Anda di halaman 1dari 8

HAMBATAN DAN TANTANGAN KEPEMIMPINAN

PEREMPUAN DI ERA DIGITAL DI PEMERINTAH KOTA


SURABAYA

Oleh :
NAMA : RESTI HAZIANI
NIM : 042398036
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi digital telah mengubah lanskap kerja di berbagai sektor,
termasuk di sektor pemerintahan. Era digital membawa perubahan yang signifikan dalam
cara kerja, komunikasi, dan pengambilan keputusan di pemerintahan. Dalam konteks ini,
perempuan yang berkeinginan untuk berperan aktif dalam kepemimpinan di pemerintah
Kota Surabaya, Indonesia, dihadapkan pada berbagai hambatan dan tantangan yang perlu
diatasi.
Pemerintah Kota Surabaya, sebagai salah satu pusat pemerintahan lokal yang
dinamis, menawarkan peluang dan tantangan unik bagi perempuan dalam memegang
peran kepemimpinan di era digital. Namun, perempuan yang ingin mencapai posisi
kepemimpinan di pemerintahan Kota Surabaya dihadapkan pada sejumlah hambatan yang
dapat mempengaruhi kesetaraan gender dan inklusivitas dalam pengambilan keputusan
dan kepemimpinan. Salah satu hambatan yang dihadapi oleh perempuan adalah adanya
stereotip dan persepsi yang tidak akurat terhadap kemampuan kepemimpinan perempuan.
Stereotip ini sering kali menghambat perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan
yang setara dengan laki-laki. Selain itu, akses terhadap peluang pendidikan dan pelatihan
kepemimpinan juga dapat menjadi hambatan bagi perempuan dalam mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk berperan dalam kepemimpinan di era digital. Selain
itu, ketidakseimbangan kesempatan karir dan peran keluarga juga merupakan tantangan
yang dihadapi oleh perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan di pemerintahan
Kota Surabaya. Tuntutan pekerjaan yang tinggi dan ekspektasi sosial terhadap peran
perempuan dalam tanggung jawab keluarga dapat mempengaruhi kesempatan perempuan
untuk berkembang dan maju dalam karir mereka.
Di era digital, perubahan dalam cara kerja dan dinamika organisasi juga
memberikan tantangan tersendiri. Teknologi yang terus berkembang mempengaruhi cara
kerja dan komunikasi di pemerintahan, dan perempuan perlu mengatasi tantangan ini serta
menjaga keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi. Dalam konteks ini,
penting untuk memperhatikan dan menganalisis hambatan dan tantangan yang dihadapi
oleh perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan di era digital di pemerintah Kota
Surabaya. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor ini, dapat
dirancang strategi dan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan partisipasi perempuan
dalam kepemimpinan, mengatasi stereotip dan hambatan yang ada, serta menciptakan
lingkungan yang inklusif di pemerintahan.
Dalam makalah ini, akan dilakukan eksplorasi mendalam terkait hambatan dan
tantangan kepemimpinan perempuan di era digital di pemerintah Kota Surabaya. Kami
akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalamkepemimpinan,
termasuk persepsi dan stereotip yang ada, akses terhadap pendidikan dan pelatihan, serta
tantangan keseimbangan antara karir dan peran keluarga. Selain itu, kami juga akan
menganalisis dampak perubahan teknologi digital terhadap cara kerja dan komunikasi di
pemerintah Kota Surabaya, serta upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan
dan tantangan tersebut. Dalam menganalisis hambatan dan tantangan kepemimpinan
perempuan di era digital di pemerintah Kota Surabaya, akan diperhatikan juga kebijakan
dan inisiatif yang telah diimplementasikan oleh pemerintah untuk mendorong kesetaraan
gender dan inklusivitas dalam kepemimpinan. Penelitian dan studi kasus tentang
pengalaman perempuan yang telah berhasil mengatasi hambatan dalam mencapai posisi
kepemimpinan di era digital juga akan dijadikan bahan rujukan untuk memperkaya analisis
dalam makalah ini.
Dengan demikian, diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang hambatan dan tantangan kepemimpinan perempuan di era digital di
pemerintah Kota Surabaya. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat memberikan
rekomendasi dan solusi yang konstruktif untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam
kepemimpinan, mengatasi hambatan yang ada, dan menciptakan lingkungan yang inklusif
di era digital. Melalui upaya ini, diharapkan perempuan di pemerintah Kota Surabaya dapat
meraih kesempatan yang setara untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan
kepemimpinan di era digital yang terus berkembang.

KAJIAN PUSTAKA
Ada beberapa kajian pustaka yang dapat menjadi referensi penting dalam
mempelajari Hambatan Dan Tantangan Kepemimpinan Perempuan Di Era Digital Di
Pemerintah Kota Surabaya ini.
Dalam kajian teori kepemimpinan, beberapa pendekatan menjadi fokus utama.
Salah satunya adalah teori kepemimpinan transaksional, yang menekankan pada
hubungan transaksi antara pemimpin dan pengikut. Menurut teori ini, pemimpin
menggunakan penghargaan atau hukuman sebagai insentif untuk memotivasi pengikut dan
mencapai tujuan organisasional. Pendekatan lain yang relevan adalah teori kepemimpinan
transformasional, yang menekankan pada pengaruh pemimpin dalam menginspirasi,
memotivasi, dan mengubah pengikut mereka. Pemimpin transformasional mampu
menghasilkan perubahan yang signifikan dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi
pengikut, serta mendorong mereka untuk mencapai potensi penuh mereka. Selain itu, teori
kepemimpinan karismatik juga penting untuk dipertimbangkan, di mana pemimpin dengan
kepribadian yang karismatik dan daya tarik pribadi yang kuat mampu mempengaruhi dan
memotivasi pengikut mereka. Pemimpin karismatik memancarkan energi positif, visi yang
inspiratif, dan integritas yang tinggi, yang mengilhami dan memotivasi pengikut mereka
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dengan memperhatikan kajian teori kepemimpinan ini, dapat dipahami bahwa
kepemimpinan melibatkan interaksi kompleks antara pemimpin dan pengikut. Berbagai
pendekatan, seperti kepemimpinan transaksional, transformasional, dan karismatik,
memberikan wawasan yang berharga tentang karakteristik dan strategi kepemimpinan
yang efektif. Dalam konteks pengembangan kepemimpinan, pemahaman mendalam
tentang teori-teori ini memungkinkan pengembangan pemimpin yang mampu memimpin
dengan cara yang efektif, menginspirasi pengikut, dan mencapai keberhasilan
organisasional.
Selanjutnya dalam kajian teori, konsep yang relevan adalah Teori Glass Ceiling
(Langit-langit Kaca). Konsep ini menggambarkan hambatan tak terlihat yang menghalangi
perempuan untuk mencapai posisi kepemimpinan tertinggi dalam organisasi. Glass ceiling
muncul sebagai hasil dari diskriminasi gender dan stereotip yang mempengaruhi proses
seleksi, promosi, dan pengambilan keputusan di tempat kerja. Selain itu, Teori
Keterwakilan juga relevan, yang menekankan pentingnya memiliki representasi perempuan
yang cukup dalam posisi-posisi kepemimpinan untuk menciptakan perubahan positif dan
meningkatkan perspektif yang beragam.
Selanjutnya dalam kajian konsep, penting untuk mempertimbangkan konsep Digital
Divide (Pembagian Digital). Konsep ini mengacu pada kesenjangan akses, penggunaan,
dan pemanfaatan teknologi digital antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam
konteks kepemimpinan perempuan di era digital, digital divide dapat menjadi hambatan
dalam memperoleh keterampilan teknologi yang diperlukan untuk berpartisipasi secara
efektif dalam lingkungan digital. Selain itu, konsep Empowerment (Pemberdayaan) juga
relevan. Pemberdayaan perempuan melalui peningkatan akses terhadap pendidikan,
pelatihan, dan sumber daya lainnya adalah faktor penting dalam meningkatkan
kepemimpinan perempuan di era digital.
Dengan memperhatikan kajian teori dan konsep ini, dapat dipahami bahwa
kepemimpinan perempuan di era digital dihadapkan pada hambatan seperti glass ceiling
dan digital divide. Penting untuk mengimplementasikan kebijakan dan inisiatif yang
mendorong pemberdayaan perempuan, meningkatkan keterwakilan mereka dalam posisi
kepemimpinan, serta mengurangi kesenjangan digital. Melalui pemahaman yang
mendalam tentang kajian teori dan konsep ini, langkah-langkah strategis dapat dirancang
untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, mendorong partisipasi perempuan dalam
kepemimpinan, dan memastikan kesetaraan gender di era digital.

PEMBAHASAN
Dalam konteks kepemimpinan perempuan di era digital di pemerintahan Kota
Surabaya, studi kasus dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
hambatan dan tantangan yang dihadapi serta strategi yang digunakan untuk mengatasi
situasi tersebut. Berikut ini adalah studi kasus yang menggambarkan peran kepemimpinan
perempuan dalam pemerintahan Kota Surabaya:
1. Studi Kasus: Kepemimpinan Perempuan di Pemerintahan Kota Surabaya
Pemerintahan Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini, seorang
walikota perempuan yang telah menjabat selama dua periode, memberikan contoh yang
menarik tentang kepemimpinan perempuan di era digital. Rismaharini memimpin dengan
pendekatan transformatif dan karismatik, memanfaatkan teknologi digital untuk mendorong
perubahan dan memperbaiki pelayanan publik di Kota Surabaya. Salah satu tantangan
yang dihadapi oleh Rismaharini adalah persepsi stereotip tentang kemampuan
kepemimpinan perempuan. Namun, melalui kepemimpinannya yang energik dan inovatif,
Rismaharini berhasil mengubah persepsi tersebut. Dia menggunakan media sosial dan
platform digital lainnya untuk berkomunikasi langsung dengan warga, memperluas
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan memperkuat transparansi
dalam pemerintahan. Melalui langkah-langkah ini, Rismaharini mampu membangun
kepercayaan publik dan membuktikan kemampuan kepemimpinan perempuan dalam era
digital. Selain itu, Rismaharini juga menghadapi hambatan terkait akses teknologi dan
kesenjangan digital di masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, Rismaharini meluncurkan
berbagai program inklusifitas digital yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat,
terutama perempuan, dengan keterampilan teknologi. Dia mengadakan pelatihan dan
workshop tentang penggunaan internet, e-commerce, dan aplikasi digital lainnya, sehingga
masyarakat dapat terlibat aktif dalam era digital dan memperoleh manfaatnya. Dalam hal
work-life integration, Rismaharini juga memperhatikan keseimbangan antara kehidupan
kerja dan kehidupan pribadi. Dia menciptakan kebijakan yang mendukung keseimbangan
tersebut, seperti fleksibilitas waktu kerja dan program kesejahteraan bagi pegawai
pemerintah yang memungkinkan mereka untuk mengatur waktu kerja dan mengurus
kehidupan pribadi mereka.
Melalui studi kasus ini, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan perempuan di era
digital di pemerintahan Kota Surabaya, yang ditunjukkan oleh Tri Rismaharini, telah
mengatasi berbagai hambatan dan tantangan. Dengan pendekatan transformatif,
penggunaan teknologi digital, dan program inklusifitas digital, Rismaharini mampu
membuktikan kemampuan kepemimpinan perempuan dan menciptakan perubahan positif
dalam pelayanan publik. Studi kasus ini memberikan contoh inspiratif tentang bagaimana
kepemimpinan perempuan di era digital dapat mengatasi hambatan dan tantangan yang
ada. Berdasarkan studi kasus di pemerintahan Kota Surabaya, beberapa strategi yang
dapat diambil dalam mengatasi hambatan dan tantangan tersebut antara lain:
a. Peningkatan literasi digital: Kepemimpinan perempuan di era digital membutuhkan
pemahaman dan keterampilan dalam penggunaan teknologi. Dengan meluncurkan
program-program pelatihan dan peningkatan literasi digital, pemerintahan Kota
Surabaya berhasil memberdayakan perempuan dan masyarakat secara luas agar
dapat menguasai teknologi digital yang diperlukan dalam era ini.

b. Pemberdayaan melalui akses teknologi: Kesenjangan akses teknologi menjadi


salah satu hambatan bagi kepemimpinan perempuan. Dalam studi kasus ini,
pemerintah Kota Surabaya meluncurkan program inklusifitas digital yang bertujuan
untuk memperluas akses teknologi kepada masyarakat, termasuk perempuan.
Dengan memberikan akses yang merata, perempuan dapat memanfaatkan
teknologi digital untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam kepemimpinan dan
pengambilan keputusan.

c. Komunikasi melalui media sosial: Pemanfaatan media sosial oleh Tri Rismaharini
sebagai walikota Kota Surabaya telah membuktikan keefektifannya dalam
membangun hubungan langsung dengan warga dan meningkatkan transparansi
pemerintahan. Dengan berkomunikasi melalui media sosial, pemimpin perempuan
dapat membangun kepercayaan, meningkatkan partisipasi warga, dan
menyampaikan informasi dengan cepat dan mudah.

d. Penciptaan kebijakan yang inklusif: Kepemimpinan perempuan di era digital juga


melibatkan penciptaan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan
inklusivitas. Dalam studi kasus ini, Rismaharini menciptakan kebijakan yang
memberikan fleksibilitas waktu kerja dan program kesejahteraan bagi pegawai
pemerintah, sehingga mereka dapat menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja
dan kehidupan pribadi.
Melalui penerapan strategi-strategi ini, kepemimpinan perempuan di era digital di
pemerintahan Kota Surabaya dapat mengatasi hambatan dan tantangan yang ada.
Keberhasilan Tri Rismaharini sebagai walikota perempuan dalam memanfaatkan teknologi
digital dan menghadapi berbagai hambatan menjadi inspirasi bagi perempuan lainnya
untuk terlibat aktif dalam kepemimpinan di era digital.

KESIMPULAN
. Studi ini mengungkapkan beberapa hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam
kepemimpinan perempuan di era digital di pemerintahan Kota Surabaya. Persepsi stereotip
tentang kemampuan kepemimpinan perempuan masih menjadi faktor penghambat yang
perlu diatasi. Selain itu, kesenjangan akses teknologi juga menjadi tantangan, terutama
bagi kelompok masyarakat yang kurang terampil dalam penggunaan teknologi digital.
Namun, studi kasus Tri Rismaharini sebagai walikota perempuan sukses membuktikan
bahwa dengan pendekatan yang tepat dan strategi yang inovatif, hambatan dan tantangan
tersebut dapat diatasi.
Pemerintahan Kota Surabaya telah memberikan beberapa solusi dan saran untuk
mengatasi hambatan dan tantangan kepemimpinan perempuan di era digital. Pertama,
diperlukan peningkatan literasi digital melalui program-program pelatihan dan peningkatan
kesadaran mengenai teknologi digital. Hal ini dapat membantu perempuan dan masyarakat
secara luas dalam menguasai keterampilan yang diperlukan dalam era digital. Penting
untuk menciptakan kebijakan inklusif yang mendukung kesetaraan gender dan
keseimbangan kerja-pribadi. Fleksibilitas waktu kerja, program kesejahteraan, dan
kebijakan yang memperhatikan kebutuhan individu dapat membantu perempuan dalam
menghadapi tuntutan kepemimpinan di era digital. Komunikasi melalui media sosial dan
pemanfaatan teknologi digital dapat menjadi alat yang efektif dalam membangun hubungan
langsung dengan masyarakat dan meningkatkan transparansi pemerintahan. Penggunaan
media sosial dan platform digital lainnya dapat memperkuat partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan memperkuat kepercayaan publik terhadap kepemimpinan
perempuan.
Saran yang dapat saya berikan berdasarkan hasil studi kasus ini. Pertama,
pemerintah Kota Surabaya dan instansi terkait perlu terus memperkuat program inklusifitas
digital dan peningkatan literasi teknologi untuk memastikan bahwa akses teknologi merata
dan tidak ada kelompok yang tertinggal.
Kedua, penting bagi pemimpin perempuan di era digital untuk terus
mengembangkan keterampilan digital dan pengetahuan tentang tren dan perkembangan
teknologi terkini. Mereka perlu memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh era digital
untuk mencapai tujuan organisasional dan masyarakat yang lebih luas.
Ketiga, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan dapat
membantu mengatasi hambatan dan tantangan kepemimpinan perempuan di era digital.
Dengan bekerja sama, mereka dapat saling mendukung dalam mengatasi kesenjangan
akses teknologi, meningkatkan literasi digital, dan menciptakan lingkungan yang inklusif
bagi kepemimpinan perempuan.
Terakhir, penting untuk terus mendorong perempuan untuk terlibat dalam
kepemimpinan di era digital melalui program-program pembinaan, mentoring dan
pemberian kesempatan yang adil. Pemerintah Kota Surabaya dan lembaga terkait dapat
meluncurkan inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam posisi
kepemimpinan dan memberikan dukungan yang diperlukan agar mereka berhasil dalam
lingkungan digital yang cepat berubah.

Selain itu, penting untuk terus mengkaji dan memantau dampak dari kebijakan dan
strategi yang telah diterapkan. Evaluasi berkala dapat membantu mengidentifikasi
keberhasilan dan perbaikan yang dapat dilakukan dalam mendukung kepemimpinan
perempuan di era digital. Dengan mengatasi hambatan dan tantangan yang ada,
kepemimpinan perempuan di era digital di pemerintahan Kota Surabaya dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam pembangunan dan transformasi masyarakat. Keberhasilan
Tri Rismaharini sebagai walikota perempuan menjadi inspirasi dan teladan bagi perempuan
lainnya untuk terlibat aktif dalam kepemimpinan di era digital. Melalui kolaborasi, dukungan
yang berkelanjutan, dan penerapan strategi yang tepat, diharapkan bahwa hambatan dan
tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan perempuan di era digital dapat teratasi, dan
perempuan dapat memainkan peran yang lebih besar dalam mengarahkan perkembangan
dan transformasi masyarakat menuju masa depan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan
berkeadilan gender.
Pada kesimpulannya kepemimpinan perempuan di era digital di pemerintahan Kota
Surabaya menghadapi hambatan dan tantangan yang signifikan. Namun, melalui
pendekatan inovatif, pemanfaatan teknologi digital, dan strategi inklusif, hambatan-
hambatan tersebut dapat diatasi. Studi kasus Tri Rismaharini sebagai walikota perempuan
yang sukses dalam menghadapi dan mengatasi tantangan tersebut menjadi inspirasi dan
contoh teladan bagi perempuan lainnya.
Dalam era digital yang terus berkembang, penting bagi pemerintah Kota Surabaya
dan pemimpin perempuan lainnya untuk terus beradaptasi dan meningkatkan keterampilan
digital. Peningkatan literasi teknologi, pemberdayaan melalui akses teknologi, komunikasi
melalui media sosial, dan penciptaan kebijakan inklusif menjadi strategi penting dalam
mengatasi hambatan dan mencapai kesuksesan kepemimpinan perempuan di era digital.
Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga
pendidikan, serta dengan memperkuat program inklusifitas digital dan peningkatan literasi
teknologi, diharapkan kesenjangan akses teknologi dapat diminimalkan, literasi digital
dapat ditingkatkan, dan perempuan dapat diberi kesempatan yang adil dalam
kepemimpinan di era digital. Kepemimpinan perempuan di era digital di pemerintahan Kota
Surabaya memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan positif dalam pelayanan
publik, partisipasi masyarakat, dan kesetaraan gender. Dengan terus mendorong
perempuan untuk terlibat dalam kepemimpinan, memberikan pelatihan dan dukungan yang
tepat, serta mengkaji dan memantau keberhasilan strategi yang diterapkan, diharapkan
kepemimpinan perempuan di era digital dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
membangun masyarakat yang inklusif, berkeadilan gender, dan berkelanjutan.
Kesuksesan Tri Rismaharini sebagai walikota perempuan di era digital di
pemerintahan Kota Surabaya memberikan bukti bahwa kepemimpinan perempuan mampu
menghadapi dan mengatasi tantangan yang ada, serta memberikan kontribusi yang berarti
dalam mencapai tujuan pembangunan yang lebih baik. Dalam menghadapi masa depan
yang semakin digital, penting bagi pemerintahan dan pemimpin perempuan lainnya untuk
terus beradaptasi, berinovasi, dan memanfaatkan teknologi digital sebagai alat untuk
mencapai perubahan positif dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, R., & Ratnawati, Y. (2019). Kepemimpinan Perempuan di Era Digital. Jurnal
Ilmiah Manajemen, 8(2), 233-249.
Arinto, Y. D., & Yulianto, A. (2018). Pemberdayaan Perempuan dalam Era Digital. Jurnal
Pemberdayaan Masyarakat Madani, 2(1), 13-26.
Hadar, Y. R., & Pramitasari, D. (2017). Kepemimpinan Perempuan di Era Digital: Studi
Kasus Kepemimpinan Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya. Jurnal Sosiologi
Nusantara, 2(2), 95-108.
Handayani, R. D. (2018). Kepemimpinan Perempuan di Era Digital: Tinjauan Teoritis dan
Implikasinya. Jurnal Administrasi Publik, 2(1), 51-63.

Anda mungkin juga menyukai