Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH NILAI SOSIAL TERHADAP MATA PENCAHARIAN

MASYARAKAT SUKU TENGGER


(Studi Deskriptif Pengaruh Nilai Sosial Terhadap Mata Pencaharian
Masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadisari)

LAPORAN OBSERVASI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ekstramural Pendidikan Kepramukaan sebagai
Ekstrakulikuler Wajib dan Mata Pelajaran Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Sejarah di Kelas
XII Tahun Pelajaran 2022/2023

Disusun Oleh :
Laesya Syaharani Mubarok NIS 202110083
Muhammad Haikal Rama Ghani NIS 202110300
Ananti Novtiani NIS 202110106
Ardhiansyah NIS 202110145

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 CIANJUR
Jl. Pangeran Hidayatullah No.62, Sawah Gede, Kec. Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
43212
Telp. (0263) Web : www.sman1cianjur.sch.id Email : sman1cjr@yahoo.com
PENGARUH NILAI SOSIAL TERHADAP MATA PENCAHARIAN
MASYARAKAT SUKU TENGGER

PENDAHULUAN

Suku tengger, Jawa Tenger atau juga disebut wong brama atau orang Tengger
merupakan suku yang mendiami kawasan sekitaran dataran tinggi pegunungan Bromo-
Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Suku tengger tersebar di antara puluhan desa di 4
kabupaten di Jawa Timur, yakni Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Malang, dan Kabupaten Probolinggo. Nama “Tengger” pada Suku Tengger berasal dari nama
leluhur Suku Tengger, yakni Rara Anteng dan Jaka Seger, "Teng" akhiran nama Rara
An-"teng" dan "ger" akhiran nama dari Jaka Se-"ger", sehingga terbentuklah nama Suku
Tengger. Tengger bermakna pegunungan, sesuai dengan daerah kediamannya. Memiliki arti
berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak, yang melambangkan watak orang Tengger yang
berbudi pekerti luhur, yang harus tercermin dalam setiap aspek kehidupan. Suku Tengger
terkenal akan kehidupan sehari-hari masyarakatnya yang masih cukup kental akan
kebudayaan mereka. Berbagai macam budaya, adat istiadat, norma dan nilai sosial yang
terlahir sejak nenek moyang Suku Tengger masih mereka pegang dengan kuat hingga saat ini.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa suku Tengger diyakini sebagai keturunan
langsung dari Kerajaan Majapahit. Masyarakat suku Tengger dikenal taat dengan aturan dan
agama Hindu. Agama asli suku Tengger merupakan sejenis campuran agama hindu-buddha
zaman Majapahit dengan beberapa elemen pemujaan kepada leluhur, mayoritas masyarakat
suku Tengger menganut agama Hindu, dengan sebagian desa menganut agama Buddha,
agama Islam dan agama Kristen.
Tempat tinggal masyarakat Suku Tengger berlokasi di kawasan sekitar Pegunungan
Bromo-Tengger-Semeru, atau juga disebut Pegunungan Tengger. Memiliki topografi yang
curam, bertanah subur, dan bercuaca ekstrem dengan kedinginan hampir mencapai 2 derajat
celcius. Mata pencaharian utama masyarakat Suku Tengger merupakan bidang pertanian.
Selain bertani, bidang pariwisata menjadi mata pencaharian lain yang ditekuni oleh
masyarakat suku Tengger. Berlokasi di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
bidang pariwisata menjadi mata pencaharian sampingan suku Tengger. Sejak tahun 1982,
Pertanian dan Pariwisata menjadi dua hal melekat yang tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat suku Tengger.
Masyarakat Suku Tengger masih memegang teguh prinsip dan keyakinan suku
mereka. Berbagai pinsip, anggapan dan keyakinan yang terlahir di dalam kehidupan sosial
masyarakat suku Tengger sudah menjadi warisan tetap yang berkelanjutan dari setiap
generasi ke generasi. Di tengah zaman globalisasi dan marak nya pengaruh budaya asing
masuk ke dalam suatu kawasan atau kelompok masyarakat, suku Tengger masih berpegang
teguh dengan nilai sosial nya agar tetap terjaga dan hidup di setiap generasi suku Tengger.
Prinsip, keyakinan atau nilai sosial masyarakat Suku Tengger mencerminkan
keyakinan mereka yang condong terhadap agama Hindu. Nilai sosial yang berkembang di
masyarakat suku Tengger mencerminkan hubungan mereka dengan manusia, terlebih
hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan Alam. Keberadaan masyarakat suku Tengger
yang berdekatan dengan Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru menjadikan masyarakat suku
Tengger sangat memperhatikan keselarasan akan perilaku dirinya dengan Alam dan Tuhan
agar senantiasa seimbang. Tidak berperilaku merugikan sebagai sosok manusia, tak lupa
kasih sayang Tuhan dan tak lupa akan kebaikan Alam di sekitar.
Nilai sosial masyarakat suku Tengger menjadi pedoman tak tertulis yang menuntun
masyarakat nya untuk menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menekuni mata
pencaharian mereka. Nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat suku Tengger
memberikan pengaruh tersendiri kedalam bagaimana cara mereka memandang dan menjalani
pekerjaan sehari-hari mereka, termasuk jenis pekerjaan atau mata pencaharian apa yang
mereka pilih berdasarkan nilai sosial, prinsip atau keyakinan yang mereka miliki. Untuk itu,
dalam esai ini penulis mengangkat rumusan masalah mengenai bagaimana pengaruh nilai
sosial masyarakat suku Tengger terhadap mata pencaharian nya.
PEMBAHASAN

NILAI SOSIAL YANG BERLAKU DI MASYARAKAT SUKU TENGGER

Nilai sosial dapat diartikan sebagai suatu konsep yang dianut masyarakat tentang apa
yang dianggap baik dan buruk. Nilai sosial adalah berbagai prinsip, anggapan maupun
keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai sosial terbentuk akibat kesepakatan
dari setiap individu di masyarakat. Tercipta secara alami dan bersifat berkelanjutan, atau
turun-temurun dari satu generasi ke generasi. Persamaan kebiasaan, sudut pandang maupun
persamaan prinsip dalam masyarakat menjadi faktor bagaimana nilai sosial terbentuk hingga
akhirnya menjadi ciri, kekhasan atau pedoman yang perlu dipatuhi demi keteraturan sosial.
Hal tersebut mengakibatkan nilai sosial dalam suatu kelompok masyarakat berbeda dengan
kelompok masyarakat lainnya. Apa yang dianggap baik dapat dianggap buruk oleh kelompok
masyarakat lain, begitu juga sebaliknya.
Pengertian nilai sosial oleh para ahli sosiologi memiliki arti sebagai perilaku yang
dianggap baik oleh kebanyakan anggota kelompok masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto,
mendefinisikan nilai sosial sebagai konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. ‘abstrak’ disini mencerminkan nilai sosial
yang terbentuk dengan sendirinya, meskipun pada beberapa kondisi dibentuk dengan sengaja.
Nilai ini perlahan diterapkan dan diwariskan secara turun-temurun. Kemudian bisa dianggap
penting namun tidak disadari karena sifatnya yang abstrak dan diwariskan.
Tak semua aktivitas dalam suatu kelompok masyarakat merupakan nilai sosial, nilai
sosial memiliki karakteristik yang mencirikan dirinya, diantaranya yaitu sebagai hal yang
diperoleh melalui proses interaksi dan bukan perilaku bawaan sejak lahir, diwariskan melalui
proses belajar yaitu sosialisasi, akulturasi dan difusi. Nilai sosial sebagai sarana mencapai
cita-cita dalam masyarakat dan hidup selaras dengan apa yang biasa dianggap baik dalam
lingkungan sosial. Nilai sosial setiap kelompok masyarakat berbeda dan memiliki dampak
tersendiri bagi kepribadian individu sebagai anggota masyarakat.
Keberadaan nilai sosial menjadi pengarah dalam berpikir dan bertingkah laku. Nilai
sosial sebagai penentu akhir dalam memenuhi peranan-peranan sosial, bercirikan sebagai alat
solidaritas dalam kelompok masyarakat, serta alat pengawas perilaku manusia.
Masyarakat suku Tengger memiliki prinsip atau nilai sosial yang kuat dalam
kehidupannya, nilai sosial itu bernama Trikarada. Trikarada adalah prinsip suku Tengger
yang mencerminkan akan pentingnya menjaga hubungan dengan Tuhan, menjaga hubungan
dengan manusia dan menjaga hubungan dengan alam. Salah satu wujud dari nilai sosial
Trikarada ini adalah sikap masyarakat suku tengger yang menjaga keutuhan alam, merawat
dan menjalankan kehidupan sehari-hari nya tanpa memberi dampak negatif besar terhadap
alam sekitar. Sikap ini diterapkan pada tradisi pemujaan terhadap alam, yakni pemujaan
terhadap Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru. Masyarakat suku Tengger mengadakan
upacara yang di adakan setiap tahun dan bulan nya, dalam satu tahun terhitung 6 ritual
pemujaan yang dilakukan. Pemujaan tersebut dilakukan sebagai bentuk penjagaan hubungan
mereka dengan alam, dengan tujuan demi mengharapkan keselamatan untuk manusia dan
lingkungan nya.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Tengger selalu berusaha untuk
senantiasa selaras dengan alam, memakai dan mengembangkan hasil pertanian yang alam
berikan, menggunakan potensi alam dengan baik. Berinteraksi baik antar sesama manusia,
menghormati dan menghargai orang lain, termasuk patuh terhadap peraturan kepala adat atau
pandhita suku Tengger. Sikap sosial mereka tak pernah lupa akan keberadaan Tuhan Yang
Maha Kuasa, hal tersebut sebagai perwujudan dari nilai sosial Trikarada. Dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Tengger menyeimbangkan aktivitas sehari-harinya
dengan alam, agama dan dengan manusia.
“Hubungan dengan alam baik, maka alam akan baik dengan kita", begitu bunyi nilai
Trikarada yang di sampaikan kepala adat atau pandhita, Pak Tontoro di Desa Ngadisari. Suku
Tengger memandang kehidupan mereka sebagai hal yang akan selalu melekat dengan Tuhan
dan alam, termasuk manusia lain. Sehingga, kerendahatian, sikap berhati-hati dan kepatuhan
menjadi hal mutlak yang harus dimiliki masing-masing pribadi masyarakat suku Tengger.
Peristiwa Erupsi Gunung Bromo di tahun 2007, menyebabkan desa masyarakat suku
Tengger tidak dapat menghasilkan jenis tanaman apapun pada saat itu. Hal tersebut
membangkitkan ‘semangat alam’ atas kejadian erupsi Gunung Bromo. Masyarakat suku
Tengger memiliki pandangan yang lebih terhadap alam, dibandingkan dengan suku manapun.
Terlebih terhadap Gunung Bromo dikawasan tempat tinggal mereka. “Bromo selalu
bersahabat dengan kita, masyarakat pun turut menjaga kebesihannya” salah satu anggapan
masyarakat suku Tengger, yang disampaikan oleh kepala desa Kecamatan Sukapura, di
Pendopo Agung Desa Ngadisari.
Agama masyarakat suku Tengger merupakan campuran antara agama hindu-buddha
zaman Kerajaan Majapahit. Agama yang dianut masyarakat suku Tengger menuntun terhadap
keyakinan adanya kuasa Tuhan yang selalu memenuhi dan mengiringi aktivitas sehari-hari.
Kegiatan spiritual mereka sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan untuk menjaga Gunung
Bromo. Berbakti kepada Tuhan, mengingat alam, berbakti kepada leluhur, “Bagaimana kita
bersama menjadi kelestarian alam Gunung Bromo”, begitulah bunyi nilai sosial Trikarada.

MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT SUKU TENGGER

Mata pencaharian adalah salah satu aktivitas yang dilakukan oleh seluruh masyarakat
di lingkungan manapun. Mata pencaharian juga merupakan aktivitas utama yang dilakukan
seseorang atau masyarakat dalam memanfaatkan segala sumber daya alam yang dimiliki
untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya. Mata pencaharian juga berarti pekerjaan yang
menjadi pokok penghidupan (sumbu atau pokok), pekerjaan/pencaharian utama yang
dikerjakan untuk biaya sehari-hari. Misalnya, pencaharian penduduk desa itu bertani.
“Dengan kata lain sistem mata pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok
orang sebagai kegiatan sehari-hari guna usaha pemenuhan kehidupan, dan menjadi pokok
penghidupan baginya”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mata pencaharian adalah pekerjaan
atau pencarian utama (yang dikerjakan untuk biaya hidup sehari-hari). Setiap penduduk
disuatu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Ini dikarenakan faktor geografis dan potensi
yang ada di daerah tersebut. Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari banyak
pulau. Menurut Mulyadi 1993, mata pencaharian adalah keseluruhan kegiatan untuk
mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada pada lingkungan fisik,
sosial dan budaya yang terwujud sebagai kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Mata
pencaharian penduduk wilayah daratan tinggi biasanya seorang petani, pedagang, peternak,
dan pekerja perkebunan.

PERKEBUNAN

Perkebunan merupakan salah satu mata pencaharian di Indonesia. Salah satu mata
pencaharian adalah perkebunan. Penduduk daerah dataran tinggi banyak yang bekerja
mengolah perkebunan. Ini dikarenakan iklim dan keadaan alam yang cocok dimanfaatkan
untuk tanaman perkebunan, seperti kopi, teh, sayuran, cengkeh, dan lain sebagainya.
PARIWISATA

Pariwisata merupakan salah satu jenis mata pencaharian yang ditemukan pada
berbagai daerah di Indonesia. Di daerah-daerah tertentu banyak dimanfaatkan sebagai
pariwisata, seperti daerah kota besar, dataran tinggi, dan daerah pantai. Biasanya penduduk di
daerah tersebut sebagai pengrajin, pedagang pernak-pernik souvenir, pedagang makanan khas
daerah, dan pemandu wisata.
Suku Tengger juga memiliki mata pencaharian dengan mayoritas (95%) warga
masyarakat suku Tengger hidup dari bercocok tanam di kebun, ladang dan lahan pertanian
yang terdapat di lereng pegunungan Bromo-Semeru. Mereka dikenal sebagai petani yang
sangat tangguh, yang mampu bekerja di ladang (tegil) sejak pagi hingga sore hari. Umumnya
mereka bertanam tanaman yang lazim tumbuh di daerah berhawa dingin, yaitu kentang, kol
(kubis), dan bawang daun. Mereka menjadikan pekerjaan bertani sebagai pekerjaan utama
dalam kehidupan mereka, karena bertani merupakan kegiatan yang sudah dilakukan secara
turun-temurun.
Kawasan Tengger di lereng gunung Bromo – Semeru ini berhawa dingin (sekitar 4º C
pada malam hari dan sekitar 18º C pada siang hari). Karena memiliki tanah atau alam yang
mendukung membuat hasil perkebunan mereka memiliki kualitas yang baik. Pada masa
panen, banyak pedagang dari luar Tengger yang berdatangan ke daerah Tengger untuk
mengambil barang-barang komoditi pertanian tersebut untuk dijual di pasar Kota dan
Kabupaten Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan. 
Dalam pariwisata sebagian kecil dari mereka (5%) berprofesi sebagai pegawai negeri,
buruh, dan pengusaha jasa. Untuk pemuda, sebagian berprofesi sebagai sopir angkutan
pedesaan yang menghubungkan desa-desa suku Tengger dengan desa lain di Kabupaten dan
Kota Probolinggo dan Pasuruan. Biasanya mereka menggunakan kendaraan jenis pick updan
L300 atau Bison. 
Sebagian menyediakan jasa transportasi dan penyewaan kendaraan bagi para
wisatawan yang datang ke Gunung Bromo, yaitu kendaraan jenis jeep, hard-top dan kuda
tunggang. Kendaraan-kendaraan ini untuk mengarungi lautan pasir hingga mendekati
kawasan Pura Luhur Poten Bromo dan kaldera Gunung Bromo. Para wisatawan biasanya
setelah mengarungi lautan pasir dengan berkuda atau jeep ini melanjutkan perjalanan ke
kaldera Gunung Bromo dengan berjalan kaki, naik tangga buatan. Para perempuan suku
Tengger biasanya mencari kayu di hutan lereng pegunungan Bromo dan Pananjakan, di
samping bekerja di lahan senjata lereng gunung.
Suku tengger dalam mengelola lahan pertanian sekarang sudah menggunakan alat-alat
zaman modern. Agar mendapatkan kualitas tanah yang bagus suku tengger juga
menggunakan teknologi modern yaitu traktor. Traktor ini untuk memudahkan para petani
disana supaya mempersingkat waktu dan tidak terlalu menguras tenaga para petani.
Selain menggunakan alat teknologi mereka juga masih menggunakan cara tradisional
untuk bercocok tanam. Karena bila di daerah pegunungan atau bentuk tanah yang miring,
masyarakat suku Tengger masih menggunakan cangkul, untuk menggunakan traktor akan
begitu sulit sebab bentuk tanah yang tidak mendatar. Dalam menggunakan alat tradisional
masyarakat suku Tengger menggunakan Teknik Terasering. Teknik ini digunakan untuk
daerah yang berada di kawan pegunungan dengan topografi tanah yang cenderung curam.
Walaupun lahan tanah tidak dicangkul, teknik terasering secara otomatis membuat tanah
menjadi gembur, di dukung dengan keadaan tanah daerah masyarakat suku Tengger yang
subur.
Bercocok tanam pada lahan pertanian yang curam seakan menjadi lebih mudah karena
waktu tumbuh tanaman menjadi lebih cepat dibandingkan dengan tanah di daratan yang lebih
rendah. Maka dari itu tanah daratan rendah bisa menggunakan alat teknologi modern.
Meskipun masyarakat suku Tengger menggunakan alat teknologi modern bukan berarti telah
meninggalkan alat-alat tradisional. Karena alat-alat tradisional pun masih dipakai hingga saat
ini.
Teknologi ini sangat berdampak positif bagi masyarakat suku tengger, agar
mengetahui daerah-daerah supaya tidak dianggap orang primitif. Teknologi ini dibarengi
dengan kekuatan adat mereka. Mereka menfokuskan pada wisata Gunung Bromo dalam
penggunaan teknologi ini. Saat COVID-19 melanda mereka beramai-ramai memfokuskan diri
pada mata pencaharian pertanian karena pada saat itu mata pencaharian dari pariwisata tidak
bisa atau harus ditutup. Saat COVID-19 masyarakat suku Tengger tidak mencari mata
pencaharian keluar daerah tempat tinggal mereka, melainkan memfokuskan pada pertanian.
Meskipun penghasilan mereka pada saat itu berkurang tetapi mereka masih tetap bersyukur
kepada Tuhan karena tahu itu adalah peringatan darinya bukan suatu bencana semata.
Mereka memerlukan teknologi untuk membandingkan dengan daerah lain agar tidak
ketinggalan zaman. Teknologi ini juga bisa memperlihatkan Gunung Bromo, jika di dalam
bidang pertanian pun mereka juga harus membuka beberapa sosial media agar bisa
menemukan informasi dan membandingkan dengan yang lain. Namun, mereka hanya
mencari informasi lewat teknologi ini secara fisiknya saja. Kalau Non fisik itu hanya orang
Suku Tengger yang tahu.
Suku Tengger ini menyangkut pautkan pertanian dan pariwisata dalam adat mereka.
Tanpa didukung dengan kegiatan adat spiritual kegiatan tersebut tidak akan jalan. Dalam
mengelola pertanian, mereka memiliki cara khusus yaitu dengan upacara atau ritual adat yang
berada di Suku Tengger, jadi sebelum mengolah bumi yang akan mereka pakai untuk sarana
pertanian, mereka melakukan upacara atau meminta izin atau menitipkan tanaman yang akan
di kelola nantinya, supaya hasil dari bercocok tanam itu bagus.
Suku Tengger memperlakukan alam dengan sangat baik, mereka tidak hanya
berlokasi meningkatkan perekonomian mereka tetapi juga menyeimbangkan dengan adat
yang ada. Bila mereka tidak menyeimbangkan keduanya maka alam yang ada disana akan
murka. Karena itu orang-orang yang berada di Suku Tengger mencari tahu apa yang
diinginkan oleh tanah dan yang dikehendaki oleh alam dengan cara upacara atau meminta
izin pada alam sekitar mereka.
Masyarakat suku Tengger ini mengekspor di media hanya menggunakan WhatsApp,
karena orang-orang dari luar daerah beramai-ramai pergi kesana untuk membeli mentahan
hasil pertanian mereka. Hasil pertanian yang mereka peroleh bisa bertahan lama meskipun
mengirimkan ke tempat yang lumayan jauh, itu yang membuat hasil tani mereka dibeli oleh
orang-orang di luar daerah mereka.
Desa Ngadisari sebagai salah satu desa masyarakat suku Tengger, mengelola hasil
pertaniannya dengan bekerja sama dengan daerah sekitarnya, yakni Desa Sukapura dan Desa
Ngepung. Untuk kemudian di olah dan di distribusikan ke daerah lain.

KORELASI NILAI SOSIAL TERHADAP MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT


SUKU TENGGER

Korelasi memiliki arti sebagai keeratan antara variabel. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), arti korelasi adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat.
Secara sempit, korelasi artinya suatu hubungan, ukuran sejauh mana dua variabel
berkaitan.
Nilai sosial suku Tengger, Trikarada memiliki korelasi tersendiri dengan mata
pencaharian yang ditekuni masyarakat suku Tengger. Prinsip sosial yang berbunyi “Ingat
terhadap Tuhan, ingat terhadap manusia dan ingat terhadap alam” memberikan pandangan
masyarakat suku Tengger untuk melihat pekerjaan sehari-hari sebagai aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup semata, bukan sebagai lahan duniawi untuk mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya. Hal ini berdampak pada kegiatan mata pencaharian masyarakat suku
Tengger yang cenderung tidak memiliki persaingan ketat, berjalan secara dinamis dan
seimbang. Jika dilihat lebih teliti, pada salah satu desa masyarakat suku Tengger yakni Desa
Ngadisari. Desa yang disebut sebagai desa Suku Tengger asli yang selanjutnya penduduknya
disebut dengan Suku Tengger Ngadisari, terlihat tak ada persaingan serius yang terjadi dalam
lingkup kegiatan pertanian maupun distribusi hasil pertanian mereka, seperti bagaimana
halnya persaingan yang biasa terjadi di daerah-daerah dengan sumber daya alam yang sudah
sangat memadai dan melimpah. Masyarakat condong menjalani mata pencahariannya sebagai
aktivitas rutinan, dan melibatkan berbagai tradisi di dalam nya sebagai bentuk sikap akan
nilai sosial Trikarada tersebut. Pelaksanaan tradisi Upacara Kasada merupakan implementasi
dari nilai sosial Trikarada. Upacara Kasada sebagai perwujudan dari kalimat nilai sosial
Trikarada yang berbunyi, "Hubungan baik dengan alam, alam akan baik dengan kita,".
Kasada merupakan sebuah Upacara persembahan atau sesajen untuk Sang Hyang
Widhi dan para leluhur yang digelar setiap Bulan Kasada hari-14 dalam penanggalan
kalender tradisional Hindu Tengger, Upacara adat ini digelar di Pura Luhur Poten, tepat di
kaki Gunung Bromo, pada tengah malam hingga dini hari. Upacara Kasada dilakukan
sebagai bentuk ungkapan syukur dan harapan agar dijauhkan dari malapetaka. Sebagai
upaya memohon perlindungan dan kelancaran akan hasil panen pertanian masyarakat suku
Tengger. Upacara ini dilakukan dengan melarung hasil bumi ke dalam kawah Gunung
Bromo, perwujudan dari bentuk rasa syukur akan hasil bumi yang didapatkan, sehingga
hasil panen pertanian 'di suguhi' sebagai pemujaan terhadap kawah Gunung Bromo. Dalam
perkembangannya, upacara ini menjadi salah satu hari raya umat Hindu Tengger.
“Hubungan baik dengan alam, alam akan baik dengan kita”, alam sebagai hal yang
memang sangat perlu untuk di jaga. Anggapan tersebut menimbulkan sikap masyarakat suku
Tengger yang dimana mereka tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan dengan alasan
mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya, hal tersebut juga diwujudkan dari tak adanya
pengalihan fungsi lahan alam alami di sekitar tempat tinggal masyarakat suku Tengger Asli
yakni desa Ngadisari. Tak ada instansi khusus sebagai tempat produksi dengan dampak
timbulnya polusi, limbah atau hal yang dapat mengganggu keseimbangan alam, yang berdiri
sebagai milik masyarakat setempat atau pihak luar di dalam atau sekitar Desa Ngadisari.
Dalam menjalani mata pencaharian nya, tidak sebagai lahan untuk mengumpulkan
harta atau keuntungan sebanyak-banyaknya. Hampir tak ditemukan informasi, data, kasus
ataupun peristiwa yang dapat dilihat langsung di desa masyarakat suku Tengger, dimana
suatu pekerjaan, mata pencaharian pertanian dan pariwisata mereka mengeruk alam dengan
porsi berlebihan dan cenderung hanya memperhatikan keuntungan.
KESIMPULAN

Suku Tengger merupakan suku yang mendiami kawasan sekitaran dataran tinggi
Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Suku tengger tersebar di antara
puluhan desa di 4 kabupaten di Jawa Timur, yakni Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Probolinggo. “Tengger” bermakna
pegunungan, sesuai dengan daerah kediamannya. Berbagai macam budaya, adat istiadat,
norma dan nilai sosial yang terlahir sejak nenek moyang Suku Tengger masih mereka pegang
dengan kuat hingga saat ini.
Agama asli suku Tengger merupakan sejenis campuran agama Hindu-Buddha zaman
Majapahit dengan beberapa elemen pemujaan kepada leluhur, mayoritas masyarakat suku
Tengger menganut agama Hindu, dengan sebagian desa menganut agama Buddha, agama
Islam dan Kristen.
Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, atau juga disebut Pegunungan Tengger.
Memiliki topografi yang curam, bertanah subur, dan bercuaca ekstrem dengan kedinginan
hampir mencapai 2 derajat celcius.
Adapun nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat suku Tengger bernama
Trikarada. Trikarada berbunyi “menjaga hubungan dengan tuhan, hubungan dengan manusia,
dan hubungan dengan alam”. Masyarakat suku Tengger juga sangat erat akan hal-hal yang
berbau spiritual, contohnya seperti melakukan upacara-upacara adat yang dilakukan oleh
masyarakat disana, dengan tujuan sebagai pemujaan
demi memohon keselamatan bagi manusia dan
lingkungan nya.
Teruntuk mata pencaharian nya mereka
terpengaruh oleh letak geografisnya, yang dimana
masyarakat disana lebih menonjol dalam kegiatan
bertani. Kegiatan ini bertujuan untuk memanfaatkan
sumber daya yang ada pada lingkungan fisik,
sebagai kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Kolerasi antara sistem sosial dengan mata
pencaharian itu saling berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA

M, Jumadil. 2013. Nilai Sosial. Diakses 9 Februari 2023.


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial

Universitas Muhammadiyah Malang. 2017. Desa Ngadisari. Diunduh 2 Februari 2023.


https://eprints.umm.ac.id/41647/4/BAB%20III.pdf

Rosa, Nikita. 2022. Nilai Sosial : Pengertian, Karakteristik, Fungsi, Hingga Macamnya.
Diakses pada 9 Januari 2023.
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5912787/nilai-sosial-pengertian-karakteristik-
fungsi-hingga-macamnya

Vinrama. 2014. Suku Tengger. Diakses pada 8 Januari 2023 melalui.


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Tengger

Kartitiani, Titik. 2019. Tengger Dan Perubahan Iklim: Masyarakat Tengger Dalam
Perjalanan Iklim Yang Tak Lagi Sama. Diakses pada 8 Februari 2023.
https://www.ekuatorial.com/2019/10/tengger-dan-perubahan-iklim-masyarakat-tengger-
dalam-perjalanan-iklim-yang-tak-lagi-sama/

Amalia, Rirzly. 2022. Jenis-jenis Mata Pencaharian Sesuai dengan Lingkungan Tempat
Hidupnya. Diakses 9 Februari 2023. https://kids.grid.id/read/473108019/jenis-jenis-mata-
pencaharian-sesuai-dengan-lingkungan-tempat-hidupnya

Rohman, K. 2020. Bab II Kerangka Teori A. Teori-Teori yang Terkait dengan Judul.
Diunduh pada 9 Februari 2023 melalui. http://repository.iainkudus.ac.id/4890/5/05.%20BAB
%20II%20fix_03112020.pdf

Kuswandoro, Wawan. 2015. Masyarakat dan Budaya Tengger. Diakses pada 9 Februari
2023. http://wkwk.lecture.ub.ac.id/2015/10/masyarakat-dan-budaya-tengger/
#:~:text=Mayoritas%20(95%25)%20warga%20masyarakat,sejak%20pagi%20hingga
%20sore%20hari
Kemong, Bonefasius. 2014. Sistem Mata Pencaharian Hidup Nelayan Tradisional
Sukubangsa Karmoro di Desa Tipuka Kecamatan Mapurujaya Kabupaten Mimika Provinsi
Papu. Diunduh pada 9 Februari 2023. https://media.neliti.com/media/publications/949-ID-
sistem-mata-pencaharian-hidup-nelayan-tradisional-sukubangsa-kamoro-di-desa-tipu.pdf

Kompas. 2022. Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Letak Geografis nya. Diakses
pada 9 Februari 2023. https://amp.kompas.com/skola/read/2022/09/02/150000569/mata-
pencaharian-penduduk-berdasarkan-letak-geografisnya

Poerwadarminta, W. J. S. 2022. KBB daring: Mata Pencaharian. Diakses pada 9 Februari


2023. https://kbbi.web.id/pencaharian
Poerwadarminta, W. J. S. 2022. KBB daring: Korelasi. Diakses pada 9 Februari 2023.
https://kbbi.web.id/pencaharian
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS

Muhammad Haikal Rama Ghani


adalah salah satu siswa SMAN 1 CIANJUR
angkatan 2020/2021. Ia merupakan siswa
yang dikenal baik, ramah dan mudah bergaul
dengan siapapun. Ia lahir di Cianjur pada
tanggal 15 November 2004. Ia adalah anak
laki laki pertama dari pasangan Moch Ragil
Kurniawan dan Imas Siti Fatimah. Ia
memiliki hobi berolahraga. Hampir setiap
hari ia berolahraga dikala ada waktu luang.
Sehari-hari ia selalu mencari ilmu
untuk bekal ke masa depan nanti karena ilmu
itu penting. Ia suka keluar rumah untuk
mencari angin atau suasana diluar rumah, dan
ia suka berpergian ke alam alam untuk melihat indahnya alam.
Haikal adalah seorang anak yang memiliki mimpi yang salah satunya ialah ingin
bekerja di Jepang dan ia mampu menjadi orang sukses yang dapat membanggakan kedua
orang tua nya. Dan, ia berharap ia bisa masuk ke universitas yang bagus untuk bekal bekerja
di Jepang. Dan, ia bermimpi bahwa cita-cita yang semua ia mimpikan karena Ridho Allah
Swt.

Informasi Lebih Lanjut :


Instagram : @haikall_rama
Email : muhammadhaikalrg12@gmail.com
Ananti Novtiani adalah salah satu siswa
SMAN 1 CIANJUR angkatan 2020/2021 atau
angkatan dari Avalon. Ia lahir di Cianjur pada
tanggal 24 November 2005. Ia merupakan anak
kedua dari dua bersaudara, Anak dari pasangan
Iim Ibrahim dan Almh. Ani Haryani. Sebelum
di SMAN 1 Cianjur ia Bersekolah di taman
kanak-kanak di TK Al-Barkah, melanjutkan
sekolah dasar di SDN Lembur Tengah 1
Cianjur dan Bersekolah di SMPN 3 Cianjur.
Ananti atau selalu disebut anan oleh temannya,
mungkin bagi orang yang tidak mengenal dia,
Ananti orangnya cuek dan pendiam. Namun,
bagi orang terdekat dia, anan ini sangat ceria,
cerewet, jail dan tidak bisa diam. Pada masa SMA anan hanya siswa biasa tidak terlalu aktif
dalam segala hal, ia mengikuti Ekstrakurikuler Silat untuk bisa menjaga diri. Dalam
Ekstrakurikuler Pencak Silat ini anan pernah mengikuti perlombaan dan mendapatkan juara 1
Kelas B Putri Kejuaraan Pencak Silat Tingkat Kabupaten (KEJURKAB) VI Tahun 2022. Ia
juga menjadi panitia Specta Pencak Silat pada saat Specta Utopia yang ke 17 waktu kelas XI
tahun 2021. Ia juga memiliki hobi mendengarkan musik, menyanyi dan menari, iya akan
melakukan hobinya disaat ada waktu luang tapi kalau mendengarkan musik itu selalu setiap
hari didengar.
Anan ini memiliki prinsip yaitu meskipun kita kehilangan orang yang kita sayangi,
tidak apa-apa karena kita masih mempunyai Allah SWT untuk kita cintai dan sayangi, Allah
SWT tidak akan meninggalkan kita sendirian Allah SWT akan selalu berada di samping kita
semua. Jadi kalau kita ditinggal pergi, mau itu beda kota, negara bahkan beda alam pun, sedih
pasti kita akan sedih namun kita harus tahu bahwa Allah SWT pasti tahu apa yang terbaik di
dunia ini untuk kita. Maka dari itu kita harus selalu berdoa agar dikuatkan dalam menjalani
kehidupan ini kepada tuhan yang kita percayai.
"Tidak apa-apa beberapa impian dan harapan kita tidak ada yang terwujud, masih
banyak harapan yang harus diwujudkan dengan cara terus berdoa, semangat dan jangan
menyerah. Seberat apa pun hidup yang kita jalani jangan sampai menyerah!, istirahat kan saja
sejenak lalu kembali lagi mengejar impian yang akan dicapai dengan penuh semangat!"
Informasi Lebih Lanjut :
Instagram:@anannonov
Email: anantinovtiani41@sma.belajar.id
Laesya Syaharani Mubarok merupakan siswa
kelas XII SMA Negeri 1 Cianjur, angkatan Avalon
tahun 2020/2021. Ia lahir di Cianjur, pada tanggal 27
Mei 2005. Anak terakhir dengan satu kakak
perempuan, dari pasangan Mumuh Mubarok dan
Enda Mutya Handayani. Ia lahir dan tinggal di
Cianjur, dengan riwayat pendidikan bersekolah
taman kanak-kanak di TK Kemala Bhayangkari,
melanjutkan sekolah dasar di SDN Ibu Dewi 6
Cianjur, dan menempuh sekolah menengah pertama
di SMP Negeri 1 Cianjur. Di lingkungan sekolah, beliau dikenal dengan nama panggilan
Laesya atau Lae, sebagai siswa yang aktif dalam belajar, ceria, senang bertegur sapa,
menyukai mata pelajaran olahraga terlebih materi renang, dan tidak menyukai mata pelajaran
matematika. Pada tingkat SMA, di kelas X ia aktif berturut serta sebagai panitia
penyelenggara Specta Chromatica ke-16, SMA Negeri 1 Cianjur, dan menjadi panitia Specta
English Corner, pada Specta Utopia yang ke-17 di kelas XI tahun 2021. Di waktu luangnya,
beliau menyukai mendengarkan lagu, menonton film, senang membaca, sangat menyukai
menari, senang memasak, dan sangat menyukai belajar tetapi tidak menyukai ujian.
Dalam hari-harinya, beliau memiliki prinsip bahwa hidup tidak perlu selalu berpikir
banyak, belajar bertahan dan kuat dengan diri sendiri, dan yakin bahwa pada akhirnya pribadi
kita akan melewati segala tantangan dalam hidup dengan baik, dan mendapatkan hasil yang
baik pula. Mimpinya adalah dapat menempuh pendidikan selanjutnya yang mampu
membawa dirinya bekerja dalam dunia menulis di suatu perusahaan besar.
“Tenang dan tak perlu banyak khawatir, diri kita akan melakukan dan melewati
semuanya dengan baik. Semangat!”

Informasi Lebih Lanjut :


Instagram : @la_laesyaa
Email : laesyamubarok@gmail.com
Ardhiansyah atau biasa dipanggil Ardhi oleh orang-
orang di sekitarnya, adalah siswa SMA Negeri 1
Cianjur yang tengah menempuh tahun di terakhir,
di jurusan sosial/IPS. Dikenal memiliki hobi
mendengarkan musik dan suka mengedit foto dan
video. Ia lahir di Cianjur pada 16 Januari 2005, dari
pasangan Anwar Sadad dan Ai Enung Nurjanah.
Ardhi memiliki seorang kakak bernama Candrika
Dewi yang kini menempuh pendidikan di
perguruan tinggi di bogor. Ardhi adalah anak kedua
dari dua bersaudara.
Ia pertama kali masuk sekolah tahun 2010–2016 di
SD Islamic Centre. Kemudian setelah lulus, ia
melanjutkan ke SMPN 1 Cianjur dari tahun 2017-
2019. Kemudian melanjutkan sekolah lagi ke
SMAN 1 Cianjur Angkatan 2020-2021 yang dikenal sebagai angakatan Avalon Generation.
Dia memiliki cita-cita menjadi pengusaha yang sukses. Dan juga ia memiliki cita-cita
untuk membahagiakan kedua orangtuanya.

Informasi lebih lanjut :


Instagram : @ardhi.ayh
Email : ardhiansyah3391@gmail.com
PEDOMAN WAWANCARA

 Pinsip/anggapan/keyakinan apa saja yang ada di masyarakat suku tengger?


 Adakah prinsip/anggapan/keyakinan masyarakat suku tengger yg memberikan
pengaruh tersendiri dalam mata pencaharian mereka mereka?
 Bagaimana pengaruh nilai sosial yang dimiliki masyarakat suku tengger tersebut
terhadap mata pencaharian mereka?
 Bagaimana nilai sosial/prinsip/anggapan/keyakinan itu bisa muncul dalam masyarakat
suku tengger?
 Di masa globalisasi ini, adakah prinsip/keyakinan/anggapan dalam masyarakat suku
tengger yang mulai pudar? Bagaimana pengaruh yang terjadi akibat kepudaran
tersebut?
 Mata pencaharian apa saja yang ada di masyarakat suku Tengger?
 Mengapa pekerjaan masyarakat suku tengger lebih dominan bertani?
 Pertanian apa saja yang ditekuni masyarakat suku tengger?
 Pertanian bidang apa yang menjadi keunggulan atau mayoritas masyarakat suku
tengger?
 Dalam bertani, apakah masyarakat suku tengger sudah menggunakan beberapa
teknologi yang sudah ada saat ini?
 Adakah ciri khas tertentu yang dimiliki masyarakat suku tengger dalam bertani?
 Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, apakah masyarakat suku
tengger menjual hasil pertanian nya ke daerah lain? Daerah mana saja?
DOKUMENTASI KEGIATAN
MONOGRAFI DESA NGADISARI

Sebelum menjadi sebuah desa, wilayah Desa Ngadisari merupakan hutan cemara.
Kata Ngadisari merupakan perpaduan dari dua kata yakni “NGADI” dan “SARI”, “NGADI”
yang berarti bagus dan berguna serta “SARI” yang berarti bagian inti dari bunga. Sehingga
kata Ngadisari mengandung makna bahwa Desa Ngadisari adalah desa yang mempunyai
harapan untuk menjadi bagian dari wilayah yang berhasil guna dan dapat menjadi contoh
yang bagus (baik) bagi wilayah desa disekitarnya.
Desa Ngadisari adalah desa yang terletak pada zona dataran tinggi yang berkisar
1.950 meter dari permukaan air laut (Mdpl). Rata-rata suhu harian di Desa Ngadisari adalah
10 – 20 derajat celcius. Desa Ngadisari yang berada di sekitar kawasan wisata Gunung
Bromo ini termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Sukapura, Kabupaten
Probolinggo. Letak Desa Ngadisari adalah 15 kilometer atau 0,5 jam dari Kecamatan
Sukapura dan 40 kilometer atau 1,5 jam dari Kabupaten Probolinggo. Secara keseluruhan
luas wilayah Desa Ngadisari adalah 778, 300 Ha yang terdiri dari luas permukiman 35,737
ha, lingkungan sekolah 1 ha, jalur hijau 2 ha, makam 0,5 ha, pertokoan dan perdagangan
0,300 ha, perkantoran 0,300 ha, pasar tradisional desa 0,663 ha, tegalan 456 ha, tempat wisata
279,3 ha, tanah bengkok 1 ha dan lain-lain 1,5 ha. Dari luas wilayah 778,300 Ha, Desa
Ngadisari terbagi menjadi 3 (tiga) Dusun yakni Dusun Wanasari, Dusun Ngadisari dan Dusun
Cemara Lawang.

Penduduk Desa Ngadisari adalah Suku Tengger asli yang selanjutnya disebut dengan
Suku Tengger Ngadisari. Desa Ngadisari terdiri dari 511 Kepala Keluarga (KK), 21 Rukun
Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Yang mana berdasarkan data pada tahun 2017,
jumlah keseluruhan penduduk di Desa Ngadisari adalah 1697 jiwa dengan masing- masing
penduduk perempuan dan laki-laki adalah 731 jiwa penduduk perempuan dan 791 jiwa
penduduk laki-laki.
Dari segi pendidikan, pada awalnya tingkat pendidikan penduduk di Desa Ngadisari
masih tergolong rendah. Dimana mayoritas penduduknya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).

PENDIDIKAN PERSENTASE (%)

Pendidikan Sekolah Dasar 56%


Pendidikan Menengah Pertama 135%
Pendidikan Menengah Atas 5%
Pendidikan Perguruan Tinggi 2%

Kondisi pada tingkat pendidikan masyarakat yang rendah mulai berubah secara
perlahan ketika pemimpin desa membuat kebijakan yang terkesan memaksa warga untuk
bersekolah sampai jenjang SMA. Data tahun 2017 menunjukan :

Jumlah
Tahun Pendidikan Terakhir
(orang)
Paud 31
TK 17
SD 723
SMP 397
2017 SMA 296
D-3 4
S-1 51
S-2 5
PG PAUD 1

Faktor alam terutama jenis tanah yang subur di Desa Ngadisari sangat mendukung
untuk kegiatan pertanian sehingga mayoritas penduduk di desa ini memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani di Desa Ngadisari
sebanyak 916 penduduk. Dalam kegiatan bertani atau bercocok tanam, jenis tumbuh-
tumbuhan yang cocok ditanam di daerah ini adalah tumbuh-tumbuhan seperti kubis, sawi,
bawang daun dan kentang. Menurut keterangan, hasil terbesar dari berbagai sayuran yang
ditanam di daerah ini adalah sayuran kubis, bawang daun dan kentang dengan masing-
masing adalah 270 ha: 4050 ton, 361 ha: 3610 ton dan 300 ha: 3000 ton70 .
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian tahun 2017 :
N
Mata Pencaharian Jumlah (orang)
O
1 Tani 572
2 Buruh Tani 37
3 Pedagang 2
4 Pemilik Toko 25
5 Pemilik Kios 7
6 Pemilik Pom Mini 1
7 Pemilik Warung 16
8 Pemilik Jasa Hotel 6
9 Pemilik Villa/Homestay 201
10 Pemilik Guest House 1
11 Pemilik Warnet 1
12 Pemilik Jasa Air 1
13 Tukang Jahit 2
14 Tukang Cukur 3
15 Tukang Kayu 14
16 Tukang Bangunan 10
27 Pengrajin Batik 7
18 PNS, Pejabat Daerah 14
19 TNI., POLWAN 2
20 Supir Hard Top 400
21 Pemandu kuda 200

Disamping sebagai petani dan pemilik jasa penginapan, Pemerintah Desa Ngadisari
juga telah membuat suatu wadah berupa organisasi untuk komunitas jeep dan kuda di wilayah
Tengger Ngadisari dimana komunitas tersebut dibungkus dalam suatu wadah atau organisasi
yang bernama Paguyuban Jeep dan Paguyuban Kuda. Dengan adanya paguyuban jeep dan
paguyuban kuda 111 wisatawan dapat terbantu dalam mendapatkan jeep serta kuda untuk
perjalanan wisatanya.

Anda mungkin juga menyukai