚ ‫ت َأ ْز َو ا ُج هُ ْم ِم ْث َل َم ا َأ ْن فَ قُ وا‬ ِ َّ‫اج ُك ْم ِإ لَ ى ْال ُك ف‬


َ ‫ار فَ َع اقَ ْب تُ ْم فَ آتُ وا الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين َذ هَ ب‬ ِ ‫َو ِإ ْن فَ اتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬
‫َو اتَّ قُ وا هَّللا َ الَّ ِذ ي َأ ْن تُ ْم بِ ِه ُم ْؤ ِم نُ و َن‬

"Dan jika seorang dari isteri-isteri kamu lari ke pihak orang- orang kafir kemudian kamu
kalahkan mereka (dengan peperangan dan mendapat harta rampasan perang), maka
hendaklah kamu bavar (dengan harta ituu) kepada orang- orang (Islam) yang hilang (lari)
isteri-isteri ituu sebanyak maskahwin yang telah dibelanjakan kepada mereka. Dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (11)

Kemudian Al-Qur'an sekali lagi mengikatkan pelaksanaan hukum ini dengan jaminan:
‫َو اتَّ قُ وا هَّللا َ الَّ ِذ ي َأ ْن تُ ْم بِ ِه ُم ْؤ ِم نُ ون‬
"Dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu berman kepada- Nya."(11)
Ini merupakan satu sentuhan untuk mengingatkan orang-orang Mu'minin kepada Allah yang
memberi kesan yang mendalam dalam hati mereka.

Demikianlah hukum-hukum pengasingan di antara suami isteri Mu'min dengan suami isteri
yang kafir dilaksanakan dalam kehidupan. la merupakan satu pelaksanaan yang jelas terhadap
dasar Islam mengenai nilai-nilai hidup dan hubungan- hubungannya, mengenai perpaduan
dan Islam dan perbezaannya yang unik dari barisan-barisan yang lain, mengenai penegakan
seluruh aspek kehidupan di atas asas 'aqidah dan mengikatkan seluruhnya pada paksi
keimanan, dan seterusnya mengenai dasar pembangunan sebuah alam insaniyah, di mana
leburnya segala perbezaan-perbezaan bangsa, warna, bahasa, keturunan dan negeri. Hanya
satu sahaja tanda atau lencana yang membezakan di antara manusia iaituu lencana kumpulan
yang mereka masuki, dan di sana hanya ada dua kumpulan sahaja iaituu Hizbullah dan
Hizbusy-syaituan. 
Pentafsiran ayat 12)

Kemudian Al-Quran menjelaskan kepada Rasulullah SAW bagaimana dan di atas asas-asas
apakah hendak diadakan mubaya ‘ah untuk beriman dengan wanitua-wanitua yang berhijrah
ituu dan dengan lain-lain wanitua yang hendak memeluk islam:

‫ك َع لَ ٰى َأ ْن اَل يُ ْش ِر ْك َن بِ ا هَّلل ِ َش ْي ًئ ا َو اَل‬ ُ َ‫اء كَ ْال ُم ْؤ ِم ن‬


َ َ‫ات يُ بَ ايِ ْع ن‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
‫يه َّن َو َأ رْ ُج لِ ِه َّن َو اَل‬
ِ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ هُ بَ ْي َن َأ ْي ِد‬
ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬ َ ِ‫ين َو اَل يَ ْق تُ ْل َن َأ وْ اَل َد هُ َّن َو اَل يَ ْأ ت‬
َ ِ‫يَ ْس ِر ْق َن َو اَل يَ ْز ن‬
ٌ‫وف ۙ فَ بَ ايِ ْع هُ َّن َو ا ْس تَ ْغ فِ رْ لَ هُ َّن هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َغ فُ و ٌر َر ِح يم‬
ٍ ‫ك فِ ي َم ْع ُر‬ َ َ‫ص ين‬ِ ‫يَ ْع‬

Wahai Nabi! Jika wanitua-wanitua Mu'minat datang kepadamu untuk bermubaya'ah


denganmu bahawa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak
akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka dan tidak akan
membuat dustayang sengajamereka ada-adakan di antaratangan dan kaki mereka, dan tidak
akan melanggar perintahmu dalam perkara-perkara yang baik, maka hendaklah enqkau
bermubaya'ah dengan mereka dan pohonlah keampunan kepada mereka, sesungguhnya Allah
MahaPengampun dan Maha Penyayang. "(12)

Asas-asas mubaya'ah ini merupakan asas-asas terpenting dalam aqidah dan asas-asas
kehidupan masyarakat yang baru, iaituu asas menafikan segala bentuk syrik terhadap Allah,
asas tidak melanggar batas-batas Allah iaituu melakukan perbuatan mencuri, berzina dan
membunuh anak. Ini merupakan isyarat kepada perbuatan menanam anak perempuan hidup-
hidup di dalam zaman jahiliyah, a juga termasuk perbuatan membunuh bay dalam kandungan
kerana sebab-sebab yang tertentu, sedangkan mereka pemegang amanah terhadap anak yang
dikandung mereka.

‫يه َّن َو َأ رْ ُج لِ ِه َّن‬


ِ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ هُ بَ ْي َن َأ ْي ِد‬ َ ِ‫َو اَل يَ ْأ ت‬
ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬

Dan tidak akan membuat dustayangsengaja mereka ada- adakan di antara tangan dan kaki
mereka."(12)
Ujar ibn Abbas, "Janganlah mereka menghubungkan anak orang lain kepada suami mereka”
Demikianlah juga pandangan Muqatil. Mungkin peringatan hemat selepas diadakan upacara
mengangkat baya'ah dengan wanitua-wanitua ini disebabkan adanya kes-kes yang berlaku di
zaman jahiliyah di mana seorang wanitua menyerahkan dirinya kepada beberapa orang lelaki,
dan apabila dia melahirkan anak, maka dia akan melihat siapakah di antara lelaki ituu yang
mempunyai rupa paras yang mirip dengan anak yang dilahirkan ituu. Kadang-kadang dia
memilih lelaki yang paling tampan di antara mereka, lalu dia hubungkan si anak ituu
kepadanya, sedangkan dia tahu siapakah bapanya yang sebenar.

Tetapi ungkapan ituu begituu umum, ia meliputi kes-kes tadi, juga kes-kes lain yang ada
kaituan dengan pembohongan dan pemalsuan yang diada-adakan.
Mungkin juga Ibn 'Abbas dan Muqatil mengkhususkannya dengan kes ituu ialah kerana
adanya satu kes yang berlaku pada masa ituu. Dan syarat mubaya'ah yang akhir ialah:

ٍ ‫ك فِ ي َم ْع ُر‬
‫وف‬ ِ ‫َو اَل يَ ْع‬
َ َ‫ص ين‬

"Dan tidak akan melanggar perintah-Mu dalam perkara-perkara yang baik."(12)

Ini termasuk janji mematuhi perintah-perintah Rasulullah s.a.w. yang disuruh olehh beliau,
kerana beliau tidak menyuruh melainkan untuk kebaikan. Tetapi syarat ini juga merupakan
salah satu dasar perlembagaan dalam Islam yang menetapkan bahawa seseorang rakyat tidak
wajib ta'at kepada pemerintah melainkan dalam perkara-perkara yang baik, yang sesuai
dengan agama dan syari'at Allah. Keta'atan kepada pemerintah bukanlah merupakan suatu
keta'atan yang mutlak di dalam segala perintah yang dikeluarkannya. Dasar inilah yang
menjadikan kekuatan undang-undang dan perintah kerajaan ituu adalah diambil dari syari'at
Allah, bukannya dari kemahuan pemerintah atau dari kehendak rakyat ituu sendiri apabila
undang-undang itu bertentangan dengan syari'at Allah. Pemerintah dan rakyat adalah kedua-
duanya pasti dihukum dengan syari'at Allah dan dari syari'at inilah diambil segala kuasa.

Apabila wanitua-wanitua ituu sanggup bermubaya'ah mematuhi lunas-lunas umum ini, maka
mubaya'ah mereka dituerima dan Rasulullah s.a.w. akan memohoh keampunan atas dosa-
dosa mereka yang telah lalu. "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
Allah bersedia untuk memberi keampunan, rahmat dan mema'afkan kesalahan.
Ayat 13

Surah ini diakhiri dengan satu kenyataan umum:

‫س ْال ُك فَّ ا ُر ِم ْن‬


َ ‫ب هَّللا ُ َع لَ ْي ِه ْم قَ ْد يَ ِئ ُس وا ِم َن ا آْل ِخ َر ِة َك َم ا يَ ِئ‬ ِ ‫آم نُ وا اَل تَ تَ َو لَّ وْ ا قَ وْ مً ا َغ‬
َ ‫ض‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا الَّ ِذ‬
َ ‫ين‬
ِ‫اب ْال قُ بُ ور‬ِ ‫َأ صْ َح‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu bersahabat setia dengan kaum yang telah
dimurkai Allah.
Sesungguhnya mereka telah berputus asa terhadao hari Akhirat sebagaimana orang-orang
kafir yang telah berada di dalam kubur ituu berputus asa."(13)

Ayat ini menyeru orang-orang yang beriman dengan nama keimanan dan dengan sifat
Mu'min yang membezakan mereka dari kaum-kaum yang lain, Kerana sifat ini
menghubungkan mereka dengan Allah dan memisahkan mereka dari musuh-musuh Allah.

Menurut setengah-setengan riwayat, yang dimaksudkan di sini dengan kaum yang telah
dimurkal Allah ituu ialah kaum Yahudi. Ini berdasarkan kerana mereka pernah dicapkan
dengan sifat ituu pada ayat-ayat Al-Qur'an yang lain. Tetapi in tidak menghalangkan
keumuman nas ini supaya termasuk sama kaum Yahudi dan kaum Musyrikin yang disebutkan
di dalam surah ini, juga termasuk seluruh musuh Allah, kerana seluruh mereka ituu dimurkai
Allah dan seluruh mereka putus harapan dengan Akhirat. Mereka tidak mengharapkan apa-
apa di Akhirat dan tidak pula membuat apa-apa perhituungan dengannya. Mereka samalah
seperti putusnya harapan orang-orang kafir yang telah mati dan menjadi penghuni kubur,
kerana dalam anggapan mereka segala sesuatu mengenai diri mereka, telah selesal dengan
kematian ituu, mereka tidak akan dibangkitukan kembali dan tidak akan dihisabkan lagi.

Seruan ayat in merupakan satu seruan yang terkumpul padanya semua kenyataan-kenvataan
surah dan arah tujuannya, dan dengan seruan inilah diakhiri surah in sebagaimana ia
dimulakan dengan seruan yang sama agar seruan in merupakan paluan yang akhir yang
meninggalkan gema-gemanya di dalam hati. 
Tafsir Hamka

َ‫ت َأ ْز َوا ُجهُ ْم ِم ْث َل َما َأ ْنفَقُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي َأ ْنتُ ْم بِ ِه ُمْؤ ِمنُون‬ ِ َّ‫اج ُك ْم ِإلَى ْال ُكف‬
ْ َ‫ار فَ َعاقَ ْبتُ ْم فَآتُوا الَّ ِذينَ َذهَب‬ ِ ‫وَِإ ْن فَاتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬

"Jika kamu kehilangan sesuatu dari isteri-isteri kamu ituu." (pangkal avat11). Maksudnya
ialah jika ada di antara isteri-isteri kamu dari masyarakat Islam di Madinah, mereka lari;
"Kepada orang-orang kafir." Menurut keterangan dari al-Hasan al-Bishri dan Muqaatil,
bahawa hal begini pernah kejadian. Iaituu pada diri seorang perempuan bernama Ummi
Hakim binti Abu Sufyan yang lari dari suaminya Abbas bin Tamim al-Quraisy; cuma sekali
ituulah kejadian demikian.
Ituu pun akhirnya dia kembali juga ke Islam. "Lalu kamu dapat menaklukkan," iaituu terjadi
peperangan dan negeri mereka ituu kamu taklukkan. Artinya bahawa perempuan yang lari
ituu tidak dapat lagi melepaskan diri dari kejaran. Apakah perempuan ituu dituangkap kerana
dia telah murtad?

Di lanjutan ayat ini dijelaskan; "Maka berikanlah kepada orang-orang yang isteri-isterinya
pergi ituu se-banuak apa yang mereka belanjakan." Iaituu kerana neger orang yang masih
kafir itu telah dituaklukkan maka terdapatlah harta rampasan yang bernama ghanimah atau
harta rampasan yang bernama al-Fai'. (Yang telah kitua dihuraikan erti masing-masing dalam
menafsirkan Surat al-Hasyr). Maka diambillah se-bahagian dari harta rampasan ituu, baik
berupa ghanimah atau berupa al-Fai', sebelum barang-barang ituu dibagi, dikeluarkan terlebih
dahulu sebanyak mahar yang dahulu telah dibayarkannya kepada isterinya yang lari ituu.
Iaituu dibayar-kan langsung kepada suami yang kehilangan ister ituu. "Dan takwalah kepada
Allah, yang kepadaNyalah kamu beriman." (hujung ayat 11).

Disebut ujung ayat agar selalu bertakwa kepada Allah alah kerana harta-benda ituu kerapkali
menjadi fitunah bagi manusia. Bisa saja hilang kejujuran orang ketika akan menerima
pembahagian. Misalnya orang yang kehilangan isteri tadi, kalau tidak ada takwanya kepada
Allah, mungkin saja dituambahnya jumlah dari yang patut dituerimanya kalau tidak ada lagi
orang yang menyaksi-kan ketika dia membayar mahar dahulu.
‫ك َع لَ ٰى َأ ْن اَل يُ ْش ِر ْك َن بِ ا هَّلل ِ َش ْي ًئ ا َو اَل يَ ْس ِر ْق َن َو اَل‬ ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬
َ َ‫ات يُ بَ ايِ ْع ن‬ َ ‫اء‬
َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
‫ك فِ ي‬ َ َ‫ص ين‬ ِ ‫يه َّن َو َأ رْ ُج لِ ِه َّن َو اَل يَ ْع‬ِ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ هُ بَ ْي َن َأ ْي ِد‬ ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬َ ِ‫َد هُ َّن َو اَل يَ ْأ ت‬ ‫ين َو اَل يَ ْق تُ ْل َن َأ وْ اَل‬
َ ِ‫يَ ْز ن‬
ٌ‫وف ۙ فَ بَ ايِ ْع هُ َّن َو ا ْس تَ ْغ فِ رْ لَ هُ َّن هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َغ فُ و ٌر َر ِح يم‬
ٍ ‫َم ْع ُر‬

Wahai Nabi! Apabila datang kepada engkau orang-orang perempuan yang beriman akan
mengadakan bai'at dengan eng-kau bahawa mereka tidak akan mempersekutukan dengan
Allah sesuatu pun dan tidak mereka akan mencuri dan tidak mereka akan berzina dan
tidak mereka akan membunuh anak-anak me-reka, dan tidak mereka datang dengan dusta
yang dikarang-karangkan di antara kedua ta-ngan mereka dan kedua kaki mereka dan
tidak mereka akan mendurhakai engkau dalam hal-hal yang ma'ruf, maka bai atlah
mereka dan mohonkan ampun untuk mereka kepada Allah; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. [12]

ُ َّ‫س ْال ُك ف‬
‫ار‬ َ ‫ب هَّللا ُ َع لَ ْي ِه ْم قَ ْد يَ ِئ ُس وا ِم َن ا آْل ِخ َر ِة َك َم ا يَ ِئ‬ ِ ‫آم نُ وا اَل تَ تَ َو لَّ وْ ا قَ وْ مً ا َغ‬
َ ‫ض‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا الَّ ِذ‬
َ ‫ين‬
ِ‫اب ْال قُ بُ ور‬
ِ ‫ِم ْن َأ صْ َح‬

Wahai orang-orang yang ber-iman! Janganlah kamu jadikan pembela kaum yang telah
di-murkai Allah atas mereka; sesungguhnya mereka ituu telah putus asa dari hari
kiamat, sebagaimana berputusasanya orang irang kafir yang telah jadi penghuni
kubur. [13]

Bai'at

Bai'at ialah menyatakan janji di dean Nabi s.a.w. dengan memegang tangan beliau, yang
dalam janji ituu dinyatakan kesetiaan dan kepatuhan, ter-utama tidak akan melanggar mana
yang dilarang dan tidak akan melalaikan mana yang diperintahkan. Bai'at pertama yang
terkenal alah ketika kaum Muslimin telah berhenti di Hudaibiyah menunggu utusan yang
akan dikirim oleh Quraisy untuk mengikat persetujuan dan menunggu kembalinya Usman bin
Affan yang diutus Rasulullah s.a.w. ke Makkah menghubungi pemuka-pemuka Quraisy
untuk mencari penyelesaian ketika kaum Muslimin hendak naik Umrah tahun ituu dihambat
olehh orang Quraisy. Rupanya Usman lama baru kembali, sehingga timbul syak wasangka
kaum Muslimin mungkin dia telah dibunuh olehh orang Quraisy. Ketika ituu dibuatlah bai at,
akan sehidup semati, akan menuntutkan bela darah Usman kalau benar dia telah mati
dibunuh. Kalau perlu akan meyerbu Makkah menuntut bela. Syukurlah kemudian Usman bin
Affan pulang kembali dengan selamat.
Kemudian bai'at ituu telah berlaku di saat-saat penting, terutama di saat pengangkatan
khalifah-khalifah, sejak Abu Bakar sampai seterusnya. Sebab ituu maka bai’at selalu
dilakukan di saat-saat genting dan penting.

Bai'atun Nisaa'
(Bai'at Orang-orang Perempuan)

"Wahai Nabi! Apabila datang kepada engkau orang-orang perempuan vang beriman akan
mengadakan bai'at dengan engkau." (pangkal ayat 12).

Menurut Hadis yang dirawikan oleh Bukhari, yang dituerima dengan sanad-nya dari Aisyah,
bahawa Nabi menerima kedatangan perempuan-perempuan yang mengatakan diri memeluk
Islam, lalu beliau mengemukakan larangan-larangan yang tersebut dalam ayat in. Setelah
mereka terimai semuanya, ber-katalah Nabi; "Sekarang telah kami terima bai'at kamu."

Ar-Razi menyalinkan dalam tafsirya bahawa setelah Makkah dituaklukkan dan orang
Makkah tidak menentang lagi, Rasulullah segera mengadakan bai' at, menerima keislaman
penduduk Makkah, laki-laki dan perempuan. Laki-laki dituerima Nabi di atas Shafaa dan
Umar beliau perintahkan menerima bai'at perempuan di kaki Shafaa. Setelah ituu Rasulullah
s.aw. sendiri pun turun ke sana. Di antara perempuan-perempuan yang hadir akan melakukan
bai'at ituu ialah Hindu binti 'Utbah, isteri Abu Sufyan yang telah melepaskan dendam-nya
kerana kematian puteranya dan saudaranya dalam perang Badar, dengan menggigitu jantung
Hamzah yang dadanya telah robek dalam peperangan Uhud. Dia datang ke tempat ituu
dengan menyamar. Maka dimulailah bai'at ituu; "Bahawa mereka tidak akan
mempersekutukan dengan Allah sesuatu pun. " Tiba-tiba Hindun yang menyamar ituu tidak
kuat menahan hatinya lalu dia berkata; "Demi Allah, memang selama ini kami menyembah
berhala, sekarang tidak lagi." "Dan tidak mereka akan mencuri. " Semua perempuan itu pun
menerima bai at ituu. Tetapi Hindun yang menyamar lupa akan penyamarannya, lalu dia ber-
tanya; "Suami saya Abu Sufyan kikir memberikan belanja. Kerapkali saya karuk saku-
sakunya lalu saya ambil uangnya sekedar untuk belanja; apakah per-buatanku ituu mencuri
atau tidak?"
Tiba-tiba Abu Sufyan pun tidak kuat menahan hatinya lalu disambutnya; "Segala yang
engkau ambil di waktu yang telah lalu ituu telah saya halalkan." Maka tidaklah tertahan lagi
oleh Rasulullah gelak beliau, lalu beliau berkata; "Engkau Hindun binti 'Utbah, bukan?"

"Benar, ya Nabi.Allah! Ampunilah dosaku yang telah lalu, mudah-mudahan


Tuhan mengampuni engkau pula!" (Dia memohon ampun kerana telah menguis,
mengganyang dan merobek-robek dada Hamzah yang Syahid di Uhud, kerana melepaskan
sakitu hati kerana kematian saudaranya, ayahnya dan puteranya yang sulung).

Lalu Rasulullah s.a.w. melanjutkan bai'at; "Dan tidak mereka akan ber-zina." Perempuan lain
menuruti semanya, hanya Hindu yang "nyinyir" juga yang bertanya; "Apakah perempuan-
perempuan merdeka berzina? "Bagi beliau rupanya tidak biasa perempuan merdeka berzina.
Yang biasa berzina pada masa itu hanyalah budak-budak, untuk dizinai olehh laki-laki
merdeka.

"Dan tidak mereka akan membunuh anak-anak mereka." Semua perem-puan menerima bai'at
ituu, cuma Hindu juga yang menjawabnya melepaskan rasa hatinya dengan terus-terang;
"Dari kecil anak ituu kami didik dan kami besarkan. Yang membunuhnya bukan kami
melainkan engkau sendiri. Kalian dan anak-anak ituu sendiri yang lebih tahu." Yang
dimaksudnya adalah putera-nya yang sulung Hanzhalah bin Sufyan, kakak dari Mu awiyah,
yang tewas di barisan musyrik dalam perang Badar.

Umar bin Khathab tertawa mendengar sahutan perempuan ituu dan Nabi sendiri tersenyum.
"Dan tidak mereka datang dengan dust yang dikarang-karangkan di antara kedua tangan
mereka dan kedua kaki mereka." Menurut tafsiran dari Ibnu 'Ayyadh, seorang perempuan
memungut anak orang lain kerana suami-nya tidak memberinya anak; lalu dikatakannya
bahawa anak orang lain ituu ada-lah anak suaminya. Atau yang lebih jahat dari ituu, iaituu ia
peri berzina dengan laki-laki lain, lalu dikatakannya dengan suaminya bahawa anak ituu
adalah anak-nya dengan suaminya ituu.
Diberi orang tafsir dari kalimah di antara dua tangan, dan dua kaki ialah kerana anak orang
lain yang dikatakan anak sendiri ituu, dikatakan dikandung di dalam perut, dan perut terletak
di antara dua tangan. Di antara dua kaki, iaituu kemaluan perempuan, tempat anak ituu
dilahirkan.
Hindun binti 'Utbah tadi setelah mendengar bai' at sampai di sini, langsung pula menyambut;
"Membuat kepalsuan serupa ituu memang suatu perbuatan yang jahat. Segala perintah dan
larangan yang engkau bai atkan kepada kami ini adalah baik semua sesuai dengan Akhlak
yang Mulia."

Lalu Rasulullah meneruskan lagi; "Dan tidak mereka akan mendurhakai engkau dalam hal-
hal vang ma'ruf." Artinya hendaklah mereka berjanji pula, berbai'at pula bahawa mereka akan
patuh mengikuti, taat menurut segala perintah Nabi yang ma'ruf. Berat dipikul ringan
dijinjing.
Waktu ituu keluar pulalah isi hati tulus ikhlas Hindun binti 'Utbah; "Demi Allah! Sejak kami
duduk dalam majlis ini, tidak ada dalam diri kami suatu perasaan hendak mendurhakai
engkau, ya Nabi Allah!"

Di dalam kalimah; "Dan tidak akan mendurhakai engkau dalam hal-hal vang ma'ruf.,"
tersimpanlah suatu rahasia agama yang amat penting akan jadi pedoman hidup kaum
Muslimin dalam masyarakat. iaituu bahawa kaum Muslimin akan tat setia, tidak akan
durhaka, selama yang diperintahkan ituu ialah yang ma'ruf. Sebab ituu dalam ayat yang lain
juga disebut "amar ma'ruf, nahyi munkar". Sudah tidak syak lagi bahawa Nabi s.a.w. sekali-
kali tidaklah pernah memerintahkan ummatya berbuat yang munkar. Segala perintah Nabi
pasti-lah yang ma'ruf. Tetapi kalau Nabi s.a.w. telah meninggal, masyarakat Islam akan
ditueruskan oleh orang yang diberi kekuasaan. Maka kalimah ayat ini di-pegang teguhlah.
Iaituu; "Sedangkan perintah Nabi yang dituaati hanyalah yang ma'ruf, padahal beliau tidak
pernah menyuruhkan yang bukan ma'ruf, betapa lagi penguasa-penguasa yang sesudah Nabi.
Niscaya dituaati perintanya yang ma'ruf sebagai mentaati Nabi dan dituolak perintahnya yang
tidak ma'ruf atau-pun yang munkar.

Kalau semua bai'at ini telah mereka terima, telah mereka setujui; "Maka bai'atlah mereka dan
mohonkan ampun untuk mereka kepada Allah." Segala bai'at mereka dihargai tinggi,
tandanya mereka telah jadi Muslimat sejati dan segala kesalahan, kealpaan dan kekhilafan
selama ini supaya Nabi sendiri yang memohonkan ampunnya kepada Allah. "Sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (hujung ayat 12).

Maka segala dosa selama ini, pelanggaran atas janji yang telah dibai' atkan, yang terjadi di
zaman jahiliyah, semuanya telah diberi ampun olehh Allah. Sebab hal yang demikian tidak
pantas akan diperbuat lagi setelah orang jadi muslimat.

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan pembela, kaur yang telah
dimurkai Allah atas mereka." (pangkal ayat 13). Artinya janganlah mengharapkan
pertolongan atau membuat hubungan akrab dengan orang-orang kafir yang telah dimurkai
oleh Tuhan kerana tidak mau menerima kebenaran. Baik mereka itu Yahudi atau Nasrani,
ataupun kaum musyrikin;
"Sesungguhnya mereka ituu telah putusasa dari hari akhirat. " Mereka tidak percaya bahawa
sesudah hidup yang sekarang ini akan ada lagi hidup di hari akhirat. Olehh kerana
kepercayaan kepada ituu tidak ada samasekali, mereka pun telah putusasa akan adanya
ganjaran atas orang yang berbuat baik dan balasan neraka yang setimpal atas orang yang
berbuat jahat. Mereka menganggap hidup in hanya hingga dunia ini saja. Maka berhubungan
kasih-sayang dengan orang semacam in adalah percuma belaka, kerana mereka tidak
mempunyai nilai-nilai yang akan dituerima di hadapan Tuhan; "Sebagaimana berputusasa-
nya orang-orang kafir yang telah jadi penghuni kubur. " (ujung ayat 13).

Artinya bahawa nenek-moyang mereka yang terdahulu yang telah mati dan telah masuk
kubur, di zaman mereka hidup mereka pun telah putusasa pula dari pembalasan hari akhirat.
Sebab itu tidaklah ada mereka meninggalkan amalan yang baik yang akan jadi kenangan.
Hidup mereka ituu hanya hingga dunia ini sajalah. Menurut tafsiran dari Ibnu Abbas yang
disampaikan olehh al- 'Aufi, bahawa orang-orang kafir yang mash hidup pun telah putusasa
bahawa mereka akan bertemu dengan nenek-moyang mereka yang sekarang telah berputih
tulang dalam kubur.
Dan menurut tafsir dari Ibnu Jarir, bahawa orang-orang yang kafir ituu kerana kufurya, telah
putusasalah mereka dari ganjaran yang akan dituerimanya kelak, sampai mereka menutup
mata, tergelimpang mayat dalam kubur, hancur badan remuk tulang, namun harapan akan
hari dean tidak ada sama sekali.
Janganlah orang yang telah beriman mengharapkan persahabatan dengan orang semacam
ituu. Janganlah mereka diajak memikul yang berat menjinjing yang ringan. Kerana tujuan
hidup mereka sendirilah yang telah hancur. Selesai Tafsir Surat al-Mumtahanah.
Tafsir Ibnu Kathir

ۚ ‫ت َأ ْز َو ا ُج هُ ْم ِم ْث َل َم ا َأ ْن فَ قُ وا‬ ِ َّ‫اج ُك ْم ِإ لَ ى ْال ُك ف‬


َ ‫ار فَ َع اقَ ْب تُ ْم فَ آتُ وا الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين َذ هَ ب‬ ِ ‫َو ِإ ْن فَ اتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬
‫َو اتَّ قُ وا هَّللا َ الَّ ِذ ي َأ ْن تُ ْم بِ ِه ُم ْؤ ِم نُ و َن‬

“Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari kepada orang kafir lalu kamu mengalahkan
mereka, maka bayarkanlab kepada orang-orang yang (kepadanya) lari isterinya ituu mahar
sebanyak yang telah mereka bayar. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu
beriman.
(QS. 60:11)

"Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari képada orang-orangkafir lalu kamu mengalahkan
mereka, maka bayarkanlah kepada orang-orang yang (kepadanya) lari isterinya ituu
maharsebanyak yang telah mereka bayar. "Mujahid dan Qatadah berkata: "Yang demikian
ituu berkenaan dengan orang-orang kafir yang tidak mempunyai ikatan perjanjian,di
manajikaadaseorang wanitua yang melarikan diri kepada mereka, mereka tidak berbuat apa
pun terhadap suaminya. Dan jika ada salah seorang wanituadari mereka yang datang, maka
mereka tidak akan membayar sesuatu pun kepada suaminya ituu sehingga dia membayar
(mahar) kepada suami wanituayang pergi kepada mereka ituu sebanyak mahar yang telah
dibayarkan kepadanya."

Ibnu Jarir mencerituakan dari az-Zuhri, ia berceritua: "Orang-orang mukmin mengakui


hukum Allah, sehingga mereka mau melaksanakan apa yang diperintahkan kepadamereka,
yaki membayarkan mahar kepadakaum musyrikin yang telah diberikan kepada kaum wanitua
mereka (kaum muslimin). Sedangkan kaum msuyrikin tidak maumengakui hukum tersebut
sehingga mereka enggan menjalankan apa yang diperintahkan kepada mereka berupa
•pembayaran mahar kepada kaum muslimin."
Olehhh kerana ituu, Allah Ta'ala berfirman kepada orang-orang yang beriman:

ۚ ‫َم ا َأ ْن فَ قُ وا‬ ‫ت َأ ْز َو ا ُج هُ ْم ِم ْث َل‬ ِ َّ‫اج ُك ْم ِإ لَ ى ْال ُك ف‬


َ ‫ار فَ َع اقَ ْب تُ ْم فَ آتُ وا الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين َذ هَ ب‬ ِ ‫َو ِإ ْن فَ اتَ ُك ْم َش ْي ٌء ِم ْن َأ ْز َو‬
‫بِ ِه ُم ْؤ ِم نُ و َن‬ ‫َو اتَّ قُ وا هَّللا َ الَّ ِذ ي َأ ْن تُ ْم‬

"Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari kepada orang-orang kafir lalu kamu mengalahkan
mereka, maka bayarkanlah kepada orang-orang yang (kepadanya) lari isterinya ituu maha
rsebanyak yang telah mereka bayar. Danbertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu
beriman. "Jika setelah ayat in turun masih ada isteri dari kaum muslimin yang pergi kepada
kaum musyrikin, maka orang- orang mukmin harus mengembalikan kepada suaminya mahar
yang telah dibayarkan kepadanya, iaituu berupa sisa mahar yang ada di tangan mereka yang
mereka bayarkan kepada isteri-isteri mereka yang telah melarikan diri tersebut. Kemudian
mereka mengembalikan sisanya kepada kaum musyrikin.

Al-'Aufi mencerituakan dari Ibnu 'Abbas mengenai ayat in: "Artinya, jika isteri seorang
Muhajirin bergabung dengan orang-orang kafir, Rasulullah memerintahkan untuk
memberikan sebahagian hartarampasan perang kepada orang tersebut sejumlah mahar yang
telah ai berikan."
Hal yang sama juga dikemukakan olehhh Mujahid mengenai firman-Nya ‫" فَ َع اقَ ْب تُ ْم‬Lalu kamu
mengalahkan mereka, "ai mengatakan: "Artinya, jika kalian mendapatkanghanimah dari
kaum Quraisy atau selain mereka." ‫ت َأ ْز َو ا ُج هُ ْم ِم ْث َل َم ا َأ ْن فَ قُ وا‬ َ ‫" فَ آتُ وا الَّ ِذ‬Maka
ْ َ‫ين َذ هَ ب‬
bayarkanlahkepada orang-orang yang(kepadanya) lari isterinya ituu mahar sebanyak yang
telah mereka bayar." Yakni, mahar yang semisal.

Demikian pula yang diungkapkan olehhh Masruq, Ibrahim, Qatadah, Muqatil bin
Hayyan,adh-Dhahhak, Sufyan bin Husain dan juga az-Zuhri. Dan ituu jelas tidak
bertentangan dengan yang pertama. Sebab, jika memungkin- kan yang pertama maka
ituulahyang terbaik, dan jika tidak maka diambilkan dari ghanimah yang diambil dari tangan
kaum kafir. (Pendapat) inilah yang lebih luas dan menjadi pilihan ibnu jarir. Segala puji dan
sanjungan hanyalah milik Allah Ta’ala.
‫ات يُ بَ ايِ ْع نَ كَ َع لَ ٰى َأ ْن اَل يُ ْش ِر ْك َن بِ ا هَّلل ِ َش ْي ًئ ا َو اَل يَ ْس ِر ْق َن َو اَل يَ ْز نِ ي َن‬ ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬ َ ‫اء‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
ۙ ‫وف‬ ٍ ‫ك فِ ي َم ْع ُر‬ َ َ‫ص ين‬ ِ ‫يه َّن َو َأ رْ ُج لِ ِه َّن َو اَل يَ ْع‬ ِ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ هُ بَ ْي َن َأ ْي ِد‬ َ ِ‫َو اَل يَ ْق تُ ْل َن َأ وْ اَل َد هُ َّن َو اَل يَ ْأ ت‬
ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬
ٌ‫فَ بَ ايِ ْع هُ َّن َو ا ْس تَ ْغ فِ رْ لَ هُ َّن هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َغ فُ و ٌر َر ِح يم‬

Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan
janji setia bahawa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak akan
mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta
yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dantidakakan mendurhakaimu dalam
urusanyang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mobonkan- lab ampunan kepada
Allah untuk mereka.Sesungguhnya Allah Maha- pengampun lagi Mahapenyayang. (QS.
60:12)

Imam al-Bukhari meriwayatkan, Ya'qub bin Ibrahim memberituahu kami, putera saudaraku,
Ibnu Syihab memberituahu kami, dari pamannya, ai berceritua, 'Urwah memberituahuku,
bahawa 'Aisyah tel, isteri Nabi sun pernah memberituahukan kepadanya bahawa Rasulullah1
telah menguji kaum wanitua mukminah yang berhijrah dengan ayat ini:

‫ات يُ بَ ايِ ْع نَ كَ َع لَ ٰى َأ ْن اَل يُ ْش ِر ْك َن بِ ا هَّلل ِ َش ْي ًئ ا َو اَل يَ ْس ِر ْق َن َو اَل يَ ْز نِ ي َن‬ ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬ َ ‫اء‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
ۙ ‫وف‬ ٍ ‫ك فِ ي َم ْع ُر‬ َ َ‫ص ين‬ ِ ‫يه َّن َو َأ رْ ُج لِ ِه َّن َو اَل يَ ْع‬ ِ ‫ان يَ ْف تَ ِر ينَ هُ بَ ْي َن َأ ْي ِد‬ َ ِ‫َو اَل يَ ْق تُ ْل َن َأ وْ اَل َد هُ َّن َو اَل يَ ْأ ت‬
ٍ َ‫ين بِ بُ ْه ت‬
ٌ‫فَ بَ ايِ ْع هُ َّن َو ا ْس تَ ْغ فِ رْ لَ هُ َّن هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َغ فُ و ٌر َر ِح يم‬

"Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk


mengadakanjanji setia, -sampai kepada firman-Nya- Sesungguhnya Alah Maha pensampun
lagi Mahapenyayang. "'Urwah berceritua bahawa 'Aisyah berkata: "Wanituamukminah yang
mau menerima persyaratan ini, Rasulullah akan berkata kepadanya: 'Sesungguhnya aku telah
membai'atmu.' Beliau hanya mengucapkan kata-kata ituu saja dan demi Allah,tangan beliau
sama sekali tidak bersentuhan dengan seorang wanitua pun dalam bai' at tersebut. Rasulullah
15 tidak membai' at mereka melainkan hanya dengan mengatakan: 'Sungguh aku telah
membai'atmuatas hal ituu." Demikian menurut lafazh al-Bukhari.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Umaimah binti Ruqaiqah, ia berceritua: "Aku pernah
mendatangi Rasulullah su bersama beberapa orangwanitua untuk berbai'at kepada beliau.
Maka beliau membai' at kami dengan apa yang terdapat di dalam al-Qur-an,iaituu kami
tidakbolehhh menyekutukan Alah dengan sesuatu pun. Lalu beliau bersabda: Yakni,
berkenaan dengan yang kalian mampu dan sanggupi.' Maka kami pun berkata: 'Allah dan
Rasul-Nya yang lebih menyayangi kami dari diri kami sendiri.' Lebih lanjut, kami
mengatakan: Ya Rasulullah, tidakkah kitua perlu bersalaman?' Beliau menjawab:
'Sesungguhnya aku tidak menyalami wanitua. Ucapanku kepada satu orang wanitua sama
dengan untuk seratus orang wanitua." Sanad riwayat ini sahih, juga diriwayatkan olehhh at-
Tirmidzi, an-Nasa-i dan Ibnu Majah dari haditus Sufyan bin Uyainah. Dan diriwayatkan
olehhh an- Nasa-i dari haditus ats-Tsauri dan Malik bin Anas. Semuanya bersumber dari
Muhammad bin al-Munkadir. Imam at-Tirmidzi mengungkapkan: "Haditus ini hasan shahih,
kami tidak mengetahuinya kecuali dari haditus Muhammad bin al-Munkadir."

Imam Ahmad meriwayatkan, Ya'qub memberituahu kami, ayahku memberituahukudari


IbnuIshaq, Salituh bin Ayyub bin al-Hakam bin Salim tela memberituahuku dari ibunya,
Salma binti Qais, ia termasuk salah seorang bibi Rasulallah sempat mengerjakan solat
bersama beliau dengan dua kiblat. Dan ia adalah salah seorang wanitua Bani Adi bin an-
Najar. la berceritua: "Aku pernah mendatangi Rasulullah untuk berbai'at kepada beliau
bersama wanitua kaum Anshar. Setelah memberikan persyaratan kepada kami bahawa kami
tidak bolehhh menyekutukanAllah dengan sesuatu pun, tidak bolehhh men- curi, berzina, dan
membunuh anak-anakkami, serta tidak bolehhh mengerjakan dosa besar di antara kedua
tangan dan kaki kami, dan tidakmendurhakai beliau dalam suatu kebaikan, beliau bersabda:
'Janganlah berbuat curang ter- hadap suami-suami kalian." Kemudian Binti Qais berkata:
"Lalu kami berbai'at kepada beliau. Setelah ituu kami kembali pulang, tetapi sempat
kukatakan kepada seorang wanitua dari mereka: 'Kembalilah kepada Rasulullah dan tanyakan
kepada beliau, apa yang dimaksud dengan berbuat curang terhadap suami kami?' Maka
wanitua ituu pun pergi dan menanyakannya, dan beliau pun menjawab: 'Engkau mengambil
hartanya tetapi engkau mencintai laki-laki yang lain. "Ma'mar memberituahu kami dari
Ummu 'Athiyyah, ia berceritua: "Kami pernah berbai'atkepada Rasulullah.
Lalu beliau membacakan kepada Kami ayat, ‫“ اَل يُ ْش ِر ْك َن بِ ا هَّلل ِ َش ْي ًئ ا‬Dan janganlahkamu
menyekutukan Alah dengan sesuatu apapun.” 'Dan beliau pun melarang kami meratapi
mayitu. Kemudian, ada seorang wanitua yang menggenggam tangannya dan berkata: Fulanah
telah membuatku bahagia dan aku ingin membalasnya.' Rasulullah tidak memberikan
jawaban sedikitu pun. Lalu wanitua ituu pun pergi, kemudian kembali lagi dan berbai'at
kepada beliau." Diriwayatkan olehhh Muslim.

Sedangkan menurut riwayat al-Bukhari dari Ummu 'Athiyyah, ai berceritua: "Rasulullah IS


pernahmengambil janji setia kepada kami ketika membai'at yang isinya: 'Kami tidak bolehhh
meratapi mayitu,' ternyata tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali lima orang saja."
Rasulullah juga pernah mengambil janji setia dari kaum wanitua dengan bai'at tersebut pada
hari raya, sebagaimana yang diriwayatkan olehhh al-Bukhari dari Ibnu 'Abbas, ia berceritua:
"Aku pernah mengerjakan shalat hari raya Idul Fituhri Bersama Rasulullah, Abu Bakar,
'Umar, dan'Uthman. Mereka semua mengerjakan shalat sebelum berkhutbah. Kemudian Nabi
berkhutbah, dan setelah ituu beliau turun dari mimbar, seolah-olah aku melihat beliau ketika
menyuruh orang-orang duduk dengan mengisyaratkan tangan beliau. Kemudian menghada
mereka dan membelah barisan kaum laki-laki, dan ituu berlangsung setelah beliau selesai
berkhutbah, shingga beliau mendatangi kaum wanitua yang tempatnya berada di belakang
kaum laki-laki dengan disertai olehhh Bilal. Setibanya di tempat kaum wanitua ituu, beliau
mem- bacakan avat:

َ‫ك َعلَ ٰى َأ ْن اَل ي ُْش ِر ْكنَ بِاهَّلل ِ َش ْيًئا َواَل يَ ْس ِر ْقنَ َواَل يَ ْزنِينَ َواَل يَ ْقتُ ْلنَ َأوْ اَل َده َُّن َواَل يَ ْأتِين‬ ُ َ‫ك ْال ُمْؤ ِمن‬
َ َ‫ات يُبَايِ ْعن‬ َ ‫يَا َأيُّهَا النَّبِ ُّي ِإ َذا َجا َء‬
ٍ ‫صينَكَ فِي َم ْعر‬
‫ُوف‬ ِ ‫َان يَ ْفت َِرينَهُ بَ ْينَ َأ ْي ِدي ِه َّن َوَأرْ ُجلِ ِه َّن َواَل يَ ْع‬
ٍ ‫بِبُ ْهت‬
"Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk
mengadakan janji setia, babwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan
Allah, tidak akan mencuri,tidak akan berzina, tidakakan membunuh anak-ananya, tidak akan
berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan
mendurbakaimu dalam urusan yang baik," sampai akhir ayat tersebut. Setelah membacanya,
beliau bersabda: "Kalian telah mengadakan bai at tersebut." Kemudian, salah seorang dari
mereka men- jawab seruan tersebut, sedangkan sisanya sama sekali tidak menjawabnya:
"Benar, ya Rasulullah." Al-Hasan (yang meriwayatkan haditus ini) tidak mengetahui, siapa
wanitua tersebut. Kemudian, Rasulullah bersabda lagi: "Maka bersedekahlah kalian."
Selanjutnya Bilal menggelar kainnya, lalu kaum wanitua ituu melemparkan cincin-cincin
ukuran besar dan ukuran kecil ke kain yang digelar Bilal tersebut.

Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ubadah bin ash-Shamitu, ai berceritua: "Kami pernah
bersama Rasulullah 1g dalam suatu majelis, lalu beliau bersabda: "'Kalian telah berbai'at
kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak
berzina, dan tidak membunuh anak-anak kalian.' -Kemudian beliaumembacakan ayat yang
ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬
dituujukan kepada kaur wanitua ini, iaituu ‫ات‬ َ ‫'ِإ َذ ا َج‬Apabila datang kepadamu
َ ‫اء‬
perempuan- perempuan yangberiman. 'Barangsiapa memenuhi baï'at tersebut, maka pahala-
nya diserahkan kepada Allah. Dan siapa yang melakukan salah satunya saja lalu dituegakkan
hukuman kepadanya, maka hukuman ituu menjadi kaffarat baginya. Tetapi barangsiapa
melakukan salah satunya kemudian perkaranya dituutupi olehhh Allah, maka hal ituu terserah
Allah.Jika berkehendak, Dia akan memberikan ampunan, dan jikaberkehendak Dia akan
mengadzabnya."' (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam kituab Shahih keduanya).

FirmanAllah

ُ َ‫ك ْال ُم ْؤ ِم ن‬
َ َ‫ات يُ بَ ايِ ْع ن‬
‫ك‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا النَّ بِ ُّي ِإ َذ ا َج‬
َ ‫اء‬

"Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang berman untuk mengada-
kan janji setia. "Maksudnya, siapa saja di antara mereka yang datang kepadamu untuk
berbai'at akan memenuhi persyaratan in, maka bai'atlah dia untuk tidak menyekutukan Allah
dan tidak mencuri harta orang lain yang tidak mempunyai hubungan apa-apa. Adapun jika
suami terlalu sedikitu memberikan nafkah kepadanya, maka dia berhak memanfaatkan
hartanya dengan cara yang baik, sesuai dengan nafkah yang biasa dituerima olehhh kaum
wanitua yang sesuai dengan keadaannya meskipun tapa sepengetahuan suaminya. Hal ituu
sekaligus dalam rangka mengamalkan haditus Hindu binti 'Utbah, di mana ia berkata: "Ya
Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang yang sangat kikir, tidak memberikan
nafkah yang mencukupi diri anak-anakku. Maka berdosakah aku jika aku mengambil
hartanya tanpa sepengetahuannya?" Beliau pun menjawab: "Ambilah sebahagian
hartanyadengan cara yangbaik sesuai dengan keburuhanmu dan juga anak-anakmu." (HR. Al-
Bukhari dan Muslim dalam kituab Shahih keduanya).
Firman Alah Ta'ala, ‫" َو اَل يَ ْز نِ ي َن‬Tidak berzina," penggalan ayat ini sama seperti firman-Nya
yang lain:

ِ َ‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنَا ۖ ِإنَّهُ َكانَ ف‬


‫اح َشةً َو َسا َء َسبِياًل‬

"Dan janganlah kamu mendekati per. buatan zina, kerana a adalah perbuatan yang keji dan
jalan yang paling buruk." (QS. Al-Israa': 32).

Firman-Nya lebih lanjut ‫يَ ْق تُ ْل َن َأ وْ اَل َد هُ َّن‬ ‫" َو اَل‬Tidak akan membunuh anake-anaknya."
Penggalan ayat i n mencakup pembunuhan anak setelah lahir, sebagaimana yang pernah
dilakukan olehhhorang-orang zaman Jahiliyyah, di mana mereka membunuh anak-anak
mereka kerana takut miskin. Atau pem- bunuhan ketika anak ituu masih dalam wujud janin di
dalam rahim ibunya. Sebagaimana yang pernah dilakukan olehhh wanitua-wanituadungu
(bodoh), di mana merekamelakukan sesuatu hal agar mereka tidak jadihamil, baik kerana
tujuan yang tidak benar atau tujuan-tujuan lain yang serupa.

‫َواَل يَْأتِينَ بِبُ ْهتَا ٍن يَ ْفت َِرينَهُ بَ ْينَ َأ ْي ِدي ِه َّن َوَأرْ ُجلِ ِه َّن‬

"Tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka. "Ibnu
'Abbas mengatakan: "Artinya, tidak menisbatkan anak orang lain kepada suami
mereka."Demikianpula yangdikatakan olehhh Muqatil bin Hayyan. Hal ituudiperkuat dengan
haditus yang diriwayatkan olehhh Abu Dawud dari Abu Hurairah, di mana dia pernah
mendengar Rasulullah bersabda ketika turun ayat tentang li’an:

"‫أيما امرأة أدخلت على قوم من ليس منهم فليست من هللا في شيء ولم يدخلها هللا جنته وأيما رجل جحد ولده وهو ينظر إليه‬
‫أي يعلم أنه ولده "احتجب هللا عنه وفضحه على رؤوس األولين واآلخرين‬

“Wanitua mana saja yang menisbatkan diri kepada suatu kaum seseorang yang bukan dari
golongan mereka, maka Allah tidak mempunyai urusan apa-apa dengannya dan tidak akan
memasukkannya ke dalamSurga. Dan laki-laki mana saja yang tidak mengakui ananya
padahal dia melihatnya sendiri, maka Alah akan menutupkan tirai darinya dan akan
mempermalukannya di hadapan orang-orang yang hidup pertama maupun yang hidup
terakhir”.
ِ ‫" َو اَل يَ ْع‬Dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang
ٍ ‫ص ينَ كَ فِ ي َم ْع ُر‬
Firman-Nya, ‫وف‬
baik." Maksudnya, dalam berbagai hal yang telah kalian perintahkan atau kalian larang
kepada mereka.

ِ ‫َو اَل يَ ْع‬


َ َ‫ص ين‬
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas mengenai firman- Nya, ‫ك فِ ي‬
ٍ ‫" َم ْع ُر‬Dan tidak akan mendurbakaimu dalam urusan yang baîk, "ia mengatakan: "Hal ituu
‫وف‬
merupakan syarat yang diberikan Allah Ta'ala kepada kaum wanitua."

Sedangkan Maimun bin Mihran mengatakan: "Alah tidak menjadikan (mewajibkan) suatu
ketaatan kepada Nabi-Nya kecuali dalam hal kebaikan. Dan kebaikan ituu sendiri sebenarnya
adalah ketaatan."

Ibnu Zaid mengatakan: "Allah Ta'ala memerintahkan agar ummat manusia mentaati Rasul-
Nya, dan beliau adalah manusia pilihan dalam hal kebaikan di antara makhluk-Nya yang
ada."
Dan ulama lainnya juga mencerituakan dari Ibnu 'Abbas, Anas bin Malik, Salim bin Abil
Ja'd, Abu Shalih dan beberapa ulama lainnya: "Pada hari ituu mereka dilarang meratapi
mayitu."
Sedangkan Ibnu Jarir mencerituakan dari Qatadah mengenai ayat ini: «Diceritualankepada
kami bahawa Nabi A pernah mengambil janji setiakepada kaum wanitua, yakni agar mereka
tidak meratapi mayitu dan tidak berbicara dengan laki-laki kecuali mahramnya."

'Abdurrahman bin A' uf berkata: "Ya Rasulullah, sesungsuhnya kami kedatangan beberapa
orang tamu, dan kami sedang tidak bersama isteri kami." Maka Rasulullah bersabda:

‫ليس أولئك عنيت‬،‫ليس أولئك عنيت‬


“Bukan mereka yang aku maksud, bukan mereka yang aku maksud”.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hasan, a mengatakan bahawa di antara janji setia yang
diambil olehh Nabi is dari kaum wanitua adalah: "Mereka tidak bolehh berbicara dengan laki-
laki kecuali dengan mahramnya. Kerana sesungguhnya seorang laki-laki ituu akan terus
mengajak bicara w wanitua ituu sehingga di antara kedua paha (kemaluan)nya mengeluarkan
madzi."
Sedangkan dalam kituab ash Shahibain disebutkan dari 'Abdullah bin Mas'ud, ia berceritua
bahawa Rasulullah bersabda: 

َ ‫ق ْال ُجي‬
‫ ودعا بِ َد ْع َوى الجاهلية‬،‫ُوب‬ َّ ‫ و َش‬،َ‫ليس ِمنَّا من ضرب ْال ُخدُود‬

Bukan dari golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek saku baju dan
berseru dengan seruan Jahiliyyah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam kituab ash-Shahibain juga disebutkan dari Abu Musa, bahawa Rasulullah berlepas diri
dari wanitua yang meratap ketika tertimpa musibah, wanitua yang mencukur rambut dan
wanitua yang merobek-robek baju. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Al-Hafizh Abu Ya'la mencerituakan, Hadbah bin Khalid memberituahu kami, Aban bin
Yazid memberituahu kami, dari Yahya bin AbiKatsir, bahawa Zaid permah
memberituahunya dari Abu Salam, Abu Malik al-Asy'ari telah memberituahunya, bahawa
Rasulullahis bersabda:

" ‫ والنياح ة‬،‫ واالستس قاء ب النجوم‬،‫ والطعن في األنساب‬،‫ الفخر في األحساب‬:‫ ال يتركونهن‬،‫أربع في أمتي من أمر الجاهلية‬
‫ ودرع من جرب‬،‫ تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران‬،‫ «النائحة إذا لم تتب قبل موتها‬:‫وقال‬

Empat hal pada ummatku yang tergolong kebiasaan Jahiliyyah, mereka tidak akan
meninggalkannya, iaituu berbangga-bangga dalam kedudukan, mencela keturunan, meminta
hujan kepada bintang dan meratapi mayitu. Dan beliau bersabda: Dan wanitua yang meratap.
Jika ia tidak bertaubat sebelum meninggal dunia, maka dia akan dibangkitukan pada hari
Kiamat kelak sedang pada tubuh- nya terdapat pakaianyang terbuat dari aspal panas, dan
daster dari kudis."

Diriwayatkan olehhh Muslim sendirian dalam Shahilnya, dari haditus Abban bin Yazid
al-'Athar.
Dan dariAbu Said, bahawa Rasulullahi melaknat wanitua yang meratap dan wanitua yang
ikutmendengar ratapan. (HR. Abu Dawud).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ummu Salamah, dari Rasulullah mengenai firman Allah,
ِ ‫" َو اَل يَ ْع‬Dan tidak akan men- durhakaimu dalam urusan yang baik, " beliau
ٍ ‫ص ينَ كَ فِ ي َم ْع ُر‬
‫وف‬
mengatakan: "Yakni ratapan." Demikian yang diriwayatkan olehhh at Tirmidzi dalam kituab
at- Tafsür, dari "Abd bin Hamid, dari Abu Na'im. Dan Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abi
Syaibah, dari Waki', keduanya dari Yazid bin 'Abdullah asy-Syaibani maula ash-Shahba'.
Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Haditus tersebut hasan gharib.

‫س ْال ُك فَّ ا ُر ِم ْن‬


َ ‫ب هَّللا ُ َع لَ ْي ِه ْم قَ ْد يَ ِئ ُس وا ِم َن ا آْل ِخ َر ِة َك َم ا يَ ِئ‬ ِ ‫آم نُ وا اَل تَ تَ َو لَّ وْ ا قَ وْ مً ا َغ‬
َ ‫ض‬ َ ‫يَ ا َأ يُّ هَ ا الَّ ِذ‬
َ ‫ين‬
ِ‫اب ْال قُ بُ ور‬ِ ‫َأ صْ َح‬

Hai orang-orang yang beriman, janzanlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai
Allah, sesungguhnya mereka telah berputus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-
orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (QS. 60:13)

Di akhir surah ini Allah Tabaaraka wa Ta'ala melarang (dari) menjadikan orang-orang kafir
sebagai penolong, sebagaimana Dia juga telah melarang darinya pada permulaan surat, di
mana Dia berfirman: ‫ب هَّللا ُ َع لَ ْي ِه ْم‬ ِ ‫آم نُ وا اَل تَ تَ َو لَّ وْ ا قَ وْ مً ا َغ‬
َ ‫ض‬ َ ‫" يَ ا َأ يُّ هَ ا الَّ ِذ‬Hai orang-orang
َ ‫ين‬
yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Alah." Yakni
orang- orang Yahudi dan Nasrani serta seluruh orang kafir yang dimurkaidan dilaknat olehhh
Allah Ta'ala serta berhak mendapatkan pengusiran dari-Nya. Lalu bagai- mana mungkin
kalian -wahai orang-orang beriman- akan menjadikan mereka sebagai penolong dan teman
sedang mereka telah berputus asa dari kehidupan akhirat, yakni berputus asa dari pahala dan
kenikmatan yang ada di dalamnya.

ِ ‫اب ْال قُ بُ ور‬


ِ ‫س ْال ُك فَّ ا ُر ِم ْن َأ صْ َح‬
َ ‫" َك َم ا يَ ِئ‬Sebagaimana orang-orang kafir yang telab berada dalam
kubur berputus asa. " Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:

Pertama, sebagaimana orang-orang kafir yang mash hidup berputus asa terhadap kaum
kerabat mereka yang telah berada di dalam kubur, kerana setelah ituu mereka tidak akan
berkumpul lagi dengan mereka, sebab mereka berkeyakinan bahawa har kebangkituan dan
pengumpulan manusia ituu tidak pernah ada, maka harapan mereka pun telah putus dari
kerabat-kerabat mereka sesuai dengan keyakinan mereka.

Kedua, sebagaimana orang-orang kafir yang sudah berada dalam kubur berputus asa dari
segala bentuk kebaikan. Al A' masy mencerituakan dari Abudh Dhuha, dari Masruq, dari
Ibnu Mas’ud mngenai firman-Nya, ِ‫اب ْال قُ بُ ور‬
ِ ‫س ْال ُك فَّ ا ُر ِم ْن َأ صْ َح‬
َ ‫“ َك َم ا يَ ِئ‬Sebagaimana orang-
orang kafir yang telab berada dalam kubur berputus asa, "iamengatakan: "Sebagaimana orang
kafir ini berputus asa jikasudah meninggal dan melihat serta mengetahui balasan yang akan
dia terima." Ini adalah pendapat Mujahid, 'Ikrimah, Muqatil, Ibnu Zaid, al-Kilabi, Manshur,
dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah.
Kesimpulan

Secara dasarnya, ayat 11 surah Al – Mumtahanah mencerituakan perihal wanitua sebagai


isteri. Namun wanitua tersebut tersebut telah murtad dan Kembali kepada Jahiliyyah. Olehh
ituu, wanitua tersebut perlu membayar mahar yang telah diberikan kepada mereka
sebelumnya. Tambahan pula, wanitua tersebut tidak mampu untuk membayar mahar tersebut.
Justeru ituu, suaminya dibolehhkan untuk mengambil harta rampasan perang bagi
membatunya untuk berkahwin dengan wanitua yang lain. Olehh ituu, bertakwalah kepada
Allah bagi menunjukkan kitua beriman kepada-Nya.

Seterusnya, ayat 12 pula mencerituakan bagaimana Rasulullah mengadakan perjanjian


bersama golongan wanitua. Wanitua tersebut dikatakan baru berhijrah ke Madinah. Dengan
ituu, Rasulullah mengadakan bai’ah sebagai syarat untuk tinggal di negara Madinah. Antara
isi kandungan perjanjian tersebut adalah, mereka tidak bolehh mensyirikkan Allah, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh ana-anak mereka, tidak mengadakan fitunah dengan
tangan dan kaki mereka dan tidak ingkar akan arahan baginda.

Akhir sekali, ayat ke 13 mengandungi larangan agar tidak menjadikan orang kafir sebagai
tempat untuk meminta pertolongan. Orang kafir ituu termasuk orang Yahudi dan Nasrani. Hal
ini kerana, mereka tidak akan tidak akan diampunkan olehh Allah sampai bila-bila kerana
mereka tidak mempercayai adanya hari perhimpunan semua makhluk di muka bumi.

Anda mungkin juga menyukai