Anda di halaman 1dari 8

MATERI

Secara garis besar seperti yang kita ketahui bersama bahwa public relations dan publisitas merupakan hal
yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, mereka saling terikat satu sama lain dalam menjalankan
fungsinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya dalam membentuk cintra, pandangan, presepsi
publiknya, public relation membutuhkan media sebagai publisitas mereka, jalan menyebarkan informasi
mengenai perusahaan kepada khalayak luas. Begitupun dengan media, mereka butuh informasi salah
satunya dari perusahaan sebagai bahan pemberitaan mereka. Sehingga hubungan keduanya harus saling
baik dan berkesinambungan, utamanya bagi public relations kepada media, karena publisitas dari media
one of main way bagi perusahaan dalam menyebarkan informasi perusahaan. Dalam rangka menjalin
hubungan yang baik dengan media, perusahaan perlu mengerti bagaimana media mereka, karakteristik
media tersebut, apa saja yang dibutuhkan, dan lain sebagaianya mengenai media. Dari situ bisa menjadi
bahan bagi PR untuk menganalisa bagaimana mereka harus bertidak kepada perusahaan, bagaimana
membangun hubungan yang baik, berkomunikasi yang efektif, PR perusahaan bisa mengupayakan aksi
strategis agar hubungan terjalin baik, sehingga pandangan media tentang perusahaan positif dan akan
membawa berita positif juga terhadap masyarakat.

Dengan demikian publisitas merupakan salah satu peluang utama perusahaan dalam rangka
memperkenalkan diri mereka kepada ranah publik melalui penyebaran informasi yang dilakukan media.
Penyebaran informasi bisa dengan produk public relation, seperti press release, press conference, press
gathering, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebutlah yang akan menjadi bahan publisitas, jika terdapat
faktor-faktor yang dianggap layak untuk dimuat menjadi berita. (Kriyantono, 2008) memaparkan terdapat
dua faktor penentu suatu produk public relation dijadikan publisitas atau tidak.

1. Faktor penulisan materi publisitas

Karena informasi yang ditulis oleh public relation adalah materi yang akan dimuat di media, disini berarti
public relation dituntut untuk mengerti teknik-teknik penulisan sesuai kaidah penulisan jurnalistik, karena
berarti informasi dari public relations tersebut akan menjadi sebuah produk jurnalistik. Hal itu mencakup
; teknik mencari berita, teknik menulis berita baik media cetak maupun elektronik, dan etika jurnalistik.
Mereka juga perlu mengerti perbedaan public relations writting dengan yang ditulis wartawan berbeda.
Perbedaanya terletak pada tujuan pemberian informasi, yang mana tulisan wartawan untuk memberi
informasi kepada publik sebegaia sarana kontrol sosial, sedangkan tulisan public relations untuk
memberika informasi kepada public yang bertujuan untuk mempersuasi agar terjadi perub ahan sikap
terhadap perusahaan.

2. Faktor kualitas hubungan media (media relations)

Hubungan yang semakin baik antara public relations dengan media akan semakin memperbesar peluang
informasi yang ditulis public relations dimuat. Karena pada dasarnya dimuat atau tidaknya informasi
merupakan wewenang media, dalam hal ini sang PR diperhatikan dan simpati dengan partnernya, yakni
perusahaan tempat public relations tersebut, sehingga informasi akan lebih berpeluang dimuat.
Berpeluang atau tidaknya informasi dimuat dipengaruhi bagaimana hubungan public relations dengan
media. Dalam hal ini berlaku prinsip “win the editor’s heart and mind” yang berarti public relations mesti
memenangkan hati dan pikiran editor media. Hal ini akan memunculkan simpati terhadap perusahaan
tempat public relations tersebut, yang berarti disini hubungan yang baik akan secara alamiah terjalin.
“Pikiran” berkaitan hal-hal yang bersifat rasional, seperti kualitas berita, kaidah penulisan, sedangkan
“Hati” disini hal diluar itu yang mendukung, yang akan membangun hubungan yang baik.

Esensi hubungan antara public relations pada dasarnya merupakan sinergi yang bersifat simbiosis
mutualisme. Media membutuhkan bahan-bahan informasi yang terkadang kesulitan untuk mendapat
karena keterbatasan wartawan, disini peran public relation dengan membantu mencarikan berita yang
berasal dari infromasi yang ada dari perusahaannya. Sedangkan perusahaan butuh untuk dikenal
publiknya yang disini dikendalikan public relations, disini peran media yang berfungsi sebagai sarana
menyebarluaskan infromasi mengenai perusahaan. Sehingga dengan berjalan sebagai partner yang saling
melengkapi public relations maupun media dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Public relations
bertanggung jawab dalam menyebarka informasi perusahaan, sedangkan media bertanggung jawab
dalam memenuhi hak publik akan informasi.

Namun, dalam praktiknya terjadi perbedaan mendasar antara public relations dan media. Presepsi
yang tertanam dalam masyarakat bahwa public relations adalah representasi dari perusahaan, dan media
merupakan representasi khalayak. Sehingga media dituntut untuk kritis dalam memberitakan sesuatu,
termasuk mengenai informasi dari public relations. Hal itu berimbas wartawan dapat dengan bebas
mendapat informasi dan mencari tahu apa yang terjadi diluar. Dari kedua aktifitas dan presepsi terhadap
public relations dan media, berimbas kembali pada presepsi khalayak, bahwasannya public relations
hanya ajang promosi dan membesar-besarkan perusahaan saja, dan media hanya sekedar memberitakan
rumor, sekedar mencari sensasi, issue dan membesar-besarkan suatu kejadian. Hal-hal tersebut
memunculkan prinsip yang diakui public relations sebagai “bad news is a good news” yang berarti
peristiwa/berita buruk merupakan berita bagus. Berarti berita berita yang buruk mengenai perusahaan
cenderung disukai “pers”, bahkan berita yang hanya kecil awalnya bisa dibesar-besarkan. Disini peranan
public relations untuk menjaga agar citra perusahaan tetap terjaga di mata media. Jangan sampai ada
berita negatif yang tercium oleh media, baik yang tidak benar, maupun yang sekalipun benar adanya.
Karena dengan hal tersebut akan membentuk opini dan pendapat yang buruk pula dari publik mengenai
perusahaan yang diberitakan oleh media. Dampaknya citra perusahaan akan jatuh. Public relations adalah
orang pertama yang bertanggung jawab atas hal tersebut, berita mengenai perusahaan yang buruk oleh
media berarti disini public relations perusahaan tersebut juga buruk. “Bad news is bad PR” (Kriy antono,
2008:72). Keberhasilan public relations dalam mecegah informasi negatif menjadi indikator keberhasilan
kerja public relations.

Sebagai bahan analisa perbaikan dan pelajaran bagi perusahaan, public relations perlu mengetahui
sebab-sebab yang memungkinkan terjadinya berita buruk, yang dimana PR sebenarnya bisa mengurangi
kemungkinan munculnya berita berita negarif. Kriyantono (2008) menjelaskan terdapat beberapa
penyebab terjadinya berita negatif, dipandang dari pendekatan public relations, yakni :
1. Tersumbatnya saluran komunikasi.

Tersumbatnya saluran komunikasi bisa dengan publiknya, konsumennya, termasuk dengan media.
Tersumbatnya saluran komunikasi akan menyebabkan misscommunication antara public relations dengan
media, terlebih mengenai hal yang terlihat tidak wajar oleh media yang disini media mencium adanya
sebuah masalah dalam perusahaan, hal tersebut akan semakin meruncing dan meluas menjadi berita
negatif.

2. PR gagal memosisikan sebagai “dominat-coalition”.

PR dalam perusahaan perlu memosisikan dirinya sebagai “dominat-coalition” yaitu orang-orang yang
dianggap berkarisma, pintar, dan memiliki pengaruh besar di mata baik manajer maupun karyawan,
sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya. Mereka biasanya adalah pilihan karyawan saat sedang
terjadi masalah, sehingga karyawan yang mempunyai masalah atau kurang mendapat informasi dapat
bertukar pikiran langsung secara terbuka dengan public relations, masalah-masalah tersebut juga dapat
dibahas dengan manajer, yang juga karena rasa percaya yang sudah tertanam, manajer akan secara
terbuka pula mendengarkan saran masukan dari public relations. Ini bisa mengurangi masalah aga tidak
meruncing dan keluar dan tercium oleh media.

3. Hubungan media yang kurang baik.

Hal ini berkaitan dengan dimuat tidaknya informasi oleh perusahaan oleh media. Hubungan yang kurang
baik antara public relations dengan media pun jika akhirnya dipublisitas, informasi akan menjadi bernada
negatif. Dan hal ini biasanya terjadi pada perusahaan tertutup, tidak menghargai media dan tidak mau
bekerja sama. Karena kontrol berita ada ditangan media, berita negatif pun sulit dicegah, terlebih disini
kontekknya public relations tidak mau bekerja sama dengan media. Kualitas liputan berita media sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan media. Karena perusahaan bersifat tersebut akan menyebabkan
tersumbatnya saluran komunikasi, karena akses media untuk mendapat informasi dari perusahaan kurang
memuaskan.

Faktor-faktor yang menyebabkan publisitas negatif diatas bisa dijadikan bahan analisis dan
pembelajaran bagi public relation untuk bagaimana harus menanganinya, menanggulanginya, dan untuk
bisa menghindari hal-hal serupa, sehingga penerimaan infromasi oleh media akan tetap baik sebagaimana
mestinya. Dalam hal hubungan yang baik dengan media, hal tersebut akan terbangun jika terjadi
komunikasi yang efektif dengan media. Dan jika komunikasi tidak berlangsung efektif degan media akan
berakibat berdampak buruk juga terhadap kualitas hubungan diantara keduanya. Sehingga disini,
komunikasi yang efektif dengan media harus dibangun. Public relations dituntut membangun relasi yang
kondusif demi citra perusahaan. Bagi perusahaan, hubungan dengan media merupakan investasi jangka
panjang. Membangun hubungan yang baik dengan media tergantung bagaimana public relations
membangun komunikasi yang efektif dengan media. Dalam konteks public relations writting, penulisan
dan pengiriman materi informasi atau bisa juga produk public relations writiing kepada media se cara
berkala merupakan upaya untuk tetap menjaga komunikasi yang efektif. Dalam membangun komunikasi
yang efektif public relations perlu mengerti bagaimana karakteristik dan kebutuhan media yang
merupakan partner nya. Hal tersebut merupakan bahan analisis selain untuk membangun komunikasi
yang efektif, juga untuk acuan bertindak dalam membangun hubungan yang baik dengan media.

MEMAHAMI KARAKTERISTIK MEDIA

Memahami karakterstik media merupakan dasar acuan bagaimana harus bertindak dan
membangun komunikasi yang efektif untuk berbias pada terbangunnya hubungan yang baik. Public
relations perlu untuk mengetahui banyak hal mengenai media. Hal tersebut dianalogikan dengan istilah
“ketahuilah dengan siapa anda berbicara”;”ketahuilah untuk siapa anda menulis” sehingga kita bisa
memiliki dasar pijakan untuk bertindak kedepannya. Deskripsi mengenai perusahaan beberapa media
biasanya tersimpan dalam sebuah media list yang dibuat oleh public relations. Kriyantono (2008)
menjelaskan karakterstik media yang perlu kita pahami mencakup :

a. Karasteristik jenis media


Jenis media antara media cetak dan media elektronik memengaruhi pola pikir wartawan, penulisan, dan
sebagainya. Penulisan media koran (media cetak) akan berbeda dengan media televisi atau radio (media
elektronik). Penulisan informasi untuk media cetak akan sangat diburu waktu, karena mereka dikejar
deadline, sehingga diperlukan informasi secepatnya. Maka public relations perlu untuk menyediakan dan
memberika waktu secepat mungkin. Masing-masing media juga memiliki karakteristik format dan
program yang berbeda-beda pula, misa majalah untuk remaja, televisi khusus untuk program berita dan
infromas, surat kabar khusus berita ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan karakteristik ini disesuaikan
dengan target audience dari media tersebut.

b. Kebijakan redaksional

Kebijakan redaksional berarti kebiasaan dan aturan yang dilakukan redaksional. Banyak hal mengenai
kebijakan redaksional yang perlu dimengerti public relations untuk bisa menyesuaikan de ngan apa yang
dicari media, sehingga komunikasi efektif dan hubungan yang baik terbangun. Hal tersebut menyangkut
aturan penulisan berita dan deadline. Berkaitan mengenai deadline public relations perlu
memperhitungkan dengan memahami cara yang biasa digunakan untuk menerima informasi, jika tulisan
tersebut tidak dibatasi faktualisasi (misal press release) bisa diantar lewat pos yang memang butuh
beberapa hari untuk sampai. Tapi jika dibutuhkan deadline untuk faktualisasi bisa diantar langsung ke
meja redaksi yang memungkinkan materi tulisan langsung sampai dan terbaca, tapi hal ini berimbas
redaksi mungkin akan terganggung kesibukannya. Jika materi tidak berisi gambar bisa dikirim melalui
faksmilie yang berarti cepat, tidak mengganggu, hanya tidak terdapat konten gambar. Ketiga option diatas
memiliki masing-masing kekurangannya, yang akan teratasi oleh email yang menjadi alternatf dan banyak
digunakan, karena cepat, tepat sasaran, bisa memuat gambar, dan tidak akan mengganggu kesibukan
karena bisa dibuka kapan saja.
c. Sitem Distribusi

Hal ini berkaitan dengan wilayah edar media masa, dan juga mencakup segmentasi khalayak mulai dari
gaya hidup, pekerjaan, tingkat ekonomi, jenis pendidikan, tiap media massa berbeda-beda, serta juga
frekuensi penerbitan apakah harian, mingguan, bulanan. Public relations perlu mengerti hal tersebut, agar
bisa menyesuaikan jenis dan bagaimana public relations writting ditulis, untuk siapa ditujukan, di daerah
mana, dan lain sebagainya

d. Karakteristik wartawan

Karena setiap hari public relations bertemu wartawan, penting untuk mengerti dan memahami karena
karakteristik masing-masing wartawa berbeda-beda. Wartawan memiliki ciri yang kritis dan ingin tahunya
tinggi, karena mereka tidak akan puas dengan informasi yang ia dapat dari narasumber dan mencari
informasi lain sehingga berita yang disampaikan dirasa cukup tingkat kredibilitasnya. Faktor kritis
dipengaruhi karena tinggat pendidikan mereka yang tinggi sehingga daya analisis mereka menjadi kritis.
Wartawan juga senang membuat berita yang komprehensif, yakni berita yang ditulis secara lengkap dan
dari berbagai sudut pandang, karena wartawan memiliki keinginan memuaskan khalayak sehingga akan
menciptakan kepuasan tersendiri di dalam dirinya. Selanjutnya, wartawan senang membuat berita
eksklusif, yaitu lain dari pada yang lain. Hal ini dikarenakan ketatnya persaingan jurnalistik, sehingga
mereka dituntud untuk menyajikan sesuatu yang tidak biasa. Bahkan ada beberapa wartawan yang tengah
malam menghubungi public relations untuk mengkonfirmasi atas suatu informasi, karena inisiatif dia
untuk membuat sesuatu yang berbeda yang tidak didapat wartawan lainnya. Public relations harus
menghargai dan memahami usaha seperti itu untuk mendapat berita eksklusif. Wartawan juga bersifat
nonprotokoler yang berarti mereka tidak terlalu bisa dengan hal yang formal dan mengikat, seperti aturan
baju, jam bertemu dan lain sebagainya. Mereka lebih nyaman dengan aturan yang tidak terlalu membatasi
gerak profesinya, selama masih dalam batas aturan yang wajar. Akan lebih baik jika aturan diterapkan
berdasarkan jenis kegiatan apakah formal, baru diterapkan aturan baju formal dan datang tepat waktu,
ataukah nonformal. Wartawan juga merupakan orang yang sibuk tapi tidak terikat jam kerja, karena
memang tidak ada aturan jam kerja yang mengikat, tetapi karena peristiwa terjadi dimana saja, kapan
saja hal itu tidak bisa ditunggu, mereka dikejar deadline, sehingga mereka bisa langsung menuju tempat
kejadian yang dalam satu hari bisa terjadi beberapa kejadian yang membuat mereka sibuk. Karena itu
public relations harus siap setiap saat dalam melayani mereka, dan menyiapkan berita, dan jangan
membuat mereka menunggu berita karena ada berita lain yang mereka kejar. Dan yang terakhir,
wartawan secara emosional cenderung membela mereka yang “tertindas” dan akan mengekspose
sebagai posisi orang-orang yang tertindas.
MEMAHAMI KEBUTUHAN MEDIA

Memahami kebutuhan media berarti public relations menghargai profesi media. Public relations
perlu menerapkan hal ini, karena jika mereka sudah memahami, mereka akan mengerti apa yang
dibutuhkan media, mereka akan bekerja sesuai yang dibuthkan media, sehingga media dalam menerima
setiap informasi dari public relations akan merasa diperhatikan dan terpenuhi, pada akhirnya akan terjalin
relasi emosional yang menunjang tugas public relaions dalam membangun citra melalui media. Kiyantono
(2008) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memahami kebutuhan media,
diantaranya :

1. Selalu Menyampaikan informasi secara jujur

Hal ini berarti katakan apapun secara benar dan sesuai fakta, walaupun menyakitkan. Hal ini
dimangsudkan sebegai salah satu cara meraih kredibilitas, yakni berbicara dengan jujur dan apa adanya.
Jika public relations tidak bisa mengatakan karena faktor realitas, misal demi keamanan, tidak berwenang,
atau masih belum jelas, katakanlah dengan jujur

2. Penuhi janji ada

Hal ini berkaitan dengan point nomor 1. Jika anda berjanji untuk memberikan informasi, penuhi janji anda
sebelum ditagih. Jika anda bohong media tidak akan percaya lagi, dan memilih pihak lain sebagai sumber
informasi

3. Jangan sampai memberikan pernyataan “no comment”

Jawaban ini keluar biasanya saat media membutuhkan klarifikasi mengenai sesuatu. Jangan katakan ”no
comment” karena apa gunanya public relations jika hanya memberikan jawaban seperti itu? Karena pada
dasarnya public relations adalah pintu informasi. Jika anda khawatir dampak dari jawaban anda, jawablah
dengan sejujurnya untuk memberi suatu hal yang lebih pasti seperti “maaf itu bukan wewenang saya
untuk menjawab” atau “maaf saya belum punya jawaban terperinci mengenai hal itu, masih saya pelajari”.

4. Mencerdaskan pers

Ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas wartawan dengan hal seperti mengadakan pelatihan
jurnalistik dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan akan public relations dan perusahaan dipandang peduli
dan respek terhadap profesi jurnalistik, dan dimana akan terjalin hubungan emosional yang baik juga
terhadap public relations, terbangunlah hubungan yang baik.
5. Melayani pekerjaan media

Public relation bisa dianggap partner dalam mendapat sumber infromasi bagi media, itulah fungsi public
relations dalam melayani pekerjaan media. Banyak hal yang kaitannya dalam melayani pekerjaa media.
Public relations perlu untuk inisiatif menghubungi media apakah sedang membutuhkan infromasi atau
tidak, jangan hanya sekedar menunggu untuk dihubungi. Bisa juga dengan memberi informasi secara
berkala kepada media. Informasi harus bernilai berita dan mampu bersaing dengan informasi lain yang
masuk ke meja editor. Selain itu mereka juga perlu siap sedia 24 jam atas informasi yang diperlukan media
jika sewaktu-waktu media memerlukan. Dalam hal tersebut, jangan membeda-bedakan media, layani
semuanya dengan adil. Public relations juga perlu menyediakan detail latar belakang dari informasi,
sehingga wartawan merasa ketercukupan informasi. Hal ini juga untuk meminimalisir informasi yang
datangnya dari luar public realtions. Mengenai ketercukupan informasi public relations bisa secara berkala
mengirimkan materi informasi melalui satu paket “Press-kitt” yang biasanya satu paket berisi sebuah
press release, backgrounders atau fact-sheet, newsletter, annual report, dan gambar-gambar. Selain itu
public relations juga perlu menyediakan akses bagi wartawan untuk berhubungan dengan top
manajemen. Bisa jadi wartawan ingin melakukan wawancara dengan orang yang dianggap kredibel,
disinilah tugas public relations untuk mengakomodasikannya. Yang terakhir sediakan juga materi dan
fasilitas pendukung bagi tugas wartawan, seperti gambar, atau tempat yang diperlukan bagi kepentingan
tugas wartawan, selama masih dalam batas yang wajar.

6. Bersikap profesional dalam menghargai profesi masing-masing

Public relations harus menyadari tugas, kewajiban, dan etika profesi public relations dan wartawan. Public
relations harus menghormati wewenang media dalam pemuatan informasi, jangan merayu terlebih
memberi “amplop” untuk dimuat, ini sama saja melecehkan profesi wartawan. Jika memang baik pasti
akan dimuat. Jangan juga meminta media untuk memberitakan atau tidak memberitakan sesuatu, jika
ada kejadian yang kurang sesuai yang berpotensi diberitakan media, tugas public relations lah yang
mencegah atau menghandle apa yang terjadi, serta memberikan informasi yang benar mengenai apa yang
terjadi. Jangan juga mengeluh bahkan mengecam pada media. Entah karena berita tidak dimuat, atau
pemuatan yang tidak sesuai yang diharapkan. Jika informasi yang dimuat tidak sesuai, dialogkan dengan
baik dengan membawa fakta-fakta yang sebenarnya. Itu juga merupakan hal public relations sesuai yang
diatur dalam UU pokok pers. Jangan mencampur adukan tugas marketing dengan jurnalis, hal ini berkaitan
dengan kesalaha informasi yang dimuat lalu mengecam tidak akan memasang iklah di media itu.
Pemberian infromasi juga jangan semata-mata berdiri demi kepentingan perusahaan saja, karena public
relations merupakan jembatan antara perusahaan dengan public, kepentingan public disini juga harus
dipikirkan. Untuk lebih memahami profesi jurnalistik public relations perlu untuk memahani tata aturan
di masing-masing profesi agar hubungan pekerjaan diantara keduanya tidak menimbulka konfrontasi.

7. Jalin komunikasi terus menerus

Hal ini untuk menghindari tersumbatnya saluran komunikasi antara public relations dengan media. Public
relations perlu sadar hubungan diantara keduanya merupakan prinsip simbiosis mutualisme yang berarti
saling membutuhkan satu sama lain. Jangan hanya menghubungi media saat ada butuhnya saja.
Komunikasi yang terjalin secara terus menerus juga merupakan upaya dalam membangun hubungan yang
baik diantara keduanya. Komunikasi terus menerus terjalin jika komunikasi personal diantara keduanya
akrab, dan menciptakan situasi agar media cukup mengenal dan dekat dengan perusahaan. Hal tersebut
bisa dilakukan dengan memberikan perhatian secara personal tanpa menimbulkan kesan “memberi suara
pers” misal memberi ucapan selamat ulang tahun kepada media. Dalam menciptakan kondisi media daat
mengenal anda, bisa dilakukan dengan kegiatan press tour, press gathering dan lain sebagainya. Dengan
begitu hubungan antara media dengan perusahaan dapat berjalan baik.

8. Bekerja sama dengan media

Hubungan yang harmonis akan terjalin bila kedua memiliki keinginan untuk bekerja sama menunjang
profesi masing-masing. Karena media adalah tangan panjang publik, maka berbicaralah untuk
kepentingan publik bukan hanya untuk perusahaan. Public relations juga perlu untuk memudahkan media
dengan memberi berita yang mudah digunakan dan dibaca. Hindarilah untuk berdebat dengan wartawan,
kembali lagi kita harus bekerja sama dengan media demi terbangunnya hubungan yang harmonis.
Nyatakan fakta diawal untuk memudahkan pekerjaan wartawan, karena wartawan sibuk, baru diiku ti
bukti dan contoh. Jika ada pernyataan yang menyinggung jangan mengulangi atau menyangkalnya. Beri
jawaban yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika pertanyaan langsung jawab secara langsung, jika
jawaban tepat seperti “iya” atau “tidak” jawablah seperti itu. Semakin keras suatu pertanyaan seharusnya
semakin ringkas jawabannya. Yang terakhir janganlah melakukan konferensi pers kecuali hal tersebut
dianggap berita oleh wartawan. Berarti public relations perlu pertimbangan dalam menyelenggarakan
konferensi pers, apakah materi informasi bernilai berita, atau apakah public relations memiliki materi
informasi yang mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, R. (2008). Public Relations Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan

Publisitas Koorporat. Jakarta: prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai