Anda di halaman 1dari 3

Nama : Abd rohman

Nim : 1991014089
Prodi : Hukum Keluarga
Matkul : Tafsir

Jawab

1. ‫َو اَّلِذ ْيَن ُيَتَو َّفْو َن ِم ْنُك ْم َو َيَذ ُرْو َن َاْز َو اًجا َّيَتَر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِهَّن َاْر َبَع َة َاْش ُهٍر َّوَع ْش ًرا فِاَذ ا َبَلْغ َن‬
‫َاَج َلُهَّن َفاَل ُجَناَح َع َلْيُك ْم ِفْيَم ا َفَع ْلَن ِفْٓي َاْنُفِس ِهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو ُهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر‬

Artinya :
Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah
mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai
(akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan
terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
2. Ini merupakan perintah Allah Ta’ala bagi kaum wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya, yaitu hendaklah mereka menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh
hari. Dan menurut ketetapan ijma’, ketentuan itu berlaku bagi istri yang sudah
dicampuri maupun yang belum dicampuri. Yang menjadi sandaran berlakunya
ketentuan ini bagi wanita yang belum dicampuri adalah pengertian umum dari ayat dan
hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dan para penulis buku As-Sunan, dan yang
dishahihkan oleh Imam At-Tirmidzi: Bahwasanya Ibnu Mas’ud pernah ditanya mengenai
seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita, lalu ia meninggal sebelum sempat
bercampur dengannya dan belum menyerahkan kepadanya mahar yang menjadi
kewajibannya.
Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan para sahabatnya mengatakan: “Tidak ada kewajiban
bagi wanita kafir untuk berkabung.” Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Asyhab
dan Ibnu Nafi’ salah seorang sahabat Malik.
Mereka mengatakan bahwa dalam hal ini, berkabung bagi istri yang ditinggal mati
suaminya dijadikan sebagai suatu ibadah. Imam Abu Hanifah dan Ats-Tsauri
mengecualikan wanita yang masih kecil karena tidak adanya taklif baginya, Abu Hanifah
serta para sahabatnya memasukkan ke dalam pengertian ini, budak wanita muslimah
karena kekurangan yang ada padanya. Ketentuan semua ini terdapat dalarn buku-buku
masalah hukum dan furu’ (cabang).

Firman-Nya maksudnya, jika ia telah menyelesaikan masa iddahnya. Demikian


dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Rabi’ bin Anas.

Firman-Nya ‫ فال جناح عليكم‬mengenai firman Allah Ta’ala tersebut, Az-Zuhri mengatakan:
“Yaitu para wali mereka.”

Firman-Nya ‫ فيما فعلن في أنفسهن‬yaitu para wanita yang telah menyelesaikan masa
iddahnya. Alwani menceritakan dari Ibnu Abbas, jika seorang wanita dicerai atau
ditinggal mati suaminya, dan telah menyelesaikan masa iddahnya, maka tidak ada dosa
baginya untuk berhias, berdandan, serta menampilkan diri untuk dipinang. Dan itulah
yang ma’ruf (patut). Hal senada juga telah diriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan.

Firman-Nya ‫فال جناح عليكم فيما فعلن في أنفسهن بالمعروف‬masih mengenai firman Allah Ta’ala
ini, Ibnu Juraij menceritakan dari Mujahid, ia mengatakan, “Yaitu pernikahan yang halal
dan baik.” Hal yang sama juga diriwayatkan dari Al-Hasan, Az-Zuhri, dan As-Suddi.

3.
○ Penjelasan tentang masa ‘iddah bagi wanita yang ditinggal wafat suaminya yaitu
selama empat bulan sepuluh hari, dan hadits menunjukkan bahwa masa ‘iddah
budak wanita adalah separuhnya.
○ Kewajiban melakukan ihdad (berkabung) bagi wanita yang ditinggal wafat
suaminya, yaitu tidak berdandan dan memakai wewangian serta tidak menerima
pinangan dari lelaki lain. Ia menetap di dalam rumah tempat wafat suaminya dan
tidak keluar kecuali karena kebutuhan yang mendesak sekali (darurat).
○ Ayat ini menunjukkan bahwa hendaknya wali memperhatikan urusan si wanita,
melarangnya dari mengerjakan perbuatan yang dilarang dan menekannya untuk
menjalankan perbuatan yang wajib dilakukan serta membiarkan perkara yang
dibolehkan oleh syari’at

Anda mungkin juga menyukai