Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 2

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA


SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID
(Ekstrak Sapindus rarak DC)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 4

KELAS : G

1. Nurul Hujaz Roos (202010410311055)


2. Nabila Ramadani (202010410311126)
3. Novia Karisma Putri (202010410311266)
4. Yusrif Juliansyah (202010410311293)

DOSEN PEMBIMBING :

Apt. Siti Rofida, S.Si., M.Farm.


Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional telah menarik perhatian dan kepopulerannya di


masyarakat kita semakin meningkat. Tumbuhan merupakan salah satu bahan obat
tradisional yang sudah lama digunakan. Salah satunya adalah pemeliharaan
kesehatan(Hasriyania et al., 2019)

Indonesia memiliki banyak tumbuhan obat karena Indonesia memiliki


keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Meski masih banyak tumbuhan
yang bisa dijadikan bahan obat, namun masyarakat Indonesia masih belum
memanfaatkannya secara maksimal. Tumbuhan obat merupakan pemanfaatan
keanekaragaman hayati di sekitar kita, termasuk tumbuhan budidaya dan tumbuhan
liar. Sejak nenek moyang kita, tumbuhan telah digunakan dalam pengobatan
tradisional. Perlu diingat bahwa tidak semua orang mampu membayar biaya
pengobatan, sehingga tanaman obat merupakan pilihan yang terjangkau bagi
masyarakat (Dewantari and Lintang, 2018).

Buah lerak (Sapindus rarak DC) merupakan salah satu bahan alam yang
digunakan sebagai deterjen tradisional dengan kandungan zak aktif utama saponin
sehingga dapat menghasilkan busa. Penggunaan buah lerak sebagai foaming agent
atau penghasil busa pada pasta gigi merupakan salah satu alternatif. Penggunaan
bahan alam tersebut harus bersifat tidak toksik, sehingga perlu dilakukan uji
sitotoksisitas terhadap jaringan.(Rahmadina, Rianti and Meizarini, 2015)

Lerak (Sapindus rarak DC.) mengandung saponin, suatu surfaktan alami


yang dapat digunakan sebagai pengganti detergen. Saponin merupakan senyawa
aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi dengan
kemampuannya membentuk busa ketika diektraksi dan menghemolisis sel darah.
Terbentuknya busa dikarenakan saponin mengandung senyawa yang sebagian larut
dalam air (hidrofilik) yang akan menimbulkan busa ketika dikocok dan senyawa
yang larut dalam pelarut non polar (hidrofobik) sebagai surfaktan yang menurunkan
tegangan permukaan (Sriwahyuni, 2010).

Selain saponin, kulit buah lerak juga mengandung flavonoid, alkaloid, dan
polifenol (Irham, 2007). Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol (Robinson,
1995). Menurut Pelczar dan can (1988), fenol bersifat bakterisid dan fungisid yang
mempunyai kemampuan menambah permeabilitas sel dan pada keadaan tinggi
dapat mengkoagulasi protein. Khasiat farmakologiknya antara lain adalah sebagai
antijamur, bakterisid, anti radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretic
(Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah, 2017).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (Depkes RI, 1995), ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan, sedangkan
ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tanaman atau hewan, diperoleh
dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi
yang diinginkan menurut cara yang memenuhi syarat (Zulharmitta, Kasypiah and
Rivai, 2017).

Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida


saponin, triterpenoid dan steroid dalam tanaman.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Lerak

Tanaman lerak (Sapindus rarak DC.) merupakan tanaman industri yang


cukup baik untuk dikembangkan, termasuk dalam famili Sapindaceae yang tumbuh
dengan baik pada ketinggian 450-1500 m di atas permukaan laut (Marchianti, Nurus
Sakinah and Diniyah, 2017).

Lerak (Sapindus rark DC.)

Taksonomi

Menurut taksonominya, Sapindus rarak DC. diklasifikasikan dengan


tingkatan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Class : Dycotyledonae

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Sapindus Gambar 2.1 Lerak (Sapindus rarak DC.


(Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah, 2017)
Spesies : Sapindus rarak DC.

(Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah, 2017)

Nama umumnya adalah lerak. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan


nama Rerek, penduduk Jambi menyebutnya Kalikea, masyarakat Minang
menyebutnya Kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama Lamuran,
di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama Lerak atau Werak dan Tapanuli Selatan
dikenal dengan nama buah sabun (Udarno, 2009).

Morfologi

Buah lerak (Sapindus rarak DC.) merupakan tanaman rimba yang memiliki
tinggi mencapai 42 m daengan batang 1 m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada
ketinggian 450-1500 m diatas permukaan laut (Prosea, 2014). Tanaman ini
mempunyai batang berwarna putih kotor dan berakar tunggang. Daun tanaman ini
majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset (lanceolatus). Bunga pada
tanaman ini berbentuk tandan (racemes), melekat di pangkal, berwarna kuning
keputihan, dan mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang keras,
berbentuk bundar seperti kelereng kalau sudah tua/masak warnanya coklat
kehitaman dengan permukaan licin/mengkilap, diameter ±1,5 cm dan berwarna
kuning kecoklatan. Biji tanaman ini kuning kecoklatan. Antara buah dan biji
terdapat daging buah berlendir sedikit dan aromanya wangi (Gambar 2.3). Buah
lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji (Marchianti, Nurus Sakinah and
Diniyah, 2017).

Kandungan Kimia

Komponen utama buah lerak adalah saponin yang mempunyai beberapa


sifat antara lain menurunkan tegangan permukaan, hemolisa sel darah merah,
memberikan senyawa kompleks dengan kolesterol. Selain itu saponin juga berperan
sebagai emulgator (detergen) sehingga saponin dapat digunakan sebagai bahan
baku sampo (Estikasari, 2002), dan sebagai bahan irigasi saluran akar gigi (Yatmi,
2007).

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpena dan sterol yang tersebar


luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan
dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi dengan kemampuannya membentuk
busa ketika diektraksi dan menghemolisis sel darah. Saponin ada pada seluruh
tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi
oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan (Robinson, 1995). Saponin memiliki
sifat antimikroba, baik triterpen maupun steroidal (Naidu, 2000 dalam Kusuma
2012). Busa yang timbul dikarenakan saponin mengandung senyawa yang sebagian
larut dalam air (hidrofilik) yang akan menimbulkan busa ketika dikocok dan
senyawa yang larut dalam pelarut non polar (hidrofobik) sebagai surfaktan yang
menurunkan tegangan permukaan (Sriwahyuni, 2010).

Selain saponin buah lerak diduga memiliki kandungan zat aktif


antimikrobaa seperti alkaloid, polifenol, flavonoid, dan tannin (Udarno, 2009). Dari
beberapa penelitian terdahulu diketahui bahwa ekstrak buah lerak memiliki daya
antibakteri terhadap Streptococcus mutans (Irham, 2007) yang didukung dengan
penelitian Fadlina (2007) tentang ekstrak lerak komersil dan ekstrak lerak 0,01%
juga mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans yang lebih baik
dari NaOCl 5% serta terhadap Fusobacterium nucleatum dengan MIC 0,25%.
Ekstrak tumbuhan ini juga menunjukan aktifitas yang kuat dalam menghambat
pertumbuhan C. albicans serta memiliki sifat bakterisida dan fungisida yang baik
(Yulinah et al, 2005).
Zat aktif dalam buah lerak antara lain flavonoid yang merupakan suatu
kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Flavonoid merusak sel
jamur dengan melakukan penetrasi ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
terkoagulasi protein (enzim) pada membran sel sehingga mengakibatkan struktur
protein menjadi rusak. Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran
menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif,
pengendalian susunan protein dari sel jamur menjadi terganggu, yang akan
berakibat sel menjadi kehilangan bentuk dan terjadi lisis (Soeka, et al., 2007).

Manfaat
Buah lerak digunakan untuk mencerahkan warna yang diperoleh dari soga
alam/pewarna alami. Selain itu, juga digunakan untuk mencuci kain batik supaya
awet dan warnanya tetap baik/tidak luntur. Khasiat pembersih ini didapat dari
buahnya yang apabila digosok di dalam air panas, bagian luar daging buah akan
berbusa seperti sabun (Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah, 2017).

Tentang Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak

Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna dimana
teknik pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut
atau lebih yang saling bercampur. Pada umumnya, zat terlarut yang diekstrak
bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan
pelarut lain (Harbone, 1987)

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas.

Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 2005) :


1) Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan
dapat dituang.
2) Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat
dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya kandungan ainya
menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.
3) Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi dan mudah dituang.
sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4) Ekstrak cair, ektrak yang dibuat sedemikian sehingga 1 bagian simplisa sesuai
dengan 2 bagian ekstrak cair.

Metode Ekstraksi

Secara garis besar ada 2 macam proses ekstraksi yaitu cara dingin dan cara panas :

 Cara Dingin
Ekstraksi dengan metode ini memiliki keuntungan yaitu
meminimalkan kerusakan kandungan yang bersifat termolabil (Istiqomah,
2013).

Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin macerace yang berarti mengairi
atau melunakkan. Maserasi adalah salah satu dari metode ekstraksi cara
dingin dengan cara merendam simplisia tanaman dengan menggunakan
pelarut di dalam wadah tertutup selama kurun waktu tertentu dengan
diselingi pengadukan dan dilakukan pada suhu kamar (Istiqomah, 2013).
Prinsip dari metode ini adalah diperolehnya kesetimbangan antara
konsentrasi di dalam dan luar sel tanaman sehingga mampu melarutkan atau
mengeluarkan konstituen aktif dari dalam sel tanaman melalui mekanisme
difusi (Istiqomah, 2013).
Kelebihan dari metode ini adalah pengerjaan yang sedikit mudah
serta dengan alat yang sederhana dan murah, namun untuk metode ini juga
mempunyai kekurangan yaitu pengerjaannya cukup lama dan membutuhkan
banyak pelarut (Istiqomah, 2013).

Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata percolare yang berarti penetesan.


Perkolasi merupakan proses penyarian dengan menggunakan prinsip
mengalirkan pelarut di dalam benjana percolator yang telah berisi serbuk
simplisia secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang beratnya 1-5
kali bahan (Istiqomah, 2013)

Sonikasi (Ultrasonik)

Ultrasonik merupakan energi yang dihasilkan gelombang suara


dengan frekuensi di atas deteksi telinga manusia, yaitu 20 kHz sampai 500
MHz (Thompson & Doraiswamy, 1999 dalam Teddy, 2011). Ultrasonik
pada intensitas rendah dan frekuensi tinggi biasanya diaplikasikan untuk
evaluasi non-destruktif, sebaliknya pada intensitas tinggi dan frekuensi
rendah merupakan jenis ultrasonik untuk aplikasi sonokimia (Thompson &
Doraiswamy, 1999 dalam Teddy, 2011). Ekstraksi dengan menggunakan
gelombang ultrasonik dapat menyebabkan gangguan fisik pada dinding
maupun membran sel biologis serta penurunan ukuran partikel. Efek
tersebut menyebabkan penetrasi pelarut lebih baik ke dalam sel dan
meningkatkan laju perpindahan massa pada jaringan serta memfasilitasi
perpindaan senyawa aktif ke pelarut (Novak et al., 2008 dalam Teddy,
2011).

 Cara Panas

Refluks

Refluks merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut


pada titik didihnya selama beberapa waktu tertentu dan berulang-ulang
tanpa mengganti atau menambah pelarut, hal ini bisa dilakukan karena
terdapat mekanisme pendinginan balik sehingga pelarut yang menguap akan
kembali mengembun dan masuk ke dalam wadah untuk diuapkan lagi
(Istiqomah, 2013).

Digesti

Merupakan jenis maserasi kinetik (menggunakan pengadukan)


namun tidak dilakukan pada suhu ruangan melainkan pada suhu 40-50o C
(Istiqomah, 2013).

Infusa

Merupakan jenis ekstraksi yang cocok digunakan untuk bahan


tanaman yang lunak. Metodenya adalah dengan memanaskan benjana infusa
yang berisi air dan simplisia di atas penangas air yang mendidih selama 15
menit (Istiqomah, 2013).

Dekokta

Secara prinsip mirip dengan infusa hanya saja waktu yang


digunakan untuk menyari lebih lama yaitu 30 menit. Metode ini cocok
digunakan untuk simplisia tanaman yang keras seperti akar atau batang
tanaman (Istiqomah, 2013).

Soxhletasi

Soxhletasi merupakan suatu metode penyarian cara panas dengan


prinsip menyerupai refluks hanya saja dengan menggunakan suatu alat
khusus yaitu ekstraktor soxhlet. Metode ini menggunakan suhu yang lebih
rendah dibandingkan refluks dan memungkinkan penggunaan pelarut yang
lebih sedikit (Istiqomah, 2013).

Metode maserasi sonikasi

Ekstraksi sonikasi merupakan metode non thermal yang digunakan


dalam proses peningkatan rendemen ekstraksi dan pengurangan waktu
ekstraksi senyawa- senyawa polifenol, antosianin, aromatik, polisakarida,
dan senyawa fungsional lainnya (Vilkhu et al., 2006). Metode ini
menggunakan gelombang ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan
frekuensi lebih besar dari 20 kHz (Suslick et al.,1986). Alat yang digunakan
pada metode ini disebut dengan sonikator.

Identifikasi Golongan Senyawa Metabolit Sekunder


 Saponin
Saponin terdiri dari molekul triterpenoid, steroid atau steroid glikokaloid
yang mengandung satu atau lebih rantai gula. Mereka dicirikan oleh sifat
surfaktannya, dan memberikan busa yang stabil saat diguncang dengan air. Tindakan
deterjen saponin dikenali ratusan tahun yang lalu, ketika ekstrak tumbuhan seperti
Saponaria officinalis digunakan untuk membuat sabun (Osbourn, 1996).
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air,
mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin,
mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi
binatang berdarah panas tetapi beracun untuk hewan berdarah dingin, mempunyai
sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. (Robinson, 1995). Saponin
adalah glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin mula-mula diberi nama demikian
karena sifatnya menyerupai sabun (bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat, yang menimbulkan busa jika
dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menimbulkan hemolisis
sel darah merah, dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan.
Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Saponin merupakan senyawa berasa
pahit dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput lender (Robinson, 1995).
Saponin triterpenoida dan saponin steroida memiliki hubungan glikosidik
pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat
dan satuan-satuan isoprenoid. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol
tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana
asam atau enzim, dan tanpa gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain
(Gunawan dan Mulyani, 2004; Robinson 1995). Tipe aglikon senyawa saponin dapat
dilihat pada gambar di bawah ini (Farnsworth, 1966):
Gambar 2.2 Sapogenin (Farnsworth, 1966)

Saponin triterpenoida secara umum banyak terdapat pada tumbuhan dikotil


seperti: gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp., dan asam glisiretat terdapat
pada Glycyrrhiza glabra (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Gambar 2.3 Saponin Triterpenoida (Gunawan dan Mulyani, 2004)

Terdapat pada tumbuhan monokotil maupun dikotil, contohnya diosgenin


yang terdapat pada Dioscorea hispida, dan hekogenin yang terdapat pada Agave
americana (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Gambar 2.4 Saponin Steroida (Gunawan dan Mulyani, 2004)

 Tripenoid/steroid
Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren. Senyawa steroid dahulu dianggap sebagai senyawa satwa, yaitu
sebagai hormon kelamin, asam empedu dan lain-lain. Salah satu estrogen hewan
adalah esteron. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprene dan secara biosintetis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang relatif rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna,
berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. (Ekstrak and Daun,
2011) Triterpenoid dapat dibagi atas 4 golongan senyawa, yaitu triterpen
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1987).

Cara melakukan identifikasi Golongan Senyawa

Golongan kandungan kimia yang akan diperiksa adalah: glikosida saponin,


steroid dan triterpen Pada identifikasi terpenoid/saponin meliputi uji buih,
Liebermann-Burchard, Salkowski, dan KLT (Fong, 1973; Zaini et al., 1978). Uji
buih dilakukan untuk melihat ada tidaknya senyawa saponin pada sampel yang akan
diuji. Keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan
koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil (Gunawan
dan Mulyani, 2004).

Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya


dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin
steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin
triterpenoida (Farnsworth, 1966).

Uji Buih

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun


sehingga keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan
koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai
racun ikan..

Uji Liebermann-Burchard

Senyawa saponin dapat diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan


pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida,
dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida
Gambar 2.4 Contoh Reaksi Liebermann Burchard pada Steroid (Gunawan
dan Mulyani, 2004)

Uji Salkowski

Pada uji salkoswki, apabila sterol dengan konfigurasi tidak jenuh di dalam
molekulnya direaksikan dengan asam kuat dalam kondisi bebas air, maka akan
memberikan reaksi warna. Uji salkowski dilakukan dengan menggunakan ekstrak
dari sampel yang akan diuji lalu ditambahkan dengan H2SO4, terbentuknya warna
merah mengindikasikan adanya steroid. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk
memutuskan ikatan gula pada senyawa. Sehingga akan terbentuk cincin yang
berwarna merah, selain itu gugus sulfat akan menggantikan gugus OH sehingga
terbentuk kompleks warna merah ungu.

Identifikasi terpenoid/steroid bebas dengan KLT

Identifikasi golongan senyawa aktif triterpenoid fraksi n-heksana ekstrak rumput


bambu diperkuat dengan metode KLTA menggunakan lima variasi eluen dengan
kepolaran berbeda. Noda-noda yang terbentuk dideteksi dengan reagen Liberman-
Burchard dan diamati dibawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan
366 nm. Noda yang diduga sebagai senyawa triterpenoid adalah noda dengan warna
ungu atau merah setelah dideteksi dengan pereaksi Liberman-Burchard.
(Sholikhah, 2016)

KLT merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi


dua fasa, yakni fasa diam dan fasa gerak.Fasa diamnya berupa plat KLT G60F 254
yang terbuat dari silika gel dengan ukuran 10 x 20 cm. Plat silika digunakan karena
mengandung indikator fluoresensi yang dapat penampakan bercak tanpa warna
pada lapisan yang telah dikembangkan.Selain itu, bahan silika pada umumnya dapat
memisahkan asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam lemak, sterol dan terpenoid.
Pemisahan senyawa aktif dilakukan ketika plat KLT telah diaktifasi pada suhu
100 C selama 30 menit yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang
terdapat pada plat yang dapat mempengaruhi proses elusidasi. Eluen yang
digunakan adalah eluen terbaik yang mampu memisahkan senyawa secara
maksimal pada KLTA. Identifikasi golongan senyawa pada noda yang terbentuk
dilakukan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366
nm.Penampakan noda pada panjang gelombang 254 nm digunakan untuk
menampakkan eluen yang digunakan sebagai bercak gelap, dikarenakan adanya
interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada plat. Pada
panjang gelombang 366 nm digunakan untuk menampakkan bercak berfluoresensi
yang disebabkan oleh gugus kromofor yang mengabsorbsi sinar UV sehingga
memberikan warna yang khas (Gritter, 1991).Pemisahan senyawa aktif dengan
KLTP ini bertujuan untuk memperoleh isolat yang lebih banyak. (Tsuchida, 2002)

Teknik Kromatogfi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong "kromatografi


planar." KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang banyak
digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan
dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah bejana
tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT. Dengan optimasi metode
dan menggunakan instrumen komersial yang tersedia, pemisahan yang efisien dan
kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Kromatografi planar juga dapat digunakan
untuk pemisahan skala preparatif yaitu dengan menggunakan lempeng, peralatan,
dan teknik khusus.

Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil


sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona
awal. Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal
dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai
empat pelarut murni) di dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih
dengan benar, campuran komponen-komponen sampel bermigrasi dengan
kecepatan yang berbeda selama pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini
disebut dengan pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak
sampai jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam
lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara langsung (visual)
atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi
penampak noda yang cocok.(Wulandari, 2011)

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerak noda dalam KLT yang juga


mempengaruhi harga Rf yaitu struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan,
sifat penyerap dan derajat aktivitasnya biasanya aktivitas dicapai dengan
pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang
menepati pusat-pusat serapan dari penyerap. Adanya ketebalan dalam ketidakrataan
dari lapisan penyerap bisa menyebabkan aliran pelarut tidak rata dalam daerah yang
kecil dari plat. Jumlah cuplikan yang digunakan terlalu berlebihan memberikan
penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak
seimbang hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada nilai Rf. (Lau and
Wuru, 2018)

Cara Menggunakan KLT :

1. Totolkan larutan uji dan larutan pembanding dengan jarak antara 1,5 cm – 2
cm dari tepi bawah lempeng, dan birkan mengering
2. Tempatkan lempeng pada alat penyangga, hingga tempat penotolan terletak
disebelah bawah, dan masukkan rak kedalam bejana kromatrografi
3. Larutan pengembang dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan
penjerap totolan jangan sampai terendam
4. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan sistem hingga fase gerak
merambat sampai batas jarak rambat
5. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara dan amati bercak dengan sinar
tampak, ultraviolet gelombang pendek (254 nm), kemudian dengan
ultraviolet gelombang panjang 366 nm)
6. Ukur dan catat jarak tiap bercak yang diamati
7. Tentukan harga Rf atau Rx
8. Jika diperlukan semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak, amati dan
bandingkan kromatografi bahan uji dengan kromatogram pembanding
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Teknik Kromatografi Kolom

Kromatografi adalah proses pemisahan yang tergantung pada perbedaan


distribusi campuran komponen antara fase gerak dan fase diam. Fase diam dapat
berupa pembentukan kolom dimana fase gerak dibiarkan untuk mengalir
(kromatografi kolom) atau berupa pembentukan lapis tipis dimana fase gerak
dibiarkan untuk naik berdasarkan kapilaritas (kromatografi lapis tipis).
(Matematika et al., 2010)

Prinsip Kerja Kromatografi Kolom

Pemisahan kromatografi kolom adsorpsi didasarkan pada adsorpsi


komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap permukaan
fase diam. Kromatografi kolom adsorpsi termasuk pada cara pemisahan cair-padat.
Kromatografi cair-padat juga disebut Kromatografi Adsorpsi, metode ini banyak
digunakan untuk analisis biokimia dan organic (Suryadarma, 2014). Teknik
pelaksanaannya dilakukan dengan kolom.Sebagai fasa diam di dalam kolom dapat
dipilih silika gel atau alumina (Nurdiani, 2018).

Pelarut

Etanol

Etanol (etil alkohol atau grain alkohol) merupakan cairan jernih, tidak
berwarna dan memiliki bau yang dapat diterima. Etanol memiliki rumus kimia
C2H5OH, merupakan gugus senyawa kimia yang tersusun atas grup hidroksil (-OH)
yang terikat pada atom karbon. Kata alkohol berasal dari bahasa arab, yaitu al-kuhul
yang berarti bubuk putih jernih untuk merias mata. Alkohol pada dasarnya ditujukan
pada semua bubuk jernih, namun ahli kimia era pertengahan mengaplikasikan istilah
alkohol untuk produk distilasi dan digunakan hingga saat ini (Shakhashiri, 2009).

Etil alkohol atau etanol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil atau
gugus OH, dengan rumus kimia C2H5OH. Istilah umum yang sering dipakai untuk
senyawa tersebut adalah alkohol. Etanol mempunyai sifat tidak berwarna, mudah
menguap, mudah larut dalam air, berat molekul 46,1, titik didihnya 78,3 °C,
membeku pada suhu –117,3 °C, kerapatannya 0,789 pada suhu 20 °C, nilai kalor
7077 kal/gram, panas laten penguapan 204 kal/gram dan angka oktan 91–105
(Hambali et al., 2008). Etanol dapat digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman,
bahan antibeku, bahan bakar, bahan depressant dan kemampuan khususnya sebagai
pelarut, germisida, minuman, bahan antibeku, bahan bakar, bahan depressant dan
kemampuan khususnya sebagai bahan kimia intermediet untuk menghasilkan bahan
kimia lain (Gaur, 2006).
BAB III

PROSEDUR KERJA

Bagan Alir

Preparasi Sampel
 Uji Buih

Timbang Masukkan ke Ditambahkan


Ekstrak 0,2 g dalam tabung aquadest 10mL,
sampel reaksi kocok kuat ± 30 detik

Tes buih postof mengandung saponin bila


terjadi berbuih stabil semalam lebih dari 30
menit dengan 3cm di atas permukaan cairan

 Reaksi Warna

Ekstrak 0,5g + Bagi menjadi 3 bagian masing-masing


etanol 15ml 5Ml, sebagai larutan IIA, IIB, IIC

 Uji Liebermann-Burc hard

IIA sebagai blanko, IIB


Biru-hujau = saponin steroid
+ 3gtt asam asetat
anhidrat + 5gtt H2SO4 Merah-ungu = saponin triterpenoid
pekat, kocok perlahan,
amati perubahan warna Kuning muda = saponin jenuh

 Uji Salkowski

IIA sebagai blanko. IIC + 1-


Cincin warna merah = steroid tak
2mL asam H2SO4 pekat
jenuh
melalui dinding tabung reaksi
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

1. Identifikasi sapogenin steroid /triterpenoid

Didihkan lalu tutup Setelah dingin +


Ekstrak dengan corong berisi amoniak sampai
0,5g + 5mL kapas basah ±50 menit basa, ekstraksi 4-
HCN 2N untuk menghidrolisis 5 mL, n-heksana
saponin sebanyak 2x

Cek dengan sinar Toltolkan pada plat Didihkan lalu tutup


UV KLT dengan corong
berisi kapas basah
±50 menit untuk
menghidrolisis
Sapogenin ditunjukan dengan
saponin
warna merah atau untuk
anesakhida asam sulfat

2. Identifikasi terpenoid/steroid bebas secara KLT

Adanya
Sedikit ekstrak Toltolkan pada terpenoid/steroid
+ beberapa tetes fase diam ditunjukkan
etanol, diaduk (Kiesel Gel 245) dengan terjadinya
ad larut warna merah ungu
atau ungu
Deskripsi Prosedur Kerja

A. Uji Buih
1. Dimasukkan 0,2 gram ekstrak ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan air suling sebanyak 10 ml
3. Dikocok kuat-kuat selama 30 detik
4. Hasilnya positif saponin jika terjadi buih yang stabil selama 30
menit dan tinggi buih 3 cm di atas permukaan cairan

B. Reaksi Warna
Preparasi warna sampel
1. Dilarutkan 0,5 gram dalam 15 ml etanol
2. Dibagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml (larutan IIA, IIB, dan
IIC)

Uji Liebermann-Burchard

1. Gunakan larutan IIA sebagai blanko


2. 5 ml larutan IIB ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 5 tetes
H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang terjadi
3. Kemudian kocok perlahan, amati lagi perubahan warnanya
4. Jika muncul warna hijau biru menunjukkan adanyan saponin steroid.
Jika muncul warna merah ungu menunjukkan adanya saponin
triterpenoid. Jika muncul warna kuning muda menunjukkan adanya
saponin triterpenoid / steroid jenuh

Uji Salkowski

1. Gunakan larutan IIA sebagai blanko


2. 5 ml larutan IIC ditambahkan 1 – 2 ml H2SO4 pekat melalui dinding
tabung reaksi
3. Jika muncul cincin warna merah menunjukkan adanya steroid tak
jenuh

C. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)


Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid
1. 0,5 gram ekstrak ditambah 5 ml HCl 2N
2. Didihkan dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama 50
menit untuk menghidrolisis saponin
3. Setelah dingin, tambahakan ammonia sampai basah
4. (3) kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak 2x
5. Uapkan (4) sampai tinggal 0,5 ml
6. (5) ditotolkan pada plat KLT (di cek pada lampu UV 254)
7. Fase diam yang digunakan adalah Kiesel Gel 254, fase geraknya n-
heksana-etil asetat (perbandingan 4 : 1), penampak nodanya
anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan).
8. Jika muncul warna merah ungu (ungu) menunjukkan adanya
sapogenin untuk anesaldehida asam sulfat.

Identifikasi trepenoid / steroid bebas secara KLT

1. Ditambahkan beberapa tetes etanol ke dalam sedikit ekstrak


2. Diaduk sampai larut
3. Ditotolkan pada fase diam
4. Fase diam yang digunakan adalah Kiesel Gel 254, fase geraknya n-
heksana-etil asetat (perbandingan 4 : 1), penampak nodanya
anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan).
5. Jika muncul warna merah ungu atau ungu menunjukkan adanya
terpenoid / steroid
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) ‘Farmakope Herbal Indonesia


Edisi I’, Farmakope Herbal Indonesia, pp. 1–221.

Depkes RI (1995) Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik

Dewantari, R. and Lintang, M. (2018) ‘Jenis Tumbuhan yang Digunakan sebagai


Obat Tradisional Di Daerah Eks- Karesidenan Surakarta Types of Plants used as
Traditional Medicines In Ex Residency of Surakarta’, 11, pp. 118–123.Indonesia.

Ekstrak, D. and Daun, E. (2011) Karakterisasi simplisia dan isolasi senyawa


flavonoida dari ekstrak etanol daun sukun (.

Hasriyania et al. (2019) ‘Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Biji Lada
Hitam (Piper Nigrum L) Terhadap Bakteri Escherichia Coli’, Indonesia Jurnal …,
5(2), pp. 6–11. Available at:
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/IJF/article/view/1172.

Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung. Harrison,
L.J., Leong, L.S., Lee Sia, G., Sim, K.Y., Tan, H.T.W., (1993)

Lau, S. H. A. and Wuru, A. F. (2018) ‘IDENTIFIKASI FITOKIMIA EKSTRAK


METANOL DAUN PALIASA (Melochiaumbellata (Houtt) stapf) DARI DESA
RENGGARASI DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)’,
Jurnal Farmasi Sandi Karsa, 4(7), pp. 29–33. doi: 10.36060/jfs.v4i7.19.

Marchianti, A., Nurus Sakinah, E. and Diniyah, N. et al. (2017) ‘Digital Repository
Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember’, Efektifitas Penyuluhan
Gizi pada Kelompok 1000 HPK dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap
Kesadaran Gizi, 3(3), pp. 96–104.

Matematika, F. et al. (2010) ‘UNTUK PEMISAHAN TRIGLISERIDA DARI


EKSTRAK BUAH MERAH ( Pandanus conoideus Lamk .)’.

Novak et al., 2008. Ultrasound Extracted Flavonoids from Four Varieties of


Portuguese Red Grape Skins Determined by Reverse-phase High-
performance Liquid Chromatography with Electrochemical
Detection.Analytica Chimica Acta Volume 630: 107–115.

Nurdiani, D. (2018) ‘Buku Informasi Melaksanakan Analisa Secara Kromatografi


Konvensional Mengikuti Prosedur’, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Pendidikan. Jakarta., pp. 1–80.

Osbourn, A. (1996) ‘Saponins and plant defence asoapstory oo’, 1(1), pp. 4–9.
Rahmadina, A., Rianti, D. and Meizarini, A. (2015) ‘Uji sitotoksitas rebusan buah
lerak ( Sapindus rarak DC ) terhadap sel BHK-21’, Jurnal material kedokteran gigi,
4(1), pp. 1–6.

Sholikhah, R. M. (2016) ‘Identifikasi Senyawa Triterpenoid dari Fraksi N-Heksan


Ekstrak Rumput Bambu (Lophantherum gracile Brongn.) dengan Metode UPLC-
MS’, Skripsi, pp. 61–62.

Tsuchida, S. (2002) ‘Test and repair of non-volatile commodity and embedded


memories’, IEEE International Test Conference (TC), 3(May), p. 1223. doi:
10.1109/TEST.2002.1041926.

Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani
N. S., UGM Press, Yogyakarta

Wulandari, L. (2011) Kromatografi Lapis Tipis, Taman Kampus Presindo.

Zulharmitta, Z., Kasypiah, U. and Rivai, H. (2017) ‘Pembuatan Dan Karakterisasi


Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)’, Jurnal Farmasi Higea,
4(2), pp. 147–157.

Anda mungkin juga menyukai