Anda di halaman 1dari 9

Machine Translated by Google

jurnal manajemen fundamental


PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019

ISU PERBATASAN INDONESIA-TIMOR LESTE


IN NUSA TENGGARA TIMUR PROVINCE

1Posma Sariguna Johnson Kennedy


2Suzanna Josephine L.Tobing, 3Rutman L.Toruan, dan 4Emma Tampubolon

1posmahutasoit@gmail.com

1,2,,3,4 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UKI Jakarta 13630, Indonesia

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk melihat berbagai isu strategis yang merupakan permasalahan yang ada di wilayah
perbatasan Indonesia Timor Leste di Provinsi Nusa Tenggara Timur, baik dalam penetapan dan penegasan wilayah
perbatasan, maupun permasalahan ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan, kondisi infrastruktur, dan kondisi
kependudukan, sosial dan budaya. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif, melalui dokumentasi dan penelusuran
literatur, dengan sumber utama Peraturan Nasional Pengelolaan Perbatasan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rancangan
Tata Batas Negara Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019.
Isu strategis dalam pengelolaan kawasan perbatasan terutama pada aspek penetapan dan penegasan batas negara
serta perspektif peningkatan pertahanan dan keamanan serta penegakan hukum. Sedangkan isu-isu strategis
mengenai kawasan perbatasan darat Indonesia-Timor Leste di Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama menyangkut
kondisi ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan, kondisi infrastruktur, serta kondisi kependudukan, sosial dan
budaya.

Kata Kunci : Daerah Perbatasan, Perbatasan Darat, Nusa Tenggara Timur, Timor Leste

1. Perkenalan

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang bercirikan kepulauan memiliki
kedaulatan atas wilayahnya. Memiliki hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya dan kewenangan tertentu lainnya
untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Indonesia tahun 1945. Dalam
Pasal 25A UUD 1945 juga ditegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang
berciri nusantara dengan wilayah yang hak dan haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Pengaturan lebih lanjut
mengenai wilayah negara yang meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial
beserta dasar lautnya, dan daratan di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk segala sumber kekayaan
yang terkandung di dalamnya, telah diatur ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara. (BNPP, 2011a)

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar di wilayah perairan yang luas dan
garis pantai yang panjang, menggambarkan bahwa dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut, dengan segala
konsekuensi dan implikasinya dalam mengatur batas negara. Implikasi yang jelas dari kondisi ini, hanya ada tiga
perbatasan darat, dan sisanya adalah perbatasan laut. Luas daratan Indonesia berbatasan langsung dengan tiga
negara, yaitu Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste, dengan garis batas darat keseluruhan 2914,1 km. Sedangkan
wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara, yaitu: Malaysia, Singapura, Filipina, India, Vietnam,
Thailand, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. (BNPP, 2011a)

Pengelolaan perbatasan di Indonesia hingga saat ini masih dihadapkan pada beberapa isu strategis dengan
berbagai permasalahan yang menonjol di dalamnya, yaitu: pengelolaan perbatasan negara dan pembangunan
kawasan perbatasan. Daerah Perbatasan Negara adalah wilayah yang secara geografis berbatasan langsung dengan
negara tetangga, baik di darat, di laut, maupun di udara yang batas-batasnya ditentukan oleh

116 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


Agustus
2019 fungsi pertahanan dan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat, serta pelestarian
lingkungan hidup. (Pemprov NTT)

Kondisi kawasan perbatasan saat ini secara umum belum mendapatkan perhatian yang proporsional.
Kekurangan tersebut dapat dilihat dari infrastruktur yang tersedia di wilayah perbatasan. Hal ini menimbulkan
banyak masalah, seperti perubahan batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa, serta kejahatan
transnasional. Kondisi perekonomian secara umum di kawasan perbatasan meliputi lokasi yang relatif
terisolasi (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat
yang rendah, tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat kawasan perbatasan (jumlah desa miskin dan
tertinggal) yang rendah. , dan kelangkaan informasi tentang pembangunan pemerintah dan masyarakat di
daerah perbatasan. Potensi sumber daya alam di kawasan perbatasan NTT tidak terlalu besar. Kondisi
masyarakat umumnya miskin dengan kesejahteraan rendah dan tinggal di daerah tertinggal dan terisolasi.
Mata pencaharian utama adalah pertanian lahan kering. (Pemprov NTT)

Wilayah perbatasan negara di Provinsi NTT meliputi wilayah kecamatan dan kabupaten/kota yang
secara geografis dan demografis berbatasan dengan negara Timor Leste dan Australia. Daerah tersebut
meliputi Kabupaten Kupang, Alor, Belu dan Timor Tengah Utara dengan Timor Leste, serta Kabupaten Rote
Ndao yang berbatasan dengan Australia. Sarana dan prasarana transportasi darat dan laut menuju perbatasan
Timor Leste sudah cukup baik sehingga akses kedua belah pihak relatif mudah dan cepat. Namun belum
selesainya penyelesaian dan penegasan beberapa ruas batas negara dengan negara tetangga menyebabkan
munculnya permasalahan terkait sengketa batas yang berpotensi mengancam kedaulatan NKRI. (Pemprov
NTT)

Berdasarkan pemaparan di atas, tulisan ini bertujuan untuk melihat berbagai isu strategis yang menjadi
permasalahan yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste di Provinsi Nusa Tenggara Timur, baik
dalam penetapan dan penegasan wilayah perbatasan, maupun ekonomi, masalah sumber daya alam dan
lingkungan, kondisi infrastruktur, dan kondisi kependudukan, sosial dan budaya.

2. Metodologi
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif yang melihat fenomena perkembangan kawasan perbatasan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah beberapa dokumen dan literatur serta Focus Group
Discussion (FGD). Data diperoleh dari berbagai sumber, seperti hasil kajian tentang perbatasan dan peraturan.
Sumber utama tulisan ini adalah Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) No.1 Tahun 2011
tentang Rancangan Besar Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun
2011-2014, No.2 Tahun 2011 tentang Induk Rencana Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara dan
Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014, dan No.1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan
Perbatasan Negara Tahun 2015-2019.

3. Diskusi

3.1 Isu Strategis Penataan Batas Darat Indonesia-Timor Leste di Provinsi Nusa Tenggara Timur1

Nusa Tenggara Timur Province (NTT) is an island province with a capital city in Kupang.
Provinsi ini memiliki 566 pulau dengan luas daratan kurang lebih 47.396 km2 dan lautan seluas 200.000 km2.
° -12 ° S dan 118 ° -125 °
Wilayah ini terletak di antara 8 Timur. Di sebelah utara, provinsi NTT berbatasan dengan Provinsi Maluku dan
Timor Leste; di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan di sebelah barat berbatasan dengan
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Perbatasan Provinsi NTT dengan Timor Leste di darat secara keseluruhan memiliki panjang 268,8 km.
Secara administratif wilayah perbatasan darat meliputi 4 (empat) kecamatan dan berada dalam 2 (dua) sektor, antara lain:

1
Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan
Perbatasan Negara Tahun 2015-2019.

117 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


2019Agustus

• Ruas Timur (Kabupaten Belu yang telah dimekarkan untuk menambah satu Kabupaten yaitu
Kabupaten Malaka yang berbatasan langsung dengan Distrik Covalina di Timor Leste) sepanjang
149,9 km dari Mota Ain di utara hingga Mota Masin di selatan,
• Sektor barat (Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU) berbatasan langsung dengan
Distrik Oecussi yang merupakan enclave) sepanjang 15,2 km dan 114,9 km.
Seluruh garis batas darat Kabupaten Belu, Malaka, TTU, dan Kupang sepanjang 268,8 Km.
Penetapan Batas dan Ketentuan Penyelesaian.

Gambar 1. Peta Perbatasan Darat Indonesia-Timor Leste (BNPP, 2015)

Penetapan batas Indonesia dengan Timor Leste di pulau Timor mengacu pada kesepakatan
antara Pemerintah Hindia Belanda dan Portugis tahun 1904 dan Permanent Court Award (PCA) 1914,
dan kontrak sementara antara Indonesia dan Timor Leste tentang 8 April 2005. Perundingan
perbatasan antara Indonesia dan Timor Timor Leste dimulai pada tahun 2001 dengan pertemuan
pertama RI-UNTAET (United Nations Transitional Administration for East Timor) Technical Sub-
Committee on Border Demarcation and Regulation (TSCBDR). Batas negara antara Indonesia dan
Timor Leste sebanyak 907 titik koordinat ditetapkan dalam Provisional Agreement yang ditandatangani
oleh Menlu RI dan Menlu Timor Leste pada tanggal 8 Juni 2005 di Dili. Namun, masih ada segmen
yang belum terselesaikan dan belum terselesaikan. Mereka disurvei oleh Tim Survei dari kedua
negara.
Secara spesifik, perbatasan di One Enclave yang sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah
kolonial Belanda dan Portugis tangga 1 Oktober 1904 tentang perbatasan antara Oune-Ambeno,
memiliki panjang 119,7 km mulai dari mulut Noel Besi. ke muara sungai (Thaleug).

Gambar 2. Kondisi Batas Perbatasan RI-RDTL Sumber:


Hasil Survey Penyusunan Renduk Lokpri di BNPP (2015)

118 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


2019Agustus

Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan batas darat Indonesia-Timor Leste.

A. Syarat-syarat Penetapan dan Penegasan Batas Negara

Sampai saat ini telah dilakukan demarkasi berupa pemasangan 42 tiang batas di sektor timur dan
delapan tiang batas di wilayah barat. Sedangkan panjang garis yang sudah selesai terdelineasi sekitar 95%
dari total panjang garis batas. Juga, kegiatan CBDRF dan pemetaan bersama telah dilakukan di sepanjang
garis batas. Permasalahan batas Indonesia-Timor Leste adalah adanya ketidaksesuaian antara kesepakatan
yang tertuang dalam Dasar Hukum (Treaty 1904 dan PCA 1914) dengan kenyataan di lapangan dan yang
diketahui oleh masyarakat sekitar saat ini.

Penjelasan yang dibuat oleh orang Indonesia dan orang Timor terkadang bertentangan satu sama lain.
Selain itu, masih ada kelompok masyarakat yang memiliki pandangan berbeda. Mereka secara tradisional
memiliki “batas” yang diakui secara turun-temurun oleh suku-suku di dua negara yang berbeda, sebagaimana
dinyatakan dalam dua landasan hukum tersebut di atas. Di sisi lain, tidak ada bukti yang mendukung "klaim"
masyarakat, sehingga negosiator tidak dapat membawa "klaim" tersebut ke pertemuan antara kedua negara.

Masalah ini sangat terasa di sektor barat, khususnya wilayah Manusasi. Penanganan perbatasan
Indonesia-Timor Leste selama ini ditangani oleh 2 (dua) lembaga yaitu Joint Border Committee (JBC)
Indonesia-RDTL yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri, dan Regulasi dan Demarkasi
Perbatasan RI-RDTL Subkomisi Teknis yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan dan
Bakosurtanal (sekarang BESAR).

Proses penyelesaian dan kesepakatan batas dengan negara tetangga belum selesai di beberapa
segmen. Beberapa ruas jalur darat belum sepenuhnya disepakati oleh negara-negara yang berbatasan
dengan Indonesia. Permasalahan yang sering muncul di perbatasan darat adalah pencabutan patok batas
yang implikasinya menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungan bagi negara. Namun secara umum,
koordinat perbatasan darat secara umum telah disepakati. Salah satu contoh wilayah yang masih belum ada
kesepakatan batas adalah perbatasan Indonesia-RDTL.
Persoalan utama di perbatasan darat RI-Timor Leste adalah sengketa yang sangat krusial meliputi 3 (tiga)
titik yaitu di Noel Besi/Citrana (Kabupaten Kupang dan Distrik Oecusse), Sunan-Oben/Manusasi Bijael
(Kabupaten Timor Tengah Utara dan Distrik Oecusse ) dan Delomil/Memo (Kabupaten Belu dan Bobonaro).

Areal sengketa Bijael-Sunan/Manusasi seluas ± 142,7 Ha, karena perbedaan persepsi perjanjian/
Perjanjian juga karena masalah adat. Sebelum tahun 1893 kawasan ini dikuasai oleh rakyat Timor Barat,
namun antara tahun 1893-1966 kawasan ini dikuasai oleh rakyat Timor Timur (Portugis). Pada tahun 1966,
garis batas sepanjang Sungai Noel Miomafo digeser ke utara mengikuti puncak gunung/bukit (daerah aliran
sungai) mulai dari puncak Sunan Bijael hingga barat laut Oben, yang ditandai dengan tiang Ampu Panalak.
Kemudian kawasan sengketa Noel Besi/Citrana yang terletak di Kabupaten Kupang dengan luas + 1.069 Ha
diawali dengan sengketa tanah.
Ketika Timor Timur bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kawasan Noel Besi/Citrana
merupakan daerah perbatasan Kabupaten Kupang (NTT) dan Kabupaten Ambeno (wilayah Timor Leste).
Daerah ini dialiri oleh Sungai Noel Besi yang bermuara di Selat Ombai, dimana sejak zaman Portugis, sungai
tersebut mengalir di sebelah kiri daerah yang dipersengketakan. Akibat perubahan iklim sepanjang tahun/
perubahan alam, menyebabkan aliran sungai bergeser ke kanan wilayah sengketa yang merupakan tanah
pertanian subur dan tanah tersebut merupakan warisan genetik dengan sempadan sungai Noel Besi saat ini.

119 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


2019Agustus

Gambar 3. Ruas Ruas yang Belum Terselesaikan di Bijael-


Sunan, NTT Sumber: Kitab Renduk Miomaffo Barat, di BNPP (2015)

B. Syarat Menjaga Batas Negara

Di sepanjang garis perbatasan RI-RDTL terdapat pos jaga yang ditempati oleh anggota TNI.
Beberapa Pos Pamtas hanya berupa barak, namun belum ada anggota yang bertugas. Salah satunya di
Naibenu Lokpri. Setiap tahun Pamtas melaporkan patok batas dan pengamanan lintas batas serta kegiatan
sosial dengan masyarakat setempat. Umumnya patroli perbatasan dilakukan sebulan sekali, dan setiap
beberapa bulan melakukan kegiatan patroli bersama petugas keamanan RDTL (UPF). Patroli pertama
untuk mengawasi dan menginventarisir patok-patok batas yang ada. Terutama pada batas-batas yang
merupakan bentukan alam, seperti sungai. Hal itu karena sungai-sungai di perbatasan sudah mulai
berubah kelok-keloknya, sehingga patok-patok batas yang ada harus dikontrol. Karena selama ini
paradigma batas pada bentukan alam seperti sungai hanya terletak pada alur sungai, sehingga jika terjadi
perubahan alur (meander) ke arah RI dapat menyebabkan pengurangan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Dalam tugas mengamankan perbatasan RI-RDTL akan dilakukan beberapa hal oleh Satgas, yaitu
memastikan tidak terjadi pelanggaran batas negara, menghentikan penyelundupan, pasar gelap, dan
menjaga wilayah perbatasan, termasuk menjaga patok-patok perbatasan yang sudah ada agar seperti
tidak bergerak. Saat ini ada sekitar 650 tentara yang ditempatkan di pos perbatasan. Dari 38 pos
pengamanan perbatasan, 25 di Kabupaten Belu dan Malaka, dan sisanya di distrik TTU dan Kupang,
yang berbatasan langsung dengan Distrik Oecusie Timor Leste.

C. Kondisi Pertahanan, Keamanan dan Penegakan Hukum

Sampai saat ini masih terdapat sekitar 4% dari seluruh garis batas darat yang masih menyisakan
permasalahan karena belum adanya kesepakatan bersama antara RI-RDTL pada beberapa ruas garis
batas. Ada dua hal utama yang menyebabkan permasalahan penetapan batas negara di darat antara RI
dan Timor Leste masih berlarut-larut, yaitu faktor teknis (perbedaan penafsiran atau penafsiran aturan
yang dijadikan acuan penetapan batas) dan faktor non teknis. (adanya penolakan masyarakat lokal
terhadap garis batas tanah yang telah ditetapkan dan perampasan sumber daya alam oleh masyarakat
lokal di sekitar wilayah perbatasan yang disebabkan oleh klaim mereka terhadap beberapa wilayah
perbatasan karena alasan sejarah, ekonomi dan sosial budaya).

Segmen bermasalah dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

120 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


2019Agustus
• Pertama, Ruas yang Belum Terselesaikan, yang meliputi Kabupaten Belu di Memo/Delomil, Timor Tengah
Utara District in the Sunan-Oben Manusasi Bijael area, Kupang District in the Noel Besi/ Citrana
daerah.

• Kedua, Segmen Un-Survey mencakup wilayah Subina, Pistana, Tububanat, dan Haumeniana.

Pelanggaran keamanan telah terjadi secara sporadis dan berulang kali di beberapa bagian wilayah. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakjelasan batas wilayah NKRI dan RDTL sewaktu-waktu dapat meletus menjadi perselisihan,
perselisihan, dan konflik, baik antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan aparat keamanan. Peristiwa yang
pernah terjadi antara lain peristiwa 6 Januari 2006 yang terjadi di bantaran sungai Malibaka. Peristiwa ini terjadi saat
pasukan UPF (Unido Patruofomento Fronteira) menembak mati tiga eks pengungsi Indonesia yang tinggal di Desa
Sikutren Desa Rote, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu. Menurut warga Timor Timur, mereka ditembak karena
melintasi perbatasan secara ilegal, dan mereka adalah eks-milisi yang sering menyusup ke Timor Timur. Namun pihak
Republik Indonesia menyatakan tidak melakukan kegiatan politik dengan cara penyusupan melainkan melakukan
kegiatan penangkapan ikan di sungai Malibaka. Pemerintah juga marah karena penembakan terjadi tanpa peringatan,
dan ternyata mereka masih berada di wilayah Indonesia.

Beberapa kasus tahun 2009-2010 di wilayah sengketa baik Un-Resolved Segment maupun Un-Survey Segment
sejauh ini telah diselesaikan antara aparat keamanan perbatasan kedua negara dengan melakukan koordinasi intensif
di lapangan. Satgas Pamtas selain berkoordinasi dengan UPF juga mengambil langkah untuk melakukan pemantauan
di wilayah sengketa dengan patroli bersama dan melaporkan perkembangan situasi sengketa kepada Komando Atas.
Hal ini cukup efektif untuk mencegah terjadinya ketegangan dan munculnya konflik antara masyarakat kedua negara
serta munculnya permusuhan antar kedua negara.

3.2 Strategic Issues Regarding the Indonesia-Timor Leste Land Border Area in Nusa Tenggara Timur Province2

Cakupan Wilayah Administratif. Wilayah perbatasan darat antara Indonesia dengan Timor Leste di Provinsi Nusa
Tenggara Timur meliputi kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan wilayah negara Timor Leste, secara
administratif meliputi 4 (empat) Kabupaten dan 27 Distrik.

Table 1. Administrative Areas of the Indonesia-Timor Leste Land Border Area in the Nusa
Tenggara Timur Province Sub District
District (Kabupaten) (Kecamatan)
Kupang Amfoang Timur
Timor Tengah Utara Insana Utara, Bikomi Utara, Bikomi Nilulat, Kefamenanu,
Naibenu, Miomaffo Barat, Bikomi Tengah, Mutis, Musi
lonceng Tasifet Timur, Saya sedang terpuruk Selatan, Atambua,
Lamaknen, Lasiolat, Raihat, Tasifeto Barat, Nanaet Dubesi
Malaka Memasak Timur, Malaka Barat, Memasak, Malaka Tengah,
Wewiku, Malaka Timur, Weliman, Rinhat, Botin Leolele
Sumber: Daftar Lokasi Pengelolaan Prioritas Tahun 2010-2014 dan Penambahan Tahun 2015-2019 di BNPP (2015)

Wilayah perbatasan darat RI-RDTL pada umumnya beriklim tropis kering dengan suhu rata-rata 31,2 - 33,4 °C
dan curah hujan tidak merata, ditambah dengan kemiringan lahan di sebagian besar wilayah perbatasan darat.

2
Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan
Perbatasan Negara Tahun 2015-2019.

121 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


2019Agustus

kawasan ini, sangat berpengaruh terhadap kesuburan beberapa lahan pertanian dan perkebunan. Kabupaten Belu
merupakan daerah dengan dataran dengan topografi sedikit berbukit. Kondisi di kabupaten Timor Tengah Utara dan
Kupang tidak jauh berbeda, dimana ketiga wilayah ini merupakan daerah dengan topografi berbukit dan bergunung
°
serta sedikit dataran rendah dengan kemiringan antara 30 - 45 °.

Berikut isu-isu strategis terkait wilayah perbatasan darat Indonesia-Timor Leste di Provinsi Nusa Tenggara
Timur.

A. Kondisi Ekonomi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan

Pertanian lahan kering dan perkebunan mendominasi kegiatan ekonomi di kawasan perbatasan Indonesia-
Timor Leste. Beberapa komoditas yang dihasilkan antara lain jambu mete, kelapa, kemiri, pinang, cengkeh, vanili,
kapas, lada, dan pala. Kegiatan ekonomi yang khas terjadi di wilayah perbatasan negara adalah perdagangan lintas
batas. Sebagian besar kegiatan perdagangan lintas batas adalah perdagangan kebutuhan peralatan rumah tangga
dan bahan makanan lainnya yang tersedia di kawasan perdagangan atau Atambua, ibukota Kabupaten Belu. Kegiatan
lintas batas lainnya adalah kunjungan keluarga antar keluarga karena banyak pengungsi Timor Leste yang masih
tinggal di wilayah Atambua, sementara WNI lainnya yang berkunjung ke Timor Leste dalam rangka berdagang bahan
pangan dan komoditas lain yang dibutuhkan masyarakat Timor Leste.

Tabel 2. Potensi Sumber Daya Alam di Kawasan Perbatasan Darat Indonesia-Timor Leste di Provinsi
Nusa Tenggara Timur
Daerah Potensi Sumber Daya Alam
Kupang Mango, Grouper, Soybean, Melinjo
Timor Tengah Utara Sapi potong, Merica, Jambu Mete, Singkong, Kemiri
lonceng Daging Sapi, Jagung, Beras
Malaka Jagung, Padi, Kelapa, Singkong, Kakao
Sumber: Buku Renduk Lokpri di BNPP (2015)

Perhatian Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur sampai saat ini belum ada
optimal karena:

- Dinilai tidak ekonomis, letaknya jauh dari pusat pertumbuhan, dan penduduknya banyak
kecil.

- Infrastruktur ekonomi yang tidak memadai, seperti pasar.


- Minimnya fasilitas dan penunjang sosial ekonomi, terbatasnya kemampuan sumber daya manusia lokal dalam
mengelola potensi sumber daya alam yang tersedia, dan terbatasnya akses mengakibatkan rendahnya pendapatan
masyarakat.
- Lemahnya aspek modal dan perdagangan.
- Perjanjian perdagangan lintas batas antara pemerintah Indonesia dan RDTL tidak dapat dilakukan
belum dilaksanakan
- Pemahaman tentang ketentuan perdagangan lintas batas masih rendah.
- Infrastruktur penunjang perdagangan masih terbatas.
- Tingkat kesejahteraan perbatasan yang rendah dapat mengundang kerawanan di masa mendatang, mengingat wilayah NTT berada

berbatasan langsung dengan negara lain yang memiliki potensi untuk berkembang pesat.

B. Kondisi Infrastruktur

Sarana dan prasarana transportasi darat dan laut menuju perbatasan Timor Leste sudah
cukup baik sehingga akses kedua belah pihak untuk saling berkunjung relatif mudah dan cepat.
Kondisi jalan dari Atambua, ibu kota Belu, hingga pintu perbatasan cukup baik sehingga
perjalanan bisa ditempuh dalam waktu satu setengah jam. Hal ini bisa dimaklumi karena kedua
daerah 122 | Halaman fmj
Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


Agustus
2019 NTT dan Timor Leste sebelumnya adalah dua provinsi yang bertetangga, sedangkan hubungan
udara dipenuhi oleh maskapai penerbangan yang memiliki penerbangan reguler dari Bali ke Dili. Kegiatan
lintas batas yang sering terjadi adalah lintas batas tradisional melalui access point yang dulunya digunakan
sebagai jalan biasa ketika Timor Leste masih menjadi salah satu Provinsi Indonesia, seperti yang ada di
perbatasan antara Kabupaten TTU (Provinsi NTT) dan Oekussi (Timor Leste). Untuk memudahkan
warganya di Oekussi mengunjungi wilayah lain di Timor Leste, Pemerintah Timor Leste mengajukan izin
kepada warga Oekussi untuk menggunakan infrastruktur jalan dari Oekussi ke wilayah utama Timor Leste.
Namun, usulan ini belum ditanggapi oleh Republik Indonesia.

C. Kondisi Kependudukan, Sosial dan Budaya

Penduduk yang mendiami seluruh wilayah Provinsi NTT terdiri dari berbagai suku bangsa, antara
lain Timor, Rote Ndao, Sabu, Sumba, Helong, Flores, Alor, dan lain-lain. Setiap suku memiliki corak
budaya yang unik dan unik, seperti tarian, bahasa, pakaian, dan aturan adat. Jika dilihat dari segi sosial
budaya memiliki keragaman berupa kesenian tradisional, adat/budaya, dan agama. Dari sisi sosial
budaya banyak kesamaan budaya antara masyarakat RI dan RDTL karena pada umumnya mereka
terdiri dari satu rumpun dan memiliki bahasa yang sama yaitu Tetum.

Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste masih rendah.


Distribusi sarana dan prasarana pendidikan yang tidak dapat menjangkau desa-desa yang letaknya
berjauhan mengakibatkan pelayanan pendidikan tertinggal di daerah perbatasan. Dari segi kesehatan,
budaya hidup sehat masyarakat di daerah perbatasan umumnya belum berkembang. Hal ini disebabkan
masih rendahnya pemahaman tentang kesehatan dan pencegahan penyakit serta terbatasnya jumlah
tenaga kesehatan.

4. Kesimpulan

Isu strategis dalam pengelolaan kawasan perbatasan terutama pada aspek penetapan dan
penegasan batas negara serta perspektif peningkatan pertahanan dan keamanan serta penegakan
hukum. Permasalahan yang ada antara lain belum selesainya proses penyelesaian perbatasan dan
kesepakatan dengan negara tetangga di beberapa segmen, belum optimalnya upaya pemeliharaan
patok atau pilar, dan belum optimalnya aspek pengawasan dalam menjaga perbatasan, sehingga
pelanggaran batas masih banyak terjadi.

Isu-isu strategis mengenai kawasan perbatasan darat Indonesia-Timor Leste di Provinsi Nusa
Tenggara Timur terutama mengenai kondisi ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan, kondisi
infrastruktur, serta kondisi kependudukan, sosial, dan budaya.

Pengakuan

Penelitian ini terlaksana berkat dana penelitian Simlibtamas yang diberikan oleh Kementerian
Riset, Teknologi. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Kristen Indonesia (LPPM UKI), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Kristen Indonesia (UKI), dan semua pihak yang telah membantu.

123 | Halaman fmj


Machine Translated by Google

PISSN JURNAL MANAJEMEN DASAR : 2540-9816 (cetak) Jilid : 4 No 1. 2019


2019Agustus

Referensi

BNPP, 2015. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019.
BNPP, 2011a. Peraturan BNPP No.1/2011 tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014
BNPP, 2011b. Peraturan Kepala BNPP No.2/2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas
Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014
Pemprov NTT, Laporan Akhir Penyusunan Kajian Kawasan Strategis Wilayah Perbatasan.

124 | Halaman fmj

Anda mungkin juga menyukai