Pembimbing:
dr. Sigit Wedhanto, Sp.OT
Disusun oleh:
Faustine Bagya Rahardja (07120070069)
(07120070069)
2012
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
Penulis
Hlm ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Deformitas varus dan valgus ....................
..........................................
............................................
...................... 4
Gambar 2. Genu varum dan genu valgum ......................
............................................
........................................
.................. 5
Hlm iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rekomendasi tata laksana penyakit blount onset awal ........................... 32
...........................
Tabel 2. Rekomendasi tata laksana penyakit blount onset lanjut ......................... 33
.........................
Hlm iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................
...................................................................
................................................ ii
.........................
DAFTAR GAMBAR ...........................................
.................................................................
.................................................. iii
............................
Hlm v
EPIDEMIOLOGI .........................................
...............................................................
............................................
...............................
......... 23
ETIOLOGI ............................................
..................................................................
............................................................ 23
......................................
PATOGENESIS// PATOFISIOLOGI ..........................
PATOGENESIS ................................................................ 24
......................................
MANIFESTASI KLINIS ........................................
.................................................................................. 25
..........................................
PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................
...................................................................... 26
..............................................
DIAGNOSIS ............................................
...................................................................
......................................................... 31
..................................
TATA LAKSANA .......................................
.............................................................
..................................................... 32
...............................
KOMPLIKASI .........................................
...............................................................
......................................................... 45
...................................
PROGNOSIS ...........................................
..................................................................
......................................................... 46
..................................
Hlm vi
BAB I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu
1
ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada
1
tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi
t erjadi pada tangkai tulang.
Genu varum dan genu valgum, merupakan kekhawatiran umum pada
2
tahun-tahun awal kehidupan. Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen
distal dari sendi lutut menuju garis tengah, sedangkan genu valgum adalah
3
angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah.
Untuk mayoritas anak, masalah ini merupakan variasi normal (fisiologis), dan
2
membaik secara spontan. Sebagian lainnya, akan mengalami masalah kosmetik
dengan pemendekan ekstremitas pada kasus unilateral. 5 Hal ini dapat berkibat
pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi gaya berjalan (gait ),
), diskrepansi
5
panjang ekstremitas,
ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.
Penyakit blount pertama kali dideskripsikan oleh Erlacher dan McCurdy
pada tahun 1922. Kemudian, pada tahun 1935, Blount mengidentifikasi tanda
klinis, radiologis, dan patologis penyakit ini dalam literatur, yang selanjutnya
4,6
diberi nama penyakit blount.
Gangguan ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu onset awal
3,4
dan onset lanjut. Onset awal disebut juga infantile type (terjadi pada usia kurang
dari 4 tahun). Onset lanjut selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu juvenile type
Hlm 1
laki-laki, dengan predisposisi pada anak berkulit hitam, obesitas, dan anak-anak
1,5
keturunan Skandinavian. Gangguan ini bermanifestasi pada usia 2 tahun pada
1,3
infantile type, dan setelah usia 8 tahun pada juvenile dan adolescence type.
7
Infantile type terjadi 5 kali lebih sering dibandingkan tipe lainnya.
Penyakit blount diduga terjadi akibat kombinasi antara kompresi yang
4
berlebihan dan pembentukan tulang endokondral yang terganggu. Displasia lokal
1
dari bagian medial epifisis tibia proksimal mendasari kelainan ini. Kombinasi
antara berhentinya pertumbuhan bagian medial fisis dan pertumbuhan normal
1
pada bagian lateral mengakibatkan kelainan yang berkelanjutan.
yang berusia lebih tua, deformitas varus tetap berkembang walaupun dengan
1
pembidaian. Hal ini hanya dapat diperbaiki dengan tindakan operatif osteotomi
1,8
tibia, yang dilakukan berulang selama masa pertumbuhan.
Hlm 2
DEFINISI
Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu
1
ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada
1
tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi
t erjadi pada tangkai tulang.
Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien
1
berada.
Cubitus varus adalah berkurangnya
berkurangnya sudut lipat siku (carrying angle).
Coxa vara adalah berkurangnya sudut leher-tangkai femoral (<130°).
Genu varum atau bow leg (kaki O) adalah kondisi dimana lutut
berjauhan saat kaki disatukan.
Heel varus adalah berkurangnya sudut antara aksis kaki dengan tumit,
seperti pada posisi inversi.
Talipes equinovarus adalah deformitas inversi dari kaki, biasa disertai
dengan equinus (deformitas fleksi plantar) dari sendi pergelangan kaki
(sering ditemukan pada kelainan kongenital clubfoot ).
).
Metatarsus varus atau metatarsus aduktus (istilah yang lebih tepat)
adalah deformitas aduktus dari bagian kaki depan ( forefoot ) terhadap
bagian kaki belakang ( hind foot ).
).
Hallux varus adalah deformitas aduksi ibu jari kaki melalui sendi
metatarsofalangeal.
Valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana
1
pasien berada.
Cubitus valgus adalah meningkatnya
meningkatnya sudut lipat siku (carrying angle)
Coxa valga adalah meningkatnya sudut leher-tangkai femoral (>130°)
Genu valgum atau knock knee (kaki X) adalah kondisi dimana kaki
berjauhan saat lutut disatukan.
Hlm 3
Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju
3
garis tengah. Genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari
3
sendi lutut menjauhi garis tengah.
Hlm 4
Hlm 5
Permukaan Artikular
Permukaan artikular dari tulang pembentuk sendi lutut dilapisi oleh kartilago
hialin. Permukaan utama yang terlibat adalah:
Gambar 4. Permukaan artikular sendi lutut. A. Ekstensi B. Fleksi C. Tampak depan (fleksi)
(Sumber: Drake R, Vogl W, Mitc hell A. Gray’s Anatomy for Students; 2005)
Meniskus
Ada dua meniskus, yang merupakan fibrokartilago berbentuk C, pada sendi lutut,
satu pada sisi medial (meniskus medialis) dan lainnya pada sisi lateral (meniskus
lateralis). Keduanya melekat pada faset regio interkondilar dari plateau tibia.
ti bia.
Hlm 6
Membran Sinovial
Membran sinovial dari sendi lutut melekat pada tepi permukaan artikular dan tepi
luar superior dan inferior dari meniskus. Pada bagian posterior, membran sinovial
memisahkan membran fibrosa kapsul sendi pada tiap sisi ligamen krusiatum
posterior dan melingkari kedua ligamentum yang memisahkan mereka dari rongga
sendi. Pada bagian anterior, membran sinovial terpisah dari ligament patellar oleh
bantalan lemak infrapatellar (infrapatellar fat pad ).
).
Hlm 7
Membran Fibrosa
Membran fibrosa dari sendi lutut sangat luas, sebagian terbentuk dan diperkuat
oleh tendon dari otot sekelilingnya. Secara umum, membran fibrosa menutupi
Gambar 7. Membran fibrosa kapsul sendi lutut A. Tampakan anterior B. Tampakan posterior
Hlm 8
Ligamentum
Ligamen mayor yang berhubungan dengan sendi lutut adalah ligamen patela,
ligamen kolateral tibia (medial) dan fibula (lateral), dan ligamen krusiatum
Hlm 9
1
FISIOLOGI PERTUMBUHAN DAN REMODELLING TULANG
Proses Pertumbuhan Tulang
Tulang memanjang oleh suatu proses (meliputi osifikasi endokondral) dan
melebar oleh proses lainnya (meliputi
( meliputi osifikasi intramembranosa).
Proses pertambahan panjang tulang terjadi oleh karena pertumbuhan
interstisial pada kartilago diikuti dengan osifikasi endokondral. Oleh karena itu,
ada 2 tempat yang memungkinkan untuk pertumbuhan kartilaginosa ini, yaitu
kartilago artikular dan kartilago lempeng epifisis.
Hlm 10
Kartilago artikular
Kartilago artikular pada tulang panjang merupakan satu-satunya lempeng
pertumbuhan untuk epifisis, sedangkan pada tulang pendek, kartilago artikular
merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk seluruh tulang.
Hlm 11
maturasi dari sel kartilago saat mencapai metafisis. Kondrosit ini memiliki
glikogen dalam sitoplasma dan memproduksi fosfatase untuk proses
kalsifikasi matriks di sekitarnya.
The zone of calcifying cartilage tipis dan kondrositnya telah mati sebagai
akibat kalsifikasi matriks.
Proses pertambahan lebar tulang terjadi oleh karena pertumbuhan aposisional dari
osteoblas pada bagian dalam periosteum, melalui proses osifikasi
intramembranosa. Secara bersamaan, rongga medulla dari tulang juga semakin
Hlm 12
Proses Remodelling Tulang
Ketika tulang bertumbuh secara longitudinal, daerah metafisis yang sedang aktif
mengalami remodelling secara berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi akibat deposisi
tulang oleh osteoblas bersamaan dengan resorpsi tulang oleh osteoklas pada sisi
yang berlawanan.
Selain itu, proses remodelling tulang dapat terjadi akibat stress fisik.
Tulang terdisposisi pada bagian yang mendapat stress fisik, dan teresoprsi pada
bagian yang kurang mendapat stress fisik. Fenomena ini dikenal dengan nama
Hukum Wolf.
EPIDEMIOLOGI
Genu varum fisiologis sering terjadi, biasanya terjadi pada anak-anak berusia <2
2,10
tahun. Secara kontras, varus patologis, yang dapat terjadi akibat berbagai
10
kondisi, lebih jarang terjadi, khususnya dengan semakin bertambahnya usia.
Penyebab tersering genu varum patologis adalah penyakit blount, riketsia, dan
10
displasia skeletal.
Genu valgum fisiologis biasanya terjadi pada tahun kedua dan ketiga
2,11
kehidupan. Penyebab sindroma, seperti exostoses multipel herediter, sindroma
11
Down, dan displasia skeletal, seringkali terjadi pada pasien berusia 3-10 tahun.
Genu valgum idiopatik pada remaja mungkin diturunkan dalam keluarga atau
11
dapat terjadi sporadik. Penyebab tersering genu valgum adalah osteodistrofi
11
renal.
Pada negara dimana malnutrisi umum terjadi dan akses terhadap bantuan
medis terbatas, insidensi keseluruhan terjadinya genu valgum dan varum lebih
10,11
tinggi. Walaupun polio sebagian besar sudah tereradikasi, penyakit infeksi lain
l ain
dan trauma yang tidak ditangani dengan baik (atau tidak ditangani sama sekali)
menyebabkan kerusakan fiseal menjadi penyebab tersering dari deformitas klinis
10,11
berkelanjutan yang dapat menyebabkan
menyebabkan kelumpuhan.
Hlm 13
ETIOLOGI
Genu varum dan genu valgum dapat merupakan kondisi fisiologis normal ataupun
2,12
patologis.
2,12
Genu Varum dan Genu Valgum Fisiologis
Genu varum dan genu valgum fisiologis dijelaskan oleh Selenius dan Vankka.
Mereka mempelajari perkembangan sudut tibiofemoral pada tahun 1480 pada
anak normal. Sudut tibiofemoral pada tahun pertama kehidupan adalah varus 15°.
Sejak anak berusia 18 bulan, sudut tersebut meningkat menjadi netral, dan
ekstremitas bawah tampak lurus. Selama tahun kedua dan ketiga, sudut
tibiofemoral meningkat menjadi kurang lebih 12° valgus. Selama tahun
berikutnya, valgus berkurang menjadi seperti pada orang dewasa, 7° pada pria,
Hlm 14
Hlm 15
PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Alignment normal artinya adalah panjang ekstremitas bagian bawah sama (satu
dengan lainnya) dan aksis mekanik (pusat gravitasi) membagi lutut ke dalam 2
10
bagian sama besar ketika pasien berdiri dengan patella menghadap ke depan.
Posisi ini memberikan tekanan yang relatif seimbang pada kompartemen medial
10
dan lateral.
10
Genu Varum
Pada anak berusia kurang dari 2 tahun, genu varum fisiologis sering terjadi,
namun dapat membaik dengan sendirinya ( self-limited ) dan tidak berbahaya. Pada
anak yang lebih tua dengan varus patologis, dengan lutut bergeser ke lateral, aksis
mekanik jatuh pada kuadran dalam sendi lutut; pada kasus yang lebih buruk, aksis
tersebut bahkan tidak berpotongan pada lutut. Sebagai akibatnya, kondilus
femoral medial dan plateau medial dari tibia mendapat beban patologis. Efek
n akan menekan fisis dan bagian kartilaginosa struktur ini dan
Heuter-Volkmann
Heuter-Volkman
menghambatt osifikasi normal dari epifisis.
menghamba
Hlm 16
Genu Valgum11
Pada genu valgum, aksis mekanik bergeser ke lateral, stress patologis memberi
beban pada femur dan tibia lateral, menghambat pertumbuhan dan bahkan
memicu terjadinya lingkaran setan. Tidak hanya pertumbuhan fisis terhambat,
tetapi juga terjadi efek Heuter-Volkmann
Heuter-Volkmann pada seluruh epifisis yang menghambat
ekspansi tulang normal. Menurut prinsip Heuter-Volkmann, tekanan berkelanjutan
Heuter-Volkmann
atau berlebih pada epifisis memberikan efek inhibisi terhadap pertumbuhan.
EVALUASI KLINIS
Anamnesis
Evaluasi klinis genu varum dan genu valgum dimulai dengan wawancara medis
11
(anamnesis). Seringkali pasien mengeluhkan adanya nyeri lutut. Riwayat
penyakit keluarga dan deskripsi mengenai awitan dan perjalanan penyakit dari
2,7
deformitas, penting dalam menentukan etiologi. Riwayat keluarga penting untuk
mengetahui adanya penyakit yang diturunkan seperti sindrom marfan, osteogensis
7,11
imprefekta, dan sebagainya. Seorang anak yang asimptomatik atau dengan
perjalanan penyakit yang cepat perlu dicurigai adanya kondisi yang lebih serius
2
seperti gangguan neurologis, kelainan kongenital, tumor, atau infeksi.
Hlm 17
Pemeriksaan Fisik
Bayi yang normal biasanya berdiri dengan kedua kaki terpisah, dan lemak
10
subkutan dapat menutupi angulasi varus fisiologis awal. Torsi tibia interna
seringkali ada bersama dengan genu varum fisiologis, dan menambah tampakan
8,10
genu varum ketika berdiri atau berjalan. Pes planus dan torsi tibia eksterna juga
8,10
mungkin ada bersama genu valgum dan menambah tampakan genu valgum.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, pakaian harus dilepaskan, sehingga
3
kedua ekstremitas bawah dapat dievaluasi dengan baik. Penilaian dilakukan baik
dalam posisi berdiri, berjalan, ataupun berbaring terlentang (supine) pada meja
pemeriksaan.
pemeriksaan. Pada posisi berdiri, besarnya angulasi dari lutut dapat dinilai dengan
3,10
dua cara:
Sudut femoral-tibial: sudut diantara paha dengan tungkai bawah
Hlm 18
12
Pemeriksaan Penunjang
Untuk genu varum dan genu valgum, dilakukan radiografi Anteroposterior (AP)
pinggul hingga pergelangan kaki ( full length) posisi berdiri. Aksis mekanis dan
anatomis dari ekstremitas bagian bawah diukur. Pada anak dengan genu varum,
sudut metafisis-diafisis juga diukur.
Ketika melakukan pemeriksaan radiologis foto AP untuk mengukur sudut
tibiofemoral, tungkai bawah harus berada pada posisi netral; rotasi eksternal akan
mengurangi deformitas valgus dan rotasi interna akan meningkatkan deformitas
valgus.
Hlm 19
TATA LAKSANA2,12,15,16
Genu varum dan genu valgum fisiologis biasanya akan membaik secara spontan
dan penatalaksanaan hanya berupa observasi. Informasikan kepada orang tua
pasien perkembangan yang diharapkan dan komunikasian penemuan dan
rekomendasi kepada dokter keluarga. Observasi berkelanjutan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan anak secara berkala. Jika alignment tulang tidak sesuai
dengan yang diharapkan, anak dapat kembali direevaluasi.
Anak dengan kondisi yang tidak sesuai dengan pola fisiologis harus
dievaluasi lebih lanjut. Penatalaksaan terdiri dari menetapkan kausa dasar dan
rencana tatalaksana. Setelah diagnosis diputuskan, penatalaksaan terdiri dari
observasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi berulang, orthosis, dan
berbagai tindakan bedah, seperti realignment osteotomy, hemiepiphyseodesis, dan
lainnya.
Hlm 20
DEFINISI
Penyakit Blount (tibia vara atau osteokondrosis deformans tibia) adalah suatu
kondisi perkembangan, yang ditandai dengan gangguan osifikasi endokondral
pada bagian medial fisis (lempeng epifisis) tibia proksimal sehingga
5
mengakibatkan deformitas multiplanar dari ekstremitas bawah. Deformitas yang
terjadi secara berkelanjutan ini memiliki manifestasi berupa angulasi varus,
prokurvatum (konveksitas anterior), dan torsi interna dari tibia, juga dapat disertai
5
dengan pemendekan ekstremitas pada kasus unilateral.
Istilah tibia vara dirasakan kurang tepat karena memiliki implikasi hanya
5
terjadi kelainan pada plana frontal. Istilah osteokondrosis deformans juga kurang
KLASIFIKASI
Secara klinis, penyakit Blount diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya
5
deformitas menjadi:
Onset awal atau infantile type (onset pada usia <4 tahun)
Onset lanjut, dibagi menjadi dua, yaitu:
o
Juvenile type (onset pada usia 4-10 tahun)
o Adolescenc
Adolescencee type (onset pada usia >10 tahun)
Hlm 21
Hlm 22
EPIDEMIOLOGI
Penyakit blount relatif jarang terjadi di dunia, namun umum terjadi pada Negara
Jamaika dan Pulau Indian Barat, Trinidad. Penyait blount juga umum dijumpai
ETIOLOGI
Saat ini, etiologi dari penyakit blount masih belum diketahui dan mungkin
5
multifaktorial. Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan lingkungan
4,5
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisis. Manifestasi klinis dari
kedua bentuk penyakit blount menunjukkan adanya alterasi dari pertumbuhan dan
perkembangan normal dari anak-anak yang memiliki predisposisi secara genetik
melalui cara yang berbeda namun terkait.
Beberapa penelitian mencatat adanya riwayat keluarga yang positif pada
individu dengan penyakit blount. Sevastikoglou dan Eriksson melaporkan temuan
empat individu dengan tibia vara dalam satu keluarga, dimana dua diantaranya
4
adalah kembar identik. Schoenecker, dkk juga menemukan adanya riwayat
4
keluarga dengan tibia vara pada 14 dari 33 pasien. Namun begitu, bukti jelas
keterkaitan genetik pada penyakit blount belum ditemukan.
Salah satu faktor perkembangan yang berkontribusi pada terjadinya
penyakit blount adalah biomekanikal yang berlebihan pada fisis tibia proksimal
4,5
akibat varus stasik dan berat badan berlebih. Selain itu, berjalan terlalu dini
(kurang dari 1 tahun) juga berimplikasi pada terjadinya penyakit blount infantile
5
type. Meskipun proses yang sama mungkin berimplikasi pada terjadinya penyakit
blount adolescence type, namun pada tipe ini tidak harus diawali dengan varus
Hlm 23
statik. Variasi pola jalan dinamis akibat melebarnya lingkar panggul/ paha
4
berimplikasi utama terhadap terjadinya penyakit blount adolescence type.
PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Patogenesis dari kelainan tibia proksimal berkaitan dengan kompresi yang
berlebihan sehingga menyebabkan inihibisi pertumbuhan, seperti yang dijelaskan
5,17
oleh Prinsip Heuter-Volkmann. Tekanan yang berlebih pada bagian medial dari
epifisis kartilago tibia proksimal menyebabkan gangguan struktur dan fungsi
4,5
kondrosit, serta menghambat osifikasi dari epifisis. Obesitas menyebabkan
peningkatan kompresi terutama di bagian medial sendi lutut pada anak dengan
5
genu varum. Dengan menggunakan elemen analisis, Cook, dkk menghitung
beban pada lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri pada satu
kaki, dan mencatat bahwa, pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas, kekuatan
kompresi pada angulasi varus 10° melebihi kekuatan yang diperlukan untuk
5
menghambat pertumbuhan. Diez, dkk meneliti hubungan antara berat tubuh
dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan penyakit blount.
Mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat badan dengan sudut
tibiofemoral (r=0.75) dan mencatat hubungan yang kuat antara berat badan
dengan deformitas varus pada sembilan anak dengan obesitas yang diperiksa
5
secara terpisah.
Menggunakan analsis gaya berjalan (gait ),
), Gushue, dkk mempelajari efek
obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika sendi lutut tiga dimensi. 5
Dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal, anak-anak dengan berat
badan berlebih menunjukkan puncak abduksi lutut interna, selama awal posisi
berdiri, yang lebih tinggi. Sabharwal, dkk melaporkan hubungan linear antara
besarnya obesitas dengan deformitas radiografis biplanar pada anak dengan
penyakit blount onset awal dan pada pasien dengan body mass index (BMI) > 40
kg/m tanpa memandang usia terjadinya penyakit blount. Meskipun memiliki BMI
lebih rendah, anak dengan penyakit blount onset awal memiliki kelainan varus
dan prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada remaja dengan
Hlm 24
menurunkan isi mineral tulang hingga pada tingkat yang dapat diprediksi dengan
dasar berat badan. Penelitian biokimia yang dilakukan Giwa, dkk pada anak
dengan penyakit blount mengungkapkan adanya hipokalsemia dan hipofosfatemia
ringan, serta peningkatan aktivitas alkaline fosfatase (seperti yang terjadi ada
ricketsia). Selain itu, serum cooper dan zinc juga
j uga menurun 32% dan 48% dibawah
18
rata-rata subjek kontrol. Faktor-faktor tersebut selanjutnya memberikan
predisposisi anak-anak obesitas dengan penyakit blount untuk menderita kelainan
progresif dengan bertambahnya berat badan.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit blount berbeda tergantung kepada onset. Pada onset
awal (infantile type), anak mulai berjalan, biasanya pada usia 9-10 bulan. Pada
onset tersebut, membedakan penyakit blount dengan genu varum fisiologis
tidaklah mudah.
Genu varum fisiologis adalah deformitas torsional yang muncul akibat
4
posisi in utero. Kapsul panggul posterior yang sempit menyebabkan rotasi
4
eksterna paha pada sendi panggul. Ketika dikombinasikan dengan torsi interna
4
tibia, menghasilkan gambaran deformitas varus. Deformitas fisiologis ini
biasanya menghilang pada usia 2 tahun. Berbeda dengan genu varum fisiologis,
Hlm 25
penyakit blount infantile type dapat berkembang menjadi deformitas yang lebih
4
buruk.
Bentuk infantil ini lebih sering terjadi pada perempuan, berkulit hitam, dan
dengan obesitas.4 Bentuk ini lebih sering terjadi secara bilateral pada 60%
4,17
kasus. Bentuk ini berkaitan dengan paruh metafisis yang lebih menonjol, torsi
4,17
interna tibia, dan diskrepansi panjang kaki. Tonjolan metafisis, atau paruh
4
dapat diraba pada aspek medial dari kondilus tibia proksimal. Pasien biasanya
4
tidak mengeluhkan adanya nyeri. Namun begitu, kelainan dari ekstremitas
bawahnya tampak jelas terlihat.
Berbeda dengan penyakit blount onset awal, pasien dengan penyakit
4
blount onset lanjut biasanya mengeluhkan nyeri pada sisi medial lutut. Pasien ini
4
biasanya memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Biasanya terjadi unilateral
pada 80% kasus, kaki yang bersangkutan seringkali lebih pendek dibandingkan
4,17
kaki yang normal sebesar 2-4 cm. Derajat deformitas varus biasanya tidak
4
separah pasien dengan bentuk infantil dan biasanya tidak lebih dari 20°.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
4
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu dalam menegakkan diagnosis.
Radiografi
Plain radiograph
Perubahan klasik di tibia proksimal pada penyakit blount onset awal meliputi
angulasi varus dari metafisis, pelebaran dan iregularitas dari aspek medial
lempeng pertumbuhan, ceruk medial dan osifikasi irregular pada epifisis, dan
Hlm 26
metafisis medial. Pada stadium II, III, dan IV terjadi progresi dari depresi ringan
dari metafisis medial menjadi depresi berat (step-off). Pada stadium V depresi
pada sisi medial dari tibia proksimal menjadi lebih tajam dan terbentuk cleft yang
memisahkan kondilus medialis dan lateralis dari tibia. Pada stadium VI terbentuk
bony bridge yang melewati lempeng pertumbuhan.
Gambar 19. Diagram 6 stadium perubahan radiografis pada penyakit blount onset awal
menurut Langenskiold
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)
Hlm 27
Gambar 20. Indeks radiografis dalam mengevaluasi genu varum pada bayi dan anak
(sudut tibiofemoral)
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)
Namun begitu, tidak ada dari penanda radiografi ini yang dapat digunakan secara
terpisah dan pemeriksaan klinis dan radiografi berulang penting untuk
5
menegakkan diagnosis. Radiografi anteroposterior posisi berdiri seluruh panjang
kaki (standing full-length radiograph / teleoroentgenogram) dengan patella di
5
depan, penting untuk menganalisis secara lebih rinci pada alignment sisi frontal.
Lebih sulit dalam membuat radiografi untuk pasien dengan obesitas karena
visualisasi yang buruk dari rincian tulang dan kecenderungan teknisi radiologis
untuk memposisikan tungkai bawah dengan kaki ke depan, bukan patella yang
didepan. Ketika anak masi muda dan patella belum mengalami osifikasi
sempurna, berguna untuk meletakkan penanda metal di tengah patella untuk
mengkonfirmasi posisi lutut di depan. Terlebih lagi, tidak lebih dari 60% bagian
Hlm 28
fibula proximal yang boleh terlihat melewati tibia pada roentgent anteroposterior
dengan lutut sebagai titik tengah, tanpa memandang usia pasien.
Walaupun mirip dengan tibia vara, penyakit Blount dapat melibatkan
penyebab lain deviasi axis medial yang berasal dari femur bagian distal dan
deformitas intraartikuler yang menyebabkan malalignment varus dinamis.
Radiografi dapat memberikan penilaian detil terhadap deviasi axis mekanik dan
orientasi sudut sendi, yang penting untuk menentukan tempat koreksi deformitas
Tidak seperti kasus anak dengan penyakit Blount onset awal, diperkirakan
sepertiga deformitas varus pada remaja dengan penyakit onset lanjut dapat
19
disebabkan
disebabkan oleh femur bagian distal.
Deformitas prokurvatum bagian proksimal dari tibia biasanya tampak
dengan radiografi lateral dengan panjang penuh, dengan femur distal dan tibia
pada sisi sagital dalam batas normal. Oleh karena itu, untuk menghindari
defomitas iatrogenik dan untuk mendapatkan koreksi yang sempurna, evaluasi
yang menyeluruh dari deformitas multiplanar adalah penting sebelum memulai
tata laksana operatif. Scanogram dan evaluasi bone age berguna untuk
mengevaluasi
mengevaluasi diskrepansi panjang ekstremitas sekarang dan selanjutnya.
Hlm 29
5
Advanced Imaging
Imaging
Plain radiograph dapat menimbulkan overestimasi dari depresi plateau medial
pada penyakit blount onset awal. Arthrogram intraoperatif membantu untuk
femoral distal diobservasi dengan MRI pada remaja. CT scan, khususnya dengan
rekonstruksi 3 dimensi, juga berguna dalam perencanaan preoperative anak
dengan penyakit blount onset awal dengan deformitas berulang. Meskipun
advanced imaging memberikan informasi yang lebih rinci dibandingkan plain
radiograph, biaya tambahan, pajanan radiasi, dan perlunya sedasi dan anesthesia
general pada beberapa modalitas, harus dipertimbangkan.
Gambar 22. Arthrogram intraoperatif lutut kanan saat menjalani osteotomi tibia proksimal
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)
Hlm 30
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit blount ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit (anamnesis),
pemeriksaan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama radiografi.
17
Diagnosis diferensial untuk penyakit blount adalah:
Genu varum fisiologis. Biasanya kondisi ini hilang dengan sendirinya
(self-limited ).
). Ditandai dengan kelengkungan ringan dari femur dan tibia
yang pada umumnya membaik pada usia 18-24 bulan.
Genu varum kongenital. Angulasi dapat terjadi pada bagian tengah tibia
dengan femur distal dan tibia proksimal tampak normal.
Riketsia. Terlihat gambaran radiologis tipikal seperti fraying, splaying,
dan cupping pada ujung metafisis, disertai dengan gangguan biokimia.
Osteomyelitis. Gangguan lempeng pertumbuhan sekunder dari infeksi.
Hlm 31
5,19,20,21,22
TATA LAKSANA
Tatalaksana penyakit blount disesuaikan untuk setiap pasien dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, seperti: usia, beratnya deformitas,
diskrepansi panjang ekstremitas, faktor psikososial, serta pengetahuan dan
pengalaman dokter bedah. Dengan dasar hasil pemeriksaan fisik dan radiografi,
kelainan yang ada saat ini dan kelainan yang diantisipasi didata. Pilihan
Hlm 32
Orthosis
Beberapa penulis melaporkan hasil yang memuaskan
m emuaskan dengan penggunaa
penggunaan
n orthosis
knee-ankle-foot dengan sisi medial tegak dan engsel droplock untuk
membebaskan kompartemen lutut pada anak berusia kurang dari 36 bulan dengan
stadium awal (Langenskiold
(Langenskiold stadium I atau II). Faktor resiko yang
yang berkontribusi
Hlm 33
Hlm 34
Hemiepiphyseodesis
Hemiepiphyseodesis
Beberapa peneliti seri kasus retrospekstif melaporkan hemiepifiseodesis pada
aspek lateral tibia bagian proksimal dan/atau bagian distal femur, dengan hasil
tibia proksimal dan 14 kombinasi tibia proksimal dan distal femoral, yang
dilakukan pada saat pasien berusia rata-rata 11,8 tahun. Dengan rata-rata 3,8 tahun
postoperatif, radiografi menunjukkan restorasi aksis mekanik menjadi di setengah
sentral lutut pada 20 (61%) dari 33 ekstremitas. Kejadian yang tidak diharapkan
berupa diskrepansi panjang ekstremitas residual > 3 cm (4 pasien), lepas dari
staple (5 ekstremitas), overkoreksi valgus (2 ekstremitas), dan neuropraxia
preoneal sementara (1 ekstremitas).
Para peneliti merekomendasikan hemiepiphyseal stapling pada anak
kurang dari 10 tahun, dengan aksis mekanik preoperatif dari ekstremitas bawah
berada dalam setengah medial sendi lutut dari kompartemen medial (varus ringan)
atau medial dari sendi lutut namun dengan lebar tidak lebih lebar dari
kompartemen medial (varus sedang). Westberry, dkk, melakukan lateral
hemiepiphyseodesis pada 23 pasien (7 dengan onset awal dan 16 dengan onset
lanjut penyakit blount) dan menemukan bahwa koreksi lebih dapat diprediksi
dengan angulasi varus preoperasi yang lebih ringan. Akhir-akhir ini, McIntosh,
dkk, menunjukkan pengalaman mereka dengan hemiepiphyseodesis pada 29
pasien (64 ekstremitas) dengan penyakit blount onset lanjut. Dengan rata-rata 3,3
tahun postoperatif, 66% pasien memiliki deviasi aksis mekanik residual (> 40
mm).
Hlm 35
< 76.
Hlm 36
Guided Growth
Stevens mempopulerkan konsep pertumbuhan terarah dengan penggunaan non-
locking titanium plate dengan screws yang ditempatkan ekstraperiosteal melewati
Hlm 37
Setelah aksis mekanik dari ekstremitas telah kembali normal atau sedikit
teroverkoreksi, implant tersebut dapat dikeluarkan, dengan antisipasi kembalinya
kecepatan tumbuh pada fisis yang bersangkutan. Pada penelitian yang dilakukan
oleh pembuat implan pada 34 pasien yang telah dipasangkan tension band-plate
untuk mengkoreksi 65 deformitas oleh berbagai kondisi patologis (dengan 5
pasien mendaerita penyakit blount), dua pasien yang dilaporkan tidak mengalami
koreksi yang tidak sempurna, memiliki diagnosis penyakit blount onset lanjut.
Terlebih lagi, satu pasien yang dilaporkan gagal ( screw kendur) merupakan pasien
dengan penyakit blount. Dalam presentasinya akhir-akhir ini, Schoerlucke, dkk,
melaporkan 5 dari 10 pasien mereka dengan penyakit blount onset lanjut,
memerlukan revisi tension band-plate karena kegagalan alat. Rata-rata indeks
massa tubuh dari pasien dengan kegagalan alat adalah 37 kg/m, dibandingkan
screws, dan dua plates yang berdekatan pada remaja dengan berat badan berlebih
Hlm 38
ekstrena monolateral dan sirkular untuk menjaga koreksi akut deformitas dengan
potensi mengalami pemanjangan bertahap pada lokasi osteotomi, dengan
diskrepansi panjang kaki sebesar 1,5 cm. Secara keseluruhan, pemilihan teknik
osteotomi dan metode fiksasi harus didasarkan pada beberapa faktor, meliputi usia
pasien dan habitus tubuh, besarnya deformitas, adanya deformitas plana sagital
dan axial, pengetahuan dan pengalaman dokter bedah dalam melakukan
realignment akut ekstremitas bawah secara aman.
Tanpa memandang tipe osteotomi dan alat fiksasi, ada kemungkinan
terjadi trauma neurologis dan sindroma kompartemen dengan koreksi akut.
penyakit blount onset awal dan lanjut bersama dengan etiologi lain, pengukuran
Hlm 39
Eksternal Fiksasi
Fiksasi dengan Koreksi
Koreksi Bertahap
Koreksi bertahap dengan osteogenesis distraksi tampaknya menjadi sarana yang
aman dan dapat diandalkan dalam mengobati cacat multiplanar, termasuk
diskrepansi panjang ekstremitas, bahkan pada pasien dengan obesitas. Prevalensi
cedera neurovaskular, sindrom kompartemen, dan kehilangan koreksi setelah
koreksi bertahap dari deformitas pada pasien dengan penyakit Blount secara
substansial lebih rendah dibandingkan dengan yang dilakukan koreksi deformitas
akut. Fixator external rata-rata dipasang selama 12 sampai dengan 18 minggu.
mi nggu.
yang mengalami obesitas (dua belas tibia) dengan penyakit onset lanjut. Satu
kasus konsolidasi dini diperlukan osteotomi ulang. Stanitski, dkk, melaporkan
penggunaan eksternal fixator Ilizarov melingkar (circular ) dengan koreksi
bertahap pada tujuh belas remaja obesitas (dua puluh lima tibia) dengan penyakit
Blount onset lanjut. Meskipun terdapat satu kasus delayed union dan konsolidasi
prematur, didapatkan alignment normal pada semua pasien. Alekberov, dkk,
melaporkan penggunaan fixator Ilizarov pada empat puluh lima pasien (enam
puluh sembilan tibiae) dengan penyakit Blount onset awal atau lanjut. Parameter
deformitas frontal dan rotasional terkoreksi pada kebanyakan pasien, dengan
Hlm 40
(sembilan belas anggota gerak) yang menjalani osteotomi diikuti oleh koreksi
bertahap dari deformitas tibia proksimal dengan penggunaan eksternal fixator
melingkar (circular ).
). Tiga belas ekstremitas yang terkait varus femoralis distal
dan juga menjalani baik hemiepiphyseal stapling atau koreksi akut dengan plate
fixation, dan sebelas ekstremitas yang menjalani koreksi simultan deformitas
valgus distal tibia. Pada rata-rata lima tahun setelah pengobatan, didapatkan
koreksi deformitas yang memuaskan dan alignment bidang frontal dipertahankan
pada semua pasien.
Dengan diperkenalkannya Taylor Spatial Frame dan kemampuan untuk
Hlm 41
pretreatment yang
yang serupa
serupa dan terdapat
terdapat shortening dalam dua kelompok. Feldman
dkk, membandingkan keakuratan dari koreksi akut dan koreksi bertahap pada tiga
puluh dua pasien (tiga puluh dua tibiae) dengan penyakit Blount. Meskipun
terdapat kemiripan rentang usia dan besaran deformitas tibia pra operasi pada
kedua kelompok, empat belas pasien yang telah menjalani koreksi deformitas akut
menggunakan fiksator monolateral menghasilkan penyimpangan sumbu mekanis
residual, angulasi plana sagittal, deformitas translasional, dan diskrepansi panjang
anggita tubuh lebih besar dari pada delapan belas pasien yang telah menjalani
koreksi bertahan dengan fixator melingkar. Tidak ditemukan adanya cedera
neurovaskular atau sindrom kompartemen tercatat pada kedua kelompok,
meskipun terdapat delayed union pada satu pasien dengan koreksi akut.
Para penulis menyimpulkan bahwa koreksi bertahap adalah metode yang
lebih tepat untuk mengoreksi deformitas multiplanar pada pasien dengan penyakit
Blount. Namun demikian, apakah koreksi deformitas sagital dan rotasional terkait
selain malalignment varus akan menyebabkan hasil jangka panjang yang lebih
baik masih belum diketahui. Dengan teknik penyisipan yang tepat, desain
setengah pin yang semakin diperbaiki, dan penggunaan lapisan hidroksiapatit,
prevalensi infeksi pin-site mungkin bisa diturunkan, meskipun tidak sepenuhnya
dihindari. Masalah-masalah lain seperti dampak psikososial menggunakan fixator
eksternal dan kekhawatiran tentang tampilan kosmetik situs pin harus
didiskusikan dengan keluarga sebelum operasi. Namun, pembahasan rinci subjek
Hlm 42
Distraksi Physeal
Physeal Asimetris
De pablos dan Franzreb menggunakan distraksi physeal asimetrus menggunakan
monolateral fixator Wagner yang telah dimodifikasi pada dua belas remaja dengan
penyakit Blount onset lanjut bilateral. Dua setengah pin 6 mm ditempatkan pada
epifisis proximal tibia dan dua pin ditempatkan ke dalam diafisis; hal ini diikuti
dengan distraksi bertahap tanpa osteotomi fibula dengan kecepatan 1.5 mm/ hari
dengan waktu pemasanagan dua hari. Wedge correction dengan pembukaan
medial pada tempat defomitas didapatkan re-alignment dari tibia pada semua
kasus, dengan rerata perbaikan sudut deformitas varus sebanyak 13°.Pertumbuhan
lempeng tibia proximal menutup setelah dilakukan distraksi pada semua pasien
remaja. Tidak didapatkan laporan dari septic arthritis atau cedera neurovaskular,
dan pengobatan dapat ditoleransi dengan baik. Namun, teknik ini kurang
mendapatkan popularitas, mungkin karena pertimbangan terhadapa septic
Hlm 43
arthritis, nyeri ketika dilakukan distraksi, dan penutupan prematur dari lepeng
pertumbuhan proximal tibia.
Gambar 29. Pencitraan flouroskopik intraoperatif dari teknik elevasi tibia plateau medial
(Sumber: Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery 2009; 91-
A(7): 1758-76)
Pencitraan yang lebih modern seperti arthrografi, MRI, dan CT 3 dimensi dapat
membantu rencana preoperasi. Sabhara, dkk, telah menggambarkan baik
osteotomi intraepifisial atau transepifisial, pada kartilago artikular pada cekungan
interkondilar dengan insersi cangkok tulang untuk mendukung kenaikan plateau
tibia. Perhatian untuk mengkoreksi depresi bagian posterior secara simultan.
Penting untuk melakukan epifisiodesis tibia proksimal lateral dan fibula pada
Hlm 44
waktu yang sama untuk mencegah deformitas ulang. Namun begitu, epifisiodesis
dapat berakibat pada perubahan panjang ekstremitas pada anak yang berusia lebih
muda. Pemendekan mungkin diatasi dengan epipfisiodesis kontralateral pada saat
yang tepat, atau pemanjangan metafisis tibia, khususnya jika ada deformitas
metafisis tibia. Osteotomi metafisis dengan atau tanpa pemanjangan, dapat
dilakukan saat elevasi plateau atau secara bertahap.
b ertahap.
KOMPLIKASI
Penyakit blount berakibat pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi gaya
3
berjalan (gait ),
), diskrepansi panjang ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut.
Ingvarsson, dkk, meneliti 49 pasien (86 lutut) dengan penyakit blount onset awal;
38 lutut tidak memiliki riwayat bedah sebelumnya. Pada usia rata-rata 38 tahun,
Ingvarsson dkk, melaporkan 23 pasien (27 lutut) dengan penyakit blount onset
lanjut; 9 lutut diatasi secara non-operatif. Pada pemeriksaan lanjut ( follow up)
jangka panjang, pada usia rata-rata 47 tahun, 15 (65%) pasien tidak melaporkan
adanya gejala gangguan pada lutut. Radiografi posisi berdiri seluruh panjang kaki
(standing full-length radiograph) pada 18 pasien, ditemukan arthritis ringan –
sedang pada 9 lutut. Meskipun arthritis lebih sering terjadi pada pasien non-
operatif (4 dari 9 pasien) dibandingkan dengan pasien yang ditatalaksana secara
operatif (5 dari 14 pasien), dengan penelitian retrospektif dan jumlah sampel yang
kecil di kedua kelompok, rekomendasi untuk tindakan operatif tidak dapat dibuat.
Hlm 45
(Sumber: Sabharwal
Sabharwal S. Blount Disease. The Journal of Bone and Joint Surgery
2009; 91-A(7): 1758-76)
PROGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan lanjut ( follow up) jangka
jangka panjang pada penyakit blount
infantile type, Doyle, dkk menemukan bahwa hasil akhir penyakit blount
bergantung pada usia pasien dan keparahan deformitas pada saat intervensi. 2
Hlm 46
lebih tua. Selain itu, deformitas dengan stadium langenskiold <III saat dilakukan
pembedahan, memiliki hasil akhir yang lebih baik. Prognosis penyakit blount
infantile type harus dibedakan dengan juvenile/ adolescence type. Penyakit blount
2
yang tidak diatasi dapat terus berkembang. Literatur mengemukakan regresi
parsial atau komplit mungkin terjadi pada stadium I-IV, namun begitu, Stadium
2
V-VI tidak menunjukkan regresi.
Beberapa penulis melaporkan angka rekurensi >50% setelah dilakukan
osteotomi valgus pada anak dengan penyakit blount onset awal, dengan hasil yang
3
lebih baik jika koreksi dilakukan sebelum anak berusia 4 tahun. Loder dan
Johnston mencatat prevalensi hasil yang lebih buruk dan deformitas berulang
post-osteotomi valgus meningkat dengan semakin tingginya stadium langenskiold,
usia yang lebih tua saat dilakukan osteotomi, dan kurangnya overkoreksi valgus
post-operatif. Pada rata-rata 6 tahun 7 bulan post-operatif, 18 (55%) dari 33 tibia
mengalami rekurensi, dengan kepuasan pada 6 dari 8 tibia yang ditatalaksana
secara operatif sebelum pasien berusia 4 tahun dan pada 14 dari 25 tibia yang di
operasi saat dewasa. Berdasarkan temuan mereka, peneliti merekomendasikan
overkoreksii v
overkoreks valgus
algus 5°-10°.
Schoenecker, dkk, meneliti 27 pasien (44 tibia) dengan penyakit blount
onset awal yang ditatalaksana dengan osteotomi tibial valgus dan mencatata angka
kepuasan pada 19 (83%) dari 23 tibia yang dilakukan osteotomi saat anak berusia
kurang dari 5 tahun, dibandingkan dengan 8 (38%) dari 21 tibia yang dilakukan
pada anak yang berusia >5 tahun.
Chotigavanichaya, dkk, meneliti hasil dari osteotomi tibial valgus pada 71
pasien (74 tibia) dengan penyakit blount. Selain kesamaan dari stadium
langenskiold, deformitas varus pre-operatif, dan koreksi operatif, angka rekurensi
pada anak yang dilakukan osteotomi sebelum berusia 4 tahun (12 dari 26; 46%)
lebih rendah dari anak yang melakukan prosedur ini pada usia yang lebih tua (42
Hlm 47
Hlm 48
Hlm 49
Hlm 50
DAFTAR PUSTAKA
Hlm 51
Hlm 52