Bab IV Konsep Ilmu Dalam Perspektif Falsafah
Bab IV Konsep Ilmu Dalam Perspektif Falsafah
Dalam kajian filsafat, khususnya terkait Pembahasan Epestemologi salah satu yang selalu diperdebatkan
adalah sumber pengetahuan, sering kali muncul pertanyaan, dari mana manusia memperoleh
pengetahuan?, apa sebenarnya yang menjadi sumber pengetahuan? Terkait hal ini, terdapat perbedaan
pendapat diantara para filososf, ada yang mengatakan bahwa sumber pegetahuan adalah rasio, seperti
Plato,ada juga yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah indera, ada juga yang mengatakan
bahwa sumber pengetahuan adalah hati. Di Barat aliran-aliran tersebut sering kali berjalan masing-
masing, yang meyakini bahwa rasio merupakan sumber pengertahuan mengindahkan aliran lain, begitu
juga sebaliknya sampai muncul Kritisisme Kant yang mengakui sumber ilmu pengetahuan indra dan
rasio.
Namun, berbeda jauh ketika kita bertanya tentang apa sumber pengetahuan dalam filsafat Islam. untuk
menjawab hal itu, Dalam filsafat Islam, terlebih dahulu harus dibedakan apa itu sumber pengetahuan,
dan apa itu intrumen (alat) pengetahuan (alat untuk mengetahui)?, pembahasan terkait hal ini di
singgung secara mendalam oleh Murtadha Muthahhari dalam bukunya “ Pengantar Epestemologi
Islam”, yang dalam tulisan ini menjadi rujukan utama.
1.Instrumen Pengetahuan
Instrumen pengetahuan merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk meperoleh pengetahun.
Apa sajakah Instrumen itu? Diantara alat yang dimiliki manusia manusia untuk memperoleh
pengetahuan adalah “Indera” manusia memiliki beragam indera seperti penglihatan, pendengaran, dan
perabaan. Untuk memperoleh pengetahuan yang sempurna beragam indera tersebut harus ada pada
manusia karena apabila manusia kehilangan satu bentuk indera maka ia kehilangan satu ilmu. Ada
sebuah Ungkapan terkait hal itu yang dianggap berasal dari Aristoteles yaitu “ Barang siapa yang
kehilangan satu indera, maka ia kehilangan satu ilmu,”. Jika seseorang dilahirkan dalam keadaan buta,
maka ia tidak mungkin dapat mengetahui macam-macam warna, berbagai bentuk dan jarak.Mustahil
manusia dapat menjelaskan masalah itu kepada orang-orang yang sejak lahir buta. Disinilah letaknya
bahwa Indera merupakan suatu syarat untuk bisa mengetahui dan memahami, tatapi belum memenuhi
syarat.
Selain indera yang juga termasuk instrumen dan merupakan syarat unuk memperoleh pengetahuan
adalah “rasio”. Untuk memperoleh pengetahuan, manusia terkadang memerlukan pemilahan dan
penguraian. Aktivitas memilah dan menguraikan inilah yang merupakan tugas “rasio”, sehingga terjadi
pengklasifikasian objek-objek dalam kategorinya yang berbeda-beda. Selain itu, rasio juga mampu
menguraikan secara dari objek-objek yang telah di klasifikasikan tersebut, misalnya dalam aktivitas
ilmiah kita mengenal kategori kuantiatas seperti ukutan jarak berdasarkan meter, berat berdasarkan
kilogram, dan lain-lain, dan juga kategori kualitas. Manusia, sebelum bisa melakukan pengelompokan
dan penguraian terhadap terhadap suatu objek, belum dapat memahami dan mengetahui. Hal itu
merupakan tugas Rasio, bukan tugas indra.
Selain “rasio” mampu memilah dan menguraikan, terdapat juga aktivitas rasio yang luar biasa yang
dalam filsafat Islam disebut Tajrid yaitu dalam alam rasio kita bisa melakukan proses pelepasan dua
perkara yang dalam alam obyektif merupakan satu perkara yang tak bisa dipisahkan. Contoh, dalam
alam obyekt kita tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan apa itu Kopi, jika kopi tanpa ada kopo,
begitu juga kita tidak bisa menyebut atau memiliki bilangan tanpa ada benda yang dibilang, misalnya:
kita tidak mungkin memiliki 10 tanpa 10 butir benda, artinya dalam alam obyektif tidak mungkin
terdapat bilangan “10” tanpa “sepeluh sesuatu”. Tetapi tidak demikian dalam alam rasio, seperti, dalam
perhitungan atau penjumlahan rasio ketika mengatakan 9=3+6, tidak harus ada benda yang
menyertainya, sehingga tidak perlu kita menyebut 3 sapi ditambah 6 sapi sama dengan 9, yakni rasio
mampu melepas antara bilangan dengan benda yang dibilang. Proses pelepasan dua perkara yang dalam
alam obyektif tidak bisa dilepaskan adalah kemampuan Rasio. Hal ini berbeda dengan “pemilahan” atau
kotegorisasi” tajziah. Oleh karena rasio mampu melakuak pelepasan maka mampu kemampuan untuk
berpikir dan mengetahui.
Dalam filsafat Islam, benar bahwa dengan indra manusai bisa mengetahui, tetapi pengetahuan itu tidak
akan sempurna tanpa kekuatan lain yang disebut dengan rasio, akal, pikiran.Oleh karena itu dalam
usaha memahami dan mengetahui sesuatu keduanya mesti ada dan kita selalu membutuhkan keduanya.
tetapi, apakah dengan kedua instrumen tersebut manusia telah mampu memperoleh pengetahuan
dengan sempurna? jawaban terkait hal ini berbeda-beda, akan tetapi dalam filsafat Islam, jawabannya
tidak . manusia membuthkan satu intrumen lagi yang disebut dengan “hati”.