0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
114 tayangan13 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pandangan epistemologi dalam filsafat ilmu. Epistemologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan. Ada beberapa pandangan epistemologi seperti empirisme, rasionalisme, kritisisme, dan epistemologi Islam berdasarkan Al-Quran. Ada perbandingan antara epistemologi ilmu modern dan Islam. Pengujian kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui teori korespondensi, koherensi, dan pragmatik.
Deskripsi Asli:
berisi data Pandangan Epistemologi Dalam Filsafat Ilmu
Dokumen tersebut membahas tentang pandangan epistemologi dalam filsafat ilmu. Epistemologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan. Ada beberapa pandangan epistemologi seperti empirisme, rasionalisme, kritisisme, dan epistemologi Islam berdasarkan Al-Quran. Ada perbandingan antara epistemologi ilmu modern dan Islam. Pengujian kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui teori korespondensi, koherensi, dan pragmatik.
Dokumen tersebut membahas tentang pandangan epistemologi dalam filsafat ilmu. Epistemologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan. Ada beberapa pandangan epistemologi seperti empirisme, rasionalisme, kritisisme, dan epistemologi Islam berdasarkan Al-Quran. Ada perbandingan antara epistemologi ilmu modern dan Islam. Pengujian kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui teori korespondensi, koherensi, dan pragmatik.
EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU Oleh : SRI RAHAYU SYUKUR 1. Pengertian Epistemologi
Epistemologi merupakan bentukan dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu :
Episteme yang berarti pengetahuan, dan
Logos yang juga berarti pengetahuan atau
informasi.
Jadi epistemologi adalah pengetahuan tentang
pengetahuan. 2. Beberapa Pandangan Epistomologi
2.1 Aliran Filsafat dan Epistemologi Science
Modern
2.2 Landasan Al Quran dan Epistemologi Islami
2.3 Perbandingan Epistemologi
2.4 Pengujian Kebenaran Ilmiah
2.1 Aliran Filsafat dan Epistemologi Science Modern 1) Empirisme
Secara radikal empirisme berpendirian bahwa sebenarnya
kita hanya bisa memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
dengan menggunakan indra ilmiah.
Thomas Hobbes, salah seorang penganut empirisme
mengemukakan bahwa empiris (pengalaman) adalah awal
dari segala pengetahuan. Karena itu semua diturunkan dari
pengalaman. LANJUTAN Tokoh empiris lain adalah John Locke. Ia terkenal dengan teori Tabula Rasanya. Menurut Locke, rasio manusia pada mulanya sebagai lembaran kertas putih (as white paper). Apa yang kemudian mengisinya, seluruhnya berasal dari pengalaman, baik pengalaman lahiriah (sensation) maupun pengalaman batiniah (reflection).
George Barkeley adalah tokoh lain empiris yang mengemukakan teori
immaterialisme atas dasar prinsip empirisisme. Menurutnya sama sekali tidak ada substansi yang bersifat material. Yang ada hanyalah ciri-ciri yang dapat diamati, atau dengan kata lain, yang ada hanyalah pengalaman dalam jiwa saja (being is being perceived).
David Hume tidak menerima konsep mengenai substansi, sebab
menurutnya, apa yang dialami manusia hanyalah kesan-kesan tentang beberapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama. 2) Rasionalisme Penganut rasionalisme berpandangan bahwa ia dapat dicapai dengan menggunakan akal budi (intellect) sebagai sumber utama. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa pada dasarnya pengetahuan adalah suatu sistem dedukatif yang dapat dipahami secara rasioanal dengan ukuran kebenaran adalah konsistensi logis. Penganut rasionalisme meyakini bahwa metode rasional yang dedukatif, rasional, matematis dan inferensial dapat digunakan untuk mencapai pengetahuan. 3) Kritisisme Kritisisme adalah suatu aliran filsafati, yang dalam epistemologi berupaya menunjukkan jalan untuk mencapai pengetahuan tanpa harus terjebak dalam ekstrimitas empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant, memang benar bahwa kita punya pengalaman inderawi, tapi sama benarnya juga bahwa kita mempunyai pengetahuan yang menghubungkan hal-hal, yang untuk mencapainya, kita harus keluar menembus pengalaman. Bagi Kant, pengetahuan manusia pada dasarnya terjadi alas unsur-unsur aposteriori (sesudah pengalaman) dan apriori (mendahului pengalaman) 2.2 Landasan Al Quran dan Epistemologi Islami 1) Landasan Al Quran 2) Dasar Epistemologi Qurani Pemikiran dedukatif sederhana mengenai epistemologi Qurani adalah sebagai berikut : Sumber ilmu satu-satunya hanya Allah. Karena pada hakikatnya hanya Dia yang mengetahui baik alam nyata maupun alam gaib, dan Dia Maha Pengasih dan Penyayang (Al Hasyr 22). Manusia tidak lahir dalam kedaan berpengetahuan, namun pada dirinya terkandung potensi internal berpengatuhan yang dikaruniakan Allah padanya (An Nahl 78). Allah Yang Maha Pengasih menciptakan manusia mengajarkannyaAl Quran, dan mengajarkannya Al Bayaan (penjelasan-penjelasan) (Ar Rahman 1-4). Manusia diperintahkanNya membaca dengan menjadikan petunjukNya sebagai petunjuk utama sebagai proses manusia diajarkan ilmu olehNya (AlAlaq 3-5). LANJUTAN Bayan atau kejelasan-kejelasan ayat-ayat Allah potensi diperoleh manusia apabila ia memanfaatkan potensi akalnya (Ali Imran 118). Yang memiliki potensi berakal adalah qalb (hati) demikian pula yang memiliki potensi mengindera secara non-fisik (Al Haj 46). Alam semesta dan diri manusia adalah ayat-ayat Allah yang padanya terkandung potensi pengetahuan yang perlu diperhatikan (Az Zariat 21). Alam semesta diperlihatkan oleh Allah kepada manusia hingga jelas bagi mereka kebenaran yang terkandung dalam Al Quran. Artinya ada hubungan antara kebenaran yang dinyatakan dalam Al Quran dengan kebenaran yang dinyatakan dalam alam semesta serta diri manusia (Fushshilat 53). Dalam rangka memperoleh pengetahuan, Allah mengakui keberadaan orang- orang yang telah memperoleh pengetahuan, yang pengetahuannya dapat dijadikan acuan untuk pengembangan lebih lanjut (Al Anbiya 7). Manusia diperintahkan agar membaca segala obyek bacaan dengan berlandaskan Isim RububiyahNya, sehingga setiap fenomena yang dibaca dapat dimaknai menurut hukum-hukum yang diturunkan dari sifat RububiyahNya itu (Al Alaq 1-3). 3) Epistemologi Qurani Merujuk pada AL Quran untuk membangun suatu pandangan epistemologi adalah merupakan konsistensi pandangan filsafati mengenai sumber pengetahuan, yakni Allah adalah Sumber Pengetahuan. Al Quran adalah petunjuk dari Sumber Pengetahuan yang ditujukan pada manusia untuk berilmu. Allah dengan kemahapemurahanNya, mengajarkan pengetahuan kepada manusia dengan perantaraan qalam (Q.S Al Alaq 1-5). Secara epistemologis hal ini dapat dipahami bahwa manusia potensial memperoleh pengetahuan karena kepemurahan Allah. Al Quran mempertegas adanya fuad sebagai indra batiniah ini, misalnya melaui, ayat 11 Surah An Najm yang artinya Tiadalah berdusta fuad (hati) terhadap apa yang dilihatnya. Ayat tersebut menegaskan kebenaran penginderaan fuad Nabi Muhammad SAW ketika mengindera dengan cara melihat berbagai fenomenal dari realitas alam gaib, yaitu malaikat Jibril, Sidratul Muntaha dan Jannatul Mawa. 2.3 Perbandingan Epistemologi Secara sangat jelas epistemologi science modern meletakkan pandangan bahwa pencapaian pengetahuan ilmiah semata-mata merupakan fungsi dari bekerjanya indera dan akal manusia. Hal ini ditunjukkan oleh filsafat rasionalisme dan empirisme secara sendiri-sendiri, maupun oleh kritisisme secara bersama-sama. Filsafat science modern hanya meletakkan pengetahuan ilmiah (ilmu pengetahuan sains) secara sempit dalam wilayah keterjangkauan indera lahiriah dan/atau kemampuan rasional manusia. Pandangan epistemologi Islami sebenarnya juga meletakkan pandangan bahwa pengetahuan ilmiah dapat dicapai antara lain dengan indera dan akal. Akan tetapi penggunaan indera dan akal tidak ditetapkan secara mutlak berlaku untuk seluruh obyek pengetahuan, dan indera serta akal itu sendiri mempunyai pengertiannya yang berbeda secara mendasar dengan pandangan epistemologi science modern. LANJUTAN Pertama mengenai indera. Dalam hal ini epistemologi Islami meletakkan pandangan adanya dua kategori indra yaitu indera lahiriah dan indera batiniah (indera kalbu) atau fuad. Indera batiniah (fuad) inilah yang tidak dikenal dalam epistemologi science modern. Padahal dalam rangka berpengatahuan, peranan indera batiniah ini sangat jelas, yaitu untuk mempersepsi realitas non fisik. Selanjutnya mengenai akal. Filsafat science modern mengenai akal identik dengan otak pada manusia dengan keseluruhan fungsi sistem sarafnya. Apa yang dipahami science modern sebagai yang masuk akal atau rasional adalah hubungan-hubungan logis (dedukatif maupun induktif) yang kemudian dikembangkan pemahamannya. Dalam Konsep epistemologi Islami yang telah dikemukakan di atas, akal adalah sekedar sebuah benda secara terminologis yang sesungguhnya menunjuk pada qalb (hati). 2.4 Pengujian Kebenaran Ilmiah Dalam dunia ilmu dikenal tiga pandangan mengenai pengujian kebenaran ilmiah sebagai berikut : 1. Teori Koresponden (Uji Persamaan dengan Fakta) Menurut teori ini, suatu pernyataan pengetahuan (sepertinya yang dinyatakan dalam hipotesis) bisa diterima kebenarannya secara ilmiah apabila ia dapat dibuktikan bersesuaian kebenarannya dengan obyek empirik yang dinyatakannya. 2. Teori Koherensi (Uji Konsistensi) Teori ini menyatakan suatu pernyataan pengetahuan dapat diterima kebenarannya secara ilmiah apabila pernyataan pengetahuan tersebut menunjukkan koheren dengan teori-teori ilmiah yang kebenarannya telah diterima sebelumnya. 3. Teori Pragmatik (Uji Kemanfaatan) Teori ini menilai kebenaran suatu pernyataan pengetahuan secara ilmiah apabila pernyataan pengetahuan tersebut memang potensial digunakan untuk memecahkan berbagai permasalahan kehidupan secara berguna.